105
halus tadi. Sesudah nanggap itu, tiga hari kemudian dia datang kerumah saya dan bilang ke saya kalo dia udah
nyaman dirumahnya itu.
4.3.2 Pertunjukan Reog yang Digunakan Saat Mengayunkan Memberi Nama Bayi
Upacara semasa masih kecil dalam kandungan kehamilan dikenal berbagai tahap atau macam. Slametan utama diselenggarakan pada bulan ketujuh
masa kehamilan. Tingkeban, yang diselenggarakan hanya apabila anak yang dikandung adalah anak pertama bagi si ibu, si ayah, atau keduanya, pada kelahiran
bayi itu sendiri babaran atau brokohan, lima hari sesudah kelahiran pasaran dan tujuh bulan setelah kelahiran pitonan Geertz, 1960.
Pasaran merupakan slametan yang agak lebih besar yang diselenggarakan lima hari sesudah slametan pertama untuk bayi. Pasaran ini berarti memberi nama
pada bayi atau yang sering disebut oleh masyarakat desa Bangko Lestari dengan sebutan mengayunkan. Dalam pemberian nama pada bayi atau mengayunkan
biasanya tidak jarang mereka menanggap kesenian reog sebagai hiburan maupun sebagai doa agar dijauhkan dari marabahaya. Hal ini sudah menjadi lumrah di
desa tersebut. Waktu pelaksanaan pertunjukan biasanya sudah ditentukan jauh-jauh hari
sebelum dilaksanakan pertunjukannya tersebut. Biasanya si penanggap seni reog ini menghubungi atau datang langsung ke rumah Bapak Tukijo yang punya grup
Sri Karya Manunggal tersebut. Hal ini dilakukan agar bisa membicarakan tentang pelaksanaan pertunjukan seperti dalam penentuan waktu yang akan
diselenggarakan nantinya agar grup ini dapat menyesuaikan waktunya yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
106
Kemudian pihak dari grup ini juga nantinya harus tau lokasi tempat pertunjukan tersebut.
Waktu yang diadakan untuk pertunjukan seni reog biasanya sering dilakukan pada malam hari pukul 20:00 WIB sampai dengan selesai. Namun
dalam penelitian yang dilakukan oleh Sitopu, 2008, bahwasanya waktu untuk melaksanaan pertunjukan reog Ponorogo adalah pada saat siang menjelang sore
hari berkisar antara jam 14.00 sd 18.00 Wib. Pertunjukan reog Ponorogo tidak pernah dilakukan malam hari, jika dilakukan malam hari pertunjukan tidak dapat
berlangsung dengan baik karena dalam setiap pertunjukannya reog Ponorogo dilakukan ditempat terbuka dan luas. Siang hari merupakan waktu yang efisien
karena para pemain dapat mengetahui lebih jelas lagi bagaimana tempat pertunjukan dan bisa merasakan keberadaan penonton sehingga para pemain tidak
perlu khawatir akan mengenai penonton. Berbeda dengan waktu pertunjukan reog yang ada di desa Bangko Lestari, bagi mereka pertunjukan reog yang dilakukan
pada malam hari merupakan waktu yang sangat tepat karena suasanya lebih menegangkan dan menarik sehingga penontonnya terbawa oleh suasana tersebut.
3
Dan biasanya tidak pasti sampai pukul berapa selesai dari pertunjukan tersebut karena terkadang penontonnya masih banyak. Jika banyak yang mabuk maka
biasanya selesai sampai pukul 00:00 WIB. Pertunjukannya juga biasa dilakukan di tempat-tempat terbuka seperti, lapangan atau pekarangan yang luas.
Sebelum melakukan pertunjukan, maka terlebih dahulu mempersiapkan sesaji untuk kuda kepang yaitu terdapat empat macam cangkir yang berisi, air
kopi, air putih, santen dicampur dengan gula merah, dan teh. Kemudian untuk
3
Hasil wawancara dengan Dani yang merupakan salah satu warga desa Bangko Lestari.
Universitas Sumatera Utara
107
hanoman sesajinya berupa bunga mawar merah dan mawar putih, dan untuk reog
yang terdiri dari kembang dicampur dengan melati, kenanga, dan mawar. Guna dari semua sesaji tersebut adalah sebagai rasa syukur mereka kepada roh yang
telah menjaga mereka dari keselamatan dan juga syarat untuk memanggil roh halus tersebut agar dapat merasuki tubuh pemain kesenian reog
4
.
Gambar 4.1: Sesaji untuk Ritual Pertunjukan
Para pemain gamelan memainkan musiknya sebelum para penari ditampilkan agar mengundang datangnya para penonton. Setelah penonton
berkumpul di area tersebut lalu satu persatu tarian pun ditampilakan. Setelah penontonnya ramai kemudian tarian pun dimulai.
Pertunjukan dimulai dengan tarian Hanoman Kera Putih. Tari hanoman ini jarang dimainkan pada grup-grup yang lain. Maka pada grup Sri Karya
Manunggal ini menambahkan tari hanoman yang bertujuan untuk membuat penonton lebih terhibur dan tidak jenuh menyaksikan pertunjukaan tersebut.
4
Hasil wawancara dengan Bapak Ebdi Irwanto
Universitas Sumatera Utara
108
Gambar 4.2: Penari Topeng Hanoman Kera Putih
Situasi penonton pada saat pertunjukan dimulai semakin ramai. Penonton yang ada di tempat tersebut ditonton dari berbagai macam kalangan dan juga tidak
hanya orang Jawa melainkan juga ada suku Melayu yang senang dengan pertunjukan ini. Setelah tarian hanoman, kemudian dilanjut lagi dengan tarian
Bujangganong Ganongan.
Gambar 4.3: Penari topeng Patih Bujangganong
Tarian Bujangganongselalu ditampilkan dengan tarianreog. Setelah Bujangganong
kemudian dilanjut dengan tarian Barongan Dhadhak Merak
Universitas Sumatera Utara
109
bersamaan dengan Ganongan. Untuk memasangkan topeng dhadhak merak tersebut, maka pemabarong pun harus dalam posisi terlentang untuk memasukkan
kepalanya dengan topeng tersebut.
Gambar 4.4: Pemain Topeng Dhadhak Merak Ketika Mulai Tampil
Setelah pemain topeng Dhadhak Merak tersebut bangkit, maka patih Bujangganong pun mengajak Reog tersebut beradu. Pada grup ini menganggap
bahwa Patih Bujangganong adalah tokoh yang memainkan peran yang lucu, cerdik, dan adegannya juga selalu beradu dengan Reog. Kedua tarian ini sangat
disukai oleh para penonton karena adegan yang dimainkan terkesan lucu dan khususnya oleh anak-anak yang selalu berada di depan ketika adegan ini
dimainkan. Bujangganong tersebut seakan akan mengejek reog dan ingin mengajak Reoguntuk bertengkar. Namun pada akhirnya Bujangganong tersebut
dapat ditaklukkan oleh Reog karena kalah.
Gambar 4.5: Aksi Penari Bujangganong dan Reog
Universitas Sumatera Utara
110
Gambar 4.6: Pertarungan Bujangganong dan Reog
Gambar 4.7: Aksi Bujangganong mengejek reog
Universitas Sumatera Utara
111
Gambar 4.8: Pertarungan yang dimenangkan oleh Reog
Biasanya setiap pembarong melakukan berbagai macam atraksi dengan mengangkat para penonton diatas dhadhak merak dan dibawa berkeliling, gerakan
tarian yang ditampilkan seperti silat, selain itu juga para pembarong melakukan atraksi seperti berguling-guling ditanah dengan topeng yang masih melekat.
Gambar 4.9: Seorang Anak Menaiki Reog
Universitas Sumatera Utara
112
Setelah tarian bujangganong dan reog selesai, maka dilanjutkan dengan tarian penari laki-laki berkuda jathilan. Para penari jathilan ini berjumlah enam
orang. Tarian ini berlangsung selama lebih kurang 20 menit.
Gambar 4.10: Penari Jathil laki-laki
Setiap kali tampil dalam pertunjukan kesenian ini selalu di penuhi dengan penonton yang begitu ramai baik dari kalangan anak-anak sampai orang tua.
Penonton tersebut dapat bebas melibatkan diri dalam setiap pertunjukan tanpa ada batas dan hambatan. Ada penonton yang kesurupan mabuk disaat aksi bermain
api dilakukan. Para penonton yang begitu antusias pun memasuki area lapangan dan ikut mabuk-mabukan.
Universitas Sumatera Utara
113
Gambar 4.11: Aksi Para Pemain di Api
Dari pertunjukan reog yang telah ditampilkan tersebut terlihat bahwa sudah terjadi perubahan yang mencolok dari bentuk penyajian, waktu pertunjukan,
dan juga aksi mereka di api yang merupakan kontinuitas dari perkembangan seni reog
tersebut. Tidak hanya itu, fungsi dari kesenian reog tersebut juga digunakan mereka sebagai sarana untuk melakukan praktik pengobatan. Dari perubahan-
perubahan tersebut terlihat bahwa Grup Sri Karya Manunggal telah mengupayakan agar kesenian reognya tetap disenangi oleh masyarakat demi
keberlanjutan seni tersebut sebagai warisan dari leluhur mereka yang harusdijaga dan dilestarikan.
Universitas Sumatera Utara
114
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, yang diurai mulai dari bab awal sampai empat, maka pada bab ini ditarik kesimpulan-kesimpulan.
Adapun kesimpulan tersebut adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian rumusan masalah, yang mencakup bagaimana kontinuitas dan perubahan seni
reog yang diwujudkan oleh grup Sri Karya Manunggal di desa Bangko Lestari dan bagaimana keberlanjutan kelompok ini. Kesimpulannya adalah sebagai berikut:
Pertunjukan kesenian reog yang ada di desa Bangko Lestari biasanya digunakan pada saat berkaitan dengan siklus hidup seperti khitanan,
mengayunkan , upacara perkawinan, perayaan ulang tahun, tahun baru Islam, hari-
hari besar nasional, dan sebagainya. Kesenian reog tersebut juga digunakan sebagai sarana untuk melakukan praktik pengobatan.
Orang-orang Jawa yang membina grup Sri Karya Manunggal telah menghasilkan sesuatu yang baru dengan mengkombinasikan kesenian kuda
kepang dan hanoman dalam kesenian reog yang bertujuan untuk melestarikan
keseniannya. Kreativitas dalam membangun ―kejawaan‖ dan eksistensi para migran di Desa Bangko Lestari tidak lepas dari upaya penyempurnaan
mengadopsi lebih banyak simbol-simbol budaya Jawa dari Pulau Jawa sehingga menunjukkan adanya perubahan identitas.
Grup Sri Karya Manunggal merupakan grup kesenian reog yang terkenal dan banyak digemari oleh masyarakat yang ada di Desa Bangko Lestari yang
Universitas Sumatera Utara