72
BAB III KEBERADAAN REOG PONOROGO
DI DESA BANGKO LESTARI
3.1 Sejarah Berdirinya Grup Reog Sri Karya Manunggal
Sri Karya Manunggal merupakan salah satu grup kesenian reog yang ada di desa Bangko Lestari yang berdiri padatahun 1987 dibawah pimpinan Bapak
Keswadi. Awalnya kesenian ini hanya ada kesenian kuda kepangjaranan saja yang pada waktu itu grupnya diberi nama Sri Karya. Kemudian pada tahun 2000
nama Sri Karya diganti dengan nama Sri Tunas Baru dibawah pimpinan Bapak Joni. Kemudian Pada tahun 2009 nama Sri Tunas Baru diganti lagi dengan nama
Sri Karya Manunggal karena nama Sri Tunas Baru tersebut membuat para anggotanya tidak pernah tenteram. Berawal dari kesenian kuda kepang ini
makaberdirilah kesenian reog pada tahun 2010 di bawah Pimpinan Bapak Tukijo atau
yang lebih
dikenal dengan
Mbah Bolong
sampai dengan
sekarang.Kemunculannya kelompok ini berdiri sendiri yang mereka lakukan berdasarkan musyawarah mufakat bersama antar anggota kelompok kesenian.
Karena tujuan utama kelompok kesenian ini dibentuk adalah untuk melestarikan serta mengembangkan kesenian tradisionalnya diluar daerah asalnya.
Sri Karya Manunggal berasal dari kata Sri yang berarti suka atau senang, karya berarti kerja, dan manunggal yaitu bersama atau bersatu. Jadi Sri Karya
Manunggal adalah senang kerja secara bersama. Dengan nama Sri Karya Manunggal inilah maka ada kesenian reog. Sebelum ada kesenian reog,
pendapatan yang mereka peroleh dari si penanggap masih dibawah satu juta
Universitas Sumatera Utara
73
rupiah, namun setelah ada kesenian reog, pendapatan mereka meningkat sampai satu juta rupiah ke atas tergantung dekat jauhnya lokasi pertunjukan. Semakin
jauh lokasinya maka semakin banyak biaya yang diperlukan seperti biaya transportasi yang sangat menentukan biaya untuk tanggapan tersebut.
Kesenian kuda kepang awalnya dirintis oleh bapak Topikin yang mempunyai ide untuk membuat jaran kepang di desanya. Kemudian bapak
Topikin mengajak teman-temannya agar ikut bersamanya untuk membangun kesenian kuda kepang tersebut. Pada mulanya kesenian ini dibentuk oleh 6 orang
seniman yaitu bapak Topikin, bapak Paidi, Bapak Wagiman, Bapak Tukiran, Bapak Kiman dan Bapak Tukijo Mbah Bolong. Alat-alat yang digunakan untuk
membuat kuda kepang tersebut sebagian dikirim dari pulau Jawa. Kemudian Bapak Tukiran bermusyawarah dengan temannya untuk membuat kuda kepang.
Mereka bergotong royong mencari bambu dan membuat kuda kepangnya selama 3 hari sebanyak 6 kuda. Kemudian kuda kepang tersebut di cat oleh Bapak
Wagiman dengan warna merah putih. Setelah kuda kepang selesai dibuat dengan cat merah putihnya yang masih
belum kering,namun esok harinya mereka langsung mengikuti festival kuda kepang
di kecamatan Bangko Pusako untuk pertama kalinya pada tanggal 17 agustus 1987. Mereka mendapat juara pertama yang dinilai dari kostum, tarian,
kerapian, dan musik. Waktu itu alat mereka masih sangat minim dan belum lengkap. Namun lama kelamaan kesenian ini terus berkembang dan diturunkan
secara turun temurun hingga 8 generasi. Setelah adanya keseniankuda kepang, barulah muncul kesenian yang
lainnya seperti kesenian hanoman kera putih. Mereka ingin mempertahankan
Universitas Sumatera Utara
74
kesenian kuda kepang ini dengan cara menambah kesenian lainnya agar penonton tidak jenuh. Pada waktu itu mereka upayakan untuk membeli kelengkapan tarian
hanoman walaupun mahal. Kemudian pada tahun 2010 uang khas mereka
meningkat dan digunakan untuk membeli lagi topeng barongan dadhak merak dan topeng ganongan. Dan setelah adanya kesenian reog inilah grup Sri Karya
Manunggal semakin sering ditanggap oleh masyarakat. Para anggota grup reog Sri Karya Manunggal hampir semua berasal dari
orang tua yang juga memiliki jiwa seni sehingga bakat seni yang mengalir dan melekat pada diri mereka adalah merupakan bakat seni alami yang turun temurun
dari generasi ke generasi, tanpa adanya pengetahuan pendidikan yang memadai khususnya dalam bidang kesenian yang mereka geluti sampai saat ini.
Kesenian Reog Ponorogo dan kuda kepang yang dulu berbeda dengan yang sekarang. Perbedaan tersebut terdapat pada unsur magis supranatural,
dimana kesenian ini dulunya penuh dengan atraksi ilmu kanuragan
1
serta mengandung resiko yang sangat membahayakan. MisalnyaDhadhak Merak
Reog naik diatas Dhadhak Merak yang lain double dua, kuda lumping kuda kepangyang tidak dapat terlepas dari mistik sehingga membuat pertunjukannya
unikdan menarik. Pemain dimasuki roh-roh leluhur sehingga mampu memakan benda-benda tajam seperti gelas, kaca silet, makan apidan masih banyak lagi
atraksi-atraksi lainnya yang membahayakan serta penuh resiko. Maka kesenian Reog
yang ada didesa Bangko Lestari sudah tidak melakukan atraksi seperti yang dulu lagi seperti memakan kaca, silet, gelas, dan sebagainya. Mereka hanya
1
Kanuragan adalah ilmu yang berfungsi untuk bela diri secara supranatural. Ilmu ini
mencakup kemampuan bertahan kebal terhadap serangan dan kemampuan untuk menyerang dengan kekuatan yang luar biasa. Kanuragan dapat diperoleh dengan cara yoga dan meditasi.
Universitas Sumatera Utara
75
menggunakan api saja sebagai aksinya setelah semua tarian selesai dipertunjukkan. Hal itu sudah menjadi tradisi dari pertunjukan seni reog yang
sudah dipadukan dengan kesenian kuda kepang tersebut. Adapun susunan kepengurusan grup Sri Karya Manunggal adalah sebagai
berikut: Beni Ilham sebagai Ketua, Tukijo Mbah Bolong sebagai Bendahara atau Penasihat dan Ebdi Irwanto sebagai Sekretaris. Mbah Bolong merupakan orang
yang paling lama dalam membina kesenian tersebut di Desa Bangko Lestari sehingga namanya sudah banyak dikenal oleh masyarakat.
Gambar 3.1:Tiga Orang Pengurus Grup Sri Karya Manunggal
3.2 Ciri-ciriKhusus Kesenian Reog di Desa Bangko Lestari