44
permohonan ganti rugi dengan penghentian pemakain merek tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 76 Ayat 1 b Undang-Undang No 15 Tahun 2001.
Gugatan atas ganti kerugian atau penghentian dapat juga dilakukan oleh mereka yang mendapatkan lisensi dari pemilik merek baik sendiri ataupun secara
bersama-sama. Dalam rangka untuk mengurangi kerugian dari yang lebih besar atas penggunaan merek oleh pihak lain maka pemilik merek ataupun penerima lisensi
dapat menyampaikan permohonan kepada hakim agar memerintahkan tergugat untuk menghentikan produksi, peredaran dan atau perdagangan barang dan jasa.
Hakim dalam pemeriksaan gugatan tersebut dapat memerintahkan tergugat untuk menghentikan perdagangan barang yang menggunakan merek secara tanpa hak
tersebut atas permohonan pihak penggugat. Permohonan ini diatur dalam Pasal 180, dikenal sebagai tuntutan provisi. Putusan provisi ini tergolong dalam kategori putusan
sela yang berbeda dengan putusan akhir.
59
Dalam hal ini tergugat juga dapat dituntut pula menyerahkan barang yang diproduksi dengan menggunakan merek secara tanpa
hak tersebut, Hakim dapat menmerintahkan bahwa penyerahan barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap.
3. Perlindungan Hukum Merek melalui Administrasi Negara
Dalam hal terjadi perlanggaran merek, negara juga bisa melakukan upaya melindungi pemilik merek yang sah. Upaya tersebut bisa melalui pengawasan pabean
dan pegawasan standar industri
59
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Bandung : Mandar Maju, 2005 Hal 107
Universitas Sumatera Utara
45
Pengawasan terhadap pabean, terhadap ekspor dan impor barang juga diatur dalam pasal Pasal 9 Konvensi Paris menyatakan bahwa setiap negara peserta
Konvensi Paris harus melakukan tindakan penyitaan terhadap barang impor milik warga negaranya dalam hal barang tersebut memakai merek dagang yang tidak sah.
Atau sekurang-kurangnya mengeluarkan larangan impor terhadap barang-barang tersebut. Dalam hal terindikasi bahwa barang-barang yang diimpor ada pemalsuan
terhadap sumber barang-barang ataupun identitas pembuat maka dapat dilakukan tindakan penyitaan terhadap barang-barang tersebut.
Perundang-undangan Kepabeaan di Indonesia juga telah memuat ketentuan ataupun mekanisme perlindungan hukum terhadap merek. Pada Bab X Undang-
Undang No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan mengatur ketentuan Larangan Pembatasan Impor Atau Ekspor serta Pengendalian Impor atau Ekspor barang hasil
pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual. Pengaturannya dimulai dari pasal 53-64 Undang-Undang no 10 tahun 1995.
60
Walaupun fungsi pengawasan terhadap barang ekspor-impor dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Untuk menjamin kelancaran dalam pengendalian
terhadap ekspor-impor barang hasil pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, maka pemilik Hak kekayaan intelektual harus melakukan tindakan ataupun upaya aktif
dalam hal mencegah terjadinya ekspor-impor barang dagangan pelanggaran hak kekayaan intelektual. Dalam hal bilamana pemilik hak kekayaan intelektual
mengetahui barang dagangan ekspor-impor merupakan barang dagangan hasil
60
Djumhana Muhammad dan Djubaedilah, Op.Cit, Hal 277
Universitas Sumatera Utara
46
pelanggaran atas merek sahnya maka pemilik hak kekayaan intelektual tersebut bisa meminta ke Pengadilan Negeri Setempat untuk mengeluarkan perintah tertulis yang
ditujukan kepada Pejabat Bea Cukai untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang ekspor-impor dari kawasan Pabean yang berdasarkan bukti yang
cukup, diduga merupakan hasil pelanggaran Hak Merek dan Hak Cipta. Pasal 54 Undang-Undang no 10 tahun 1995 mengatur Pengajuan penangguhan sementara di
Pengadilan Niaga setempat harus memenuhi kelengkapan sebagai berikut : 1. Bukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang
bersangkutan 2. Bukti pemilikan merek atau Hak cipta dari yang bersangkutan
3. Perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor yang dimintakan penangguhan pengeluarannya agar dengan cepat dapat dikenali
oleh Pejabat Bea Cukai 4. Jaminan
Kelengkapan untuk mengajukan permohonan penangguhan bersifat mutlak. Keberadaan jaminan yang cukup nilainya sebagai salah satu kelengkapan untuk
mengajukan permohonan penangguhan ini dimaksudkan untuk : 1. Melindungi pihak yang diduga melakukan pelanggaran dari kerugian yang
tidak perlu 2. Mengurangi kemungkinan berlangsungnya penyalahgunaan hak
3. Melindungi Pejabat Bea Cukai dari kemungkinan adanya tuntutan ganti rugi sebagai akibat dari dilaksanakannya Perintah penangguhan yang dikeluarkan
oleh pengadilan niaga
Universitas Sumatera Utara
47
Selain pengawasan oleh pabean dalam hal ekspor dan impor barang untuk mencegah terjadinya perlanggaran terhadap hak atas merek terdaftar , pengawasan
terhadap merek dilakukan oleh Lembaga Badan Standar Industri Indonesia juga penting. Dalam pelaksanaan pengawasan terhadap merek secara tidak langsung
Lembaga badan standar Industri di Indonesia biasa nya memiliki Penilaian yang sering disebut SNI atau kepanjangannya Standar Nasional Indonesia.
61
Dalam Undang-Undang Tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuian Bab I Ketentuan
Umum pasal 1 ayat ke 7 menyatakan bahwa : “Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah Standar yang
ditetapkan oleh BSN dan berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Adapun tujuan dibuatnya Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian diatur dalam Pasal 3 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuian bertujuan :
1 meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian
usaha, dan kemampuan Pelaku Usaha, serta kemampuan inovasi teknologi; 2 meningkatkan perlindungan kepada konsumen, Pelaku Usaha, tenaga kerja,
dan masyarakat lainnya, serta negara,baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
3 meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan Barang danatau Jasa di dalam negeri dan luar negeri.
Biasanya barang-barang dagangan hasil dari pemalsuan merek dibuat dengan tidak memperhatikan kualitas pada merek aslinya. Hal ini dikarenakan para pelaku
61
Djumhana Muhammad dan Djubaedilah, Op.Cit, Hal 278
Universitas Sumatera Utara
48
pelanggaran merek ataupun pemalsuan merek memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Para pelaku pemalsuan merek akan memproduksi
barang-barang dagangannya
dengan biaya
serendah-rendahnya, hal
ini mengakibatkan
bahan-bahan yang
digunakan dalam
memproduksi barang
daganganya bukanlah bahan-bahan dengan kualitas bagus. Dengan demikian patut diduga bahwa kebanyakan barang dagangan yang merupakan hasil pemalsuan merek
dapat dikatakan tidak memenuhi standar dari merek aslinya dan mungkin ada juga yang tidak memenuhi standar industri yang telah ditentukan. Hal ini lah yang menjadi
salah satu objek pengawasan dari Badan Standar Industri. Jadi Badan pengawasan Standar Industri bertindak aktif dalam pengawasan terhadap merek dagang yang
beredar di dalam masyarakat
62
C. Pembatalan Pendaftaran Merek Terdaftar dan Penghapusan Merek Terdaftar
Pengaturan mengenai pembatalan merek terdaftar ini dapat ditemukan dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.
Pembatalan merek terdaftar hanya dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan seperti jaksa, yayasan atau lembaga di bidang konsumen dan majelis lembaga
keuangan atau juga oleh pemilik merek dengan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga, yang wilayah hukumnya meliputi alamat pemilik merek terdaftar
yang akan dibatalkan. Kecuali apabila pemilik merek terdaftar sebagai tergugat berada di luar negeri, gugatan diajukan ke Pengadilan Niaga di Jakarta.
63
62
Djumhana Muhammad dan Djubaedilah, Op.Cit, Hal 279
63
Rezki Sri Astarini, Dwi, Op.Cit, hal 54
Universitas Sumatera Utara
49
Pasal 68 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa gugatan pembatalan pendaftaran merek diajukan berdasarkan alasan yang terdapat dalam
Pasal 4, 5, dan 6. Pasal 4 menyatakan bahwa merek tidak didaftar oleh pemohon beriktikad tidak baik. Pasal 5 menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar bila
bertentangan dengan Undang-Undang, tidak memiliki daya pembeda, merek menjadi milik umum dan merupakan keterangan yang berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftaran. Dan Pasal 6 menyatakan bahwa permohonan merek ditolak bila mempunyai persamaan dengan merek milik pihak lain, serta dengan indikasi
geografis yang sudah terkenal, bendera, lambang Negara, cap resmi Negara kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
Tenggang waktu gugatan pembatalan merek terdaftar tercantum dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 adalah 5 lima tahun sejak tanggal
pendaftaran.
64
Namun, khusus untuk gugatan pembatalan yang didasarkan atas alasan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum dapat
diajukan kapan saja tanpa batas waktu. Seperti yang telah diketahui, gugatan pembatalan merek terdaftar diajukan
kepada Pengadilan Niaga, dan terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut hanya dapat diajukan kasasi.
65
Setelah putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual akan mencoret merek yang
bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan member catatan tentang alasan dan
64
Nurachmad, Much, Segala Tentang HAKI Indonesia, Jogjakara : Penerbit Buku Biru, 2012, hal 77
65
Siadin, O.K., Op.Cit, hal 393
Universitas Sumatera Utara
50
tanggal pembatalannya serta atau kuasanya. Dengan pembatalan merek terdaftar tersebut, berakhir pula perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan.
66
Selain mengatur tentang pembatalan merek, Undang-Undang merek juga mengatur
tentang penghapusan
pendaftaran merek.
Pengaturan mengenai
Penghapusan pendaftaran Merek yang berlaku sekarang diatur dalam Bab VIII mengenai Penghapusan dan Pembatalan Pendaftaran Merek dari Pasal 61 sampai
dengan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Dalam Undang-Undang ini, Pasal 61 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 mengatur bahwa penghapusan
pendaftaran merek dari Daftar Umum dapat dilakukan atas prakarsa dari Direktorat Jenderal HAKI ataupun berdasarkan prakarsa dari pemilik merek tersebut. Kemudian
Pasal 62 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 menyatakan: “Permohonan penghapusan pendaftaran Merek oleh pemilik merek atau
Kuasanya, baik sebagian atau seluruh jenis barang danatau jasa, diajukan kepada Direktorat Jenderal”
Penghapusan pendaftaran merek juga dapat lakukan oleh pihak ketiga dengan cara mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga, hal ini sebagaimana diatur dalam
Pasal 63 yang menyatakan bahwa : “Penghapusan pendaftaran Merek berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat 2 huruf a dan huruf b dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga”
66
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung : PT.Alumni, 2003, Hal 347
Universitas Sumatera Utara
51
Sehingga berdasarkan Pasal-pasal 61,62 dan 63 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 diatas, dapat diketahui bahwa ada tiga cara penghapusan pendaftaran
merek terdaftar, yaitu: 1. Penghapusan pendaftaran merek terdaftar atas prakarsa Direktorat HAKI,
2. Permohonan penghapusan pendaftaran merek terdaftar oleh pemilik merek sendiri dan
3. gugatan penghapusan pendaftaran merek terdaftar di pengadilan oleh pihak ketiga.
67
Pasal 61 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ditentukan secara limitatif alasan dari penghapusan pendaftaran merek yaitu: Merek tersebut tidak
digunakan non use Merek yang bersangkutan tidak digunakan oleh pemilik mereka setelah didaftarkan dalam daftar umum merek dalam perdagangan barang dan jasa
dan juga merek tersebut tidak pernah dipakai lagi selama 3 tahun berturut-turut, baik sejak tanggal pendaftaran ataupun dari pemakaian terakhir. Dalam praktik merek,
alasan untuk menghapus suatu pendaftaran merek atas dasar non use pembuktiannya sulit, karena bukan merupakan hal yang mudah untuk membuktikan bahwa suatu
merek tidak dipakai, dan jika alasan ini yang dipakai untuk menghapus pendaftaran merek oleh Direktorat Merek, pemilik merek yang mereknya akan dihapus akan
berusaha untuk
mengedarkan lagi
mereknya dengan
barang-barang yang
bersangkutan, atau memberi bukti bahwa sesungguhnya pemilik merek tersebut sudah memakai merek itu.
68
Misalnya, barang yang dijual dalam kualitas yang sedikit kepada konsumen, bisa juga dengan menunjukkan bukti-bukti lain berupa faktur-
faktur telah menjual ke beberapa toko di dalam wilayah Indonesia.
67
Rachmdi Usman, ibid., hlm. 360.
68
Rezki Sri Astarini, Dwi, Op.Cit, hal 82
Universitas Sumatera Utara
52
Undang-Undang memberikan jangka waktu selama 3 tiga tahun untuk dipergunakannya suatu merek untuk mengantisipasi perkembangan teknologi yang
berkembang dengan pesat. Sehingga merek-merek yang sifatnya hanya didaftar saja tanpa pernah dipergunakan dalam kegiatan produksi barang dan jasa, akan
mengganggu investasi dan perekonomian bangsa. Hal inilah yang berusaha dicegah dengan memberikan jangka waktu selama 3 tiga tahun.
Penghapusan suatu merek terdaftar juga bisa terjadi apabila merek terdaftar tersebut digunakan untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai; Merek tersebut
digunakan untuk melindungi jenis barang atau jasa yang berbeda baik yang berada dalam satu kelas apalagi untuk jenis barang yang berbeda kelasnya. Bahkan, dalam
penjelasan Pasal 61 2 Undang-Undang, ketidaksesuaian dalam penggunaan tersebut meliputi, pertama bentuk penulisan kata atau huruf, dan kedua penggunaan warna
yang berbeda. Hal ini kemungkinan terjadi dalam dunia perdagangan jika pemilik merek merasa mereknya mempunyai bentuk yang kurang menarik dan warnanya
kurang cocok, sehingga pemilik merek tersebut menggunakan merek yang berbeda.
69
Tujuan dari Undang-Undang memperluas pengertian ketidaksesuaian dalam penggunaan warna yang berbeda, untuk membina terciptanya penggunaan merek
yang jujur atau fair use dan beriktikad baik good faith. Hal ini menyiratkan bahwa perlindungan hukum yang diberikan kepada pemilik merek terdaftar, tidak boleh
dipergunakan dengan curang dan harus beriktikad baik.
69
Ibid, hal 84
Universitas Sumatera Utara
53
Penghapusan pendaftaran merek biasa atas prakarsa Direktorat Merek. Direktorat Merek diberikan wewenang untuk melakukan pengawasan represif, yang
secara ex-officio dilakukan berdasarkan kuasa yang diberikan Undang-Undang dapat melakukan penghapusan pendaftaran merek. Pasal 61 2 Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 memperingatkan apabila Direktorat Merek hendak mengambil tindakan menghapus pendaftaran merek atas prakarsa sendiri, selain harus berdasarkan pada
alasan yang sah menurut Undang-Undang, juga mesti didukung oleh bukti yang cukup bahwa:
a. Merek tidak dipergunakan berturut-turut selama 3 tiga tahun atau lebih dalam perdagangan barang atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian
terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Ditjen HAKI. b. Merek yang digunakan untuk jenis barang atau jasa tidak sesuai dengan jenis
barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya,teremasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar.
70
Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa sendiri disikapi oleh Direktorat Merek dengan mencari bukti-bukti atau mendasarkan pada masukan dari masyarakat
guna dijadikan bahan pertimbangan. Pemilik merek diberikan kesempatan untuk melakukan upaya pembelaan untuk dikecualikan dari ketentuan tentang penghapusan
ide dengan mengajukan alasan-alasan yang dapat dipertimbangkan oleh kantor merek, misalnya produk makanan dan minuman yang izin peredarannya menjadi
kewenangan instansi lain atau keputusan pengadilan yang bersifat sementara mengenai penghentian sementara pemakaian merek selama perkara berlangsung.
Apabila terdapat
bukti yang
cukup untuk
menghapus pendaftaran
merek,
70
Nurachmad, Much, Op.Cit , hal 75
Universitas Sumatera Utara
54
penghapusan pendaftaran merek yang dilakukan oleh Direktorat Merek akan dicoret dalam Daftar Umum Merek dan akan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
Pencoretan merek dari Daftar Umum Merek mengakibatkan berakhir perlindungan hukum atas merek tersebut.
Jika dilihat dari Undang-Undang Merek, Direktorat Merek diharuskan untuk bekerja aktif dalam mengawasi pelaksanaan pemakaian merek terdaftar. Hal ini tentu
saja merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena untuk mendapatkan bukti-bukti penggunaan merek yang menyimpang, tentu saja tidak gampang.
71
Apabila keputusan yang diambil Direktorat Merek keliru, Direktorat Merek dapat digugat oleh pemilik
merek yang mereknya dihapus untuk membatalkan penghapusan pendaftaran mereknya ke Pengadilan Niaga.
Selain penghapusan merek berdasarkan Penetapan Pengadilan Niaga, Pada prinsipnya Direktorat Merek dapat melakukan penghapusan pendaftaran yang
diajukan oleh pemilik merek terdaftar. Landasan prinsip ini dapat disimpulkan dari Pasal 62 1 yang menegaskan:
“Permohonan penghapusan pendaftaran Merek oleh pemilik Merek atau Kuasanya, baik sebagian atau seluruh jenis barang danatau jasa, diajukan kepada
Direktorat Jenderal” Permintaan penghapusan pendaftaran merek oleh pemilik merek ini dapat
diajukan untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa yang termasuk dalam satu
71
Sudargo Gautama dan Rizwanto Winata, Pembaharuan hukum Merek di Indonesia, Dalam Rangka WTO, TRIPs 1997, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung} 1997, hlm. 175.
Universitas Sumatera Utara
55
kelas, pertimbangan pemilik merek dalam hal ini, biasanya karena mereknya dianggap sudah tidak menguntungkan lagi. Permintaan penghapusan pendaftaran
merek oleh pemilik merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Merek dengan menyebutkan merek terdaftar dan nomor pendaftaran merek
yang bersangkutan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang tata cara Permintaan Pendaftaran Merek, Pasal 21 permintaan penghapusan
pendaftaran merek oleh pemilik merek dilengkapi dengan surat-surat sebagai berikut: 1. Bukti identitas dari pemilik merek terdaftar yang dimintakan penghapusannya,
2. Surat kuasa khusus bagi permintaan penghapusan apabila penghapusan tersebut dilakukan oleh kuasa pemilik merek,
3. Surat pernyataan persetujuan tertulis dari penerima lisensi, apabila pendaftaran merek yang dimintakan penghapusan masih terikat perjanjian lisensi,
4. Pembayaran biaya dalam rangka permintaan penghapusan pendaftaran merek terdaftar.
72
Apabila penghapusan pendaftaran merek dilakukan oleh pemilik merek yang masih terikat dengan perjanjian lisensi, penghapusan hanya dapat dilakukan apabila
hal ini disetujui oleh penerima lisensi, kecuali apabila telah terdapat kesepakatan tertulis dalam perjanjian lisensi dari penerima lisensi.
73
Permohonan penghapusan pendaftaran merek yang diterima oleh Direktorat Merek akan dilaksanakan dengan
cara mencoret merek tersebut dalam Daftar Umum Merek dan diberi catatan tentang alasan tanggal penghapusan. Selanjutnya, diberitahukan secara tertulis kepada
72
Rezki Sri Astarini, Dwi, Op.Cit, hal 88
73
Suyud Margono dan Longginus Hadi, Pembaharuan Perlindungan Hukum Merek, Novirindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2002, hlm. 62.
Universitas Sumatera Utara
56
pemilik merek atau kuasanya dengan diberikan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan merek dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan
dinyatakan tidak berlaku lagi.
74
Penghapusan suatu merek terdaftar juga bisa berdasarkan Putusan Pengadilan Dengan gugatan Penghapusan pendaftaran Merek atas permintaan pihak ketiga,
pembuat Undang-Undang menghendaki selain pemilik merek dan Direktorat Merek yang dapat melakukan penghapusan pendaftaran merek, kontrol dari masyarakat juga
diperlukan tentang pelaksanaan merek yang telah didaftarkan. Gugatan penghapusan pendaftaran merek yang dimohonkan oleh pihak ketiga
diajukan ke Pengadilan Niaga dimana Tergugat berdomisili atau bertempat tinggal. Hal ini menunjukkan kompetensi relatif dari suatu Pengadilan. Terdapat 5 lima
Pengadilan Niaga di Indonesia, yaitu Pengadilan Niaga Jakarta, Pengadilan Niaga Medan, Pengadilan Niaga Semarang, Pengadilan Niaga Surabaya, serta Pengadilan
Niaga Ujung Pandang.
75
Dalam sengketa penghapusan pendaftaran merek, yang menjadi tergugat tidak cukup hanya pemilik mereknya saja sebagai tergugat I, tetapi juga harus melibatkan
Direktorat Merek sebagai tergugat II. Hal ini dilakukan karena Direktorat Merek sebagai instansi yang melakukan pendaftaran merek yang dapat mencoret suatu
merek dari Daftar Umum Merek sehingga dalam petitum gugatan penggugat perlu
74
Saidin, O.K., Op.Cit, hlm. 394.
75
Rezki Sri Astarini, Dwi, Op.Cit, hal 90
Universitas Sumatera Utara
57
dimntakan agar Direktorat Merek diperintahkan untuk mencoret merek dari Daftar Umum.
Gugatan dalam sengketa penghapusan pendaftaran merek tidak dimungkinkan menggunakan dasar hukum lain, selain alasan yang tercantum dalam Pasal 61 2
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Apabila dalil gugatan menyimpang dari itu, akan berakibat gugatan menjadi kabur obscuur libel atau tidak mempunyai dasar
hukum. Akibat yang terjadi adalah gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima.
76
Selain dari penghapusan merek terdaftar sebagaimana dibahas di atas, juga ada pengaturan mengenai Penghapusan Merek Kolektif. Penghapusan Merek Kolektif
merupakan Hal baru yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Pada penghapusan pendaftaran merek kolektif ini harus di ajukan kepada Direktorat
Jenderal HAKI. Mengenai penghapusan Merek kolektif terdaftar ini akan dicatat dalam Daftar Umum dan akan dilakukan pengumuman dalam Berita Resmi Merek.
Penghapusan Pendaftaran Merek Kolektif ini harus atas dasar : 1. Permohonan sendiri dari pemilik Merek Kolektif dengan persetujuan tertulis
semua pemakai Merek Kolektif; 2. Bukti yang cukup bahwa Merek Kolektif tersebut dipakai selama 3 tiga
tahun berturut-turut sejak tanggal pendaftarannya atau pemakaian terakhir kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal;
3. Bukti yang cukup bahwa Merek Kolektif digunakan untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jenis jasa yang dimohonkan
pendaftarannya; atau pula 3 tiga pihak yang dapat menghapuskan pendaftaran merek.
4. Bukti yang cukup bahwa Merek Kolektif tersebut tidak digunakan sesuai dengan peraturan penggunaan Merek Kolektif.
77
76
Ibid, hal 91
77
Nurachmad, Much, Op.Cit, Hal 76
Universitas Sumatera Utara
58
Penghapusan pendaftaran merek kolektif yang diajukan oleh pihak ketiga harus diajukan ke Pengadilan Niaga hal ini sebagaimana diatur Dalam Pasal 67, yang
menyatakan bahwa : “Penghapusan
pendaftaran Merek
Kolektif dapat
pula diajukan
Niaga berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat 1 huruf b, huruf
c, atau huruf d”. Dalam sejarah perkembangan dan perubahan Undang-Undang Merek, dapat
dilihat bahwa pada bagian penghapusan pendaftaran merek terdapat penyempurnaan- penyempurnaan yang dilakukan guna menyesuaikan diri dengan perubahan zaman
dan untuk menyesuaikan Hukum merek dengan ketentuan TRIPs. Seperti diatur pada Pasal 63 dan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang gugatan
penghapusan pendaftaran merek merupakan bagian dari perekonomian dan dunia usaha, sehingga penyelesaian sengketa memerlukan badan peradilan khusus, yaitu
Pengadilan Niaga. Dipilihnya Pengadilan Niaga disebabkan sengketa merek tersebut dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat.
D. Pengertian Dan Konsep Itikad Tidak Baik Dalam Pendaftaran Merek
Definsi mengenai itikad tidak baik, sejauh ini masih belum mendapatkan
pengertian yang jelas. Beberapa Negara telah mulai membuat peraturan yang mengatur tentang itikad tidak baik, tetapi sejauh ini masih belum didapatkan
Universitas Sumatera Utara
59
penjelasan yang akurat mengenai pembahasan itikad tidak baik ini. Menurut legal Dictionary menyebutkan bahwa
“Bad faith is intentional dishonest act by not fulfilling legal or contractual obligations, misleading another, entering into an agreement without the intention
or means to fulfill it, or violating basic standards of honesty in dealing with others. Most states recognize what is called ‘implied covenant of good faith and
fair dealing’ which is breached by acts of bad faith, for which a lawsuit may be brought filed for the breach just as one might sue for breach of contract. The
question of bad faith may be raised as a defense to a suit on a contract.”
78
Definisi mengenai itikad tidak baik oleh legal Dictionary di atas, memberikan pengertian itikad tidak dari sudut pandang perjanjian atau pembuatan kontrak.
Definisi itikad tidak baik melalui sudut pandang pendaftaran merek masih belum didapat pengertian yang jelas. Tetapi itikad tidak baik dalam pendaftaran merek selalu
identik dengan pendaftaran merek yang memiliki persamaaan pada merek terdaftar. Menurut Amalia Rooseno, ada 2 dua doktrin mengenai persamaan merek yaitu
doktrin enterities similar dan doktrin nearly resembles.
79
Doktrin enterities similar menganggap persamaan merek diidentifikasi sebagai persamaan keseluruhan elemen
dengan merek lain, Sedangkan doktrin nearly resembles menganggap suatu merek mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek orang lain jika pada merek
tersebut terdapat kemiripan atau hampir mirip dengan merek orang lain, Di Indonesia pengaturan mengenai itikad tidak baik ini diatur pada Pasal 4
Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang merek yang menyatakan bahwa :
78
http:dictionary.law.comDefault.aspx?selected=21, diakses pada tanggal 15 September 2014
79
Emmy Yuhassarie, Hak Kekayaaan Intelektual dan Perkembangannya, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004, Hal 206
Universitas Sumatera Utara
60
“ Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.”
Dalam Pasal 4 Undang-Undang no 15 Tahun 2001 ini tidak dijelaskan pengertian itikad tidak baik ataupun unsur-unsur suatu permohonan dikategorikan
sebagai pemohon yang beritikad tidak baik. Didalam penjelasan Pasal 4 ini hanya menjelaskan pengertian pemohon yang beritikad baik. Dalam penjelasan pasal 4 itu
disebutkan bahwa pemohon yang beritikad baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa niat untuk menbonceng,meniru atau menjiplak
ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau
menyesatkan konsumen. Walaupun tidak dijelaskan mengenai pengertian atau definisi itikad tidak baik,
tetapi dalam penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tersebut ada diberikan contoh yang merupakan suatu tindakan itikad tidak baik. Dalam contoh
yang dimuat pada penjelasan Pasal 4 itu djelaskan bahwa suatu tindakan peniruan terhadap merek yang sudah dikenal oleh masyarakat secara umum sejak bertahun-
tahun dan tindakan peniruan tersebut sedemikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya ataupun memiliki persamaan pada keseluruhannya dengan merek
dagang tersebut, maka dalam hal ini sudah terjadi itikad tidak baik dari peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui adanya unsur peniruan merek yang sudah dikenal
lama oleh masyarakat umum tersebut. Jadi dapat diketahui bahwa secara umum
Universitas Sumatera Utara
61
jangkauan pengertian itikad tidak baik meliputi perbuatan penipuan, rangkaian menyesatkan orang lain, serta tingkah laku yang mengabaikan kewajiban hukum
untuk mendapat keuntungan. Bisa juga diartikan sebagai perilaku yang tidak dibenarkan secara sadar untuk mencapai suatu tujuan yang tidak jujur dishonestly
purpose.
80
Jadi dapat diketahui bahwa walaupun Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang merek telah mengatur tentang itikad tidak baik, tetapi mengenai itikad tidak
baik tersebut belum diatur secara jelas dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang merek tersebut. Dalam pembahasan di bawah ini akan di bahas mengenai
pengaturan mengenai definisi serta kriteria mengenai itikad tidak baik tersebut dari beberapa negara serta pembahasan mengenai kriteria itikad tidak baik yang diatur di
Undang–Undang merek Indonesia.
1. Pengaturan Itikad Tidak Baik Dalam Hukum Beberapa Negara