24
a Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang berhubungan dan mengikat, seperti peraturan perundang-undangan dan literatur dari para ahli hukum,
yakni Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang hak merek. b Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan hukum dari buku teks yang berisi
mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan kalsik para sarjana yang memiliki kalsifikasi tinggi.
37
Bahan hukum sekunder terdiri dari semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi
yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari
bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini bisa berasal dari buku-buku, hasil-hasil penelitian dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum.
c Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus, ensiklopedia dan majalah yang berkaitan dengan tema yang diteliti.
38
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah dengan metode penelitian kepustakaan library research. Studi kepustakaan
dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajuan terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku teks, teori-teori literatur-literatur, tulisan-
tulisan para pakar hukum, dan bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini.
39
37
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,Jakarta : Praditya Paramitha, 2005, Hal 141
38
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,Jakarta : Raja Grafindo Persada,2006, hal 31
39
Riduan, Metode Teknik Menyusun Tesis, Bandung : Bina Cipta, 2004, hal 97.
Universitas Sumatera Utara
25
Pengumpulan data adalah merupakan suatu bagain yang penting dalam suatu penelitian dan dalam pengumpulan data harus selalu berpedoman pada ruang lingkup
penelitian dan tujuan penelitian. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini yaitu studi dokumen Documentary study.
4. Analisa Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang tepat guna memberikan jawaban terhadap permasalahn
yang akan diteliti. Analisa data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data kedalam pola, kategori
dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan data.
40
Analisa data yang digunakan dalam tesis ini adalah analisa data kualitatif yang artinya menggunakan data secara bermutu dalam kalimat yang teratur, logis, tidak
tumpang tindih, dan efektif sehingga memudahkan dalam interprestasi data dan pemahaman hasil analisa. Data sekunder yang diperoleh kemudian disusun secara
sistematis, untuk selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif untuk mendapatkan kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Kemudian data
dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat satu persatu untuk
dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data yang telah dikumpulkan
kemudian diolah dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan dedukatif.
40
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993, hal 103.
Universitas Sumatera Utara
26
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM YANG DIBERIKAN UNDANG-UNDANG
MEREK INDONESIA TERHADAP MEREK ASING DALAM HAL TERJADI PENDAFTARAN SECARA ITIKAD TIDAK BAIK DI INDONESIA
A. Konsep Perlindungan Hukum Dalam Merek
Pada masa perkembangan globalisasi sekarang ini, Merek yang adalah salah satu bagian hak kekayaan intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran
perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan investasi. Demikian pentingnya peranan merek ini, maka terhadapnya dilekatkan perlindungan hukum,
yakni sebagai objek terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum.
41
Pengertian perlindungan dalam ilmu hukum adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk
memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan sanksi dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada
tahap penyelidikan, penuntutan, dan atas pemeriksaan di sidang pengadilan.
42
Jadi Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat
preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum,
41
Adrian Sutedi, Hak atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 91-92.
42
Pengertian Perlindungan
hukum, http:politkum.blogspot.com201305pengertian-
perlindungan-hukum.html , diakses pada tanggal 25 September 2014
26
Universitas Sumatera Utara
27
yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
43
Perlindungan hukum selalu dikaitkan dengan konsep rechtstaat.
44
Konsep rechtstaat atau konsep Rule of Law karena lahirnya konsep-konsep tersebut tidak
lepas dari keinginan memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, konsep Rechtstaat muncul di abad ke-19 yang pertama kali dicetuskan oleh
Julius Stahl. Pada saatnya hampir bersamaan muncul pula konsep negara hukum rule of Law yang dipelopori oleh A.V.Dicey.
45
Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah dilandasi dua prinsip negara hukum,
yaitu :
46
1. Perlindungan hukum yang preventif, adalah Perlindungan hukum bersifat pencegahan dan bertujuan untuk minimalisasi kemungkinan terjadi sengketa.
2. Perlindungan hukum yang represif, adalah Perlindungan hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang
43
Perlindungan Hukum, http:statushukum.comperlindungan-hukum.html , diakses tanggal 25 September 2014
44
Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, PT. Bina Ilmu, Jakarta , 1987, hlm. 72.
45
Konsep Negara Hukum, http:tifiacerdikia.wordpress.comlecturelecture-5pendidikan- kewarganegaraankonsep-negara-hukum , diakses 25 September 2014
46
Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli, http:tesishukum.compengertian- perlindungan-hukum-menurut-para-ahli, diakses 25 September 2014
Universitas Sumatera Utara
28
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.
Aspek dominan dalam konsep barat tentang hak asasi manusia menekankan eksistensi hak dan kebebasan yang melekat pada kodrat manusia dan statusnya
sebagai individu, hak tersebut berada di atas negara dan di atas semua organisasi politik dan bersifat mutlak sehingga tidak dapat diganggu gugat. Karena konsep ini,
maka sering kali dilontarkan kritik bahwa konsep Barat tentang hak-hak asasi manusia adalah konsep yang individualistik. Kemudian dengan masuknya hak-hak
sosial dan hak-hak ekonomi serta hak kultural, terdapat kecenderungan mulai melunturnya sifat indivudualistik dari konsep Barat.
Dalam merumuskan prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia, landasannya adalah Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Konsepsi
perlindungan hukum bagi rakyat di Barat bersumber pada konsep-konsep Rechtstaat dan ”Rule of The Law”.
47
Dengan menggunakan konsepsi Barat sebagai kerangka berfikir dengan landasan pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di Indonesia
adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindak
pemerintah bertumpu
dan bersumber
dari konsep
tentang pengakuan
dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di Barat,
lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
47
Gagasan Negara Hukum Indonesia, http:www. docudesk.com, diakses pada tanggal 25 September 2014
Universitas Sumatera Utara
29
menusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.
Didalam perlindungan hukum ini dikenal dua sarana perlindungan Hukum, yaitu sarana perlindungan Hukum bersifat Preventif dan saran perlindungan hukum
yang bersifat Represif.
48
Perlindungan Hukum yang preventif ini bertujuan untuk mencegah timbulnya sengketa. para pemilik merek diberikan wadah untuk mendapatkan perlindungan
hukum. Wadah perlindungan hukum merek adalah dengan dibuatnya Undang- Undang No 15 Tahun 2001 yang mengatur tentang merek. Pemerintah melalui
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual meminta dan menganjurkan para pemilik merek yang sah untuk mendaftarkan merek sesuai dengan ketentuan yang ada
didalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001. Hal ini bertujuan supaya para Pemilik merek yang sah mendapatkan perlindungan dari Undang-Undang merek karena
Undang-Undang merek No 15 Tahun 2001 ini menganut sistem Konstitutif. Sistem Konstitutif ini berarti bahwa jika seorang pemilik merek yang sah ingin mendapatkan
perlindungan terhadap mereknya maka pendaftaran merek tersebut ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merupakan sesuatu yang diwajibkan.
Setelah didaftarkan merek sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Undang- Undang No 15 Tahun 2001, maka pemilik merek mendapatkan hak atas merek. Hak
atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek
48
Perlindungan Hukum Unsur Essensial dalam suatu Negara Hukum, http:fitrihidayat- ub.blogspot.com201307perlindungan-hukum-unsur-esensial-dalam.html , diakses 25 September
2014
Universitas Sumatera Utara
30
yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakannya. terhadap merek terdaftar tersebut akan diberikan perlindungan. Permohonan Pendaftaran suatu merek tidak boleh dilandasi dengan unsur
itikad tidak baik, tidak boleh memiliki persamaan pada pokoknya dan persamaan pada keseluruhannya dengan merek terdaftar lainnya maupun merek terkenal. Merek
yang diajukan permohonan pendaftaran ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual juga tidak boleh bertentang dengan poin-poin yang diatur dalam Pasal 5
Undang-Undang No 15 Tahun 2001, menyatakan bahwa suatu merek tidak boleh didaftar apabila merek tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban Umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum, dan merupakan keterangan atau berkaitan
dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Mengenai Jangka waktu perlindungan terhadap merek diatur pada Pasal 28
Undang-Undang No 15 Tahun 2001, yang menyatakan bahwa Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 sepuluh tahun sejak Tanggal
Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang. Jangka waktu yang diberikan oleh Pasal 28 ini jauh lebih lama dari jangka waktu perlindungan yang
Universitas Sumatera Utara
31
ditetapkan Pasal 18 TRIPs, yang hanya memberikan perlindungan hukum selama 7 tahun dan setelah itu dapat diperbaharui lagi.
49
Jangka waktu perlindungan merek ini dapat diperpanjang setiap kali untuk jangka waktu perlindungan yang sama.
50
Dalam perpanjangan jangka waktu perlindungan merek ini tidak dilakukan lagi penelitian terhadap merek tersebut, juga
tidak dimungkinkan adanya bantahan dari pihak lain. Perpanjangan waktu
perlindungan merek ini harus dilakukan secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasa yang ditunjuk oleh pemilik merek yang sah.
Permohonan perpanjangan jangka waktu ini harus telah diajukan dalam jangka waktu tidak lebih dari 12 bulan sebelum berakhirnya jangka waktu
perlindungan merek. Permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar, diterima atau disetujui apabila:
1. Merek yang bersangkutan masih
digunakan pada barang atau jasa
sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek. 2. Barang atau jasa sebagaimana dalam Sertifikat Merek tersebut masih
diproduksi dan diperdagangkan. Jadi selama jangka waktu perlindungan merek berlaku, maka Undang-Undang
merek memberikan perlindungan merek terdaftar tersebut. Walaupun sebuah merek telah didaftarkan dan mendapat perlindungan tetap tidak menutup kemungkinan
49
Jangka Waktu
Perlindungan Merek,
http:merek-paten- nurdin.blogspot.com200711jangka-waktu-perlindungan-merek.html , di akses pada tanggal 14
Oktober 2014
50
Djumhana Muhammad dan Djubaedilah, Op.Cit, Hal 238
Universitas Sumatera Utara
32
timbulnya perlanggaran terhadap merek terdaftar tersebut. Pencegahan akan pelanggaran terhadap merek sebenarnya telah dilakukan oleh pihak Dirjen HKI,
mereka melakukan pengecekan seperti yang tertera di dalam Undang-Undang Merek 2001. Namun pengecekan ini hanya bersifat First To File, tanpa pengecekan lebih
lanjut apakah merek yang didaftarkan tersebut adalah merek yang sudah didaftarkan terlebih dahulu atau tidak.
51
Oleh karena itu pelanggaran merek berupa pendaftaran merek secara itikad tidak baik kerap terjadi. Maka dari itu diperlukan juga sarana
perlindungan hukum yang bersifat Represif. Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Negeri di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum ini bersumber dari
konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah
prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak- hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum. Perlindungan hukum yang bersifat represif ini juga sangat diperlukan dalam
hal perlindungan merek karena walaupun suatu merek telah terdaftar kerap menjadi sasaran dari pelanggaran merek, terutama merek terkenal yang sering menjadi sasaran
51
Metha Kurniawan, Perlindungan Hukum Merek Di Indonesia, Jakarta: Program Magister Ilmu Hukum Universitas Indonesia, 2009, hal 16.
Universitas Sumatera Utara
33
pemboncengan merek. penyelesaian sengketa, Undang-Undang merek No 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa peradilan yang berwenang adalah pengadilan Niaga.
Didalam Pasal 76 Undang-Undang No 15 Tahun 2001 dinyatakan bahwa pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara
tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau persamaan pada keseluruhannya untuk barang atau jasa sejenis berupa gugatan ganti
rugi dan penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Selain gugatan ganti rugi dan penghentian semua perbuatan yang berkaitan
dengan penggunaan merek, pada Pasal 80 yang mengatur tentang gugatan pembatalan merek.
Mengenai sanksi Pidananya pada KUHP ada di atur pada Pasal 253-262 KUHP, tetapi dengan ada pembaharuan Undang-Undang merek dengan Undang-
Undang No 15 Tahun 2001 yang didalam Pasal 91-94 ada pengaturan sanksi pada dan oleh karena juga Undang-Undang No 15 tahun 2001 ini adalah lex spesialis maka
Pasal KUHP yang mengatur hal yang sama di kesampingkan. Selain penyelesaian sengketa melalui pengadilan, juga di kenal penyelesaian
melalui arbitrase atau melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 84 Undang-Undang No 15 Tahun 2001. Arbitrase adalah institusi
hukum alternatif bagi penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang dimaksud dengan Arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
Universitas Sumatera Utara
34
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada dasarnya, arbitrase dapat berwujud dalam 2 dua bentuk yaitu :
a. Klausula Arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa.
b. Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
Selain penyelesaian sengketa melalui arbitrase, juga beberapa jenis lagi dari alternatif penyelesaian sengketa. Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor
30 tahun 1999 yang dimaksud dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
52
Mengenai Konsultasi di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tidak dirumuskan pengertian konsultasi. Pengertian konsultasi menurut Black Law
Dictionary yang pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain
yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut.
53
Negosiasi Menurut Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 pada dasarnya para pihak dapat berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang
timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya
52
Gunawan Widjaya Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001, hlm 86
53
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Bandung : PT Citra Aditya Bhakti, 2003, hlm 55
Universitas Sumatera Utara
35
harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak. Negosiasi merupakan salah satu penyelesaian sengketa alternatif yang dilakukan oleh pihak-
pihak yang bersengketa atau kuasanya secara langsung pada saat negosiasi dilakukan, tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah. Para pihak yang bersengketa yang
secara langsung melakukan perundingan atau tawar-menawar sehingga menghasilkan suatu kesepakatan bersama. Para pihak yang bersengketa sudah barang tentu telah
berdiskusi atau bermusyawarah sedemikian rupa agar kepentingan-kepentingan dan hak-haknya terakomodir menjadi kepentingan kebutuhan bersama para pihak yang
bersengketa. Pada umumnya kesepakatan bersama tersebut dituangkan secara tertulis. Mediasi merupakan salah satu penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak
ketiga mediator yang tidak memihak imparsia yang turut aktif memberikan bimbingan atau arahan guna mencapai penyelesaian.
54
Namun ia tidak berfungsi sebagai hakim yang berwenang mengambil keputusan. Inisiatif penyelesaian tetap
berada pada tangan para pihak yang bersengketa. Dalam kaitan dengan Mediasi menurut ketentuan Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
menyatakan atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan ”seorang atau lebih penasehat ahli” maupun melalui
seorang mediator. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad
baik.
54
Ibid, hal 79.
Universitas Sumatera Utara
36
Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan
seorang pihak
ketiga, pihak
ketiga yang
diikutsertakan untuk
menyelesaikan sengketa adalah seseorang yang secara profesional sudah dapat dibuktikan kehandalannya. Konsiliator dalam proses konsiliasi ini memiliki peran
yang cukup berarti, oleh karena konsilisator Konsiliator juga berhak menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa memihak siapa pun. Selain itu, konsiliator tidak berhak
untuk membuat keputusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak sehingga keputusan akhir merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para
pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan di antar mereka.
55
B. Perlindungan Hukum Merek Dari Berbagai Aspek 1.
Perlindungan Merek secara Pidana
Perbuatan yang dilarang berhubungan dengan merek juga diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Dalam KUHP mengenai perbuatan
yang dilarang berhubungan dengan merek ini diatur pada pasal 253-262 KUHP. Dalam hal ini rumusan perbuatan-perbuatan tersebut dapat dikelompokkan, antara
lain : 1. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun, baik itu menaruhkan sesuatu
yang palsu dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain untuk menggunakan barang-barang tersebut seolah-olah merek atau tanda
yang ditaruhkan itu asli dan tidak palsu.
55
konsoliasi, http:nielasafiraaa.blogspot.com201401konsoliasi.html, diakses pada tanggal 27 September 2014
Universitas Sumatera Utara
37
2. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun dalam hal ini menaruhkan merek atau tanda pada barang yang dengan melawan hak memakai cap yang
asli. 3. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun dalam hal ini menambah atau
memindahkan Merek Negara yang asli atau tanda pembuat yang dikehendaki oleh, di dalam, pada atau atas barang-barang lain yang terbuat dari emas atau
perak dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan barang itu, seolah-olah merek atau tanda itu dari mula-mulanya
ditaruhkan pada barang itu.
4. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun dalam hal ini dengan sengaja memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual,
atau memalsukan ke negara Indonesia materai, tanda, atau merek palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak, atau barang-barang yang
ditaruh materai, tanda atau merek itu dengan melawan hak, seolah-olah materai, tanda atau merek asli tidak dipalsukan dan tidak dibuat dengan
melawan hak atau tidak melawan hak ditaruhkan pada barang itu
5. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun dalam hal ini memalsukan ukuran dan takaran timbangan yang sudah dibubuhi tanda dengan maksud
akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan seolah-olah asli dan tidak dipalsukan
6. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun dalam hal ini menbuangkan tanda batal dari barang yang telah ditera dengan maksud akan menggunakan
atau menyuruh orang lain menggunakan barang tersebut seolah-oleh tidak dibatalkan.
7. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun dalam hal ini menyediakan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya digunakan untuk
melakukan kejahatan memalsukan merek.
56
Sanksi terhadap suatu tindakan yang melanggar merek, selain diatur khusus dalam ketentuan sanksi peraturan Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tentang merek,
juga terdapat ketentuan KUH Pidana yang mengatur sanksi terhadap perlanggaran merek. salah satunya adalah Pasal 393 KUH Pidana yang pada butir pertama
menyatakan bahwa “Barang siapa memasukkan ke Indonesia tanpa tujuan jelas untuk mengeluarkan lagi dari Indonesia, menjual, menamarkan, menyerahkan, membagikan
atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagi-bagikan. barang-barang yang
56
Muhammad Djumhana dan Djubaedilah, Op. Cit, Hal 272
Universitas Sumatera Utara
38
diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa pada barangnya itu sendiri atau pada bungkusnya dipakaikan secara palsu, nama firma atau merek yang menjadi hak
orang lain atau untui menyatakan asalnya barang, nama sehuah tempat tertentu, dengan ditambahkan nama atau firma yang khayal, ataupun pada barangnya sendiri
atau pada bungkusnya ditirukan nama, firma atau merek yang demikian sekalipun dengan sedikit perubahan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan
dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.” Pasal 393 KUHPidana butir kedua menyatakan bahwa “Jika pada waktu
melakukan kejahatan belurn lewat lima tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama
sembilan bulan.” Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek juga memuat pengaturan
tentang pidana. Ketentuan pidana pada Undang-undang No 15 Tahun 2001 ini bersifat khusus atau lex spesialis dorogat lex generalis atau hukum yang khusus
mengesampingkan hukum yang umum. Ketentuan asas Hukum ‘Lex Specialis” dapat mengesampingkan ketentuan yang termuat dalam KUH Pidana terhadap aturan yang
memiliki kesamaan. Dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tenang bentuk deliknya untuk masalah merek diatur dalam Pasal 95, yang mnyatakan bahwa
deliknya bukan delik biasa namun delik aduan, adapun delik aduan delik dimana walaupun telah terjadi tindak pidana namun polisi tidak proaktif dalam penindakan
sebelum ada pengaduan, kemudian untuk delik aduan ini dapat dicabut pengaduannya dan dapat tidak dilanjutkan.Adapun pasal-pasal yang mengatur tentang pidana merek
Universitas Sumatera Utara
39
dalam hal merek dagang dan jasa ini diatur dalam Pasal 90-94 Undang-Undang No 15 Tahun 2001.
Dalam Pasal 90 Undang-Undang No 15 Tahun 2001 mengatur sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 5 tahun danatau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,- satu miliar Rupiah terhadap pihak yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar
milik pihak lain untuk barang danatau jasa sejenis yang diproduksi danatau diperdagangkan.
Pasal 91 mengatur tentang tindakan penggunaan tanpa hak merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain,
sanski yang dikenakan adalah pidana penjara paling lama 4 tahun danatau denda paling banyak Rp. 800.000.000,- delapan ratus juta rupiah
Selain itu, sesuai dengan penambahan ketentuan Indikasi Geografis dan Indikasi Asal. maka terhadap pelanggaran kedua hal tersebut juga telah diatur sanksi
pada Pasal 92 dan Pasal 93 Undang-Undang No 15 Tahun 2001. Dalam Pasal 92 diatur tentang penggunaan tanpa hak terhadap tanda yang
memiliki persamaan dengan indikasi geografis milik pihak lain. Pada ayat 1 Pasal 92 diatur mengenai sanksi pidana terhadap pihak yang terbukti dengan sengaja dan
tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang terdaftar, sanksi
yang diberikan berupa pidana penjara paling lama 5 tahun danatau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- satu miliar Rupiah.
Universitas Sumatera Utara
40
Pada ayat 2 92 Pasal diatur Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak
lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun danatau denda paling banyak
Rp.800.000.000,- delapan ratus juta rupiah. Pada ayat 3 Pasal 92 mengatur bahwa Terhadap pencantuman asal
sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang
terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi-geografis, diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2.
Mengenai perlindungan terhadap indikasi asal diatur pada Pasal 93, yang pada intinya mengatur pemberian sanksi berupa pidana penjara paling lama 4 empat
tahun danatau denda paling banyak Rp.800.000.000,- delapan ratus juta rupiah terhadap pihak yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang
dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa
tersebut. Perbuatan tindak pidana berkaitan dengan perlanggaran indikasi geografis dan
indikasi asal, semuanya di klasifikasikan sebagai kejahatan meskipun dilakukan pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran
ataupun kata-kata yang menunjukkan bahwa barang-barang tesebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar atau dilindungi berdasarkan indikasi geografis.
Universitas Sumatera Utara
41
Dalam Pasal 94 mengatur larangan terhadap perdagangan barang atau jasa yang diketahui atau patut diduga sebagai barang atau jasa yang dihasilkan dengan
melanggar ketentuan Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93. Pada ayat 1 Pasal 94 mengatur sanksi yang berupa pidana kurungan paling lama 1 satu tahun atau denda
paling banyak Rp 200.000.000,- dua ratus juta Rupiah. Pada ayat 2 dikatakan bahwa Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah pelanggaran.
Ketentuan-ketentuan Pasal-pasal tersebut di atas yang memuat sanksi pidana memberikan perlindungan kepada orang atau badan hukum berhak atas merek
terdaftar dengan jalan melarang pemakaian merek secara tidak sah oleh pihak lain. Dengan adanya sanski pidana sebagaimana di atur pada pasal 90-95 Undang-Undang
No 15 Tahun 2001, tidak menutup kemungkinan pihak pemilik merek untuk menggugat secara perdata.
Ketentuan mengenai penyidikan terhadap tindak pidana di bidang merek diatur dalam pasal 89 Undang-Undang No 15 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa
selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Negeri Sipil tertentu di Direktorat Jenderal diberi kewenangan khusus sebagai penyidik. Penyidik
Pegawai Negeri Sipil diberi kewenangan sebagai berikut : a melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang Merek; b melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang Merek berdasarkan aduan tersebut pada huruf a;
Universitas Sumatera Utara
42
c meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana dibidang Merek;
d melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lainnya yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang Merek;
e melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap
bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Merek; dan
f meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Merek.
Penyidik Pegawai Negeri sipil harus tetap berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara, terutama dalam hal pemberitahuan dimulai proses penyidikan
serta dalam hal menyampaikan laporan penyidikan kepada Penuntut Umum harus melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara RI.
57
2. Perlindungan Merek Secara Perdata