korban sempat meminta untuk tidak dilanjutkan perkaranya diproses pada kepolisian, sebagian mengungkapkan karena terlalu sibuk untuk dipanggil ke
kantor polisi sebagai saksi, tidak suka waktunya dipakai untuk memenuhi kebutuhan proses peradilan pidana, dan bahkan karena mereka antara pelaku
dan korban sudah berdamai diluar kepolisian.
122
2. Tantangan yang dihadapi dalam Pengembangan Konsep diversi dan Restorative Justice
Trend pemidanaan dewasa ini, terutama di Negara-negara maju yang
demokratis, mengupayakan semakin berkurangnya nestapa pidana less harm punishment. Negara-negara maju, kecuali Amerika Serikat, sudah
menghapuskan atau melakukan “pembekuan” moratorium pidana mati. Langkah berikutnya adalah menghapus atau mempersingkat pidana
pemenjaraan. Berbagai alternatif pidana dan pelbagai tindakan measures diciptakan, seperti misalnya putusan terbukti bersalah akan tetapi tanpa sanksi
declaration of non-punishment, penjatuhan pidana bersyarat dengan pelbagai variasinya, penangguhan penuntutan dengan atau tanpa bersyarat, penghentian
penuntutan perkara-perkara yang kurang berarti trivial cases, denda bersyarat suspended fine, denda harian day fine dan variasinya, serta perintah kerja
sosialCSO community service order.
123
Kepolisian juga sering menerima keluhan dari pelaku tindak pidana nya sendiri, bahwa sebenarnya mereka pelaku, korban, dan keluarga korban
sudah berdamai karena si pelaku siap untuk mengganti kerugiannya, namun
122
Hasil wawancara dengan IPDA Ridwan Kasubnit Idik 7 bidang Ranmor Reskrim Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 14.30 WIB
123
Ibid., hal. 74
Universitas Sumatera Utara
pelaku heran mengapa perkaranya masih harus tetap di proses oleh kepolisian. Kepolisian pun menyampaikan bahwa selama pelaku adalah orang dewasa,
upaya perdamaian yang mereka lakukan sebelumnya hanya akan menjadi pertimbangan bagi hakim untuk memutuskan hukumannya menjadi lebih
ringan.
124
Menurut Ridwan, ada beberapa tantangan yang mungkin akan dihadapi untuk mengembangkan konsep diversi dan Restoratif justice ini bagi pelaku
yang merupakan orang dewasa, diantaranya:
125
a. Hilangnya efek jera bagi para pelaku tindak pidana. Pengembangan
konsep ini sangat mungkin terjadi, apabila memang DPR danatau Presiden membentuk suatu norma baru bagi penerapannya pada tindak
pidana pencurian atau pun perkara lain yang dilakukan oleh orang dewasa, namun, ada kekhawatiran bahwa ketika konsep tersebut nanti
diterapkan maka tujuan pemidanaan untuk memberikan efek jera akan sangat sulit didapatkan.
b. Asumsi bahwa akan besar kemungkinan pengulangan tindak pidana
yang terjadi atau bahkan pelaku pidana akan bertambah karena keringanan yang didapat melalui prosedur restorative seperti ini.
c. Proses diversi dan restoratif justice yang dilakukan tidak serta-merta
menjadi satu-satunya cara penanganan tindak pidana, dalam hal ini sebaiknya dijadikan alternatif yang apabila tidak dapat menghasilkan
124
Hasil wawancara dengan IPDA H. Manurung Kepala URBIN OPS. SAT Reskrim Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.30 WIB
125
Hasil wawancara dengan IPDA Ridwan Kasubnit Idik 7 bidang Ranmor Reskrim Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 14.30 WIB
Universitas Sumatera Utara
kesepakatan diversi, maka kepolisian akan tetap memroses secara konvensional sampai pada tahap ke persidangan.
126
d. Individu-individu dalam masyarakat modern ternyata semakin
menunjukkan kecenderungan untuk saling mengisolasi, dan sering kali individu tidak membayangkan bahwa mereka terikat dalam hubungan-
hubungan atau merasa menjadi bagian dari komunitas atau masyarakat tertentu. Dalam konteks demikian kita harus realistis bahwa dukungan
yang terarah dari pemerintah atau lembaga-lembaga mapan akan sangat menentukan berhasil tidaknya praktik restorative justice bagi
masyarakat modern, karena akan naïf apabila kita mengharapkan mereka sanggup menyelenggarakannya dengan sukarela dan
mandiri.
127
e. Masyarakat masih condong mengarah pada tujuan pidana retributif.
Teori pembalasan yang sudah biasa diterapkan dalam masyarakat rasanya tidak dapat disingkirkan dengan cepat dari konsep penerapan
hukum pidana di Indonesia. Menurut masyarakat, pengembangan konsep diversi dan restorative
justice untuk tindak pidana pencurian baik adanya namun hanya bagi tindak pidana pencurian kategori biasa dan juga ringan. Konsep ini
untuk pencurian berat dan juga pencurian dengan kekerasan sulit diterapkan karena jika pertanggungjawaban yang diberikan oleh
pelaku tidak hanya ganti rugi, hal ini dirasa tidak adil. Sebuah tindakan
126
Ibid.
127
Afthonul Alif, Pemaafan, Rekonsiliasi, dan Restorative Justice,Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2015, hal.338
Universitas Sumatera Utara
yang disertai kekerasan dinilai masyarakat sebagai tindakan yang sangat berbahaya, apapun faktor yang menyebabkan dia harus
mencuri, rasanya jika diikuti dengan kekerasan, perbuatan ini sangat in-tolerir. Terlebih lagi pencurian saat kondisi nya dalam keadaan
tertentu yang tergolong pada pencurian berat.
128
Pendapat masyarakat tersebut mengindikasikan adanya keinginan restoratif yang tidak
sepenuhnya bisa diterapkan bagi tindak pidana pencurian. Masa depan ditentukan oleh kegiatan masa kini. Usaha penerapan konsep
diversi dan restorative justice sebaiknya dirintis berawal dari hal yang lebih kecil dahulu. Misalnya mengalihkan perkara-perkara ringan trivial case keluar dari
proses pidana konvensional masuk ke jalur restoratiF, opsi lain difokuskan dulu pada satu atau beberapa tahap peradilan pidana. Proses dan praktik demikian
diharapkan dapat secara bertahap bergandengan tangan dengan sistem peradilan pidana seluruhnya.
129
128
Hasil wawancara dengan Sudarman, korban pencurian di daerah Medan Tembung pada tanggal 29 Februari 2016 pukul 18.40 WIB
129
Eriyantouw Wahid, Op.Cit., hal.49
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENUTUP
C. Kesimpulan