Tahap Pelimpahan Berkas Saran

3. Tahap Pelimpahan Berkas

Pelimpahan berkas akan dilakukan oleh penyidik dari kepolisian kepada Jaksa Penuntut Umum pada lembaga Kejaksaan. Sebelum melimpahkan berkas tersebut, penyidik akan menyelesaikan terlebih dahulu berkas perkaranya dengan membuat resume berkas perkara. Pembuatan resume berkas perkara tersebut sekurang-kurangnya memuat: a. dasar Penyidikan; b. uraian singkat perkara; c. uraian tentang fakta-fakta; d. analisis yuridis; dan e. kesimpulan. 72 Resume berkas perkara yang telah selesai dibuat, selanjutnya memasuki tahap pemberkasan. Pemberkasan tersebut sekurang-kurangnya memuat: a. sampul berkas perkara; b. daftar isi; c. berita acara pendapatresume; d. laporan polisi; e. berita acara setiap tindakan PenyidikPenyidik pembantu; f. administrasi Penyidikan; g. daftar Saksi; h. daftar Tersangka; dan 72 Lihat Pasal 72 ayat 1 dan 2 Perkap no.12 tahun 2014 Universitas Sumatera Utara i. daftar barang bukti. 73 Setelah pemberkasan dilakukan, selanjutnya berkas penyidikan harus diserahkan kepada atasan penyidik untuk kemudian dilakukan penelitian berupa pemeriksaan dokumen sesuai persyaratan formil dan materiilnya. Pelimpahan berkas akan dilakukan ketika semua berkas telah dinyatakan lengkap setelah penelitian tersebut dan segera disegel. Pelimpahan berkas kepada JPU dilakukan melalui dua tahap, yaitu: a. Tahap pertama, penyerahan berkas perkara b. tahap kedua, penyerahan tanggung jawab Tersangka dan barang bukti setelah berkas perkara dinyatakan lengkap. Berkas perkara dianggap lengkap apabila dalam jangka waktu 14 hari Jaksa Penuntut Umum tidak mengembalikan berkas perkara maka penyidikpenyidik pembantu akan menyerahkan tersangka dan barang bukti pada tahap kedua. Penyidikan yang dilakukan kepolisian dengan demikian selesai dengan status tersangka yang akan berubah menjadi terdakwa dan dimulai proses baru yaitu penuntutan. 74 73 Lihat Pasal 127 Perkap no.12 tahun 2009 74 Hasil wawancara dengan IPDA H. Manurung Kepala URBIN OPS. SAT Reskrim Polresta Medan pada tanggal 5 Februari 2016 pukul 13.30 WIB Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asas “ultimum remedium” obat yang terakhir adalah salah satu asas dalam hukum pidana yang menggambarkan sifat pidana yaitu jika tidak perlu sekali maka suatu pidana tidak juga perlu untuk digunakan sebagai sarana penghukum melainkan peraturan pidana tersebut sebaiknya dicabut apabila dirasa tidak ada manfaatnya. Para ahli juga berpendapat beragam mengenai tujuan pemidanaan itu sendiri, apabila berkaca dari sifatnya sebagai ultimum remedium maka fokus utama suatu pidana adalah pelaku kejahatan dan tindak pidananya. Pelaku kejahatan yang disebut sebagai penjahat ini diartikan secara Yuridis adalah orang-orang yang melanggar peraturan atau Undang-Undang pidana dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan serta dijatuhi hukuman. 1 Merekalah yang akan merasakan pidana yang diberikan oleh penegak hukum melalui sebuah sistem yang disebut sebagai sistem pemidanaan. Menurut Jan Remmelink, Pemidanaan adalah pengenaan secara sadar dan matang suatu azab oleh instansi yang berwenang kepada pelaku yang bersalah melanggar suatu aturan hukum 2 , sedangkan Sudarto mengatakan bahwa pemidanaan merupakan penetapan pidana dan tahap pemberian pidana. Pendapat ahli lainnya yang menjabarkan gambaran mengenai bagaimana pemidanaan itu masih banyak, namun pada intinya tetap berfokus pada proses pelaksanaan 1 Team Teaching Kriminologi FH USU, Monograf Kriminologi, Medan:2014, hal. 11 2 Marlina, Hukum Penitensier, Bandung:Rafika Aditama,2011, hal. 33 Universitas Sumatera Utara