Hasil Estimasi Fungsi Migrasi dan Evaluasi Model

Dari model pooled didapatkan bahwa variabel RUMR tidak signifikan pada taraf nyata α = 5 , nilai probabilitas didapatkan lebih besar dari 5 persen. Pada model pooled ini semua propinsi di Indonesia keragamanya dianggap homogen. Ini merupakan hal yang salah karena tiap daerah atau propinsi di Indonsesia memiliki keragaman atau kondisi yang berbeda-beda. Sehingga model ini tidak baik untuk memodelkan masalah migrasi ke Jakarta. Hasil estimasi dengan menggunakan efek tetap fixed effect dapat dilihat dalam tabel 4.1. Dari hasil estimasi yang diperoleh, maka dapat dilakukan uji asumsi penting ekonometrika yang terdiri dari uji multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Selain itu kita juga bisa melihat kemampuan model yang digunakan dalam menjelaskan keragaman yang terjadi. Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil uji-t dan F-statistik hasil regresi. Dari statistik hasil regresi kita melihat bahwa F-statistik signifikan pada tingkat kepercayaan 95 dengan taraf nyata α = 5 dengan nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,0000. Untuk uji signifikansi individu uji-t penulis menggunakan t-statistik dengan taraf nyata α = 5 dengan derajat bebas 124 yang memiliki t-kritis sebesar 1,645 dan membandingkannya dengan nilai mutlak t-statistik dari hasil estimasi fungsi migrasi. Berdasarkan hasil estimasi fungsi migrasi kita dapat melihat bahwa semua variabel yaitu Rasio Pendapatan Domestik Regional Bruto dan Rasio Upah Minimum Regional bersifat signifikan sehingga asumsi adanya multikolinearitas dapat diabaikan. Uji asumsi ekonometrika yang kedua adalah uji autokorelasi. Hasil estimasi fungsi migrasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson DW sebesar 1,878 dimana dl = 1,63 dan du = 1,72 dimana du1,72 DW1,878 2 maka menurut kerangka uji identifikasi autokorelasi Tabel 3.1. menunjukkan tidak ada autokorelasi. Langkah selanjutnya dalam mengevaluasi hasil regresi terhadap fungsi migrasi adalah mendeteksi adanya heteroskedastisitas. Karena dalam mengestimasi model di atas diberi perlakuan cross section weights, serta White Heteroskedasticity maka asumsi adanya heteroskedastisitas dapat diabaikan. Nilai R-square atau koefisien determinasi 0,9996 yang menunjukkan bahwa 99,96 keberagaman migrasi penduduk ke DKI Jakarta dapat dijelaskan oleh model. Hasil ini di dukung dengan tingginya nilai F-statistik yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95 dan tingkat α=5 sebesar 0,0000. Berdasarkan hasil estimasi dan evaluasi terhadap fungsi migrasi tersebut maka model ini adalah model terbaik untuk digunakan dalam penelitian ini. Dari hasil olah data yang dilakukan dengan model random effect, didapatkan bahwa nilai probabilitas RUMR dari model random effect lebih besar dari taraf nyata α = 5 yaitu 84,85 persen. Hasil ini menunjukan bahwa variabel RUMR ini tidak signifikan dan berpengaruh nyata terhadap migrasi ke Jakarta. Sehingga model ini tidak baik untuk dijadikan model migrasi ke Jakarta.

4.2. Interpretasi Model

Sesuai dengan model fixed effect didapatkan bahwa variabel Rasio Upah Minimum Regional RUMR berdasarkan hasil estimasi memiliki koefisien - 0,063, ini menunjukkan bahwa variabel RUMR berpengaruh nyata dan signifikan terhadap jumlah migrasi penduduk ke Jakarta sebesar 0,163 persen. Artinya jika di tiap propinsi selain Jakarta mengalami peningkatan UMR relatif terhadap Jakarta sebesar 1 persen maka rata-rata jumlah migrasi penduduk ke Jakarta dari tiap propinsi yang dianalisis akan menurun sebesar 0,063 persen. Tanda negatif pada koefisien menunjukkan hubungan yang negatif antara migrasi masuk ke Jakarta terhadap rasio UMR propinsi luar Jakarta terhadap UMR Jakarta. Ini sesuai dengan hipotesis bahwa semakin besar tingkat UMR propinsi selain Jakarta maka jumlah migrasi ke Jakarta akan semakin menurun. Karena daerah tersebut memberikan jaminan ekonomi yang lebih baik dari pada daerah yang UMRnya lebih rendah. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis bahwa tingkat UMR tiap propinsi memiliki hubungan yang negatif terhadap Jumlah migrasi ke Jakarta. Selain itu hasil ini juga sesuai dengan teri Todaro dan Smith 2004 bahwa penyebab migrasi adalah untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. Semakin tinggi UMR di Jakarta maka jumlah migrasi ke Jakarta akan semakin besar. Dari hasil analisis diperoleh bahwa migran yang berasal dari Jawa Tengah menempati posisi tertinggi sebesar 41,36 persen, Jawa Barat memiliki kontribusi jumlah migran sebesar 24,13 persen, selanjutnya disusul oleh propinsi Jawa Timur, Sumatra Utara, Yogyakarta, dan Sumatra Selatan lampiran 4. Propinsi di Pulau Jawa memiliki kontribusi di peringkat atas terhadap migrasi ke DKI Jakarta diduga karena ketimpangan upah terlihat begitu tinggi padahal dalam jarak yang relatif dekat sehingga migran sangat mudah sekali mengambil keputusan untuk melakukan migrasi ke Jakarta Lampiran 2. Rasio UMR propinsi di pulau Jawa sekitar setengah sampai dua pertiga UMR Jakarta. Padahal jarak menuju Jakarta relatif dekat dan dapat ditempuh dalam waktu yang relatif singkat dengan transportasi darat. Sehingga penduduk sangat mudah untuk bermigrasi ke DKI Jakarta. Rasio Produk Domestik Regional Bruto RPDRB berdasarkan hasil estimasi memiliki koefisien sebesar -0,285 ini menunjukkan bahwa variabel RPDRB berpengaruh nyata dan signifikan terhadap jumlah migrasi penduduk ke DKI Jakarta sebesar 0,285 persen. Artinya jika di tiap propinsi selain Jakarta mengalami peningkatan PDRB relatif terhadap Jakarta sebesar 1 persen maka rata-rata jumlah migrasi penduduk ke Jakarta dari propinsi tersebut akan menurun sebesar 0,285 persen. Ini menunjukkan bahwa PDRB mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tingkat migrasi ke Jakarta, dapat dilihat bahwa PDRB Jakarta jauh lebih besar dari propinsi lainnya di Indonesia Lampiran 1. Dari hasil penelitian terlihat bahwa PDRB perkapita Jakarta termasuk berada pada posisi tertinggi di Indonesia Lampiran 4. Ini mencerminkan secara ekonomi Jakarta memiliki pembangunan ekonomi yang paling baik dibandingkan dengan pembangunan ekonomi propinsi lainnya. Dengan segala fasilitas yang ada