Kelayakan teknis pelabuhan perikanan

230 bantuan navigasi, layanan transportasi, layanan suplai kebutuhan bahan bakar minyak dan pelumas, tempat penanganan dan pengolahan ikan, fisilitas darat untuk perbaikan jaring, perbengkelan untuk perbaikan dan pemeliharaan kapal, layanan kebutuhan air bersih dan perbekalan melaut makanan, sarana penangkapan, dsb, instalasi pengolahan limbah dan saluran pembuangannya, layanan komunikasi, layanan kesejahteraan sosial bagi nelayan dan umum, dlsb.

5.4.2 Kelayakan teknis pelabuhan perikanan

Untuk membangun suatu pelabuhan diperlukan suatu proses perencanaan yang komprehensif menyeluruh, baik dari aspek teknis-biofisik, ekonomi, maupun sosial. Keseluruhan proses tersebut tercakup dalam studi kelayakan dan kajian amdalnya. Proses pembangunan fisik pelabuhannya sendiri dapat dilakukan dengan cepat asalkan dananya tersedia. Namun demikian, hal ini belum menjamin suatu pelabuhan akan dapat berkembang dengan baik, jika faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kegiatan perikanan tidak diteliti dengan cermat. Banyak kasus program pembangunan pelabuhan yang dilakukan oleh pemerintah tidak dapat dimanfaatkan sama sekali, atau dapat dimanfaatkan tetapi jauh dibawah kapasitas optimal. Temuan lapangan dari Program Pembangunan dan Peningkatan Sarana Pelabuhan Perikanan di Indonesia tahun 1998-2000 diperoleh data ternyata beberapa pelabuhan perikanan tersebut ada yang sudah rusak sebelum difungsikan, baik hancur karena arealnya tergerus abrasi atau tidak dapat difungsikan karena sudah cukup jauh dari tepi pantai. Kasus lain lagi ada pelabuhan yang tidak dipakai karena nelayan tidak ada yang mau mendaratkan kapalnya, baik karena tidak ada pembeli, tidak dilengkapi fasilitas kegiatan perikanan yang memadai, maupun karena faktor keamanan berlabuh yang kurang sempurna. Penyebab terjadinya semua kegagalan tersebut adalah faktor perencanaan yang tidak baik dan tidak terpadu, serta faktor pengawasan pelaksanaan pembangunan pelabuhan tersebut yang sangat lemah. Secara teknis, PPITPI Dadap sudah kurang layak lagi untuk dijadikan pangkalan pendaratan ikan, mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri Kelautan 231 dan Perikanan No. PER.16MEN2006 tanggal 23 Juni 2006 tentang Pelabuhan Perikanan DKP 2006 dan Lubis 2002 tentang fungsi pelabuhan perikanan, yaitu dalam hal berikut: 1 Tidak lengkapnya fasilitas-fasilitas yang ada di PPITPI Dadap, baik fasilitas pokok, yang meliputi: 1 pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin ; 2 tempat tambat seperti dermaga dan jetty; 3 perairan seperti kolam, dan alur pelayaran; 4 penghubung seperti jalan, drainase, gorong- gorong, jembatan; dan 5 lahan pelabuhan perikanan.; fasilitas fungsional yang terdiri dari: 1 tempat pelelangan ikan sebagai tempat pemasaran hasil perikanan tidak difungsikan lagi; 2 tidak ada sistem navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas; 3 kurangnya suplai air bersih, es, listrik; 4 pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan seperti dockslipway, bengkel dan tempat perbaikan jaring dilakukan oleh dan ditempat nelayan sendiri; 5 tempat penanganan dan pengolahan hasil perikanan tidak tersedia, demikian juga laboratorium pembinaan mutu; 6 tidak berfungsinya perkantoran untuk administrasi pelabuhan; 7 belum tersedianya alat transportasi ikan dan bahan perbekalan penangkapan; serta 8 belum adanya TPA tempat pengolahan limbah seperti instalasi pengolah air limbah IPAL. 2 Tidak tersedianya fasilitas penunjang, seperti: 1 balai pertemuan nelayan; 2 tempat pengelolaan pelabuhan, seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan terpadu; 3 fasilitas sosial dan umum, seperti tempat peribadatan, dan MCK; 4 kios IPTEK; serta 5 tempat penyelenggaraan tugas pemerintahan seperti keselamatan pelayaran, K3, bea dan cukai, keimigrasian, pengawas perikanan, kesehatan masyarakat, dan karantina ikan. Ketiadaan fasilitas yang tersedia menyebabkan fungsi pelabuhan perikanan sebagaimana yang dinyatakan oleh Lubis 2002, tidak dapat dijalankan semua, baik yang berdasarkan pendekatan kepentingan maupun pendekatan aktivitas. Fungsi yang dapat berjalan hanya fungsi pemasaran yang juga tidak dilakukan di TPI. 232 Untuk kasus PPITPI Kamal Muara, kondisinya jauh lebih baik. Di sini hampir semua fungsi pelabuhan dan tempat pelelangan ikan masih berfungsi meskipun belum sempurna. Sebagai contoh: 1 Fasilitas pokok belum lengkap, seperti tidak tersedia breakwater sebagai pelindung dari gelombang dan arus; 2 Fasilitas fungsional belum lengkap dan belum difungsikan optimal, seperti: 1 TPI tidak lagi digunakan sebagai tempat pelelangan; pelelangan ikan malah dilakukan di jalan di depan TPI; 2 belum lengkapnya sistem navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu- rambu, lampu suar, dan menara pengawas; 3 kurangnya suplai air bersih, es, listrik; 4 tempat pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan dilakukan di sekitar kolam pelabuhan oleh dan ditempat nelayan sendiri; 5 tempat penanganan dan pengolahan hasil perikanan tidak tersedia, dan hanya dilakukan di tempatrumah masing-masing pedagangpengolah; 6 tidak tersedia laboratorium pembinaan mutu; serta 7 belum adanya TPA tempat pengolahan limbah seperti instalasi pengolah air limbah IPAL. 3 Fasilitas penunjang belum lengkap, seperti: 1 kios IPTEK; serta 2 tempat penyelenggaraan tugas pemerintahan seperti keselamatan pelayaran, keimigrasian, pengawas perikanan, kesehatan masyarakat, dan karantina ikan. Ketiadaan fasilitas yang tersedia tersebut memang tampaknya belum diperlukan untuk pelabuhan perikanan yang berukuran kecil dan skala usahanya hanya tingkat lokal saja. Jadi di PPITPI Kamal Muara fungsi pelabuhan perikanan yang dapat dijalankan jika mengacu kepada Lubis 2002, meliputi: 1 fungsi jasa; 2 fungsi pendaratan dan pembongkaran; serta 3 fungsi pemasaran.

5.4.3 Aspek kelembagaan pelabuhan perikanan