1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia masih terfokus pada perikanan perairan laut dangkal, sementara itu sangat sedikit kajian yang mengupas
dan mengembangkan perikanan laut dalam. Padahal jika diperhatikan sekitar 40 atau 2,3 juta km
2
luas perairan Indonesia berupa laut dalam. Potensi perikanan laut dalam tersebut tersebar mulai dari Samudera Hindia, Laut Banda, Laut Makassar,
Laut Halmahera, dan Laut Sulawesi Indroyono et al. 2003. Secara teoritis pada habitat laut dalam peluang ditemukannya kehidupan adalah
kecil. Hal ini disebabkan rendahnya intensitas cahaya matahari di lapisan bawa h tersebut atau bahkan tidak ada cahaya matahari sama sekali. Pada kondisi yang
demikian praktis proses fotosintesis yang berperan dalam penyediaan energi suatu ekosistem tidak dapat berlangsung. Namun berdasarkan penelitian telah banyak
ditemukan berbagai jenis sumber daya ikan ikan, moluska, dan crustacea pada habitat tersebut. Keberadaan organisme tersebut disebabkan tersedianya bahan
organik di dasar akibat rantai atau jejaring makanan yang terjadi di dasar laut Nybakken, 1982. Penelitian yang dilakukan di Samudera Hindia dan Laut Sulawesi
oleh pakar-pakar dari Indonesia dan Jerman pada tahun 1996 hingga 1998 telah berhasil mengangkat kerang-kerangan laut dalam. Hal ini juga didukung dengan
penemuan populasi udang laut dalam krill yang hidup pada kedalaman 200 – 1.000 m di perairan Laut Antartika sampai selatan Samudera Hindia. Diperkirakan
udang laut dalam ini banyak hidup di perairan Indonesia. Hasil penelitian kapal selam riset Challanger milik AS memperlihatkan adanya 1.500 spesies hewan laut
yang hidup pada kedalaman 2.000 m Indroyono et al. 2003. Nybakken 1982 mengatakan bahwa zona mesopelagik, yaitu bagian laut
dalam pada kedalaman antara 200 m sampai 1.000 m, dihuni oleh sebagian besar organisme laut dalam. Zona ini membentang pada kedalaman 700 m sampai 1.000 m
dari batas bawah zona fotik ke arah dasar perairan.
2 Keragaman hayati merupakan salah satu komponen suatu komunitas organisme.
Keragaman menunjukkan kekayaan jenis dan penyebaran organisme yang menghuni suatu perairan. Ada beberapa hipotesis yang mencoba menjelaskan tingginya
keragaman organisme perairan laut dalam yaitu hipotesis stabilitas waktu, teori permanen dan hipotesis luas. Hipotesis stabilitas waktu menyatakan bahwa
keragaman yang tinggi terjadi karena kondisi lingkungan yang sangat stabil telah berlangsung lama sekali di laut dalam sehingga memungkinkan spesies-spesies
berevolusi hingga sangat berspesialisasi untuk dapat menghuni mikrohabitat atau memanfaatkan pakan tertentu. Teori permanen menyatakan bahwa keragaman yang
tinggi disebabkan oleh pemangsaan yang sangat intensif oleh semua tingkatan hewan laut dalam yang memungkinkan sejumlah besar spesies dapat bertahan. Hipotesis
luas dapat memberikan penjelasan yang memadai tentang meningkatnya keragaman dengan meningkatnya kedalaman. Hipotesis luas menyatakan bahwa keragaman jenis
akan meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman Nybakken, 1982. Untuk membuktikan teori tersebut maka diperlukan penelitian untuk mendapatkan informasi
tentang keragaman kekayaan jenis dan penyebaran sumber daya ikan laut dalam di perairan Teluk Palabuhanratu pada zona yang berbeda yaitu zona fotik dan zona
afotik. Selama ini kegiatan penangkapan sumberdaya ikan laut dalam menggunakan
trawl laut dalam. Penggunaan bubu sebagai alat tangkap untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan laut dalam telah diujicoba bentuk bubu trapesium, bubu lipat dan
bubu silinder di wilayah Indonesia Timur dan memberikan hasil yang cukup baik. Pemilihan bubu dalam penelitian ini karena bubu memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan alat tangkap yang lain. Bubu dapat dioperasikan di tempat yang alat lain tidak dapat dioperasikan. Konstruksi bubu cukup sederhana serta mudah dan
murah di dalam proses pembuatannya. Hasil tangkapan dalam kondisi hid up sehingga tidak menurunkan kualitasnya. Pengoperasian bubu yang pasif yaitu menghadang
dan menunggu ikan memasuki bubu, sehingga tingkat kerusakan lingkungan akibat alat ini rendah. Selain itu ukuran mata jaring mesh size dinding bubu dapat
disesuaikan dengan ukuran ikan target sehingga memungkinkan ikan yang berukuran
3 lebih kecil dapat meloloskan diri. Dengan demikian kelestarian sumber daya ikan di
perairan dapat terjaga.
1.2 Tujuan Penelitian