3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Pembuatan alat tangkap bubu laut dalam dan mechanical line hauler dilakukan di Laboratorium Teknologi Penangkapan Ikan, Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, FPIK, IPB pada bulan Juli 2005. Pengoperasian bubu dan pengambilan data dilaksanakan di Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat yang
dimulai dari bulan Juli hingga Agustus 2005.
3.2 Alat
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan bubu laut dalam yaitu: gergaji besi, mesin las, alat pembengkok besi, meteran, palu dan penggaris siku. Peralatan
penelitian selama di lapangan antara lain: unit penangkapan bubu laut dalam, mechanical line hauler, peta laut Teluk Palabuhanratu, penggaris, timbangan, GPS,
fish finder dan alat dokumentasi.
3.2.1 Unit penangkapan bubu laut dalam 1 Alat tangkap bubu laut dalam
Proses pembuatan alat tangkap bubu laut dalam Gambar 3 dibagi menjadi
beberapa tahapan pengerjaan yaitu: a Tahap pembuatan desain bubu laut dalam
Tahap pembuatan desain meliputi beberapa aspek yaitu menentukan tipe bubu, ukuran, baha n rangka, bahan jaring jenis, ukuran, warna, dan lain- lain, tali
temali tali utama, tali cabang, spesifikasi pemberat dan pelampung. Bubu laut dalam yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk trapesium berukuran 80 cm
x 40 cm x 50 cm dengan panjang 120 cm. Bubu dilengkapi dengan dua buah funnel berukuran 15 cm x 10 cm serta pintu berukuran 40 cm x 30 cm. Pintu
berfungsi untuk mengeluarkan hasil tangkapan dari dalam bubu. Rangka terbuat dari bahan besi beton berdiameter 10 mm. Bahan badan jaring adalah
polyethilene PE dengan mesh size 1,91 cm ¾ inci berwarna hijau tua.
14 b Tahap pembuatan rangka
Penyambungan antar bagian rangka dilakukan dengan pengelasan. Hal ini dimaksudkan agar bubu dalam kondisi yang kuat dan tidak mudah mengalami
kerusakan. Untuk menghindari proses pengkaratan rangka bubu dicat dengan warna hitam.
c Tahap pemasangan jaring pada badan dan funnel Pemasangan jaring ke dalam rangka diawali dengan memasang jaring pada badan
kemudian pemasangan pada bagian funnel. Untuk mengikatkan badan jaring pada rangka digunakan tali polyamida PA multifilamen.
d Tahap pemasangan pelampung dan tempat umpan Pemasangan pelampung diletakkan di masing- masing sudut bubu. Sedangkan
tempat umpan dibuat dari bahan jaring PE dengan ukuran 20 x 15 cm yang dipasang di bagian bawah pintu di tengah-tengah bubu. Bubu hasil rancangan
yang telah siap digunakan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 3 Konstruksi bubu laut dalam yang digunakan dalam penelitian
15
Gambar 4 Alat tangkap bubu yang digunakan dalam penelitian 2 Kapal
Kapal motor yang digunakan dalam operasi penangkapan terbuat dari kayu dengan dimensi sebagai berikut: L
OA
= 11 m, B = 2,3 m dan d = 1,5 m Gambar 5 .
Kapal tersebut termasuk inboard engine, dengan mesin berkekuatan 33 PK berbahan bakar solar. Kapal ini merupakan kapal transpor yang digunakan nelayan bagan
untuk pulang pergi mengangkut hasil tangkapan bagan.
16
Gambar 5 Desain kapal yang digunakan dalam penelitian c Alat bantu penangkapan
Alat bantu penangkapan yang digunakan selama penelitian yaitu mechanical
line hauler Gambar 7. Alat ini digunakan untuk membantu proses pengoperasian
bubu. Komponen alat terdiri atas mesin penggerak, pereduksi putaran, dan penarik tali. Sebagai mesin penggerak digunakan motor berkekuatan 5,5 PK yang berbahan
bakar bensin. Pereduksi putaran berfungsi untuk mengubah jumlah putaran yang dihasilkan mesin pengerak sesuai dengan yang dikehendaki. Bagian ini tersusun atas
empat buah gear roda bergigi yang memiliki jumlah mata gigi yang berbeda-beda
Gambar 6. Bagian penarik tali merupakan bagian alat dimana tali nantinya akan
tertarik. Arah tertariknya tali berlawanan dengan arah perputaran jarum jam.
17
Gambar 6 Desain mechanical line hauler
Gambar 7 Mechanical line hauler
18
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah experimental fishing yaitu mengoperasikan secara langsung unit penangkapan bubu pada beberapa lokasi
penangkapan yang telah ditentukan Lampiran 1. Pengoperasian bubu dengan
sistem rawai, yaitu pada tali utama dipasang 5 bubu sekaligus, dimana jarak antara
satu bubu dengan bubu lainnya 40 m Gambar 8. Penentuan posisi setting dilakukan
secara acak pada kedalaman pengoperasian 150 – 250 m yang mewakili zona fotik dan zona afotik. Zona fotik merupakan bagian dari lingkungan bahari yang dapat
diterangi oleh cahaya matahari yang mencapai kedalaman 200 m. Zona afotik merupakan bagian dari lingkungan bahari yang terletak di bawah kedalaman yang
dapat diterangi cahaya matahari di laut terbuka dan lebih dalam dari paparan-paparan benua, yaitu lebih dari 200 m. Pemasangan bubu dilakukan sebanyak 5 kali ulangan
untuk masing- masing zona fotik dan afotik dengan rincian sebagai berikut: 1. Trip ke-1, melakukan setting pada lokasi penempatan bubu.
2. Trip ke-2, melakukan hauling dan setting kembali pada masing- masing lokasi. 3. Trip ke-3, melakukan hauling dan setting kembali pada masing- masing lokasi.
4. Trip ke-4, melakukan hauling dan setting kembali pada masing- masing lokasi. 5. Trip ke-5, melakukan hauling dan setting kembali pada masing- masing lokasi.
6. Trip ke-6, melakukan hauling pada semua lokasi penempatan bubu. Adapun tahapan pengoperasian bubu terdiri dari persiapan, perjalanan menuju
daerah penangkapan ikan, pemasangan bubu, perendaman, dan pengangkatan bubu. Persiapan meliputi pembelian umpan dan perbekalan yang diperlukan. Umpan yang
digunakan dalam penelitian yaitu ikan pari Trygone sephen dan cucut Carcharhinus limbatus. Pemberian umpan bertujuan untuk menarik perhatian ikan
memasuki bubu. Pemasangan bubu dimulai dengan penurunan pemberat batujangkar, bubu dan pelampung tanda. Selama pemasangan kapal bergerak ke
arah darat dengan kecepatan 4 knots. Bubu yang dipasang pagi hari dilakukan pengangkatan sore harinya sebaliknya bubu yang dipasang sore hari akan diangkat
pada pagi hari berikutnya. Setelah hasil tangkapan dikeluarkan dan umpan telah diganti, bubu siap dipasang kembali.
19
Gambar 8 Bubu pada saat dioperasikan
Pengambilan data primer dikelompokkan berdasarkan lokasi pemasangan bubu zona fotik dan zona afotik yang meliputi:
1 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu 2 Panjang dan berat hasil tangkapan bubu
3 Kinerja bubu dan alat bantu penangkapan selama pengoperasian a Kondisi bubu saat setting, di dasar dan hauling
b Kecepatan setting dan hauling Data sekunder meliputi:
1 Kondisi dan karakteristik perairan Teluk Palabuhanratu 2 Data lain yang menunjang penelitian
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1 Sumber daya ikan menyebar merata
2 Setiap jenis ikan mempunyai peluang tertangkap yang sama
20
3.4 Analisis Data