Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Lingkungan Perairan Laut

3 lebih kecil dapat meloloskan diri. Dengan demikian kelestarian sumber daya ikan di perairan dapat terjaga.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan : 1 Mendeskripsikan kinerja bubu dan alat bantu penangkapan mechanical line hauler selama uji coba pengoperasian. 2 Mendapatkan informasi mengenai komposisi hasil tangkapan bubu pada zona fotik dan afotik. 3 Mendapatkan informasi mengenai keragaman hasil tangkapan bubu pada zona fotik dan afotik.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang metode pengoperasian bubu laut dalam dan sumber daya ikan laut dalam di Teluk Palabuhanratu yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengembangan usaha perikanan bubu laut dalam di Indonesia. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan Perairan Laut

Nybakken 1982 mendeskripsikan pembagian zonasi perairan laut didasarkan pada beberapa hal, yaitu komunitas organisme yang menghuni perairan dan kemampuan penetrasi cahaya matahari. Zonasi perairan laut berdasarkan pada komunitas organisme meliputi zona pelagik dan zona bentik. Zona pelagik merupakan bagian laut yang berasosiasi dengan perairan terbuka, sedangkan zona bentik adalah bagian laut yang berasosiasi dengan dasar laut. Carol 1993 menambahkan bahwa zona pelagik merupakan kolom perairan yang membentang dari permukaan sampai dasar perairan dan zona bentik meliputi wilayah litoral, intertidal, terumbu karang dan laut dalam. Zonasi perairan laut berdasarkan pada kemampuan penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan meliputi zona fotik dan zona afotik. Zona fotik merupakan bagian dari lingkungan bahari yang dapat diterangi oleh cahaya matahari. Kedalaman zona fotik berbeda-beda untuk masing- masing laut di berbagai tempat, tetapi secara umum mencapai kedalaman 200 m. Zona afotik merupakan bagian dari lingkungan bahari yang terletak di bawah kedalaman yang dapat diterangi cahaya matahari di laut terbuka dan lebih dalam dari paparan-paparan benua, yaitu lebih dari 200 m Gambar 1. Wilayah ini dikenal dengan istilah laut dalam Nybakken, 1982. Gambar 1 Zonasi perairan laut Nybakken, 1982 5 Tabel 1 Zonasi perairan laut Cahaya Zona Pelagik Kisaran Kedalaman Zona Bentik Kisaran Kedalaman Ada fotik Epipelagik 0 – 200 m Paparan benua 0 – 200 m Tidak ada afotik Mesopelagik 200 – 1.000 m ? Batial 200 – 4.000 m ? Batipelagik ? 1.000 – 4.000 m ? Abisalpelagik ? 4.000 – 6.000 m ? Abisal 4.000 – 6.000 m Hadalpelagik 6.000 – 1.0000 m Hadal 6.000 – 1.000 m ? Sumber Nybakken 1982; catatan ? = berubah- ubah Ada beberapa faktor fisika kimia lingkungan yang menjadi faktor pembatas pada perairan laut dalam sekaligus membedakan karakteristik fisika kimia antara zona fotik dan zona afotik. Faktor- faktor lingkungan tersebut berpengaruh terhadap keanekaragaman dan penyebaran organisme laut. Berikut faktor fisika kimia lingkungan yang dimaksud Nybakken, 1982: 1 Cahaya matahari Keberadaan cahaya matahari sangat penting dalam suatu ekosistem termasuk lautan. Cahaya matahari bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses fotosintesis. Di wilayah perairan laut dalam memiliki intensitas cahaya matahari yang sangat rendah sehingga produktivitas primer tidak terjadi. Selain itu juga berpengaruh terhadap penyebaran suhu secara vertikal di dalam perairan. 2 Tekanan hidrostatik Tekanan hidrostatik erat kaitannya dengan kedalaman perairan. Bertambahnya kedalaman perairan tiap-tiap 10 m akan mengakibatkan meningkatnya tekanan hidrostatik sebesar 1 atm. Tekanan hidrostatik pada lingkungan perairan laut dalam yaitu berkisar 20 – 1.000 atm. Tekanan memiliki pengaruh yang besar terhadap distribusi vertikal ikan laut dalam. 3 Salinitas Salinitas merupakan besaran yang menyatakan konsentrasi seluruh garam yang terlarut dalam satu liter air laut Hutabarat et al. 1985. Salinitas pada kedalaman 100 m pertama dapat dikatakan konstan. Dengan bergesernya kedalaman terdapat 6 sedikit perbedaan tetapi tidak mempengaruhi ekologi secara nyata. Salinitas perairan Teluk Palabuhanratu pada kedalaman 200 m berkisar antara 34,7 – 34,9 psu Jaya et al. 2005. 4 Suhu Dalam ekosistem laut dikenal adanya lapisan termoklin , yaitu suatu daerah dimana terjadi penurunan suhu secara tajam. Lapisan ini terletak pada kedalama n 200 sampai 1.000 m. Di perairan Teluk Palabuhanratu lapisan termoklin terjadi pada kedalaman 125 m. Suhu perairan pada kedalaman 180 sampai 200 m mencapai 13 o C Jaya et al. 2005. 5 Kadar oksigen Sebagian besar oksigen yang berada pada zona fotik berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis. Pada perairan laut dalam kandungan oksigen berasal dari oksigen yang terlarut dalam air permukaan yang berasal dari Laut Artik dan Laut Antartik. 6 Ketersediaan makanan Proses fotosintesis yang tidak berlangsung menyebabkan jumlah makanan di perairan laut dalam sangat sedikit. Sumber makanan di perairan laut dalam berupa jenis ikan lain atau bangkai ikan yang mati dan tenggelam dari permukaan. Sumber makanan di laut dalam menurut Nontji 1987 diacu dalam Guntara 2004 berupa: a Hujan planton dan pertikel organik lainnya yang jatuh ke bawah. b Jatuhan bangkai hewan hewan besar atau potongan tumbhan yang dengan cepat dapat tenggelam ke dasar sebelum habis terurai oleh bakteri pemakan bangkai. c Bakteri. d Bahan organik terlarut. 7 Tabel 2 Karakteristik lingkungan laut daerah beriklim sedang dan tropis Karakteristik Zona Epipelagis 0-100 m atau 200 m Mesopelagis 100 m atau 200 – 1.000 m Batipelagis dan lebih dalam 1.000 m sampai dasar Bentik dangkal Bentik dalam Intensitas cahaya Cukup untuk fotosintesis Zona cahaya redup Zona tidak ada cahaya Ada bagian yang dapat cahaya Secara esensial tidak ada cahaya dari atas Persedian makanan Terjadi produktivitas primer Sedikit atau tidak ada produktivitas primer, organisme migrasi untuk mencari makanan atau menunggu makanan jatuh Sedikit atau tidak ada produktivitas primer, organisme migrasi untuk mencari makanan atau menunggu makanan jatuh Terjadi produktivitas primer Tidak terjadi produktivitas primer kecuali kemosintesis, organisme menunggu makanan jatuh dari atasnya Suhu Biasanya sekitar 28 o C sampai 10 o C, kadang-kadang mendekati 0 o C di musim dingin Biasanya sekitar 15 – 5 o C Biasanya antara 15 o C dan -2 o C dan turun sampai 1 o C atau kurang di bawah 4.000 m Biasanya sekitar 30 o C sampai sekitar 10 o C Biasanya antara 15 o C dan -2 o C dan turun sampai 1 o C atau kurang di bawah 4.000 m Salinitas Biasanya sekitar 37- 32 o oo Biasanya sekitar 35- 34.5° oo ; air tengah dari lintang tinggi memiliki salinitas lebih kecil Biasanya sekitar 35- 34.5 o oo ; dan sekitar 34.52 o oo di bawah 4.000 m Biasanya antara 40 – 30 o oo dengan runoff air tawar Biasanya sekitar 35- 34.5 o oo ; dan sekitar 34.52 o oo di bawah 4.000 m Kandungan oksigen Biasanya sekitar 7- 3.5 o oo Biasanya sekitar 5- 4 o oo dengan nilai le bih kecil dari oksigen minimum Biasanya sekitar 6-5 o oo Biasanya sekitar 7-3.5° oo dengan beberapa supersaturasi dan daerah anoksik Biasanya sekitar 6- 4° oo dengan mendekati kondisi anoksik pada daerah oksigen minimum di basin terisolasi Kandungan nutris i fosfat di lingkungan pelagis dan karbon organik untuk lingkungan bentik Biasanya sekitar 0- 30 mgm 3 ; tinggi di daerah upwelling Biasanya sekitar 30 - 90 mgm 3 ; tinggi di daerah upwelling Biasanya sekitar 90 mgm 3 Biasanya tinggi di sendimen bentik dangkal Biasanya rendah di sendimen bentik dalam, tapi tinggi di bawah daerah upweling Sumber : Pipkin et al. 1987 diacu dalam Guntara 2004 8 Keberadaan organisme laut dalam tidak terlepas dari kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi fisika kimia lingkungan yang ekstrim. Beberapa bentuk adaptasi organisme laut dalam yaitu: memiliki mata dan mulut yang besar, bentuk mata tubular, pewarnaan tubuh dan kemampuan bioluminensis. Bentuk mata tubular dan berukuran besar memungkinkan organisme laut dalam dapat menangkap semua cahaya yang masuk ke dalam perairan pada kondisi intensitas cahaya yang sangat rendah. Pada kondisi yang miskin bahan pakan, mulut ikan didesain untuk mampu menangkap mangsa walaupun ukurannya lebih besar dari ukuran tubuhnya sendiri. Mulut ini juga dilengkapi dengan gigi yang panjang dan melengkung ke arah tengkorak sehingga mangsa yang tertangkap tidak mudah terlepas. Pada beberapa ikan memiliki pewarnaan abu-abu keperakan atau hitam, sedangkan pada jenis crustacea cenderung merah cerah Nybakken, 1982. Ada bebarapa hipotesis yang menjelaskan keragaman biota laut dalam, salah satunya yaitu ”hipotesis luas”. Hipotesis ini memberikan penjelasan tentang meningkatnya keragaman biota dengan meningkatnya kedalaman. Hal ini didasari adanya korelasi positif antara jumlah spesies dengan luas. Keragaman laut dalam tertinggi karena laut dalam merupakan habitat bahari yang paling luas. Namun hal ini hanya berlaku di Laut Atlantik, sedangkan di Laut Pasifik tidak demikian. Di Laut Pasifik kedua komponen keragaman kepadatan spesies dan kelimpahan nisbi terdapat paling tinggi di kedalaman pertengahan zona batial.

2.2 Unit Penangkapan Bubu