Studi Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian lain mengenai keterkaitan regional biasanya dilakukan menggunakan kerangka analisis input-output I-O dan Social Accounting Matrix
SAM. Para peneliti umumnya menggunakan kedua alat analisis di atas mencoba mengungkapkan dan mencari jawabannya, siapa menerima apa dari hasil-hasil
pembangunan yang telah dilaksanakan. Downey 1984, melakukan penelitian untuk disertasi, mencoba
menganalisis ketimpangan pendapatan yang terjadi di Indonesia, untuk melihat siapa mendapat apa who gets what. Untuk menggambarkan kondisi ini, Downey
melakukan disagregasi terhadap institusi rumahtangga berdasarkan kepemilikan tanah pertanian, buruh tani, buruh non-pertanian, desa-kota, dan lain sebagainya.
Kemudian baru dianalisis distribusi pendapatan yang diterima oleh masing- masing klasifikasi rumahtangga tersebut. Pendapatan terendah diterima oleh
rumahtangga buruh tani sedangkan yang tertinggi diterima oleh tenaga kerja perkotaan dan diikuti oleh pemilik tanah di atas lima hektar. Selanjutnya, Badan
Pusat Statistik 1986, menggunakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi istilah lain dari SAM dan Model Keseimbangan Umum untuk melihat pengaruh turunnya
harga minyak dan subsidi minyak terhadap distribusi pendapatan. Analisis SAM juga dapat digunakan untuk menganalisis distribusi pendapatan antar sistem
usahatani tanaman dan ternak, daerah-daerah produksi, buruh tani dan tenaga kerja wanita, dilakukan oleh Budiyanti dan Schreiner 1991.
Sutomo 1995, dengan menggunakan analisis SAM mencoba membandingkan kemiskinan dan pembangunan ekonomi yang terjadi pada dua
wilayah, yaitu Propinsi Riau dan Propinsi Nusa Tenggara Timur NTT. Diperoleh hasil bahwa dalam pembangunan ekonomi yang dilakukan selama ini
telah terjadi ketimpangan pendapatan antar kedua wilayah NTT dan Riau, dan ketimpangan juga terjadi antar kelompok rumahtangga kedua wilayah.
Masyarakat miskin dengan pendapatan terendah diterima oleh rumahtangga buruh non-pertanian dan tertinggi pada kelompok rumahtangga bukan buruh di
sektor non-pertanian terjadi pada kedua propinsi. Ketimpangan pendapatan ini ditunjukkan oleh indeks gini kedua propinsi tersebut melebihi 0.5. Sedangkan
dengan menggunakan analisis distribusi pendapatan faktorial, menunjukkan propinsi NTT intensif tenaga kerja sedangkan di propinsi Riau terjadi sebaliknya,
yaitu intensif modal. Ini berarti pada kedua propinsi, bila terjadi peningkatan penggunaan tenaga kerja dan modal memiliki peranan penting dalam
meningkatkan nilai tambah bruto wilayah. Analisis SAM regional dapat juga digunakan untuk menganalisis
keterkaitan sosial-ekonomi antarpropinsi atau antar wilayah dua wilayah atau lebih. Analisis ini dikenal dengan analisis SAM Interregional IRSAM. Analisis
IRSAM untuk Malaysia sudah dilakukan tahun 1970 Pyatt dan Round, 1985, dengan membagi wilayah Malaysia menjadi dua wilayah, yaitu: Malaysia Barat
dan Malaysia Timur. Studi IRSAM di Indonesia dilakukan oleh Hidayat 1991. Hidayat membagi wilayah Indonesia menjadi dua wilayah makro Jawa dan Luar
Jawa dan tujuh wilayah mikro, masing-masing tiga wilayah mikro di Jawa, dan empat wilayah mikro untuk luar Jawa. Studi ini digunakan untuk menguji struktur
dan keterkaitan interdependence antar kedua wilayah makro dan menunjukkan implikasinya pada perekonomian secara menyeluruh, termasuk di dalamnya:
distribusi pendapatan, peningkatan produksi dan kinerja ekspor dari sektor-sektor yang berlainan antara wilayah pinggir dengan wilayah pusat.
Model Interregional Computable General Equilibrium IRCGE adalah pengembangan dari IRSAM, seperti yang dilakukan oleh Tumenggung 1995 dan
Wuryanto 1996. Tumenggung membangun model IRCGE dengan menggunakan kerangka IRSAM Indonesia yang dibangun oleh Hidayat sebagai tabel dasar,
dengan membagi wilayah Indonesia menjadi dua, Jawa dan Luar Jawa. Wuryanto 1996, dengan menggunakan model CGE, menganalisis
keterkaitan antara desentralisasi fiskal dengan kinerja ekonomi Indonesia. Wuryanto juga mengelompokkan Indonesia menjadi dua wilayah makro; Jawa
dan Luar Jawa, seperti halnya Hidayat dan Tumenggung. Dari hasil studinya ditemukan bahwa desentralisasi fiskal dapat meningkatkan pendapatan
rumahtangga regional hampir di semua wilayah region, terutama di Jawa. Namun, peningkatan pendapatan rumahtangga di Luar Jawa yang awalnya rendah
cenderung menimbulkan ketimpangan pendapatan. Penelitian mengenai migrasi lebih banyak dilakukan dalam skala mikro
dan spasialkewilayahan. Pergerakan atau mobilitas penduduk sudah merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan proses berkembangnya pembangunan di
Indonesia. Mobilitas penduduk sendiri merupakan produk dari berbagai faktor antara lain kepadatan penduduk, langkanya lapangan kerja di desa, keinginan
untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, daya tarik kota dan berbagai faktor lainnya yang pada dasarnya dapat diklasifikasikan pada faktor penarik dan
pendorong terjadinya mobilitas penduduk. Noekman dan Erwidodo 1992, meneliti tentang pengaruh kondisi desa
dan karakteristik individu terhadap mobilitas penduduk dengan menggunakan fungsi logit. Hasil studinya menunjukkan bahwa keputusan seseorang untuk
bermigrasi dipengaruhi oleh luas lahan yang dimiliki, usia, pendidikan, dan kondisi desa yang diwakili oleh keadaan irigasinya.
Hasil studi di atas sejalan dengan hasil penelitian Gunawan dan Zulham 1992, yang menemukan bahwa minat masyarakat perdesaan untuk bekerja di
sektor pertanian berkurang terutama pada kelompok muda dan berpendidikan. Pada kelompok ini tingkat migrasi sangat tinggi, sehingga diperkirakan pertanian
akan didominasi pekerja berusia tua dan berpendidikan rendah. Hasil penelitian Levy dan Wadycki 1974, menunjukkan hasil yang
berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Noekman dan Erwidodo 1992, terutama mengenai faktor jarak, yaitu menunjukkan bahwa: 1 Jarak
berpengaruh nyata terhadap migrasi, baik migran yang tidak berpendidikan maupun migran yang berpendidikan dasar dan lanjutan, dimana semakin jauh
jarak yang ditempuh migran akan mengurangi jumlah migran di Venezuela. Pengaruh jarak ini semakin kecil dengan semakin tinggi pendidikan migran, 2
Jumlah migran akan menurun dengan meningkatnya upah di daerah asal dan jumlah migran akan meningkat dengan meningkatnya upah di daerah tujuan, 3
Berdasarkan tingkat pendidikan, migran yang berpendidikan lebih responsif terhadap perubahan upah baik di daerah asal maupun di daerah tujuan daripada
migran yang tidak berpendidikan, dan 4 Tingkat pengangguran di daerah asal mempunyai hubungan positif dengan jumlah migrasi, sedangkan tingkat
pengangguran di daerah tujuan Venezuela mempunyai hubungan negatif dengan jumlah migrasi.
Sebaliknya, hasil penelitian Rofiqoh 1994, menunjukkan hasil analisis yang sama dengan penelitian Levy dan Wadycki 1974. Rofiqoh 1994, meneliti
faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi di Kalimantan Timur dan menemukan bahwa: 1 Jarak antara daerah asal dan daerah tujuan mempunyai hubungan
negatif dengan migrasi neto yang masuk ke Kalimantan Timur, 2 Rasio upah nyata antara daerah asal dan tujuan berhubungan positif dengan migrasi neto yang
masuk ke Kalimantan Timur, 3 Rasio jumlah tenaga kerja yang menamatkan SMP dan SMA antara daerah asal dan tujuan mempunyai hubungan yang positif
dengan migrasi neto yang masuk ke Kalimantan Timur, 4 Rasio jumlah tenaga kerja yang menamatkan Perguruan Tinggi antara daerah asal dan tujuan
mempunyai hubungan negatif dengan migrasi neto yang masuk ke Kalimantan Timur, 5 Tingkat kesempatan kerja relatif daerah asal terhadap daerah tujuan
berpengaruh positif dengan migrasi neto yang masuk ke Kalimantan Timur, 6 Tingkat industrialisasi di propinsi tersebut relatif terhadap daerah asal
berhubungan positif dengan migrasi neto. Secara lebih spesifik hasil studi Mintchell 1961 dan Mantra 1978,
mengungkapkan bahwa ada dua faktor yang mendorong migran melakukan migrasi. Faktor-faktor yang mendorong migran meninggalkan daerah asalnya
disebut faktor sentrifugal, sedangkan faktor-faktor yang menarik kembali ke daerah asalnya disebut faktor sentripetal.
Penelitian Alim 2006 yang berjudul analisis keterkaitan dan kesenjangan ekonomi Intra dan Interregional Jawa dan Sumatera menggunakan model model
Interregional Social Accounting Matrix Pulau Jawa dan Sumatera. Hasil analisis yang didasarkan pada SAMIJASUM 2002 menunjukkan bahwa : 1 neraca
perdagangan antara Jawa dan Sumatera lebih menguntungkan Jawa, dimana perekonomian Sumatera mengalami defisit neraca perdagangan, 2 keterkaitan
sektor-sektor produksi di Sumatera terhadap berbagai sektor produksi di Jawa sangat kuat, sedangkan sebaliknya memiliki keterkaitan yang lemah, dan 3
spillover effect dari Sumatera ke Jawa lebih besar daripada spillover effect dari Jawa ke Sumatera, sehingga setiap guncangan shock ekonomi pada sektor
manapun pada kedua wilayah akan mengakibatkan ekonomi Jawa meningkat jauh lebih cepat daripada ekonomi Sumatera. Dalam kondisi ini, apabila pembangunan
ekonomi dikonsentrasikan ke Sumatera, maka pertumbuhan ekonomi kedua wilayah akan lebih tinggi dan terdistribusikan secara lebih berimbang, sehingga
kesenjangan ekonomi antara kedua wilayah secara bertahap akan menyempit Mantra 1987, menganalisis mengenai migrasi penduduk di Indonesia
berdasarkan hasil Survey Penduduk Antar Sensus BPS 1985, memperoleh beberapa karakteristik pada migran di antaranya: 1 Usia migran terkonsentrasi
pada kelompok usia 25-44 tahun, dimana kelompok ini merupakan kelompok usia produktif. Pada kelompok usia 15-19 tahun persentase migran perempuan lebih
besar dari persentase migran laki-laki, karena pada usia tersebut migran perempuan pada umumnya belum kawin, 2 Kebanyakan migran bekerja di
sektor informal. Sekitar 45 persen sebagai buruh, hampir seperempatnya berusaha sendiri, dan sekitar 15 persen bekerja sebagai buruh tetap, dan 3 Pendidikan
migran relatif tinggi daripada pendidikan non migran. Namun demikian migran yang telah berusia lanjut 50 tahun tingkat pendidikannya rendah.