Gambar 3. Kerangka Konseptual Keterkaitan Wilayah
Keterangan: MI
i
= migrasi masuk wilayah i dari wilayah j dimana i ≠ j dan j = 1, 2
MO
i
= migrasi keluar wilayah i ke wilayah j dimana i ≠ j dan j = 1, 2
MB
i
= migrasi bersih wilayah i X
i
= ekspor
wilayah i
ke wilayah j dimana i ≠ j dan j = 1, 2
M
i
= impor
wilayah i
dari wilayah j dimana i ≠ j dan j = 1, 2
NX
i
= ekspor bersih wilayah i PDRB
Wilayah i
Penawaran Tenga kerja
wilayah i
Permintaan TK di Wilayah i
Pengangguran di wilayah i
j i
MO MI
MB
j i
i j
i
≠ −
=
∑ ∑
= =
2 1
2 1
j i
MO MO
j i
i
≠ =
∑
= 2
1
j i
M X
NX
i i
j j
i
≠ −
=
∑ ∑
= =
2 1
2 1
j i
X X
j j
i
≠ =
∑
= 2
1
j i
M M
j j
i
≠ =
∑
= 2
1
Kemiskinan di wilayah i
Upah Wilayah i
j i
MI MI
j j
i
≠ =
∑
= 2
1
K E
T I
M P
A N
G A
N
Hal yang sama juga terhadap arus perdagangan antarwilayah. Jika suatu negara memiliki keunggulan komparatif dan melakukan perdagangan,
kemungkinan wilayah tersebut akan memperoleh keuntungan dari perdagangan tersebut, sehingga dapat meningkatkan modal di wilayah yang bersangkutan.
Motivasi untuk melakukan migrasi sangat berbeda diantara individu, tetapi umumnya dilakukan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik. Seorang
individu ketika bermigrasi ke wilayah A, maka di wilayah tersebut jumlah penawaran tenaga kerja akan semakin besar, dan jika migran tersebut tidak
mendapat pekerjaan, maka jumlah pengangguran di wilayah A akan meningkat. Sebaliknya dampak bagi wilayah yang ditingglkan kemungkinan akan berkurang
sumberdaya manusia dan dapat menurunkan jumlah pengangguran di wilayah tersebut jika individu yang bermigrasi tersebut tadi tidak bekerja.
Dilihat dari aliran komoditi, suatu negara yang memiliki sumberdaya tenaga kerja yang melimpah, cenderung memiliki upah yang rendah sebelum ada
perdagangan. Ekspor tenaga kerja, produk yang intensif akan meningkatkan permintaan terhadap tenaga kerja dan upah. Meningkatnya permintaan tenaga
kerja akan searah dengan peningkatan output wilayah akan semakin besar. Peningkatan output wilayah diharapkan dapat menurunkan tingkat dan jumlah
pengangguran. Dampak positif dari perdagangan antarwilayah tersebut akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah, yang pada akhirnya diharapkan dapat
memperkecil ketimpangan pendapatan antarwilayah.
IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS
4.1.
Spesifikasi Model Keterkaitan Wilayah di Indonesia
Model ekonometrika merupakan suatu pola khusus dari model aljabar, yakni suatu unsur yang bersifat stochastic yang mencakup satu atau lebih peubah
pengganggu Intriligator, 1978. Menurut Koutsoyiannis, 1977 Model ekonometrika merupakan
gambaran dari hubungan masing-masing variabel penjelas explanatory variables terhadap peubah endogen dependent variables khususnya yang menyangkut
tanda dan besaran magnitude and sign dari penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis secara apriori ekonomi dengan kata lain, model yang baik
haruslah memenuhi kriteria teori ekonomi theoritically meaningful, kriteria
statistika, dan kriteria ekonometrika.
Tahapan membangun model diawali dengan suatu pemahaman fenomena perekonomian yang dihipotesiskan terjadi sebagai akibat dari keterkaitan wilayah
yang akan berpengaruh terhadap perekonomian wilayah. Spesifikasi model dilakukan dengan memformulasikan model yang paling sesuai dengan sistem atau
fenomena aktual yang diabstraksikan. Setelah model dispesifikasikan atau diformulasikan, selanjutnya model diestimasi dengan menggunakan teknik
estimasi yang paling sesuai, sehingga memberikan hasil estimasi yang terbaik. Tahap berikutnya adalah evaluasi untuk mengetahui apakah model tersebut secara
teoritis bermakna dan secara kuantitatif memuaskan. Tahap terakhir adalah melakukan simulasi yang terdiri atas dua bentuk yaitu simulasi kebijakan dan
faktor-faktor eksternal.
Bolton 1985 mendeskripsikan tiga tipe metode peramalan regional, yaitu model top down menggunakan input data nasional yang sering diperoleh melalui
peramalan ekonometrika ekonomi nasional yang dijadikan sebagai variable independent di dalam model regional. Sebaliknya model bottom up dapat
mengestimasi output nasional sebagai penjumlahan dari peramalan-peramalan untuk subwilayah, dan Multiregional model sebagai suatu tambahan cara
membangun ekonometrik model. Model ini termasuk menjelaskan timbal balik bagaimana aktifitas satu industri di wilayah tertentu mempengaruhi beberapa
sektor di wilayah lain. Multiregional model memerlukan informasi trade flows antarawilayah. Oleh karena kompleksitas dan syarat substansi data yang
diperlukan, maka model bottom-up dan multiregional hanya difokuskan pada beberapa wilayah, dengan kata lain, jumlah wilayah yang digunakan hanya tiga
wilayah. Wilayah yang menjadi subyek penelitian adalah wilayah Sumatera, wilayah Jawa- Bali, dan wilayah Timur Indonesia. Hal ini dikarenakan 1
kompleksitas data, dan 2 migrasi dan perdagangan antarwilayah terutama di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Kalimantan relatif kecil.
Spesifikasi model dirumuskan dalam penelitian ini sangat terkait dengan tujuan penelitian yaitu merumuskan model keterkaitan wilayah di Indonesia.
Model yang dibangun adalah sistem persamaan simultan berdasarkan pada kerangka teori ekonomi dan penelitian empiris yang relevan, yang diharapkan
mampu menunjukkan kinerja perekonomian wilayah secara sederhana dan jelas. Spesifikasi model dalam penelitian ini dibagi dalam tujuh blok, yaitu blok
PDRB, blok tenaga kerja, blok harga, blok kemiskinan, blok migrasi dan blok perdagangan. Diagram model keterkaitan wilayah di Indonesia ditampilkan pada
Gambar 4 tanpa menampilkan exogenoues variables.