TINJAUAN PUSTAKA A. Studi Potensi Penerapan Produksi Bersih pada Industri Gula (Studi Kasus di PG. Pesantren Baru Kediri - Jawa Timur)

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

Produksi Bersih Strategi pengelolaan lingkungan pada awalnya didasarkan pada pendekatan daya dukung lingkungan carrying capacity approach, namun karena daya dukung lingkungan alami memiliki kemampuan yang terbatas dalam menetralkan pencemaran yang makin meningkat, maka upaya mengatasi masalah pencemaran berkembang ke arah pendekatan pengelolaan limbah yang terbentuk end-of-pipe treatment. Pengelolaan pencemaran melalui pendekatan pengolahan limbah end-of-pipe treatment ternyata bukan cara yang efektif dan hemat biaya, oleh karena itu strategi pengelolaan lingkungan harus diubah ke arah pencegahan pencemaran, yaitu dengan penerapan Produksi Bersih. Strategi ini merupakan paradigma baru dalam pengelolaan pencemaran lingkungan, sehingga masalah pencemaran lingkungan, terutama bagi industri, tidak lagi identik dengan pengeluaran tambahan yang menaikkan biaya produksi bagi industri tersebut Saribanon, 2003. Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan eco-efficiency dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Pada proses produksi, produksi bersih meliputi konservasi bahan baku dan energi, mengurangi bahan baku yang beracun dan mengurangi jumlah dan kadar racun dari emisi dan limbah sebelum meninggalkan proses produksi. Pada produk, strategi ini menitikberatkan pada pengurangan dampak selama daur hidup produk dari saat bahan baku sampai produk tersebut dibuang atau tidak terpakai lagi UNEP, 1995 dalam http:www.uneptie.org . Teknik-teknik dalam menerapkan produksi bersih dapat dilihat pada diagram dibawah ini. Gambar 1. Teknik-teknik Penerapan Produksi Bersih USAID, 1997. Manfaat penerapan produksi bersih menurut Bratasida 1996 antara lain a mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan melalui upaya minimisasi limbah, daur ulang pengolahan dan pembuangan limbah yang aman; b mendukung prinsip pemeliharaan lingkungan dalam rangka pelaksanaan pembangunan berkelanjutan; c dalam jangka panjang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi secara efisien; d mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi eksploitasi sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah di dalam proses yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan; e mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja; dan f memperkuat citra produsen di mata konsumen. Manfaat ekonomi dari berkurangnya limbah yang harus dikelola merupakan pemikat yang dapat dihitung secara nyata dalam bentuk biaya pengendalian pencemaran dan biaya manajemen. Melalui upaya pencegahan 5 pencemaran, penghematan biaya pengelolaan limbah dapat dicapai. Penghematan dapat dilakukan terhadap sejumlah biaya yang dikelompokkan sebagai berikut. 1. biaya penanganan dan pengelolaan di dalam pabrik 2. biaya transportasi dan pemusnahan di luar pabrik 3. biaya administrasi dan pencatatan Djajadiningrat, 1999. Upaya pencegahan pencemaran melalui produksi bersih tidak saja akan membantu kalangan industri meningkatkan keuntungan dari berkurangnya biaya untuk menangani limbah, tetapi juga memberikan keuntungan dari segi peningkatan efisiensi produksi. Produksi bersih dapat membantu mewujudkan industri berwawasan lingkungan. Penerapan produksi bersih saat ini telah memperoleh dukungan yang luas dengan penerapan pada skala nasional maupun internasional melalui program Clean Development Mechanism CDM yang tercantum dalam Pasal 12 Protokol Kyoto. Penerapan CDM terutama adalah untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir dan dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara. Bagi negara berkembang, kerjasama ini dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan pembangunan di negara itu sendiri serta membantu mempercepat tercapainya pembangunan berkelanjutan Murdiyarso, 2003 dalam Saribanon, 2003. B. Proses Produksi Gula Menurut Moerdokusumo 1993, proses pengolahan tebu untuk menghasilkan gula kristal putih terdiri dari unit operasi penggilingan ekstraksi, pemurnian purifikasi, penguapan evaporasi, kristalisasi, dan sentrifuse. Unit operasi penggilingan bertujuan untuk mengekstraksi kandungan sukrosa dalam tebu sebanyak mungkin. Unit operasi purifikasi bertujuan untuk memisahkan kotoran seperti partikel kasar pasir, dan ampas yang masih terbawa dalam nira mentah, partikel koloid seperti non- suspended sugar dan partikel terlarut misalnya desinfektan yang ikut terbawa dari stasiun penggilingan dalam nira mentah sebanyak mungkin dengan cara yang efektif. Unit operasi penguapan bertujuan untuk 6 menguapkan kandungan air yang terdapat pada nira jernih nira encer dari stasiun pemurnian sehingga dihasilkan nira kental. Unit operasi kristalisasi bertujuan untuk mengkristalkan nira kental sehingga didapatkan kristal gula sesuai yang diinginkan. Unit operasi sentrifuse bertujuan untuk memisahkan kristal gula dengan larutannya dari masakan A, masakan C, dan masakan D dengan cara pemutaran sentrifugasi. Menurut Budianto 2003, dalam memproduksi gula pasir diperlukan bahan pembantu yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan memperlancar jalannya proses produksi gula. Bahan pembantu yang digunakan adalah beberapa zat kimia, yaitu 1. Asam Phospat Cair Adalah bahan pembantu yang digunakan dan dicampurkan pada nira mentah di tangki nira tertimbang pada unit operasi purifikasi. Tujuan pemberian asam phospat cair ini adalah untuk menambah kadar phospat pada nira mentah, sehingga dalam proses pemurnian dapat dengan mudah terbentuk endapan Kalsium Phospat endapan inti yang dapat menyerap warna. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut P 2 O 5 + 3 H 2 O 2H 2 OPO 4 2H 2 OPO 4 + 3 CaOH 2 Ca 3 PO 4 2 + 6 H 2 O 2. Susu Kapur CaOH 2 Adalah bahan pembantu yang berfungsi untuk menetralkan nira, mencegah terbentuknya inversi gula, dan membentuk endapan kotoran dalam nira. 3. Belerang Adalah bahan pembantu yang digunakan pada unit operasi purifikasi. Belerang digunakan dalam bentuk sulfit yang bertujuan untuk menetralisir kelebihan susu kapur dan menyerap atau menghilangkan zat warna pada nira. S s + O 2 g SO 2 g 4. Flokulan Adalah bahan pembantu yang digunakan di unit operasi purifikasi. Tujuan pemberian flokulan adalah sebagai katalisator guna 7 mempercepat proses pengendapan kotoran dalam clarifier sehingga proses pengendapan berlangsung lebih cepat dan untuk meningkatkan densitas nira kotor sehingga akan lebih mudah untuk disaring. 5. Desinfektan Bahan kimia ini digunakan untuk membunuh bakteri penyebab kerusakan sukrosa. 6. Caustic Soda Caustic soda NaOH digunakan untuk pembersihan skrap. Bahan kimia ini berfungsi sebagai pelunak kerak-kerak yang terbentuk sehingga tidak menghalangi proses pindah panas dalam nira. Menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia 1999, saat ini gula yang diproduksi di Indonesia 65 bermutu SHS Super High Sugar IA dan 35 bermutu SHS IB. Selain produk utama berupa gula kristal, pengolahan gula dari tebu menghasilkan produk samping berupa pucuk tebu, ampas, blotong dan tetes. Produk samping ini merupakan bahan baku potensial dari berbagai industri dan belum optimal dikembangkan. Diperkirakan pengembangan produk samping ini dapat memberikan keuntungan 2 – 4 kali dari gula yang diperoleh. Gambaran tentang produk samping yang dapat dihasilkan industri gula disajikan pada Lampiran 1. 8

III. METODOLOGI PENELITIAN