pendayagunaan unsur stile, sesuai dengan budaya bahasa bangsa yang bersangkutan. Kaitan ini adalah latar, latar yang berfungsi metaforik. Deskripsi
latar yang melukiskan sifat, keadaan, atau suasana tertentu sekaligus berfungsi metaforik terhadap suasana internal tokoh.
b. Latar sebagai Atmosfer
Latar sebagai atmosfer berupa deskripsi kondisi latar yang mampu menciptakan suasana tertentu, misalnya suasana ceria, romantik, sedih, muram, maut, misteri,
dan sebagainya. Suasana tertentu yang tercipta itu sendiri tidak dideskripsikan secara langsung, eksplisit, melainkan merupakan sesuatu yang hanya tersarankan.
Namun, pembaca umumnya mampu menangkap pesan suasana yang ingin diciptakan pengarang dengan kemampuan imajinasi dan kepekaan emosionalnya.
Latar yang berfungsi sebagai metaforik dan sebagai atmosfer, walau menunjuk pada pengertian dan fungsi yang berbeda, pada kenyataannya erat berkaitan.
Di dalam deskripsi sebuah latar misalnya, di samping terasa sebagai penciptaan
suasana tertentu sekaligus juga terdapat deskripsi tertentu yang bersifat metaforik. Hal yang demikian justru menimbulkan efek kepadatan dan sekaligus memperkuat
pandangan bahwa sastra dapat dipahami dalam berbagai tafsiran. Perlu dikemukkan bahwa atmosfer cerita adalah emosi yang dominan yang merasukinya
yang berfungsi mendukung elemen-elemen cerita yang lain untuk memperoleh efek yang mempersatukan Altenbernd dan Lewis, dalam Nurgiyantoro, 2013: 335.
Atmosfer itu sendiri dapat ditimbulkan dengan deskripsi detail-detail, irama
tindakan, tingkat kejelasan dan kemasukakalan berbagai peristiwa, kualitas dialog, dan bahasa yang digunakan.
2.4.5 Gaya Bahasa
Style
Gaya bahasa style adalah cara mengungkapkan bahasa seorang pengarang untuk
mencapai efek estetis dan kekuatan daya ungkap. Unsur-unsur style adalah sebagai berikut.
1 Diksi, dalam penggunaan unsur diksi pengarang melakukan pemilihan kata
diksi. 2
Citraimaji, adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan pengarang, sehingga apa yang
digambarkan itu dapat ditangkap oleh panca indera pembaca.
Permajasan adalah teknik pengungkapan dengan menggunakan bahasa kias. Pemajasan terbagi menjadi tiga, yaitu perbandingan atau perumpamaan,
pertentangan, dan pertautan. Majas perbandingan adalah kata-kata berkias yang menyatakan perbandingan untuk meningkatkan kesan dan pengaruhnya terhadap
pendengar atau pembaca. Majas perumpamaan adalah perbandingan dengan cara mengambil perumpamaan
benda yang lain. Majas pertentangan adalah kata-kata berkias yang menyatakan pertentangan dengan yang dimaksudkan sebenarnya oleh pembicara atau penulis
dengan maksud untuk memperhebat atau meningkatkan kesan dan pengaruhnya kepada pembaca atau pendengar. Majas pertautan adalah kata-kata berkias yang
bertautan berasosiasi dengan gagasan, ingatan atau kegiatan panca indra pembicara atau penulisnya.
2.4.6 Penceritaan atau Sudut Pandang
Penceritaan atau sering disebut juga sudut pandang point of view, yakni dilihat dari sudut mana pengarang bercerita. Ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita
sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam
tokoh cerita. Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut, tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.
a. Hakikat Sudut Pandang
Sudut pandang point of view, viewpoint, merupakan salah satu unsur fiksi yang
oleh Stanton, dalam Nurgiyantoro digolongan sebagai sarana cerita, literary device. Walau demikian, hal itu tidak berarti bahwa perannya dalam fiksi tidak penting.
Sudut pandang haruslah diperhitungkan kehadirannya dan bentuknya, sebab pemilihan sudut pandang akan berpengaruh terhadap penyajian cerita. Reaksi
afektif pembaca terhadap sebuah cerita fiksi pun dalam banyak hal akan dipengaruhi oleh bentuk sudut pandang.
Membaca dua buah fiksi yang berbeda, mungkin kita akan berhadapan dengan dua
persona pembawa cerita yang berbeda pula. Persona tersebut dari satu sisi dapat dipandang sebagai tokoh cerita, namun dari sisi tertentu kadang-kadang juga dapat
dipandang sebagai pencerita. Sudut pandang dalam teks fiksi mempersoalkan siapa