bertautan berasosiasi dengan gagasan, ingatan atau kegiatan panca indra pembicara atau penulisnya.
2.4.6 Penceritaan atau Sudut Pandang
Penceritaan atau sering disebut juga sudut pandang point of view, yakni dilihat dari sudut mana pengarang bercerita. Ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita
sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam
tokoh cerita. Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut, tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.
a. Hakikat Sudut Pandang
Sudut pandang point of view, viewpoint, merupakan salah satu unsur fiksi yang
oleh Stanton, dalam Nurgiyantoro digolongan sebagai sarana cerita, literary device. Walau demikian, hal itu tidak berarti bahwa perannya dalam fiksi tidak penting.
Sudut pandang haruslah diperhitungkan kehadirannya dan bentuknya, sebab pemilihan sudut pandang akan berpengaruh terhadap penyajian cerita. Reaksi
afektif pembaca terhadap sebuah cerita fiksi pun dalam banyak hal akan dipengaruhi oleh bentuk sudut pandang.
Membaca dua buah fiksi yang berbeda, mungkin kita akan berhadapan dengan dua
persona pembawa cerita yang berbeda pula. Persona tersebut dari satu sisi dapat dipandang sebagai tokoh cerita, namun dari sisi tertentu kadang-kadang juga dapat
dipandang sebagai pencerita. Sudut pandang dalam teks fiksi mempersoalkan siapa
yang menceritakan atau dari posisi mana siapa peristiwa dan tindakan itu dilihat. Oleh karena itu, pemilihan bentuk persona yang dipergunakan, di samping
memengaruhi perkembangan cerita dan masalah yang diceritakan, juga kebebasan dan keterbatasan, ketajaman, ketelitian, dan keobjektifan terhadap hal-hal yang
diceritakan. Sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara
sederhana dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan cerita Nurgiyantoro, 2013: 338. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam cerita fiksi
memang milik pengarang, yang antara lain berupa pandangan hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun, kesemuanya itu dalam cerita fiksi
disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita yang sengaja dikreasikan.
Secara garis besar sudut pandang dapat dibedakan ke dalam dua macam: persona
pertama first-person gaya “aku” dan person ketiga third-person gaya “dia”.
Jadi, dari sudut pandang “aku” atau “dia”, dengan berbagai variasinya, sebuah cerita dikisahkan. Kedua sudut pandang tersebut masing-masing menunjuk dan
menuntut konsekuensinya sendiri. Oleh karena itu, wilayah kebebasan dan keterbatasan perlu diperhatikan secara objektif sesuai dengan kemungkinan yang
dapat dijangkau sudut pandang yang dipergunakan. Bagaimanapun pengarang mempunyai kebebasan tidak terbatas. Ia dapat
mempergunakan beberapa sudut pandang sekaligus dalam sebuah karya jika hal itu dirasakan lebih efektif. Selain itu, tampaknya juga harus disebut adanya sudut
pandang dengan gaya “kau” second-person. Sudut pandang ini memang belum