Saat ini telah ada tiga buah mesin RPC di Kabupaten Rohil, yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Rohil, Bulog dan Pemerintah Provinsi Riau, tetapi ketiganya
belum dapat dipergunakan dengan baik Bappeda Kabupaten Rohil, 2006 . Di lain pihak ada suatu permasalahan besar yang mengancam pertanian
tananam pangan di Kabupaten Rohil, yaitu tingginya tingkat pengalihan alih fungsi lahan dari lahan tanaman pangan ke tanaman non pangan, seperti
perkebunan terutama tanaman sawit dan pemukiman sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang cepat Distan Kabupaten Rohil, 2006. Menurut Asni,
2005, memang ada kecenderungan umum bahwa lahan padi sawah bukan irigasi teknis banyak beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Hal ini disebabkan
efisiensi usahatani kelapa sawit rakyat lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi sawah, dengan nilai BC ratio padi sawah adalah 1,41 sedangkan nilai BC
ratio kelapa sawit adalah 2,54. Kondisi yang dapat mengancam keberlanjutan sub- sektor pertanian pangan dan penyediaan pangan di Kabupaten Rohil maupun
Provinsi Riau pada umumnya. Berdasarkan uraian di atas, maka menjadi penting untuk memberi perhatian
terhadap pengembangan sub-sektor pangan di Kabupaten Rohil. Hal yang khusus, adalah menemukan sebuah kebijakan untuk memanfaat RPC yang sudah dibangun
agar dapat lebih mendukung pengembangan sub-sektor tanaman pangan yang meningkatkan pendapatan untuk petani. Kajian ini mencoba memfokuskan pada
persoalan tersebut.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang diajukan di atas, maka permasalahan umum yang menjadi perhatian kajian ini adalah menemukan stategi dan program
untuk memanfaat RPC yang sudah dibangun agar dapat lebih mendukung pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan meningkatkan pendapatan untuk
petani. Dari permasalahan umum tersebut, secara khusus ada tiga permasalahan yang dikaji, yaitu:.
1. Bagaimana kondisi pertanian tanaman pangan padi di Kabupaten Rohil
sampai saat ini?
2. Bagaimana sebenarnya peluang peranan dan kelayakan usaha RPC yang
sudah dibangun di Kabupaten Rohil? 3.
Bagaimana strategi dan program yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Rohil dalam mengoptimalkan peran RPC?
1.3. Tujuan
Tujuan umum dari kajian ini adalah merumuskan stategi dan program untuk memanfaatkan RPC yang sudah dibangun di Kabupaten Rohil agar dapat lebih
mendukung pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan meningkatkan pendapatan petani. Secara khusus, tujuan kajian adalah:
1. Mengetahui kondisi dan perkembangan areal dan produksi komoditi
tanaman pangan di Kabupaten Rohil,. 2.
Menganalisis peranan dan kelayakan usaha RPC di Kabupaten Rohil. 3.
Menentukan strategi dan merumuskan program dalam kerangka mengoptimalkan pemanfaatan RPC di Kabupaten Rohil.
1.4. Kegunaan Kajian
Kegunaan kajian ini adalah dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam
memberikan arah pemanfaatan RPC agar optimal meningkatkan nilai tambah komoditas tanaman pangan, khususnya padi untuk peningkatan kesejahteraan petani
di Kabupaten Rohil.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan Pertanian Subsektor Tanaman Pangan
Keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat atau pra kondisi yang berbeda-beda untuk setiap daerah atau negara. Pra kondisi
tersebut meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, sosial-budaya dan lain-lain. Menurut AT. Mosher, 1991, ada lima syarat yang harus ada untuk adanya
pembangunan pertanian. Kalau satu syarat saja dari syarat-syarat tersebut tidak ada maka akan terhentilah pembangunan pertanian, pertanian dapat berjalan terus
tetapi statis. Syarat-syarat tersebut adalah: 1.
Adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani 2.
teknologi yang senantiasa berkembang 3.
tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal 4.
adanya perangsang produksi bagi petani 5.
tersedianya pengangkutan yang lancar dan berkelanjutan. Disamping syarat-syarat mutlak yang lima ini menurut Mosher ada lima
syarat lagi yang adanya tidak mutlak tetapi kalau ada maka akan sangat memperlancar pembangunan pertanian. Syarat-syarat pelancar tersebut adalah:
1. Pendidikan pembangunan
2. kredit produksi
3. kegiatan gotong royong petani
4. perbaikan dan perluasan tanah pertanian
5. perencanaan nasional pembangunan pertanian.
Masih banyaknya masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan semakin mempertegas Pemerintah Indonesia untuk menjadikan sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian nasional. Peranan sektor pertanian
dalam pembangunan nasional ada 4 macam, yaitu:
1. Peranan dalam pembentukan produk domestik bruto PDB. Pada
tahun 1996, PDB sektor pertanian, termasuk pula kehutanan dan perikanan, adalah sebesar Rp 63,8 triliun. Nilai ini terus meningkat menjadi Rp 66,4 triliun pada
tahun 2000. Besarnya PDB pertanian tersebut memberikan kontribusi sekitar 17 persen terhadap PDB nasional. Bila dibandingkan dengan sektor lain, maka
kontribusi PDB pertanian menduduki urutan kedua setelah sektor industri manufaktur. Di samping kontribusi langsung terhadap PDB yang cukup
signifikan, sektor pertanian juga telah menunjukkan ketangguhan dalam menjaga stabilitas ekonomi pada masa krisis perekonomian nasional. Ketangguhan sektor
ini ditunjukkan oleh kemampuannya untuk tetap tumbuh secara positif pada masa 1998 sementara perekonomian nasional secara agregat mengalami kontraksi
yang sangat hebat, yaitu sebesar 13,7 persen Gie, 2002.
2. Peranan dalam penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian berikut
sistem agribisnisnya sangat dominan perannya dalam penyerapan tenaga kerja, yang mampu menyerap 45,0 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional,
atau menempati urutan pertama dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat selama masa kontraksi ekonomi nasional akibat krisis
pada tahun 1998, yang secara penyerapan tenaga kerja nasional menurun sebesar 2,13 persen, atau sebesar 6,4 juta orang di semua sektor ekonomi kecuali listrik,
maka sektor agribisnis justru mampu meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja sebanyak 0,4 juta orang. Fakta empiris ini menunjukkan bahwa sektor
agribisnis masih merupakan sektor yang paling tangguh dalam menghadapi krisis dan paling berjasa dalam menampung pengangguran sebagai akibat krisis
ekonomi.
3. Peranan sebagai penghasil devisa. Peran sektor pertanian yang sangat
penting adalah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi daerah. Sesuai tujuan pokok dari pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 22
tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom,
adalah untuk mempercepat perkembangan ekonomi daerah. Cara yang efektif dan efisien untuk membangun ekonomi daerah adalah melalui pendayagunaan
berbagai sumber daya ekonomi yang dimiliki daerah. Pada saat ini sumber daya ekonomi yang dimiliki dan siap didayagunakan untuk pembangunan ekonomi
daerah adalah sumber daya agribisnis seperti sumber daya alam lahan, air, keragaman hayati, agroklimat, sumber daya manusia di bidang agribisnis, dan
teknologi di bidang agribisnis. Selain itu, sektor agribisnis adalah penyumbang terbesar dalam produk domestik regional bruto PDRB dan ekspor daerah. Dalam
penyerapan tenaga kerja, kesempatan berusaha di setiap daerah, sebagian besar juga disumbang oleh sektor agribisnis. Oleh karena itu, pembangunan agribisnis
untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah merupakan pilihan yang paling rasional. Dengan kata lain, pembangunan agribisnis perlu dijadikan sebagai
pilar pembangunan ekonomi wilayah.
4. Peranan dalam pelestarian lingkungan hidup. Keprihatinan akan
kemerosotan mutu lingkungan hidup bukan lagi sebatas isu lokal suatu negara melainkan sudah menjadi keprihatinan masyarakat internasional. Kemerosotan
mutu lingkungan hidup saat ini telah sampai pada tingkat yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia tidak hanya di sekitarnya namun juga seluruh
manusia di muka bumi. Pembangunan agribisnis mempunyai potensi untuk dapat mencegah dan memperbaiki kemerosotan mutu lingkungan hidup melalui
beberapa cara. Pertama, pembangunan agribisnis akan membuka kesempatan- kesempatan ekonomi yang luas di setiap daerah ruang. Kesempatan ekonomi
tersebut akan menarik penyebaran penduduk beserta aktivitasnya, sehingga tekanan penduduk pada suatu ruang tertentu dapat dikurangi; Kedua,
pembangunan agribisnis yang pada dasarnya mendayagunakan keragaman hayati, dapat mempertahankan keberadaan keanekaragaman hayati; Ketiga, pembangunan
agribisnis yang antara lain mendayagunakan pertumbuhan keragaman tumbuhan, pada dasarnya merupakan “perkebunan karbon” yang efektif dalam mengurangi
emisi gas karbon atmosfir yang menjadi salah satu penyebab pemanasan global; Keempat
, pembangunan agribisnis akan menghasilkan produk-produk yang bersfiat biodegradable yang dapat terurai secara alamiah. Produk agribisnis yang
biodegradable ini akan dapat mengurangi penggunaan produk-produk petrokimia
yang non-biodegradable; dan Kelima, pembangunan agribisnis yang bergerak dari factor-driven
ke capital driven dan kemudian kepada innovation-driven dalam menghasilkan nilai tambah dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam
dan lingkungan hidup Gie, 2002.
2.2. Faktor Yang Menentukan Peningkatan Pendapatan Petani
Rumah tangga pertanian adalah satu kesatuan aktivitas ekonomi keluarga dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan sektor pertanian
dan di luar sektor pertanian sebagai sumber pendapatannya. Berbagai rumah tangga petani memiliki sumber pendapatan berbeda yang ditentukan dari
kemampuan produksinya. Rumahtangga petani kecil misalnya, kekuatan produksi terbatas pada pemilikan dan atau penguasaan lahan yang sempit. Dan untuk itu
rumahtangga petani melakukan berbagai strategi termasuk penggunaan tenaga kerja anggota rumahtangga untuk bekerja di sektor pertanian maupun non
pertanian. Terkait dengan pengelolaan ekonomi pertanian atau usahatani yang
dilakukan oleh rumahtangga, Soekartawi 1991 mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian alam, tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi
di lapangan pertanian. Usahatani terdiri atas manusia petani bersama keluarganya sebagai tenaga kerja, tanah alam, modal termasuk tanaman dan
unsur pengelolaan atau manajemen yang dijalankan oleh petani itu sendiri. Secara umum, sumber pendapatan rumahtangga petani yang berasal dari
sektor pertanian ditentukan oleh faktor-faktor: 1] kekuatan produksi, 2] permintaan atas produk usahatanipasar, 3] sistem bagi hasil yang diterapkan, dan
4] Regulasi. Kekuatan produksi dipengaruhi oleh: a] luas lahan yang dimiliki
atau dikuasai, b] jumlah tenaga kerja yang digunakan, c] teknologi yang digunakan, d] variable cost pupuk dan bibit, e] pengalaman berusahatani.
Soekartawi 1986 menjelaskan bahwa dalam berproduksi pertimbangan atas prinsip kenaikan hasil yang berkurang diminishing returns penting untuk
dilakukan. Prinsip ini berguna untuk menentukan jumlah produksi yang dihasilkan dari sumberdaya yang terbatas. Kepada sumberdaya yang terbatas ini
ditambahkan faktor-faktor variable yang ada dalam jangkauan petani, misalnya dalam bentuk kerja, benih, pupuk, dan insektisida. Kenaikan hasil yang berkurang
berasal dari hubungan fisik antara faktor-faktor variabel ini terhadap faktor-faktor tetap fixed cost. Yang mendasari prinsip ini adalah: tambahan faktor variabel
kepada sumberdaya tetap selama tambahan hasil yang diharapkan dari pemakaian unit terakhir faktor variabel itu hampir-hampir cukup untuk menutupi tambahan
biaya tersebut. Terkait dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan dan teknologi, Jenahar
dalam Chuzaimah, 2006 menjelaskan bahwa kebutuhan terbesar tenaga kerja produktif dalam suatu proses produksi usahatani adalah kegiatan pengolahan
tanah, penanaman dan panen. Semakin luas penguasaan lahan dan semakin tinggi
tingkat penerapan teknologi dalam proses produksi maka semakin efisien pemanfaatan tenaga kerja produktif rumahtangga. Pendapatan yang diperoleh
petani meningkat lebih besar melalui usaha perluasan lahan dibanding usaha penerapan teknologi. Potensi tenaga kerja merupakan jumlah orang yang bekerja
dalam kemampuannya bekerja. Perbandingan kemampuan tenaga kerja laki-laki dan perempuan adalah 1:0,8.
Permintaan atas produk usahatani pasar dipengaruhi oleh tingkat
kebutuhan konsumen, semakin tinggi kebutuhan konsumen permintaan meningkat maka harga akan cenderung meningkat dan akhirnya mempengaruhi
pendapatan petani produsen. Kebutuhan dipisahkan dari konsep selera. Selera lebih dekat dengan produk pertanian yang bersifat susbstitusi, sehingga konsumen
memilik alternative untuk memilih produk yang disukainya. Asumsi yang mendasari mekanisme permintaan ini adalah, bahwa produk usahatani merupakan
produk kebutuhan pokok dan pada saat tertentu permintaan akan mengalami titik maksimal karena kebutuhan pokok konsumen sudah terpenuhi.
Mengingat sistem pertanian di Indonesia yang memiliki lahan terbatas, maka rumahtangga petani juga melakukan pengelolaan dan penyewaan atas tanah
milik orang lain dengan mekanisme sistem bagi hasil yang diterapkan.
Kebanyakan petani di Indonesia memiliki lahan sempit bahkan ada yang tidak memiliki lahan sama sekali sehingga pilihan sistem bagi hasil menjadi alternatif
sumber pendapatan rumahtangga petani. Pembayaran pada sistem bagi hasil ini tidak terbatas pada bentuk uang tetapi juga bisa dalam bentuk barang atau produk
pertanian. Penguasaan atas tanah pertanian dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas. White dalam Chuzaimah, 2006 menjelaskan bahwa semakin luas
tanah yang dikuasai, pendapatan yang diterima dari usaha pada tanah dalam arti usahatani semakin tinggi, yang memungkinkan untuk diinvestasikan pada usaha
di luar usahatani.
Regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah akan sangat mempengaruhi
pelaksanaan usahatani. Soekartawi 1986 mengartikan regulasi sebagai kebijaksanaan pertanian yaitu perincian oleh pemerintah mengenai ketentuan dan
peraturan yang harus ditaati dalam penyelenggaraan pertanian. Soekartawi menambahkan bahwa tidak semua aspek lingkungan pertanian dapat diawasi oleh
pemerintah. Contoh berbagai kebijakan pertanian adalah kebijakan bagi hasil, hak atas tanah dan air, harga, pengaturan pasar, pengawasan terhadap hama dan
penyakit, ekspor, pemberian kredit dan tingkat bunga. Banyak aspek dalam kebijaksanaan nasional, seperti pembangunan jalan raya, pembiayaan pendidikan
dan penelitian mempunyai pengaruh nyata terhadap pertanian. Hubungan regulasi pemerintah dengan tenaga kerja yang akhirnya mempengaruhi pendapatan petani,
misalnya dengan adanya bantuan pemerintah kepada petani kecil berupa obat pemberantas hama maka akan meniadakan kesempatan kerja bagi petani yang
bendapatannya bersumber dari pekerjaan menyiang.
2.3. Analisis Pendapatan Usahatani