Hubungan antara Interaksi Sosial dengan Penyesuaian Diri Istri

bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki penyesuaian diri pada aspek kemampuan untuk mengadakan interaksi dalam kategori sangat tinggi, yaitu sebesar 81,8 atau 54 orang. Hasil penelitian menujukkan bahwa menantu perempuan mampu berinteraksi secara baik dengan mertuanya. Seperti pada umumnya penyesuaian diri yang baik dengan diiringi konsep diri dan pemikiran positif akan mendorong menantu perempuan dapat menerima kondisi lingkungan sekitarnya yang baru. Hal ini sejalan dengan karakteristik penyesuaian diri yang positif yang disampaikan oleh Hariyadi 2003: 146, yang meliputi kemampuan menerima dan memahami diri sebagaimana adanya, kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara obyektif, sesuai dengan perkembangan rasional dan perasaan, kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang asa pada dirinya dan kenyataan objektif di luar dirinya, memiliki perasaan aman yang memadai, memiliki rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran dan bersifat terbuka dan sanggup menerima umpan balik.

4.6.3 Hubungan antara Interaksi Sosial dengan Penyesuaian Diri Istri

terhadap Mertua pada Pasangan Muda Uji korelasi Spearman antara interaksi sosial dengan penyesuaian diri istri terhadap mertua pada pasangan muda diperoleh koefisien korelasi atau nilai r sebesar 0,265, probabilitas sebesar 0,032 dengan taraf kepercayaan 95 dimana p0,05. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan antara interaksi sosial dengan penyesuaian diri istri terhadap mertua pada pasangan muda sehingga hipotesis kerja yang dihasilkan diterima meskipun kecil yaitu hanya 0,265 saja. Nilai koefisien korelasi menunjukkan tanda positif, yang berarti bahwa terdapat hubungan yang searah. Kenaikan suatu variabel akan memungkinkan kenaikan pada suatu variabel yang lain, sedangkan penurunan suatu variabel akan memungkinkan penurunan variabel yang lain. Dengan kata lain semakin tinggi interaksi sosial istri maka akan semakin tinggi penyesuaian diri istri terhadap mertuanya dan sebaliknya semakin rendah interaksi sosial istri maka akan semakin rendah pula penyesuaian diri terhadap mertuanya. Calhoun dan Acocelia 1995: 14 mengungkapkan bahwa penyesuaian juga dapat didefinisikan sebagai interaksi yang kontinyu dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia sekitar. Maka penyesuaian diri istri terhadap mertua pada pasangan muda akan berjalan baik apabila istri dapat berinteraksi dengan baik pada mertua. Hubungan antara mertua dengan menantu perempuan istri telah diidentifikasikan sebagai hubungan yang banyak mengalami konflik dari pada sekian banyak hubungan dalam keluarga extended. Menantu dituntut untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan kehidupan mertua karena dianggap lebih berpengalaman atau lebih lama hidup berkeluarga. Hal ini diharapkan terjadi sebab yang muda lebih fleksibel dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan situasi-situasi baru dibandingkan dengan yang lebih tua. Seperti yang diungkapkan oleh Zanden 1994: 110 yaitu kehidupan sehari-hari kita terus-menerus saling terkait dengan orang lain, bekerja sama dengan mereka, menyesuaikan permintaan mereka, menyakiti atau menghindari mereka, merusak standar mereka dan bersaing dengan mereka. Oleh karena itu penyesuaian diri menantu perempuan istri terhadap mertua sangat diperlukan, sebab akan berdampak pada baik atau buruknya hubungan antara menantu perempuan istri dengan mertua. Hendrarno 2003: 11 mengemukakan bahwa penyesuaian diri adalah suatu upaya untuk memenuhi dorongan kebutuhan dengan mempertimbangkan daya atau tingkat kemampuannya sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam lingkungan hidupnya. Pandangan ini menunjukkan bahwa pada dasarnya proses penyesuaian diri merupakan interaksi keadaan diri dan lingkungan hidupnya. Adanya perbedaan antara menantu dan mertua, maka harus ada penyesuaian diri antara keduanya. Penyesuaian diri tidak berarti bahwa yang satu harus merubah dirinya untuk dicocokan terhadap yang lain: penyesuaian diri berarti, bahwa dengan adanya pengertian untuk perbedaan-perbedaan tersebut, dilakukan hal-hal yang dapat menambah kepuasan dalam hubungan mereka Munandar, 1985: 40. Bagi sebagian pasangan, permasalahan hubungan antara menantu dengan mertua seringkali menjadi pemicu timbulnya konflik antara suami dengan istri atau sebaliknya. Hal ini mengingat bahwa sebagai anggota dari suatu keluarga besar, maka menantu dan mertua pasti akan sering bertemu dan saling berinteraksi. Sebagaimana dijelaskan oleh Basri 2002: 3 bahwa pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antara manusia. Terkadang dalam menyikapi masalah menantu dengan mertua ada yang cuek, masa bodoh dan bersikap tidak peduli. Awalnya sikap-sikap tersebut mungkin bisa berhasil atau mungkin dianggap sebagai hal yang biasa, tetapi jika tidak segera disadari dan diambil tindakan nyata, maka cepat atau lambat permasalah ini tentu akan memiliki dampak yang tidak menyenangkan, baik bagi mertua dan menantu maupun bagi seluruh anggota keluarga besar. Agar penyesuaian diri istri menantu terhadap mertua berjalan dengan baik diharapkan istri mampu untuk berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya, sehingga dapat menjadi bagian dari lingkungan tersebut tanpa menimbulkan masalah pada dirinya. Dengan kata lain berhasil atau tidaknya istri menantu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya mertua sangat tergantung dari kemampuan interaksi sosialnya terhadap mertua dalam hal mengelola persaingan, kerjasama, pertentangan, persesuaian dan perpaduan.

4.7 Keterbatasan Penelitian