Persaingan dan Kolusi Dampak Konsentrasi Industri terhadap Kinerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Industri Broiler Indonesia

perhatian adalah bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebagai akibatnya, dengan harga yang tinggi mengakibatkan industri tersebut mendapatkan keuntungan diatas normal. Perbandingan antara penetapan harga dibawah pasar monopoli dengan pasar bersaing, dengan baik diterangkan oleh Nicholson 2000. Diasumsikan bahwa biaya rata-rata total AC adalah tetap untuk suatu periode tertentu. Gambar 12 menunjukkan bahwa pasar bersaing menentukan harga keseimbangan dengan menyamakan biaya rata-rata total dengan kurva permintaan D, perpotongan di titik E. Di sisi lain, monopoli menetapkan harga di titik B. Harga monopoli P lebih tinggi dibanding harga dari pasar bersaing P dan perbedaan ini sama dengan BA. Output dari monopolis adalah OQ, yang mana lebih rendah dari pasar bersaing OQ. Pengeluaran konsumen dan input produktif senilai AEQQ dialokasikan kedalam produksi barang lain. Surplus konsumen yang sama dengan PBAP ditransfer menjadi laba monopoli. Segitiga ABE merupakan welfare loss dari konsumen sehubungan dengan monopoli. Sumber : Nicholson, 2000 Gambar 12. Penetapan harga oleh perusahaan monopoli dan bersaing Perilaku perusahaan di dalam pasar dapat terlihat melalui sikap kooperatif dan non-kooperatif. Perusahaan yang bersikap non-kooperatif akan bertindak atas diri sendiri tanpa melakukan perjanjian secara eksplisit atau implisit terhadap perusahaan lain. Hal ini akan mengakibatkan timbulnya perang harga. Sedangkan perusahaan yang bersikap kooperatif lebih memilih untuk meminimalkan persaingan melalui perjanjian yang disepakati bersama atau lebih dikenal dengan istilah kolusi. Istilah ini menunjukkan suatu situasi dimana perusahaan atau lebih bekerja sama menentukan harga atau output, membagi pasar di antara mereka, atau membuat bisnis lain secara bersama-sama. Sesungguhnya oligopolis yang berkolusi dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan bersamanya dengan mempertimbangkan saling ketergantungan mereka, mereka akan menghasilkan output dan tingkat harga yang cenderung bersifat monopoli. Begitu juga dengan tingkat keuntungan yang dirasakan, juga mengarah kepada keuntungan monopoli. Meskipun banyak oligopolis yang gembira karena mendapatkan keuntungan yang besar, dalam kenyataannya akan menghadapi rintangan-rintangan yang menghalangi kolusi yang efektif. Adapun rintangan-rintangan yang terjadi antara lain: 1. Kolusi merupakan hal yang ilegal. 2. Kemungkinan terjadinya kecurangan di antara perusahaan-perusahaan yang melakukan kolusi. Di saat perusahaan menemukan peluang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, maka semakin tinggi hasrat mereka untuk melanggar perjanjian yang telah disepakati. Salah satu bentuk kecurangan yang sering terjadi adalah dengan memproduksi jumlah output di luar kuota yang terdapat dalam kesepakatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keuntungan yang lebih besar merupakan insentif utama bagi perusahaan yang berada dalam pasar oligopoli untuk melakukan kolusi dan menghindari persaingan. Mereka akan berkolusi jika mereka berada pada kondisi yang lebih baik dibandingkan jika mereka menentukan harga sendiri-sendiri. Terlebih lagi jika mereka menganggap bahwa ketergantungan mereka terhadap pesaing merupakan hambatan mereka untuk menentukan harga sendiri. Pada sisi lain, ada perusahaan yang menganggap faktor saling ketergantungan ini dapat dijadikan senjata untuk melakukan kompetisi dan membuat pesaingnya keluar dari pasar. Istilah kolusi menunjukkan suatu keadaan di mana dua atau lebih perusahaan bersama-sama menentukan harga atau output mereka atau membentuk suatu kesepakatan dalam melakukan tindak bisnis mereka yang pada akhirnya akan memunculkan kartel dalam perekonomian. Faktor-Faktor Terbentuknya Kolusi Selain ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar, faktor pemicu adanya kolusi adalah: 1. Konsentrasi dan jumlah perusahaan. Semakin tinggi tingkat konsentrasi, semakin tinggi kekuatan pasar yang dimiliki suatu perusahaan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolusi di antara mereka. Semakin sedikit pemimpin perusahaan maka akan semakin kuat kendali yang dapat dilakukan terhadap strategi yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang melakukan kesekapatan tersebut. Oleh karena itu, kolusi akan lebih stabil dan akhirnya akan menuju ke monopoli 2. Persaingan non-harga. Persaingan non-harga merupakan substitusi dari persaingan harga yang dapat digunakan untuk merebut pangsa pasar pesaing. Namun butuh biaya yang tidak sedikit untuk melakukannya, sehingga jika dilakukan dengan kolusi dan kerjasama akan lebih baik 3. Lamanya pengalaman Long industry experience,. Industri-industri yang sudah berada lama dalam pasar pada umunya sudah saling mengenal karakteristik masing-masing dan mengalami situasi secara bersama-sama. Oleh karena itu menjadi lebih mudah dan memungkinkan bagi mereka untuk melakukan kolusi. Terdapat perkembangan yang pesat pada model yang dirancang untuk memperkirakan tingkat perilaku non-kompetitif dalam suatu industri tertentu. Appelbaum 1972 dalam Cornejo dan Spielman 2002, memberikan model ekonometrik awal yang mampu menguji dan memberi parameter tingkat kekuatan monopoli dalam industri tunggal. Model oligopoli berasumsi bahwa perilaku perusahaan yang saling bergantung dalam industri tertentu, dan memberikan perkiraan perilaku price-taking dan variasi dugaan dalam pilihan produksi perusahaan. Dalam pendekatan variasi dugaan, perusahaan yang diduga secara simultan dan independen memilih tingkat output mereka diberi keyakinan mereka tentang reaksi saingan mereka, untuk pilihan output mereka. Perkiraan variasi dugaan, dinyatakan sebagai elastisitas variasi dugaan perusahaan dikalikan dengan pangsa pasarmarket share, menentukan tingkat perubahan output industri berdasarkan perubahan dalam tingkat output perusahaan. Bentuk-Bentuk Kolusi Berdasarkan sistematika struktur pasar, kartel masuk dalam struktur pasar oligopoli yang kolusif Koutsoyiannis, 1979. Kartel merupakan persetujuan penggabungan usaha secara terbuka dan formal. Persoalan yang diangkat dari kartel ini adalah bagaimana perusahaan-perusahaan yang bergabung itu bersama- sama menentukan tingkat harga yang berlaku dan jumlah produksi yang akan dihasilkan untuk mencapai laba maksimum. Terdapat dua wujud kerjasama, yaitu penentuan tingkat harga dan pembagian pangsa pasar. Sehingga, terdapat dua kemungkinan yang dapat ditempuh, pertama adalah membiarkan tiap perusahaan berproduksi sesuai kemampuan dan menjualnya ke pasar pada tingkat harga yang telah disepakati bersama. Kedua, menentukan kuota masing-masing perusahaan dalam bentuk jumlah output atau dapat pula dalam bentuk pembatasan daerah penjualan. Terjadinya kartel pada industri perunggasan di satu sisi menyebabkan pertumbuhan yang cepat pada semua subsistem agribisnis termasuk subsistem budidaya, namun terbatas pada anggota kartel, dan di sisi yang lain telah menyebabkan banyak pengusaha dan peternak rakyat yang tidak tergabung dalam kartel mengalami kerugian dan gulung tikar. Kartel adalah bentuk konsentrasi usaha yang berdasarkan atas perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya dengan maksud akan mempengaruhi harga dengan mengatur produksi atau pemasaran suatu barang dan jasa. Dengan sifatnya seperti itu di Indonesia, berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 kartel termasuk ke dalam monopoli dan dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Kerjasama Tersembunyi Kerjasama tersembunyi Tacit Collusion merupakan persetujuan penetapan harga yang dilakukan secara diam-diam. Dalam Tacit Collusion terdapat kesepakatan antara perusahaan untuk melakukan kolusi. Namun dalam bentuk yang tidak tampak atau tidak berkolusi langsung atau tidak menandatangani persetujuan. Contohnya adalah adanya price leadership dimana ada satu leading firm yang merupakan price leader. Melalui media massa membuat pengumuman atau artikel yang mengindikasikan bahwa perlu diadakan kenaikan harga sehingga pelaku usaha lain tahu kalau mereka harus meningkatkan harga. Tindakan pemimpin harga ini dikatakan sebagai price signaling yang biasa diikuti oleh pemain follower untuk menghindari terjadinya perang harga yang dapat merugikan mereka. Syarat stabilnya price leadership di dalam pasar adalah: 1. Tingkat konsentrasi yang tinggi dan tingkat pangsa pasar yang hampir sama 2. Hambatan masuk yang tinggi sehingga kemampuan perusahaan-perusahaan pemimpin dalam menentukan harga 3. Jenis barang tidak harus homogen, namun terdiferensiasi dengan subsitusi yang dekat. Hal ini untuk menjamin bahwa di antara mereka harus terjadi interdependence yang kuat. 4. Kurva permintaan harus inelastis. Hal ini untuk menjamin bahwa restriksi jumlah output yang dilakukan mendatangkan keuntungan 5. Kondisi biaya masing-masing perusahaan setidaknya harus sama sehingga ketika terjadi penetapan harga, keuntungan yang diperoleh perusahaan- perusahaan tersebut akan sama pula. Asosiasi Perdagangan Asosiasi perdagangan dikategorikan sebagai bentuk kolusi karena dalam asosiasi perdagangan biasanya perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam asosiasi tersebut bersama-sama menentukan jumlah produksi dan distribusi yang dapat memaksimalkan keuntungan mereka, baik secara individu maupun kelompok.

b. Integrasi Vertikal sebagai Metode Koordinasi

Salah satu strategi yang sekarang banyak digunakan perusahaan-perusahaan besar di industri adalah integrasi vertikal. Integrasi vertikal dapat menimbulkan ekonomisasi dan berdampak anti persaingan. Perusahaan-perusahaan besar yang melakukan integrasi vertikal akan semakin memperbesar pangsa pasarnya sehingga efisiensi atau penghematan akan mudah diperoleh. Terciptanya suatu hambatan masuk bagi perusahaan-perusahaan baru menyebabkan kondisi pasar semakin mendekati monopoli. Dalam sistem pasar, integrasi vertikal akan berlangsung dengan baik apabila dapat menyebabkan penghematan teknis Jaya, 2004. Menurut Mulyaningsih dan Karseno 2002, integrasi vertikal memiliki tiga pola yaitu pertama, perusahaan di hilir yang bersifat monopoli melakukan integrasi vertikal dengan perusahan di hulu yang kompetitif. Pola tersebut akan mendorong perluasan penggunaan input oleh perusahaan monopoli sehingga akan menghasilkan output dalam jumlah yang lebih banyak dengan harga yang lebih rendah. Kedua, perusahaan di hilir yang kompetitif melakukan integrasi vertikal dengan perusahaan di hulu yang bersifat monopoli. Bentuk integrasi seperti ini juga akan menurunkan harga output akhir karena perusahaan monopoli akan menetapkan biaya marjinal dan harga produknya sehingga akan menurunkan margin antara harga monopoli dengan biaya marginalnya. Ketiga, bentuk integrasi vertikal yang terakhir adalah perusahaan di hulu yang bersifat monopoli melakukan integrasi vertikal dengan perusahaan di hilir yang juga monopoli yang menjadi pembeli inputnya. Bentuk integrasi vertikal seperti ini akan meningkatkan harga produk akhir. Hal ini dikarenakan monopolisasi pasar oleh perusahaan di hilir karena dapat memperoleh input melalui perusahaan di hulu yang juga bersifat monopoli dan terintegrasi secara vertikal dengannya. Suatu perusahaan akan melakukan integrasi vertikal apabila manfaat yang diperolehnya jauh lebih besar daripada biaya-biaya yang mungkin akan dihadapinya Bhuyan, 2005. Terdapat enam manfaat dari integrasi vertikal, antara lain: 1. Integrasi untuk Mengurangi Biaya Transaksi. Biaya transaksi merupakan sejumlah biaya yang timbul akibat semakin kompleksnya proses produksi yang dialami oleh suatu perusahaan. 2. Integrasi untuk Menjaga Keterjaminan Pasokan. Integrasi vertikal dapat mereduksi permasalahan yang terkait dengan keberadaan pasokan bahan baku sehingga menjadi lebih mudah bertukar informasi di dalam perusahaan daripada antar perusahaan. 3. Integrasi untuk Menghindari Eksternalitas. Dengan melakukan integrasi vertikal, perusahaan dapat melakukan koreksi terhadap hal-hal yang menyebabkan kegagalan strategi melalui internalisasi eksternalitas. 4. Integrasi untuk Menghindari Intervensi Pemerintah. Perusahaan melakukan integrasi vertikal untuk menghindari kontrol harga yang dilakukan pemerintah dengan menjual produknya kepada perusahaan yang terintegrasi dengannya dengan harga yang lebih tinggi daripada harga yang ditetapkan pemerintah. Hal yang sama juga dilakukan perusahaan untuk menghindari pajak. 5. Integrasi untuk Meningkatkan Keuntungan Monopoli. Strategi integrasi vertikal pada jangka panjang akan mengarah pada perubahan struktur pasar menjadi monopoli atau struktur pasar persaingan tidak sempurna lainnya. 6. Integrasi untuk Mengeliminasi Kekuatan Pasar. Jika integrasi vertikal dilakukan untuk meningkatkan keuntungan monopoli, maka di lain pihak integrasi vertikal juga dapat mereduksi atau mengeliminasi kekuatan monopoli tersebut. Ada beberapa metode pengukuran integrasi vertikal, diantaranya menurut Jaya 2004: a. Rasio Nilai Tambah Terhadap Penjualan Secara sederhana, tingkat integrasi vertikal dapat dihitung dengan menggunakan rasio antara nilai tambah terhadap jumlah output atau penjualan. Nilai tambah didefinisikan sebagai pendapatan penjualan dikurangi pengeluaran untuk bahan bakar, bahan baku dan listrik. Secara rasional, pengukuran tersebut menjelaskan bahwa setiap perusahaan akan berusaha meningkatkan partisipasinya dalam berbagai tingkatan proses produksi, transaksi dalam suatu perusahaan akan berpindah ke perusahaan lain dan nilai tambah dari output atau penjualan akan meningkat. Ketika membandingkan derajat integrasi vertikal dari beberapa perusahaan, rasio integrasi dapat berbeda walaupun jumlah integrasi fisik yang dihitung sama. Perbedaan ini disebabkan oleh satu perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan lain, di mana keuntungan merupakan bagian dari nilai tambah. b. Rasio Inventory Terhadap Penjualan Semakin besar jumlah tahapan proses produksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan maka akan semakin besar pula tingkat penyimpanan inventory. Apabila perusahaan berusaha mendapatkan manfaat dari integrasi vertikal dengan cara berhemat pada tingkat penyimpanannya maka indeks ini tidak dapat digunakan. c. Pengukuran Backward Integration: Pembelian Antar Perusahaan Untuk mengukur tingkat integrasi vertikal ke hulu Backward Vertical Integration dapat digunakan rasio pembelian input antar perusahaan pada tahap ini dengan total nilai input yang digunakan. Indeks ini menunjukkan bahwa