Skala Ekonomi Dampak Konsentrasi Industri terhadap Kinerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Industri Broiler Indonesia

tidak begitu besar. Namun, jika C besar, AC akan menurun lebih cepat seiring peningkatan output. Oleh karena itu, skala ekonomis akan lebih berperan jika biaya tetap yang besar. Dalam teori ekonomi mikro, skala ekonomis bila dilihat dengan FC Functional Coefficient, yaitu : FC = AC = 1 + C MC q Jika FC lebih besar dari satu, maka AC akan lebih besar daripada MC, dan ini dikatakan sebagai skala ekonomis. Sebaliknya, jika FC lebih kecil dari satu, mengakibatkan AC naik seiring peningkatan output, maka dapat disebut sebagai skala non-ekonomis. Sedangkan, jika FC sama dengan satu, menandakan bahwa AC sama dengan MC, dan ini dikatakan sebagai skala konstan, di mana AC berada di titik terendah. Para ekonom sering menyebutkan kondisi tersebut sebagai MES Minimum Efficiency of Scale Carlton dan Perloff, 2000. Economies of Scale dapat juga ditunjukkan melalui kurva biaya AC dalam jangka panjang seperti Gambar 11. Kurva ini dapat memberikan penjelasan adanya hambatan masuk dalam pasar. Bandingkan antara pendatang baru Entrance dengan pemain lama Incumbant. Pemain lama lebih memiliki keuntungan dibandingkan dengan pemain baru. Hal tersebut terjadi karena pemain lama sudah terlebih dahulu berada di pasar. Ini menandakan mereka lebih memiliki banyak pengalaman dalam melakukan produksi. Sumber : Carlton dan Perloff, 2000 Gambar 11. Kurva skala ekonomi Pada gambar di atas, Incumbant dapat diilustrasikan dengan AC 2 . Dengan mengasumsikan bahwa AC berhubungan dengan harga, maka perubahan AC tercermin pada perubahan harga. Jika AC menurun, maka harga juga akan turun. Bagi pemain baru, mereka akan berfikir untuk memasuki pasar ini. Jika mereka ingin bersaing dengan pemain lama, maka pemain baru harus berusaha untuk memproduksi barangnya pada level Q 2 . Sedangkan, pemain lama untuk memasuki level produksi ini butuh melewati suatu proses pembelajaran, seperti melewati Q 1 terlebih dahulu. Untuk pemain baru, mereka baru dapat memproduksi pada level AC 1 , sehingga harga yang ditawarkan mereka akhirnya menjadi mahal dengan tingkat produksi yang lebih sedikit. Hal ini dapat mendatangkan kerugian bagi pemain baru. Akhirnya, pemain baru akan cenderung tidak memasuki pasar. Hal inilah yang dinamakan hambatan masuk. Deskriptif Perilaku Pasar C onduct Paradigma SCP tradisional menyatakan bahwa struktur pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam membuat keputusan untuk berkompetisi atau berkolusi. Pandangan ini meyakini bahwa tingkat konsentrasi yang tinggi akan mendorong perusahaan melakukan kolusi yang pada gilirannya akan menunjukkan kinerja yang dicapai. Menurut paradigma ini, perusahaan- perusahaan yang melakukan kartel akan menjadikan perusahaan-perusahaan dalam industri tersebut memiliki keuntungan yang di atas normal. Dengan kata lain, paradigma ini meyakini bahwa pasar akan berfungsi dengan baik jika terjadi persaingan didalamnya. Sebaliknya, kinerja akan menjadi buruk jika dalam pasar perusahaan-perusahaan melakukan kolusi. Sementara perilaku pasar mencerminkan perilaku dari penjual dan pembeli di pasar, dengan bersaing atau kolusi, yang mencakup kebijakan penetapan harga dan prakteknya, strategi periklanan, pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, investasi dan taktik legal Scherer dan Ross, 1990. Format lain dari conduct meliputi kolusi dengan pesaing dan strategi melawan pesaing, sebagai contoh adanya koordinasi dan penyesuaian harga dari perusahaan yang bersaing dan taktik saling menghancurkan Sheperd, 1997. Perilaku ini mempengaruhi kinerja perusahaan dalam industri tersebut yang tercermin dalam harga produk, efisiensi produktif dan alokatifnya, pemerataan equity, kemajuan teknis, laba dan pertumbuhannya Carlton and Perloff, 2000. Perubahan kinerja tersebut tentu logisnya dalam kerangka pikir struktur-perilaku- kinerja harus bermula dari perilaku yang juga logisnya harus didahului perubahan struktur. Perubahan itu bisa berasal dari luar sebagai external forces atau exogenous variable dan dari dalam sebagai audit internal endogenous variable. Menurut Hasibuan 1993, perilaku didefinisikan sebagai pola tanggapan dan penyesuaian suatu industri di dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Industri yang satu dengan industri yang lain memiliki perbedaan perilaku, salah satu penyebabnya adalah struktur yang dimiliki oleh industri tersebut. Perilaku terlihat menarik untuk dibahas jika suatu perusahaan berada pada suatu industri yang terdapat dalam struktur pasar yang tidak sempurna. Struktur pasar yang sempurna menyebabkan perusahaan tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga pasar.

a. Persaingan dan Kolusi

Menurut pandangan strukturalis, struktur pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam membuat keputusan untuk berkompetisi atau berkolusi. Pandangan ini juga meyakini bahwa tingkat konsentrasi yang tinggi memungkinkan adanya praktek kolusi yang pada akhirnya akan menunjukkan kinerja yang dihasilkan akibat perilaku ini. Menurut paradigma ini, pasar akan berfungsi dengan baik, jika didalamnya terdapat persaingan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kolusi dapat membuat kinerja suatu perusahaan menjadi buruk. Terkadang, tanpa dorongan untuk bersaing, membuat kualitas pelayanan menjadi buruk. Harga dan tingkat kualitas tidak terlalu diperhatikan, yang menjadi perhatian adalah bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebagai akibatnya, dengan harga yang tinggi mengakibatkan industri tersebut mendapatkan keuntungan diatas normal. Perbandingan antara penetapan harga dibawah pasar monopoli dengan pasar bersaing, dengan baik diterangkan oleh Nicholson 2000. Diasumsikan bahwa biaya rata-rata total AC adalah tetap untuk suatu periode tertentu. Gambar 12 menunjukkan bahwa pasar bersaing menentukan harga keseimbangan dengan menyamakan biaya rata-rata total dengan kurva permintaan D, perpotongan di titik E. Di sisi lain, monopoli menetapkan harga di titik B. Harga monopoli P lebih tinggi dibanding harga dari pasar bersaing P dan perbedaan ini sama dengan BA. Output dari monopolis adalah OQ, yang mana lebih rendah dari pasar bersaing OQ. Pengeluaran konsumen dan input produktif senilai AEQQ dialokasikan kedalam produksi barang lain. Surplus konsumen yang sama dengan PBAP ditransfer menjadi laba monopoli. Segitiga ABE merupakan welfare loss dari konsumen sehubungan dengan monopoli. Sumber : Nicholson, 2000 Gambar 12. Penetapan harga oleh perusahaan monopoli dan bersaing Perilaku perusahaan di dalam pasar dapat terlihat melalui sikap kooperatif dan non-kooperatif. Perusahaan yang bersikap non-kooperatif akan bertindak atas diri sendiri tanpa melakukan perjanjian secara eksplisit atau implisit terhadap perusahaan lain. Hal ini akan mengakibatkan timbulnya perang harga. Sedangkan perusahaan yang bersikap kooperatif lebih memilih untuk meminimalkan persaingan melalui perjanjian yang disepakati bersama atau lebih dikenal dengan istilah kolusi. Istilah ini menunjukkan suatu situasi dimana perusahaan atau lebih bekerja sama menentukan harga atau output, membagi pasar di antara mereka, atau membuat bisnis lain secara bersama-sama. Sesungguhnya oligopolis yang berkolusi dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan bersamanya dengan mempertimbangkan saling ketergantungan mereka, mereka akan menghasilkan output dan tingkat harga yang cenderung bersifat monopoli. Begitu juga dengan