sehingga dapat diinjeksikan ke dalam sistem kromatografi gas, demikian juga sampel gas dapat langsung diambil dengan syringe yang kedap terhadap gas
Gandjar dan Rohman, 2007. 2.
Prinsip Gas kromatografi
Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang mana solut-solut yang mudah menguap dan stabil terhadap panas bermigrasi melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik
didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa
dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu
menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat biasanya pada kisaran 50
– 350 ºC bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi Gandjar dan Rohman, 2007.
Terdapat 2 jenis kromatografi gas: a.
Kromatografi gas-cair KGC. Pada KGC, fase diam yang digunakan adalah
cairan yang dilarutkan pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut
dalam fase diam. Mekanisme sorpsi nya adalah partisi.
b.
Kromatografi gas-padat KGP. Pada KGP, digunakan fase diam padatan. Mekanisme sorpsi nya adalah adsorpsi Gandjar dan Rohman, 2007.
3. Skema alat
Diagram skematik peralatan kromatografi gas ditunjukkan oleh Gambar 5. dengan komponen adalah kontrol dan penyedia gas pembawa, ruang suntik sampel,
kolom yang diletakkan di dalam oven yang dikontrol secara termostatik, sistem deteksi dan pencatat, serta komputer yang dilengkapi dengan perangkat pengolah
data Dean, 2003.
Gambar 5. Diagram skematik kromatografi gas Dean, 2003
a. Gas pembawa. Fase gerak dalam kromatografi gas disebut gas
pembawa dan harus murni dan inert secara kimia. Gas pembawa yang umumnya digunakan adalah helium, nitrogen, argon, dan hidrogen Skoog, West, Holler,
and Crouch, 2004. Pemilihan gas pembawa tergantung pada penggunaan spesifik dan jenis
detektor yang digunakan. Untuk setiap pemisahan dengan kromatografi gas terdapat kecepatan optimum gas pembawa yang tergantung pada diameter kolom.
Kolom kapiler menggunakan kecepatan alir gas yang rendah, yakni antara 0,2 – 2
mLmenit. Karena kecepatan alir gas pembawa pada kolom kapiler sangat rendah,
maka pada kebanyakan detektor ditambah gas tambahan yang ditambahkan ke dalam efluen setelah keluar dari kolom tetapi belum mencapai detektor. Gas
tambahan umumnya sama dengan gas pembawa, meskipun kadangkala digunakan helium. Gas pembawa bekerja paling efisien pada kecepatan alir tertentu. Gas
nitrogen akan efisien jika digunakan dengan kecepatan alir ± 10 mLmenit, sementara helium akan efisien pada kecepatan alir 40 mLmenit Gandjar dan
Rohman, 2007.
Gambar 6. Gas yang digunakan dalam kromatografi gas Grob, 2004
b. Ruang suntik sampel. Ruang suntik atau inlet berfungsi untuk
menghantarkan sampel ke dalam aliran gas pembawa. Sampel yang akan dikromatografi dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik yang
biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri terpisah dari kolom dan umumnya 10
– 15 ºC lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi seluruh sampel akan menguap
segera setelah sampel disuntikkan Gandjar dan Rohman, 2007.
Pada kolom kapiler, sampel yang diperlukan sangat sedikit bahkan sampai 0,01 µL, karenanya berbeda dengan kolom kemas yang memerlukan 1
– 100 µL sampel. Karena pengukuran secara akurat sulit dilakukan jika sampel yang
disuntikkan terlalu kecil pada kolom kapiler, maka ditempuh suatu cara untuk mengecilkan ukuran sampel setelah penyuntikan. Salah satu cara yang dilakukan
adalah dengan menggunakan teknik pemecah suntikan split injection. Dengan menggunakan pemecah suntikan ini, sampel yang banyaknya diketahui,
disuntikkan ke dalam aliran gas pembawa dan sebelum masuk ke kolom, gas pembawa ini dibagi menjadi 2 aliran. Satu aliran masuk ke dalam kolom dan
satunya lagi akan dibuang. Aliran relatif dalam kedua aliran ini dikendalikan dengan sejenis penghambat seperti katup jarum pada aliran yang dibuang. Laju alir
di dalam kedua aliran diukur dan ditentukan nisbah rasio pemecahannya. Jika 1 µL sampel dimasukkan ke dalam pemecah aliran yang mempunyai nisbah
pemecahan 1:100, maka sebanyak 0,01 µL sampel masuk ke dalam kolom dan sisanya akan dibuang Gandjar dan Rohman, 2007.
Gambar 7. Diagram Split Injection Harris, 2010
c. Kolom. Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan
karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas. Terdapat 2 jenis tipe kolom yang
digunakan dalam gas kromatografi, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler atau sering disebut open tubular columns. Pada masa lalu, lebih banyak digunakan
kolom kemas untuk melakukan analisis menggunakan gas kromatografi. Untuk aplikasi masa kini, kolom kemas digantikan dengan kolom kapiler karena lebih
efisien dan lebih cepat Skoog, West, Holler, and Crouch, 2004.
Semakin sempit diameter kolom, maka efisiensi pemisahan kolom semakin besar atau puncak kromatogram yang dihasilkan semakin tajam. Pada
umumnya, seorang analis akan memilih kolom dengan diameter 0,2 mm atau yang lebih kecil ketika menganalisis sampel dengan konsentrasi sekelumit atau ketika
seorang analis akan memisahkan komponen yang sangat kompleks Gandjar dan
Rohman, 2007.
Kolom kapiler terbuat dari silica SiO
2
dan dilapisi dengan polymide plastik yang mampu menahan suhu 350 ºC. Pada bagian dalam terdapat rongga
yang menyerupai pipa, oleh karena itu kolom kapiler juga disebut Open Tubular Columns.
Fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom. Terdapat 4 macam jenis lapisan pada kolom kapiler ini, yaitu: WCOT Wall Coated Open Tubular
Column , SCOT Support Coated Open Tubular Column, PLOT Porous Layer
Open Tubular Column , dan FSOT Fused Silica Open Tubular Column. WCOT
Wall Coated Open Tubular Column memiliki 0,1 – 5 µm lapisan tipis fase diam
cair yang terdapat pada dinding bagian dalam kolom. SCOT Support Coated Open
Tubular Column memiliki partikel solid yang dilapisi dengan fase diam cair yang
terdapat pada bagian dalam dinding. Pada PLOT Porous Layer Open Tubular Column
partikel padat sebagai fase diam aktif. Dengan besarnya luas area yang dimiliki, SCOT dapat menampung sampel lebih besar daripada WCOT. Performa
SCOT berada diantara WCOT dan kolom kemas. Diameter dalam kolom kapiler memiliki ukuran 0,10
– 0,53 mm dengan panjang 15 sampai 100 m, umumnya adalah 30 m Harris, 2010.
Menurut Moffat, Osselton, and Widdop 2011 kolom kapiler menghasilkan resolusi, sensitivitas, daya tahan yang lebih baik daripada kolom
kemas.
Gambar 8. Tipe kolom kapiler kromatografi gas Harris, 2010
Kolom kapiler sangat banyak dipakai atau lebih disukai oleh para ilmuwan. Salah satu penyebabnya adalah kemampuan kolom kapiler memberikan
harga jumlah plat teori yang sangat besar 300.000 pelat. Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi polar. Fase diam non
polar yang paling banyak digunakan adalah metil polisiloksan HP-1; DB-1; SE- 30; CPSIL-5 dan fenil 5 - metilpolisiloksan 95 HP-5; DB-5; SE-52; CPSIL-
8. Fase diam semi polar adalah seperti fenil 50 - metilpolisiloksan 50 HP-17; DB-17; CPSIL-19, sementara itu fase diam yang polar adalah seperti polietilen
glikol HP-20M; DB-WAX; CP-WAX; Carbowax-20M. Jenis fase diam akan menentukan urutan elusi komponen-komponen dalam campuran. Seorang analis
harus memilih fase diam yang mampu memisahkan komponen-komponen dalam
sampel Gandjar dan Rohman, 2007.
Kolom kemas mengandung partikel padat berukuran halus yang dilapisi dengan fase diam cair yang dapat menguap. Dibandingkan dengan kolom kapiler,
kolom kemas memiliki kapasistas sampel yang lebih besar tetapi menghasilkan puncak lebih lebar, waktu retensi lebih lama, dan resolusi yang lebih buruk. Kolom
kemas umumya dibuat dari logam tahan karat atau gelas dengan diameter dalam 3 – 6 mm dan panjang 1 – 5 m Harris, 2010. Efisiensi kolom akan meningkat dengan
semakin bertambah halusnya partikel fase diam ini. Semakin kecil diameter partikel fase diam, maka efisiensinya akan meningkat. Ukuran partikel fase diam biasanya
berkisar antara 60
– 80 mesh 250 – 170 µm Gandjar dan Rohman, 2007.
d. Pemilihan temperatur kolom. Pemilihan temperatur pada
kromatografi gas tergantung pada beberapa faktor. Temperatur injeksi harus relatif tinggi yang memberikan kecepetan penguapan yang paling tinggi sehingga
memberikan resolusi yang baik. Temperatur injeksi terlalu tinggi dapat menyebabkan karet septum menjadi rusak dan menyebabkan tempat injeksi
menjadi kotor. Temperatur kolom berhubungan dengan kecepatan, sensitivitas, dan
resolusi. Pada temperatur kolom yang tinggi, komponen sampel lebih banyak berada pada fase gas sehingga akan cepat terleusi tetapi resolusi nya menjadi buruk.
Pada temperatur rendah, komponen sampel akan memiliki lebih banyak waktu untuk berada pada fase diam dan terelusi secara perlahan, resolusi menjadi
meningkat tetapi sensitivitas menurun karena puncak yang dihasilkan akan melebar. Temperatur detektor harus cukup tinggi untuk mencegah kondensasi
sampel Christian, 2004.
Kromatografi gas didasarkan pada 2 sifat senyawa yang dipisahkan yakni kelarutan senyawa dalam cairan tertentu dan tekanan uapnya. Karena tekanan uap
berbanding langsung dengan suhu, maka temperatur merupakan faktor yang utama pada kromatografi gas Gandjar dan Rohman, 2007.
Pemisahan pada kromatografi gas dapat dilakukan pada suhu tetap yang biasanya disebut dengan pemisahan isotermal dan dapat dilakukan dengan
menggunakan suhu yang berubah secara terkendali yang disebut dengan suhu terprogram. Pemisahan isotermal paling baik digunakan pada analisis rutin atau jika
kita mengetahui sifat sampel yang akan dipisahkan dengan baik. Pemisahan dengan temperatur terprogram mempunyai keuntungan yakni mampu meningkatkan
resolusi komponen-komponen dalam suatu campuran yang mempunyai titik didih pada kisaran yang luas. Selain itu, juga mampu mempercepat waktu analisis karena
senyawa-senyawa dengan titik didih tinggi akan terelusi dengan cepat. Pemrograman suhu dilakukan dengan menaikkan suhu dari suhu tertentu ke suhu
tertentu yang lain dengan laju yang diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu Gandjar dan Rohman, 2007.
Gambar 9. Jenis pemrograman suhu Grob, 2004
e. Detektor penangkap electron Electron capture detectorECD.
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak gas pembawa yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor
pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa gan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik
Gandjar dan Rohman, 2007. Jenis detektor
Jenis sampel Batas deteksi
Hantar panas Senyawa umum
5 - 100 ng, 10 ppm - 100
Ionisasi nyala Semua senyawa organik, baik
untuk hidrokarbon 10 - 100 pg, 100 ppb
- 99 Fotometrin
nyala Senyawa sulfur 393 nm, senyawa
fosfor 526 nm 10 pg sulfur, 1 pg
fosfor Nitrogen -
fosfor Senyawa nitrogen organik dan
fosfat organik 0,1 - 10 pg, 100 ppt -
0,1 Ionisasi argon
sinar β
Semua senyawa organik, dengan gas pembawa He ultrapure, juga
untuk anorganik dan gas permanen 0,1 - 100 ng, 0,1 -
100 ppm Penangkap
elektron Semua senyawa yang mempunyai
kemampuan menangkap elektron, halogen organik, pestisida
0,05 - 1 pg, 50 ppt - 1 ppm
Spektroskopi masa
semua senyawa. Tergantung pada metode ionisasi
Baik
Gambar 10. Perbandingan detektor pada gas kromatografi Christian, 2004
Detektor penangkap elektron Electron Capture DetectorECD menggunakan sumber radioaktif yaitu tritium
3
H atau nikel
63
Ni yang ditempatkan diantara dua elektroda. Tegangan listrik yang dipasang antara katoda
dan anoda tidak terlalu tinggi, antara 2-100 volt. Dasar kerja detektor ini adalah: penangkapan elektron oleh senyawa yang memiliki afinitas terhadap elektron
bebas, yaitu senyawa yang mempunyai unsur-unsur elektronegatif Gandjar dan Rohman, 2007.
Bila fase gerak gas pembawa N
2
masuk ke dalam detektor maka sinar β akan mengionisasi molekul N
2
menjadi ion dan menghasilkan elektron bebas yang akan bergerak ke anoda dengan lambat. Dengan demikian, di dalam ruangan
detektor terdapat semacam awan elektron bebas yang dengan lambat menuju anoda. Elektron-elektron yang terkumpul pada anoda akan menghasilkan arus garis dasar
baseline current yang steady dan memberikan garis dasar pada kromatogram. Bila komponen sampel senyawa dengan unsur elektronegatif dibawa fase gerak masuk
ke dalam ruang detektor yang dipenuhi awan elektron, maka senyawa ini akan menangkap elektron sehingga membentuk ion molekul negatif. Ion molekul ini
akan dibawa oleh fase gerak carrier gas. Akibatnya setiap partikel negatif dibawa keluar detektor, berarti menyingkirkan satu elektron dari sistem sehingga arus
listrik yang steady akan berkurang. Pengurangan arus ini akan dicatat oleh rekorder sebagai puncak pada kromatogram Gandjar dan Rohman, 2007.
Gambar 11. Diagram skematik detektor penangkap elekron Harvey, 2000
4. Analisis kualitatif dan kuantitatif