27
pertamanya dengan lelaki tersebut, B menceritakan permasalahan yang terjadi pada dirinya dan menemukan kecocokan dengan lelaki tersebut.
B merasa cocok dengan lelaki tersebut karena mereka memiliki jalan pikiran yang sama, khususnya dalam hal pengambilan keputusan untuk
tidak memiliki anak. Karena kecocokan tersebutlah, B menikah dengan lelaki itu.
2. Analisis Deskriptif
a. Awal
Dalam wawancara, B menceritakan bahwa ketika B masih kecil, B tidak mendapatkan haknya sebagai seorang anak untuk
diasuh oleh kedua orang tuanya. B menganggap pengalaman masa kecilnya merupakan pengalaman yang menyakitkan. Pengalaman
tersebut berpengaruh besar pada pengambilan keputusan B untuk tidak memiliki anak. B merupakan individu yang senang memiliki
banyak kegiatan dan masih ingin meniti karirnya. Saat itu B memiliki pekerjaan yang menuntutnya untuk selalu berpergian. B
menyadari bahwa memiliki anak merupakan tanggung jawab yang besar sehingga apabila B memiliki anak, B akan terpaksa diam
dirumah dan harus berhati-hati dalam memilih kegiatan. Oleh sebab itu, B mengambil keputusan untuk tidak memiliki anak
karena B menyadari bahwa pekerjaan yang ia pilih tidak sejalan dengan kehidupan seorang ibu yang memiliki anak. B tidak ingin
28
mengulangi kesalahan yang sama, yaitu berlaku tidak adil kepada anaknya apabila B memiliki anak.
b. Tengah
Selama menjalankan pilihannya untuk tidak memiliki anak, B sering mendapatkan pertanyaan-pertanyaan seputar anak
dari lingkungan sekitar. Pada awalnya, B masih sangat bersemangat untuk menjelaskan kepada mereka mengenai
alasannya memilih tidak memiliki anak. Namun, saat ini B tidak begitu bersemangat lagi dan lebih memilih untuk memberikan
jawaban yang diharapkan oleh lingkungan. “Harus belajar ngeles, sama orang harus dapetin jawaban yang mereka mau
”. Ibu B sempat tidak menyetujui keputusan B tersebut.
namun, perlahan-lahan ibu B mulai menyadari bahwa B tidak ingin menyusahkan ibunya sehingga ibu B mendukung keputusan
B. Ketidakpedulian B pada komentar lingkungan sekitar serta Adanya dukungan dan upaya dari sang ibu agar B terhindar dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh keluarga besar, membuat B semakin berpegang teguh pada pilihannya. “Mau
ngomong apa juga bodo. Hahaha. Hidupku. Hahaha. Yang penting kan keluarga
”. Tak hanya bergantung pada usaha sang ibu, B juga
melakukan usaha untuk membuktikan pada keluarga bahwa
29
pilihan hidupnya merupakan pilihan yang benar. “Dan memang saudara-saudara ngeliat aku juga makin maju aja, jadi ya
„ah.. mungkin itu memang pilihan yang benar
‟. Gitu aja sih. Itu pembuktian juga
”.
c. Akhir