Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Generativitas merupakan salah satu tahap dalam tahapan perkembangan psikologis menurut Erikson. Pada tahap ini, seorang individu memiliki hasrat untuk membantu generasi selanjutnya. Erikson menyatakan bahwa generativitas merupakan tanda kematangan dan kesehatan psikologis. Orang dewasa membutuhkan agar dibutuhkan, dan kematangan memerlukan bimbingan dan dorongan dari anak-anak yang dilahirkan dan harus diasuh Erikson dalam Bunga Rampai I, 1989. Dengan kata lain, orang dewasa memiliki keprihatinan dalam membentuk serta membimbing generasi selanjutnya. Apabila seorang individu tidak dapat mengembangkan generativitas maka individu tersebut akan berada pada tahap stagnasi, yaitu keadaan dimana mereka merasa tidak melakukan apa-apa bagi generasi selanjutnya. Dengan demikian, orang dewasa tanpa anak biasanya perlu menemukan orang-orang muda pengganti melalui adopsi, perwalian, atau hubungan dekat dengan anak-anak dari teman-teman dan kerabatnya agar individu tersebut tidak mencapai tahap stagnasi Santrock, 1985. Tujuan pernikahan di budaya Timur sendiri memiliki fokus pada pentingya kehadiran seorang anak Irasistible, 2012. Selain itu, kehadiran seorang anak juga memiliki makna tersendiri dari sudut pandang agama, seperti agama Katolik, Islam dan Kristen Protestan. Meskipun demikian, saat ini semakin banyak jumlah pasangan yang memilih untuk tidak memiliki 2 anak. Menurut Elly Nagasaputra 2013, voluntary childlessness telah menjadi sebuah trend di kota-kota besar. Individu voluntary childlessness biasanya memiliki pendidikan yang tinggi, bekerja penuh waktu, punya jabatan yang tinggi, menjadi senior di tempat kerja dan memiliki pendapatan yang besar. Selain itu, mereka juga lebih fleksibel sehingga dapat menjadi sukarelawan. Mereka juga menjadi lebih bahagia karena bebas dan menjadi lebih fleksibel dalam hidupnya, khususnya dalam hal menghabiskan waktu dan privasi, relaksasi serta menikmati kebebasan Victor J. Callan, 1987; Heller, Tsai, Chalfant; Jacobson Heaton; Rovi, dalam Abma, J. Martinez, G., 2006. Keputusan individu untuk menjadi voluntary childlessness memiliki beberapa konsekuensi, baik dalam bentuk yang positif maupun negatif Doyle, J.E., Pooley, J., Breen, L., 2012. Konsekuensi positif yang didapat berupa dukungan serta penerimaan dari lingkungan sekitar. Sedangkan konsekuensi negatif muncul dalam bentuk tekanan serta diskriminasi yang didapat dari keluarga, teman dan masyarakat. Tekanan yang didapatkan biasanya berupa komentar dari lingkungan yang menilai bahwa ada hal yang salah dengan mereka karena memilih untuk tidak memiliki anak. Selain itu, diskriminasi biasanya didapat dalam dunia kerja, seperti adanya harapan untuk dapat bekerja lebih lama serta dapat menyelesaikan pekerjaan para ibu yang harus pulang lebih awal untuk merawat anak. Keputusan yang diambil tersebut serta didukungya kenyataan bahwa mereka cenderung sukses di bidang pekerjaan, memiliki pendapatan yang besar dan berpendidikan tinggi 3 memunculkan beberapa stereotype, yakni voluntary childlessness merupakan individu yang egois, matrelialistis, belum dewasa dan dingin Kopper Smith; Mueller Yoder; LaMastro; Lampman Dowling-Guyer dalam Giles, Shaw Morgan, 2009. Stereotype yang muncul seakan menghakimi bahwa individu voluntary childlessness berada pada tahap stagnasi, yaitu tahap dimana individu tidak peduli terhadap siapapun. Perlu diketahui bahwa menjadi orang tua bukanlah jaminan seseorang dapat mencapai tahap generativitas, sebab menjadi orang tua hanya merupakan salah satu cara untuk mencapai generativitas Rothrauff, T. Cooney, T.M., 2008. Selain itu, ketika individu menginginkan bahkan memiliki anak, belum tentu individu tersebut dapat mencapai generativitas Erikson dalam Bunga Rampai I, 1989. Generativitas dapat bersumber dari terlibatnya individu dalam beberapa peran, seperti menjadi kepala keluarga, pemimpin dalam organisasi dan komunitas Staudinger Bluck dalam Human Development, 2008. Kotre dalam Lemme, 1995 menyatakan bahwa terdapat empat bentuk generativitas yang merepresentasikan berbagai macam cara dalam mengekspresikan generativitas, yakni generativitas biologis, generativitas parental, generativitas kultural dan generativitas teknis. Generativitas biologis akan berkembang ketika orang dewasa mengandung dan melahirkan anak. Generativitas parental akan berkembang ketika orang dewasa mengasuh dan membesarkan anak. Selain itu, generativitas kultural akan berkembang ketika orang dewasa menciptakan, merenovasi atau memelihara kebudayaan yang akhirnya akan bertahan. Sedangkan generativitas teknis akan berkembang 4 ketika individu mengembangkan keahlian yang akan diturunkan kepada orang lain. Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa saat ini semakin banyak jumlah pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak. Keputusan untuk tidak memiliki anak tersebut memunculkan stereotype yang mencerminkan bahwa voluntary childlessness berada pada tahap stagnasi. Padahal, orang dewasa dapat mengekspresikan generativitas melalui banyak cara, seperti menjadi orang tua, pemimpin, pengajar, serta bergabung dalam kegiatan-kegiatan sosial. Meskipun demikian, adapula motif yang mencerminkan bahwa individu voluntary childlessness berada pada tahap generativitas, seperti tidak ingin berkontribusi pada ledakan populasi atau tidak ingin mengulangi gaya pengasuhan yang salah. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai motif yang melatarbelakangi individu untuk tidak memiliki anak, ada tidaknya generativitas pada individu voluntary childlessness serta proses pembentukan generativitas individu voluntary childlessness. Penelitian mengenai generativitas pada voluntary childlessness masih perlu untuk dilakukan karena kebanyakan penelitian yang dilakukan pada voluntary childlessness merupakan penelitian yang menawarkan tentang komentar umum mengenai gaya hidup, refleksi diri, proses pengambilan keputusan serta perilaku atau cara mengatasi masyarakat pronatal Mawson, D.L., 2005. Selain itu, penelitian mengenai individu voluntary childlessness di budaya Timur sendiri masih sulit untuk ditemui. Padahal, penelitian 5 mengenai individu voluntary childlessness penting untuk dilakukan di budaya Timur sebab salah satu tujuan utama dari pernikahan di budaya timur adalah menghasilkan keturunan Irasistible, 2012. Sehingga, apabila memutuskan untuk tidak memiliki anak pada budaya Timur, maka individu tersebut akan mendapatkan tekanan yang lebih besar daripada memutuskan untuk tidak memiliki anak pada budaya Barat. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk melihat motif yang melatarbelakangi individu untuk tidak memiliki anak, ada tidaknya generativitas pada individu voluntary childlessness serta proses pembentukan generativitas individu voluntary childlessness.

B. Rumusan Masalah