Generativitas Teknis Generativitas Kultural

14 keluarga. Pada penelitian sebelumnya, Pratt, Norris, Arnold dan Flyer 1999 menyatakan bahwa generativitas berkaitan dengan kepentingan orang dewasa dalam mensosialisasikan nilai-nilai kepada orang muda. Selain itu, Hart, McAdam, Hirsch dan Bauer 2001 juga menunjukkan bahwa individu yang generatif memiliki kesadaran dimana mereka memiliki tugas sebagai guru dan panutan bagi anak-anak mereka. Cara seseorang merawat anak dapat memperluas generativitas sosial McKeering dan Pakenham, 2000. Misalnya, ketika seorang individu memiliki keprihatinan pada perkembangan sosial emosi anaknya, maka individu tersebut juga memiliki keprihatian pada kesejahteraan umum masyarakat. Seseorang dapat sukses dalam mengembangkan generativitas apabila upayanya dalam merawat anak berjalan dengan baik dan menghasilkan hubungan yang dekat dengan anak Snarey, 1993.

3. Generativitas Teknis

Generativitas teknis berkembang ketika seseorang mengajarkan sebuah keterampilan dalam melakukan sesuatu, seperti cara membaca, cara memancing, cara bermain biola dan sebagainya. Erikson menyatakan bahwa generativitas dapat dikembangkan dengan cara mengajar Christiansen, S. L. Palkovitz, R., 1998. Melalui generativitas teknis, guru mewariskan keterampilan pada siswa mereka. Dengan melakukan identifikasi pada diri siswa, maka guru tersebut dapat menemukan bahwa dengan mengajar, guru dapat mengingat kembali pengalaman masa 15 lalunya mengenai kemampuan yang dimilikinya serta menyadari bahwa kemampuan tersebut dapat diperluas di masa depan Weber, S., 1990.

4. Generativitas Kultural

Generativitas kultural mengacu pada pelestarian, perbaharuan, atau menciptakan sebuah budaya yang kemudian akan ditinggalkan pada generasi selanjutnya. Budaya merupakan hal yang sangat beragam dan manusia hidup di dalam keberagaman tersebut. Dengan demikian, seorang anak perlu untuk ditanamkan budaya agar dapat bertahan hidup. Dalam domain budaya, seseorang tidak hanya mengajarkan bagaimana melakukan sesuatu tetapi juga memberitahu mereka tentang sebuah keyakinan, nilai-nilai apa yang perlu mereka pertahankan, teori- teori, serta hal-hal apa saja yang mereka jiwai. Budaya yang dimaksud dapat berupa tradisi sebuah suku dan agama, serta kelompok yang dibentuk untuk menolong diri seseorang, seperti para pecandu alkohol, gerakan para penginjil atau komunitas ideologis Manheimer, R.J., 1995. Generativitas kultural tidak hanya berpusat pada kelangsungan hidup secara fisik, namun juga pada perkembangan psikologis dan moral. Erikson dalam Kotre, 1999 juga menyatakan bahwa yang menjadi pusat perhatian bukanlah pada perkembangan hidup fisik seorang anak, melainkan pada perkembangan psikosial mereka, yaitu perkembangan pada tahap kepercayaan, otonomi, inisiatif dan industri. Dengan demikian, orang tua memerlukan sebuah panduan hidup atau hal-hal yang menjadi pegangan 16 dalam hidupnya sehingga dapat memberikan penjelasan kepada anak mengenai makna yang ada dibalik perilaku anak tersebut, sebab anak memerlukan sebuah kerangka yang dapat dipercaya dari sebuah budaya. Lebih lanjut, Mc.Adams 1992 menyebutkan terdapat tiga macam aspek yang dapat digunakan untuk mengukur generativitas, yakni komitmen, perilaku generatif dan naratif.

1. Komitmen