Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
terlibat dalam urusan keluarga karena adanya harapan tradisional yang mengatakan bahwa pekerjaan merupakan hal yang utama untuk pria Namora
dan Emy, 2007. Pada kenyataannya, banyak wanita yang tidak cukup mampu mengatasi hambatan tersebut sehingga wanita dituntut memiliki
kemampuan untuk menyeimbangkan peran ganda tersebut Anoraga, 1992. Ketika ibu bekerja tidak mampu untuk menyeimbangkan kedua peran ganda
tersebut, maka akan mengganggu proses pencapaian kesejahteraan psikologis psychological well-being.
Seseorang yang mempersepsikan dirinya melalui evaluasi perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan dan evaluasi kepuasaan dalam
hidupnya, maka hal ini disebut kesejahteraan subjektif subjective well- being. Berdasarkan aspek subjective well-being, ketika seorang ibu merasa
sejahtera atas peran keibuannya, maka ibu akan cenderung mengalami perasaan positif sedangkan ketika seorang ibu merasa kurang atau tidak
sejahtera atas peran keibuannya, maka ibu akan cenderung mengalami perasaan-perasaan negatif. Maka dari itu tinggi rendahnya tingkat subjective
well-being yang dimiliki seorang ibu akan mewakili tingkat pemenuhan kesejahteraannya ketika menjalani peran keibuannya. Subjective well-being
sama halnya dengan psychological well-being. Namun, titik poinnya berbeda karena subjective well-being diartikan sebagai tingkat kepuasan individu saja
sedangkan psychological well-being lebih dalam dari itu, mencakup individu yang mampu menunjukkan potensi dirinya, membentuk hubungan yang
hangat dengan orang lain, mampu mengontrol kehidupan dan lingkungannya serta mampu tumbuh dan berkembang.
Levy-Shiff dalam Papalia, 2009 mengungkapkan bahwa ibu bekerja yang mampu mengatur diri sendiri dan mampu mengatasi berbagai macam
tuntutan hidup berhasil mencapai kesejahteraan psikologis psychological well-being. Menurut Ryff 1989 individu dapat mencapai psychological
well-being jika telah memenuhi beberapa kriteria yaitu seseorang memiliki kemampuan menerima diri sendiri apa adanya self-acceptance, mampu
mengembangkan potensi dirinya personal growth, memiliki keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan hidup purpose in life,
membentuk hubungan positif atau hangat dengan orang lain positive relationship with others, mengontrol atau mengatur kehidupannya dan
lingkungannya environmental mastery, dan memiliki kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri autonomy. Keenam kriteria ini berkorelasi
tinggi pada fungsi yang positif seperti kepuasaan hidup dan berkorelasi rendah pada fungsi yang negatif seperti depresi Ryff Singer, 1996.
Berdasarkan hasil penelitian Helmi 1999 yang meneliti pola kelekatan dan konsep diri, mengungkapkan bahwa individu yang memiliki
pola kelekatan yang aman atau secure maka individu tersebut mempunyai hubungan yang hangat dengan orang lain dari figur lekat pada masa bayi dan
anak-anak. Hal ini berkaitan dengan kesejahteraan psikologis atau psychological well-being bahwa individu yang mampu membentuk hubungan
yang hangat dengan orang lain maka individu tersebut akan mencapai kesejahteraan psikologis.
Hasil penelitian Shek, 1997; Ferriere Sastre, 2000; Abma, Linssen, Van Wel, 2000 dalam Rastogi Rathi, 2007 menunjukkan bahwa kualitas
hubungan dalam keluarga, terutama dengan orangtua merupakan faktor utama psychological well-being. Pencapaian psychological well-being khususnya
pada orang dewasa lebih dianggap sebagai hasil kontribusi dari konteks kehidupan sosial. Perjalanan kehidupan individu termasuk ibu memang tidak
bisa dipisahkan dari kehadiran orangtua. Armsden dan Greenberg 1987 menemukan bahwa kualitas attachment dengan orangtua merupakan prediktor
yang penting dalam well-being individu. Bowbly seorang ahli perkembangan anak Damayanti, 2003,
menyatakan bahwa pondasi awal yang dapat membentuk kepribadian seorang anak adalah hubungan kelekatan yang kuat antara seorang ibu dengan anak.
Teori kelekatan attachment pertama kali dikembangkan oleh Bowlby 1982, seorang ahli psikoanalisa dari Inggris yang berusaha memahami
tekanan yang dialami oleh bayi yang dipisahkan dari orang tua mereka. Menurut Bowlby, ketika seorang bayi yang jauh atau dipisahkan dari
orang tuanya maka bayi tersebut akan mengalami suatu reaksi, seperti menangis. Bayi yang jauh dari orang tuanya akan mengalami rasa ketakutan
dan bayi akan menangis untuk mencegah orang tuanya pergi darinya. Bowlby 1982 yang dikutip Budiarto, 2006 mengemukakan bahwa menangis yang
dilakukan oleh bayi merupakan perilaku kelekatan attachment behavior
yang merupakan suatu respon yang menunjukkan perpisahan bayi dengan figur kelekatan utama. Yang dimaksud figur kelekatan utama adalah
seseorang yang memberi dukungan, kasih sayang dan perlindungan. Kelekatan-kelekatan yang diterima oleh seseorang anak dapat
memberikan dampak bagi kehidupan selanjutnya. Weiss dikutip oleh Feeney, 1999menjelaskan bahwa kelekatan attachment antara bayi dengan
pengasuhnya akan memberikan dampakpada hubungan individu dengan individu lainnya pada masa dewasa. Selain itu, berdasarkan teori Bowlby
Bartholomew, 1990; Bartholomew Horowitz, 1991 pengalaman kelekatan dengan pengasuhnya untuk menggambarkan sikap terhadap diri sendiri dan
orang lain untuk membangun relasi dengan orang lain di luar anggota keluarga di kehidupan masa depan.
Perkembangan seseorang tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan sosialnya. Kaum kontekstual tidak melihat individu bagian yang terpisah dari
lingkungan namun bagian yang tidak dapat terpisah dengan lingkungan. Menurut
teori bioekologi
Brofenbrenner, perkembangan
seseorang dipengaruhi melalui interaksi dua arah antara individu dengan lingkungan
sehari-hari. Interaksi tersebut dimulai dari lingkup yang paling kecil sampai dengan lingkup yang paling besar, seperti rumah, sekolah, tempat kerja dan
lingkungan tempat tinggal. Mikrosistem merupakan suatu lingkungan dimanaindividu berinteraksi sehari-hari dan bertatap muka dengan orang lain.
Dalam hal ini, individu tersebut mempunyai peran dan hubungan terhadap pola kegiatan dalam sebuah lingkungan, seperti rumah, tempat kerja dan
lingkungan tempat tinggal. Mikrosistem diperluas menjadi mesosistem. Mesosistem merupakan keterkaitan interaksi dua atau lebih mikrosistem.
Mesosistem dapat mencakup antara rumah dengan tempat kerja atau rumah dengan teman sebaya. Sebagai contoh, seorang ibu yang dapat menyelesaikan
pekerjaan rumah dengan baik namun kesulitan ketika menyelesaikan tugas di tempat kerja Papalia, Olds, Feldman, 2009.
Griffin dan Bartholomew 1994a, 1994b memperluas kerja Bowbly pada pola kelekatan pada masa bayi dengan menggambarkan pola kelekatan
pada masa dewasa. Kombinasi sikap terhadap diri dan orang lain menghasilkan empat pola kelekatan pada masa dewasa. Pola kelekatan
pertama adalah secure dimana individu mencari kedekatan interpersonal dan merasa nyaman dengan orang lain. Pola kelekatan yang kedua adalah fearful-
avoidant yang menunjukan bahwa individu meminimalkan kedekatan interpersonal dan menghindari hubungan yang akrab dengan orang lain serta
cenderung memandang orang lain negatif. Pola kelekatan yang ketiga adalah preoccupied yang memandang diri negatif, namun memandang orang lain
positif. Individu tersebut mencari kedekatan interpersonal namun individu ini merasa tidak layak untuk orang lain. Pola kelekatan keempat adalah
dismissing memandang diri layak namun cenderung memandang orang lain negatif.
Baron dan Byrne 2005 membangun konsep kelekatan pada orang dewasa yaitu kelekatan pada pasangan sebagai figur lekat. Orang dewasa
yang memiliki pola kelekatan aman cenderung lebih puas dalam menjalin
hubungan dibandingkan dengan orang dewasa dengan pola kelekatan tidak aman. Dalam menjalin hubungan, orang dewasa dengan kelekatan yang aman
yakin bahwa pasangan mereka akan ada ketika dibutuhkan, terbuka dengan pasangan, dan memiliki ketergantungan dengan orang lain serta meminta
orang lain untuk tergantung dengan dirinya. Orang dewasa dengan pola kelekatan aman akan memandang hubungan cinta dengan pasangan
merupakan hal yang menyenangkan, saling percaya dan bersahabat. Selain itu, orang dengan gaya ini akan memiliki pandangan yang positif terhadap
diri sendiri, pasangan dan hubungan yang mereka jalin. Orang dewasa dengan pola kelekatan preoccupied cenderung untuk
tidak peduli dengan menjalin hubungan dekat dengan orang lain dan tidak bergantung dengan orang lain serta orang lain tidak bergantung pada mereka.
Orang dewasa yang memiliki kelekatan cemas cenderung khawatir bahwa orang lain atau pasangannya tidak mencintai mereka sepenuhnya, merasa
khawatir orang lain tidak menghargai dirinya, mudah marah, mudah frustasi dan merasa tidak nyaman ketika hubungan interpersonalnya tidak terpenuhi.
Orang dewasa dengan pola ini cenderung mencari keintiman dan respon yang lebih dari pasangannya dan kurang positif menilai diri sendiri.
Ketika individu merasa nyaman meskipun tidak memiliki hubungan emosional dengan orang lain maka individu ini memiliki pola kelekatan
dismissing. Orang dewasa dengan pola kelekatan ini akan merasa nyaman tidak bergantung dengan orang lain dan orang lain tidak bergantung padanya.
Maka dari itu, individu ini menyukai kebebasan dan akan menolak untuk
menjalin hubungan dengan orang lain. Orang dewasa dengan pola kelekatan ini cenderung menghindari kedekatan dengan orang lain, menekan dan
menyembunyikan perasaannya. Orang dewasa yang memiliki pola kelekatan fearful-avoidant
mempunyai keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain namun mereka merasa tidak nyaman untuk dekat dengan orang lain. Mereka juga
mempunyai pandangan yang negatif terhadap diri sendiri dan pasangannya. Mereka menganggap mendapat respon yang kurang dan kurang percaya pada
pasangan. Oleh kerena itu, orang dengan gaya ini akan menghindari keintiman dan menutupi perasaan mereka.
Pentingnya pola kelekatan pada masa bayi terhadap perkembangan hubungan interpersonal pada masa dewasa kelak dan kesejahteraan
psikologisnya Woodward, Fergusson, Belsky, 2000. Penelitian yang dilakukan Pasili dan Canning dengan responden dari Inggris, California, dan
Australia menunjukkan hasil bahwa well-being merupakan hal utama dalam kualitas dari hubungan sosial antar individu Lauer Lauer, 2000.
Kelekatan yang kokoh meningkatkan relasi teman sebaya yang kompeten dan relasi erat yang positif di luar keluarga. Baron dan Byrne 2005
mengungkapkan bahwa kedekatan individu yang secara kokoh dekat dengan orangtua juga dekat secara kokoh dengan teman sebaya, sementara individu
yang tidak dekat dengan orangtua juga tidak dekat dengan teman sebaya. Ketika masa remaja, teman sebaya memberikan pengaruh yang besar namun
orangtua tetap memainkan peranan yang penting dalam kehidupan remaja.
Hal ini karena antara hubungan dengan orangtua dan hubungan dengan teman sebaya memberikan pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda
dalam perkembangan remaja. Dalam hal kemajuan sekolah dan rencana karir, remaja belajar tentang hubungan social di luar keluarga. Mereka berbicara
tentang pengalaman dan minat yang bersifat pribadi. Mereka percaya bahwa teman sebaya akan memahami perasaan mereka dengan lebih baik
dibandingkan orang dewasa Santrock, 2007. Kelekatan tidak sama dengan ketergantungan. Menurut Baron dan
Byrne 2005 ketergantungan merupakan suatu asosiasi interpersonal dimana dua orang mempengaruhi kehidupan satu sama lain dan terlibat dalam
berbagai aktivitas bersama sedangkan kelekatan merupakan sensasi ketenangan dan keamanan yang dirasakan dari partner untuk jangka waktu
panjang. Kebutuhan akan kenyamanan dan keamanan adalah hal yang lumrah dan manusiawi. Begitu juga untuk ibu bekerja, ketika kelekatan dengan
pasangan atau suami terputus atau kurang dalam hal kualitas, maka individu tersebut akan mencari figur yang attachmentnya lebih kuat pada dirinya
Ardiani, 2003. Attachment menjadi penting diteliti untuk ibu bekerja untuk melihat bagaimana pola kelekatan yang dimilikinya dan dampaknya terhadap
anak dan pasangan. Berdasarkan uraian diatas dan dengan melihat kenyataan yang ada,
maka hal ini mendorong peneliti untuk mengetahui kesejahteraan psikologis ibu yang bekerja dilihat dari pola kelekatan yang mereka miliki. Peneliti
memilih ibu bekerja karena mereka memiliki dua peran ganda yang
dijalankan bersama-sama. Dilihat dari sudut kepribadian, ibu rumah tangga yang bekerja sebagian besar berada pada tahap perkembangan dewasa awal.
Tahap perkembangan psikososial Erikson masa dewasa awal dituntut untuk saling berkomitmen. Tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah
membangun hubungan yang intim dengan orang lain Papalia, Olds Feldman, 2009. Berkaitan dengan hubungan yang intim menuntut
keterampilan tertentu,
seperti kepekaan,
empati, kemampuan
mengomunikasikan emosi, menyelesaikan konflik, dan mempertahankan komitmen. Penelitian menjadi penting dilakukan karena peneliti ingin melihat
pola kelekatan yang dimiliki ibu bekerja dan kelekatan ibu bekerja dengan pasangan dan teman sebaya. Fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan
dalam diri peneliti “Apakah ada hubungan antara kesejahteraan psikologis seorang ibu bekerja dilihat dari pola kelekatan yang dimilikinya?” Penelitian
ini akan lebih melihat pada kesejahteraan psikologis wanita yang mempunyai peran ganda yaitu dengan pola kelekatan yang diterima dari orangtuanya.