b. Pekerjaan Pekerjaan yang bersifat rentan terhadap korupsi, iklim organisasi
yang tidak mendukung dan pekerjaan yang tidak disenangi akan menyebabkan terbentuknya psychological well-being yang rendah.
Sebaliknya, apabila iklim organisasi mendukung, menyukai pekerjaan yang dilakukan maka akan terbentuk psychological well-being yang
tinggi. c. Kesehatan dan fungsi fisik
Individu yang memiliki kesehatan dan fungsi fisik yang baik akan memiliki psychological well-being yang tinggi, namun sebaliknya
individu yang mengalami gangguan kesehatan dan fungsi fisik yang tidak optimal dapat menyebabkan psychological well-being yang rendah pada
individu tersebut. Selain itu, dukungan sosial juga mempengaruhi kesejahteraan
psikologis psychological well-being seseorang individu. Menurut Lemme 1995 bahwa secara umum dukungan sosial dipercaya memiliki efek positif
baik pada kesejahteraan fisik maupun kesejahteraan psikologis. Robinson 1991, dalam Rubbyk, 2005 menemukan bahwa orang-orang yang
mendapatkan dukungan sosial memiliki tingkat psychological well-being yang lebih tinggi. Dukungan sosial dapat diartikan sebagai rasa nyaman,
perhatian, penghargaan atau pertolongan yang dipresepsikan oleh seorang individu yang diterima dari orang lain atau kelompok Cobb, 1976; Gentry
Kobasa, 1984; Wallston, Alagna, DeVellis DeVellis, 1983; Wills,
1974, dalam Sarafino, 1990. Dukungan ini dapat berasal dari berbagai sumber, diantara lain pasangan, keluarga, teman sebaya, rekan kerja, dokter
maupun organisasi sosial. Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa kesejahteraan psikologis
psychological well-being individu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain usia, status sosial ekonomi, jenis kelamin, latar belakang budaya,
sikap konsiten pada diri individu, kepribadian, pekerjaan, kesehatan dan fungsi fisik individu serta dukungan sosial.
C. Ibu bekerja 1. Pengertian Ibu Bekerja
Wanita karir adalah seorang wanita yang melaksanakan suatu tugas pada waktu dan tempat tertentu menjadi pekerja atau karyawan Nancy Van
Vuren dalam Aliyah, 1997. Seseorang wanita yang melakukan suatu pekerjaan pada waktu dan berada ditempat tertentu maka disebut sebagai
karyawan. Menurut Encyclopedia of Children’s Health, ibu bekerja adalah
seorang ibu yang bekerja di luar rumah untuk mendapatkan penghasilan disamping membesarkan dan mengurus anak di rumah. Pengertian bekerja
mempunyai anggapan yang berbeda antara Indonesia dengan negara-negara di Barat yang tergolong sebagai negara maju. Konsep bekerja menurut
masyarakat di negara-negara Barat negara maju adalah seseorang bekerja jika memenuhi kriteria tertentu, misalnya adanya penghasilan tetap dan
jumlah jam kerja yang pasti. Sedangkan kebanyakan perempuan yang bekerja di Indonesia belum mempunyai penghasilan yang tetap dan jumlah
jam kerja yang tidak terbatas Mastauli, 2007. Menurut Dwijanti 1999, seorang wanita dikatakan bekerja apabila ia
mendapat gaji dari seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu sehingga waktunya terbatas untuk bertemu anak-anaknya. Ibu bekerja cenderung
kesulitan untuk bertemu dengan anak-anaknya karena tidak banyak waktu di rumah.
Kartono 1985 mengungkapkan bahwa ibu rumah tangga yang bekerja adalah wanita yang tidak hanya mengurus rumah tangga namun juga
memiliki tanggung jawab diluar rumah, baik kantor, yayasan maupun usaha wiraswasta. Ibu rumah tangga yang bekerja mempunyai tanggung jawab
didalam rumah mengurus rumah tangga dan diluar rumah tugas atau pekerjaan kantor. Ibu rumah tangga yang bekerja adalah wanita yang
melakukan suatu kegiatan untuk mencari nafkah mata pencaharian, memperoleh perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan dan jabatan
Nanda, 2010. Ibu rumah tangga yang bekerja merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memperoleh perkembangan dari
pekerjaan dan jabatan. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud ibu rumah tangga yang bekerja adalah seorang ibu yang mengurus keperluan atau kebutuhan rumah tangga dan memiliki tanggung jawab
pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan secara teratur diluar rumah, baik di
kantor, lembaga, yayasan, usaha wiraswasta atau sudah terikat dengan pihak lain baik dalam hal penghasilan atau gaji maupun lama waktu bekerja.
2. Alasan Ibu Bekerja
Williams 1976 mengelompokkan berbagai alasan ibu bekerja ke dalam dua segi, diantaranya:
a. Segi sosial Dilihat dari segi sosial, terdapat beberapa alasan ibu bekerja
diantaranya karena adanya suatu keinginan untuk mengembangkan diri, mencapai identitas, bersosialisasi dan keinginan untuk mempertahankan
standar hidup. Selain itu, juga karena ada keinginan untuk mengembangkan wawasan dan untuk menerima informasi-informasi baru
yang sedang berkembang maupun yang akan datang. b. Segi ekonomi
Alasan ibu bekerja karena kebutuhan sehari-hari yang banyak dan tekanan ekonomi. Ibu bekerja karena keadaan atau situasi yang menuntut
untuk membantu keuangan keluarga.
Rini dalam jurnal psikologi, 2003 juga mengemukakan mengenai beberapa alasan seorang ibu bekerja, yaitu:
a. Finansial Sebagian ibu bekerja bukan karena keinginan mereka melainkan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. kebutuhan sehari-hari yang
mendesak dan besar membuat suami dan istri harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Misalnya, penghasilan suami kurang
untuk mencukupi kebutuhan sehari-sehari sehingga ibu harus bekerja karena tidak mempunyai pilihan lain.
b. Sosial-relasional Beberapa ibu yang memilih tetap bekerja karena mempunyai
kebutuhan sosial-relasional yang tinggi dan tempat kerja mereka sangat mencukupi kebutuhan mereka tersebut. Ibu-ibu ini menyimpan
kebutuhan akan penerimaan sosial dan akan adanya identitas sosial yang dapat diperoleh melalui komunitas kerja. Maka dari itu, menjalin relasi
dengan rekan-rekan kerja merupakan hal yang menyenangkan dibandingkan tinggal di rumah.
c. Aktualisasi diri Alasan ibu bekerja juga untuk memenuhi kebutuhan akan
aktualisasi diri. Kebutuhan akan aktualisasi diri melalui profesi atau karir merupakan salah satu pilihan yang banyak diambil oleh para wanita di
jaman sekarang. Hal ini dikarenakan semakin terbukanya kesempatan yang sama pada wanita untuk meraih jenjang yang tinggi. Seorang
wanita yang bekerja untuk mempertahankan karirnya dengan mengembangkan keahlian yang dimilikinya. Hal ini merupakan wujud
dari aktualisasi diri ibu. Misalnya, bila ibu seorang sarjana akan lebih memilih untuk mempunyai pekerjaan.
Abraham Maslow Feist dan Feist, 2008 mengembangkan teori hierarki kebutuhan. Ia mengungkapkan bahwa manusia mempunyai
kebutuhan akan aktualisasi diri dan menemukan makna hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Bekerja merupakan sarana yang dipergunakan
oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya. Bagian dari proses pemenuhan dan pencapaian diri dengan cara berkarya, berkreasi,
mencipta, mengekspresikan diri, membagikan ilmu dan pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu, mengembangkan diri dan
orang lain serta mendapatkan penghargaan, penerimaan, prestasi. Berdasarkan data yang diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ibu
yang bekerja mempunyai peran ganda. Ibu yang bekerja dituntut bijaksana dalam membagi waktunya untuk pekerjaan di kantor dan
mengurus rumah tangga. Alasan ibu bekerja untuk menambah penghasilan atau gaji suami atau memenuhi keperluan kebutuhan rumah
tangga, sosial-relasional dan aktualisasi diri. Meskipun demikian, ibu yang bekerja tetap bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga.
D. Dinamika Hubungan Kesejahteraan Psikologis psychological well-being
dan Pola Kelekatan Attachment pada Ibu Bekerja
Bekerja merupakan bagian fundamental kehidupan bagi hampir semua orang dewasa termasuk wanita. Hal ini dikarenakan dengan bekerja ia
mempunyai penghasilan yang dapat memberikan kepuasan. Wanita dapat
berbagi peran pada saat yang bersamaan: istri, ibu dan karyawan. Perpaduan antarperan tersebut sebagai bentuk peran ganda. Hal ini dikarenakan kedua
peran tersebut saling mempengaruhi dalam keluarga dan pekerjaan Frone, 2003. Banyak persoalan yang dialami oleh ibu rumah tangga yang bekerja di
luar rumah, seperti mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus keperluan atau kebutuhan rumah tangga dengan baik. Beberapa ibu rumah
tangga yang bekerja dapat menikmati peran gandanya, namun terdapat pula ibu rumah tangga yang bekerja merasa kesulitan sehingga menimbulkan persoalan-
persoalan yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari Ananda, 2013. Berdasarkan data yang diperoleh Imelda 2013 yang meneliti
subjective well-being ibu dari status bekerja, mengungkapkan bahwa terdapat beberapa ibu bekerja yang merasa puas dalam menjalankan dua peran ganda,
namun ada juga ibu yang merasa tidak puas dalam menjalankan dua peran tersebut. Dalam penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa status
pekerjaan individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu.
Peran ganda ibu rumah tangga yang bekerja mempunyai dampak terhadap kesejahteraan psikologisnya, seperti stres dan kelelahan bahkan
perasaan atau emosi lainnya, seperti kemarahan, kebingungan, kesedihan dan keharuan. Ibu bekerja cenderung memiliki kesejahteraan psikologis yang
rendah. Hal ini dikarenakan mereka merasa tertekan dengan tuntutan-tuntutan kehidupan sehari-hari dan mereka sulit berbicara terbuka dengan pasangannya
Lakoy, 2009. Selain itu, kurangnya dukungan suami dapat membuat peran
ibu rumah tangga tidak berhasil. Hal ini dikarenakan banyak hal yang harus dikerjakan ibu sementara ia merasa lelah. Dalam hal ini, dukungan keluarga
dan suami sangat diperlukan untuk membantu ibu dalam menjalani peran gandanya Ratnawati, 2008.
Ketika dewasa, figur lekat seseorang bukan lagi orang tua melainkan pasangan, biasanya suami. Pola kelekatan attachment pada bayi ditentukan
olehhubungan interpersonalpertama dengan orang tua Baron dan Byrne, 2004. Pernyataan tersebut diperkuat bahwa hubungan diantara anggota
keluarga mempunyai peran yang penting dalam menentukan pola sikap dan perilaku individu kelak dalam membina atau menjalin hubungan dengan orang
lain. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan awal untuk seorang anak melakukan interaksi Hurlock, 1997. Pada awal kehidupan, pengalaman
kelekatan membentuk dasar model kerja internal atau karakteristik cara berpikir mengenai suatu hubungan dan menjaga relasi sosial kehidupan
individu di masa depan Cindy dalam Myers, 2012. Bartholomew dan Horowitz 1991 menunjukkan bahwa pola kelekatan
pada masa dewasa berhubungan dengan konsep diri yaitu penerimaan diri, memecahkan masalah dan harga diri, kemampuan menjalin hubungan dengan
orang lain dan masalah interpersonal tertutup, kompetitif dan ekspresif. Diehl, Elnick, Bourbeau dan Labouvie-Vief 1998 menambahkan bahwa pola
kelekatan pada masa dewasa mengindikasikan kepercayaan diri, kesejahteraan psikologis psychological well-being dan kemampuan untuk menjalin
hubungan dengan orang lain.