Dimesi Kesejahteraan Psikologis Hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan pola kelekatan dewasa pada ibu bekerja.

1. Mampu mengelola dan mengontrol lingkungan. 2. Mampu memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi dirinya dan kepribadiannya. 3. Memiliki kompetensi dalam mengelola lingkungan. 4. Mampu melakukan perubahan secara kreatif. e. Tujuan hidup purpose in life Aspek ini menekankan pada keyakinan perasaan terhadap tujuan dan makna hidup. Kemampuan ini ditunjukkan dengan sikap individu yang memiliki pemahaman menyeluruh mengenai tujuan hidup, mempunyai keyakinan terhadap tujuan hidup, serta memiliki tujuan dan objektif untuk kehidupan. Selain itu, individu memiliki perubahan tujuan dalam hidup seperti menjadi individu yang lebih produktif dan kreatif dalam mencapai integrasi emosional pada tahapan perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, kemampuan tersebut dapat membantu individu dalam menemukan tujuan dan makna hidup melalui pengalaman individu sendiri. Individu dapat dikatakan kurang memiliki tujuan hidup apabila ia kehilangan makna hidup, kurang memiliki tujuan hidup, merasa kehilangan arah dalam hidup, kehilangan keyakinan yang memberikan tujuan hidup dan tidak melihat kejadian masa lalu sebagai makna dalam hidupnya. Jadi, taraf kesejahteraan psikologis individu dalam aspek tujuan hidup terlihat dari sejauh mana ia: 1. Memiliki pemahaman yang jelas mengenai tujuan hidup. 2. Memiliki tujuan dan makna hidup terhadap peristiwa masa lalu dan masa sekarang. 3. Memiliki perubahan tujuan hidup. f. Pengembangan diri personal growth Pengembangan diri personal growth merupakan pemahaman keberlanjutan pertumbuhan dan perkembangan individu. Individu yang memiliki pengembangan diri digambarkan sebagai individu yang memiliki keterbukaan terhadap pengalaman baru, melihat kemajuan diri dan memiliki keinginan untuk memperbaiki diri serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dengan bertumbuh dan berkembang. Dalam hal ini dapat dikatakan selalu berkembang melainkan bukan hal yang menetap setelah berhasil menyelesaikan sebuah permasalahan. Individu yang memiliki aspek pertumbuhan pribadi yang kurang baik akan merasa dirinya tidak mengalami perkembangan atau stagnan, tidak melihat peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang lebih baik. Oleh karena itu, taraf kesejahteraan psikologis psychological well- being individu dapat terlihat dari sejauh mana seseorang: 1. Terbuka terhadap pengalaman baru. 2. Merealisasikan potensi yang dimiliki. 3. Menyadari potensi, kemajuan diri dan memperbaiki diri. 4. Memiliki perasaan akan perkembangan yang berkelanjutan. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa menurut perspektif kesejahteraan psikologis psychological well-being, kesejahteraan psikologis merupakan proses dimensi yang multidimensional dalam memenuhi potensi individu. Proses tersebut dilakukan untuk menuju proses realisasi diri, yang memperlihatkan keberfungsian penuh individu, kebermaknaan hidup dan aktualisasi diri. Proses dimensi yang multidimensional meliputi penerimaan diri yang positif, melatih kemandirian, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, menguasai lingkungan, pencapaian tujuan dalam hidup serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri Ryff dan Keyes, 1995.

3. Faktor-faktor

yang mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis psychological well-being Menurut Ryff 1989 terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis psychological well-being individu. Faktor-faktor tersebut, antara lain: a. Usia Ryff dan Keyes 1995 mengungkapkan bahwa perbedaan usia mempengaruhi perbedaan dalam aspek-aspek kesejahteraan psikologis psychological well-being. Berdasarkan penelitian Ryff dan Keyes 1995 mengungkapkan bahwa bertambahnya usia seseorang akan meningkatkan aspek otonomi diri dan penguasaan lingkungan, terutama pada masa dewasa madya. Oleh karena itu, dengan bertambahnya usia seseorang maka ia akan semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Hal ini ditunjukkan dengan sikap yang dapat memilih dan mengatur lingkungan sekitarnya sesuai dengan kondisi psikis dan kepribadiannya. Seseorang yang berada pada masa dewasa awal memiliki aspek otonomi dan penguasaan lingkungan yang rendah, akan tetapi mengalami peningkatan dalam aspek pengembangan diri. Namun sebaliknya, seseorang yang berada pada tahap perkembangan masa dewasa akhir akan mengalami penurunan dalam aspek tujuan hidup dan pengembangan diri. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam aspek penerimaan diri dan hubungan positif dengan orang lain. b. Status Sosial Ekonomi Perbedaan kelas sosial dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Menurut Ryff dkk., dalam Ryan Decci, 2001 mengungkapkan bahwa status sosial ekonomi berhubungan dengan aspek penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pengembangan diri. Individu yang menempati kelas sosial yang tinggi memiliki perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri dan masa lalu individu tersebut serta memiliki rasa keterarahan dalam hidup dibandingkan dengan mereka yang berada di kelas sosial yang lebih rendah. c. Jenis Kelamin Jenis kelamin juga mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Ryff dan Keyes 1995 mengungkapkan bahwa wanita memiliki skor yang lebih tinggi pada aspek hubungan yang positif dengan orang lain dan aspek pengembangan diri dibandingkan dengan pria. Pada aspek otonomi terlihat perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita. Pria mempunyai otonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita pada usia 35 tahun sampai 54 tahun, namun pada usia 55 tahun sampai dengan 74 tahun wanita memiliki psychological well-being yang lebih tinggi. Sementara aspek psychological well-being yang lain yaitu penerimaan diri dan penguasaan lingkungan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan Ryff Singer, 1996. d. Budaya Budaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis psychological well-being. Christopher 1999 mengungkapkan bahwa kesejahteraan psikologis yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat dipengaruhi oleh sistem nilai kolektivisme dan individualisme. Masyarakat dalam budaya yang menganut sistem nilai kolektivisme memiliki skor yang tinggi dalam aspek hubungan yang positif dengan orang lain. Hal ini dikarenakan orientasi budaya yang lebih bersifat kolektif dan saling ketergantungan. Sedangkan masyarakat yang menganut sistem nilai individualisme memiliki skor yang tinggi pada aspek pengembangan diri, otonomi diri, penerimaan diri dan aspek tujuan hidup. Faktor lain yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis yaitu adanya sikap konsistensi dalam diri individu. Konsistensi merupakan pendekatan kognitif dalam pengambilan suatu keputusan dalam hal komitmen. Individu yang dapat menunjukkan bahwa diri mereka cukup konsisten terhadap situasi dan kondisi lingkungan dengan perbedaan peraturan memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang cenderung kurang konsisten atau memiliki konsep diri yang belum jelas Cross, 2003. Penelitian yang dilakukan oleh Schmutte dan Ryff 1997 mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis psychological well-being, yaitu: a. Kepribadian Apabila individu memiliki kepribadian yang mengarah pada sifat- sifat positif maka individu tersebut akan lebih bahagia dan sejahtera karena mampu melewati tantangan dalam kehidupannya. Sebaliknya, apabila individu memiliki kepribadian yang mengarah pada sifat-sifat negatif, seperti mudah marah, mudah stres, mudah terpengaruh dan cenderung labil maka akan menyebabkan keadaanpsychological well- being yang rendah. b. Pekerjaan Pekerjaan yang bersifat rentan terhadap korupsi, iklim organisasi yang tidak mendukung dan pekerjaan yang tidak disenangi akan menyebabkan terbentuknya psychological well-being yang rendah. Sebaliknya, apabila iklim organisasi mendukung, menyukai pekerjaan yang dilakukan maka akan terbentuk psychological well-being yang tinggi. c. Kesehatan dan fungsi fisik Individu yang memiliki kesehatan dan fungsi fisik yang baik akan memiliki psychological well-being yang tinggi, namun sebaliknya individu yang mengalami gangguan kesehatan dan fungsi fisik yang tidak optimal dapat menyebabkan psychological well-being yang rendah pada individu tersebut. Selain itu, dukungan sosial juga mempengaruhi kesejahteraan psikologis psychological well-being seseorang individu. Menurut Lemme 1995 bahwa secara umum dukungan sosial dipercaya memiliki efek positif baik pada kesejahteraan fisik maupun kesejahteraan psikologis. Robinson 1991, dalam Rubbyk, 2005 menemukan bahwa orang-orang yang mendapatkan dukungan sosial memiliki tingkat psychological well-being yang lebih tinggi. Dukungan sosial dapat diartikan sebagai rasa nyaman, perhatian, penghargaan atau pertolongan yang dipresepsikan oleh seorang individu yang diterima dari orang lain atau kelompok Cobb, 1976; Gentry Kobasa, 1984; Wallston, Alagna, DeVellis DeVellis, 1983; Wills,