52
usianya kisaran 15 sampai dengan 18 tahun. Pelajar itu sendiri terdiri dari beberapa tingkatan yaitu pelajar Sekolah Dasar yang usianya bekisar 6 tahun
sampai dengan 12 tahun, Pelajar Sekolah Menengah Pertama yang usianya berkisar 13 tahun sampai dengan 15 tahun, dan pelajar Sekolah Menengah
Atas yang usianya berkisar antara 16 tahun sampai dengan 18 tahun. Pelajar SLTA itu sendiri adalah anak-anak yang usianya berkisar dari 16 tahun sampai
dengan 18 tahun yang memperoleh pendidikan formal di sekolah
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik dokumentasi dan mengamati iklan Fruit Tea versi ”Pulo Gadung” secara
langsung serta melakukan studi keperpustakaan untuk melengkapi data-data dan bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai referensi.
3.4. Teknis Analisis Data
Elemen yang tampak dalam iklan Fruit Tea versi ”Pulo Gadung” berkaitan dengan analisis pertama pada penelitian ini yaitu paradigma dan
sintagma. Paradigma adalah sekumpulan asosiasi dari signs tersebut yang merupakan anggota dari kategori-kategori yang didefinisikan, tetapi tiap-tiap
signs tersebut memiliki makna yang berbeda-beda. Sedangkan sintagma adalah kombinasi dari signs yang berinteraksi sesuai dengan yang kita
inginkan yang membentuk sebuah makna secara keseluruhan dan biasanya disebut sebagai rantai chain. Fiske, 1994:5
Unit analisis yang berupa paradigma dan sintagma hanya dapat ditemui pada level realitas dan level pemaknaan pada pendekatan semiotik
53
dalam iklan. Semiotik adalah studi yang mempelajari signs dan makna. Level realitas dapat berupa setting, kostum, make-up, properti, dimana semua ini
telah dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis technical codes yaitu kerja kamera, editing, musik, shot,
suara, Level representasi yang dipakai dalam analisis penelitian ini hanya shot, kerja kamera, dan suara. Ketiga unsur ini merupakan aspek kenyataan hidup.
Apabila realitas tersebut diangkat oleh media iklan televisi maka kode-kode teknis dan konvensi representasi dari media tersebut yang membuat relaitas
itu, secara teknis dapat ditransmisikan dan merupakan teks budaya yang sesuai untuk khalayaknya. Beberapa kode-kode sosial yang merupakan realitas
secara persisi dapat didefinisikan melalui medium ekspresi seperti warna kulit, pakaian, ekspresi wajah, perilaku, dan sebagainya. chandler,
2002:www.aber.ac.uk Unit analisis iklan Fruit Tea versi ”Pulo Gadung” berupa paradigma
dan sintagma yang ada pada level realitas dan representasi, yaitu :
Paradigma dan Sintagma pada level realitas :
1. Setting situation
Paradigma dari setting ini terdiri dari : a.
Lokasi yang digunakan in door atau out door? b.
Bagaimana penggambaran realitas atau abstrak? c.
Apakah penggambaran tersebut bersifat historikal atau kontemporer? d.
Apakah simbol-simbol kekerasan yang ditonjolkan, fungsi serta bagaimana maknanya?
2. Kostum dan Make-Up clothing and make-up
54
Paradigma dari Kostum dan Make-Up ini terdiri dari : a.
Bagaimana pakaian yang dikenakan realitas atau abstrak? b.
Menurut kode sosial dan kultural, apakah kostum, pakaian dan make- up tersebut dapat memberikan signifikasi status sosial,
kesejahteraan,dsb. 3.
Aktivitas activities Paradigma dari Aktivitas activities ini terdiri dari :
a. Apakah aktivitas yang dilakukan oleh bintang Iklan Fruit Tea Versi
”Pulo Gadung” bersifat realitas atau abstrak? b.
Apakah fungsi dan makna dari aktivitas itu mampu mendefinisikan makna dari kekerasan?
4. Properti property
Paradigma dari Properti property ini terdiri dari : a.
Apakah property yang ditonjolkan bersifat abstrak atau realitas? b.
Property apa saja yang ditonjolkan dalam iklan tersebut dan apa fungsi serta maknanya?
Paradigma dan Sintagma pada level representasi :
Ambilan Kamera shot Paradigma dari Ambilan Kamera shot ini terdiri dari :
1. Apa saja pengambilan kamera yang ditonjolkan dalam iklan Fruit Tea
versi ”Pulo Gadung” bersifat realitas atau abstrak? 2.
Apakah fungsi dan makna pengambilan kamera yang ditonjolkan dalam iklan Fruit Tea versi ”Pulo Gadung” bersifat realitas atau abstrak?
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek dan Penyajian Data 4.1.1. Gambaran Umum Objek
SOSRO merupakan pelopor produk teh siap minum dalam kemasan yang pertama di Indonesia. Nama SOSRO diambil dari nama keluarga pendirinya yakni
SOSRODJOJO. Tahun 1940, Keluarga Sosrodjojo memulai usahanya di sebuah kota kecil bernama Slawi di Jawa Tengah. Pada saat memulai bisnisnya, produk
yang dijual adalah teh kering dengan merek Teh Cap Botol dimana daerah penyebarannya masih di seputar wilayah Jawa Tengah. Tahun 1953, Keluarga
Sosrodjojo mulai memperluas bisnisnya dengan merambah ke ibukota Jakarta untuk memperkenalkan produk Teh Cap Botol yang sudah sangat terkenal di
daerah Jawa Tengah. Perjalanan memperkenalkan produk Teh Cap Botol ini dimulai dengan melakukan strategi CICIP RASA product sampling ke beberapa
pasar di kota Jakarta. Awalnya, datang ke pasar-pasar untuk memperkenalkan Teh Cap Botol
dengan cara memasak dan menyeduh teh langsung di tempat. Setelah seduhan tersebut siap, teh tersebut dibagikan kepada orang-orang yang ada di pasar. Cara
kedua, teh tidak lagi diseduh langsung di pasar, tetapi dimasukkan kedalam panci- panci besar untuk selanjutnya dibawa ke pasar dengan menggunakan mobil bak
terbuka. Lagi-lagi cara ini kurang berhasil karena teh yang dibawa, sebagian besar tumpah dalam perjalanan dari kantor ke pasar. Hal ini disebabkan pada saat
tersebut jalanan di kota Jakarta masih berlubang dan belum sebagus sekarang. 55