REPRESENTASI PERSAINGAN DALAM IKLAN KARTU AS (Studi Semiotik Iklan Kartu As Versi “Sule” di Televisi).
(Studi Semiotik Iklan Kartu As Versi “Sule” di Televisi)
SKRIPSI
Diajukan oleh :
THEA HINDIRA PURANI
NPM. 0743010039
YAYASAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
SURABAYA
2011
(2)
Oleh :
THEA HINDIRA PURANI
NPM. 0743010039
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur
Pada tanggal 12 Mei 2011
Pembimbing Utama
Tim Penguji :
1.
Ketua
Drs. Saifuddin Zuhri, MSi Juwito, S.Sos, MSi
NPT. 370 069 400 351
NPT. 367 049 500 361
2.
Sekretaris
Drs. Saifuddin Zuhri, MSi
NPT. 370 069 400 351
3.
Anggota
Z. Abidin Achmad, MSi.MEd.
NPT. 373 059 901 701
Mengetahui,
NIP. 195 507 181 983 022 001
DEKAN
(3)
dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
REPRESENTASI PERSAINGAN IKLAN KARTU AS (Studi Semiotik Iklan Kartu
As Versi “Sule” di Televisi)
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat
kekurangan, hal ini disebabkan sangat terbatasnya ilmu dan kurangnya pengalaman
Penulis dalam penyusunan skripsi. Meskipun demikian, dalam penyusunan skripsi ini
Penulis telah mendapatkan bimbingan Bapak Drs. Saifuddin Zuhri, MSi. Oleh karena
itu pada kesempatan ini pula, Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini,
diantaranya:
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
2.
Dra. Hj. Suparwati, MSi, selapku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3.
Bapak Juwito, S.Sos, MSi, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4.
Kedua Orangtuaku yang selalu mendukung dan memberi semangat serta
(4)
diberikan, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya.
Penulis menyadari bahwa ini semua masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun
Surabaya, April 2011
Penulis
(5)
DAFTAR ISI ... iii
ABSTRAKSI... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.
Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.
Perumusan Masalah ... 11
1.3.
Tujuan Penelitian ... 11
1.4.
Kegunaan Penelitian ... 11
1.4.1.
Kagunaan Teoritis ... 11
1.4.2.
Kegunaan Praktis ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1 Landasan
Teori...
13
2.1.1 Iklan ... 13
2.1.1.1. Definisi Iklan ... 13
2.1.1.2.Manfaat Dan Fungsi Iklan ... 15
2.1.1.3.Tujuan Kegiatan Periklanan ... 17
2.1.2. Periklanan sebagai Bentuk Komunikasi Massa... 18
2.1.3. Representasi... 22
2.1.4. Persaingan... 25
2.1.5. Pendekatan Semiotika dalam Iklan Televisi... 26
(6)
2.2. Kerangka Berpikir ... 42
BAB III METODE PENELITIAN ... 44
3.1 Metode
penelitian...
44
3.2. Kerangka Konseptual ... 45
3.2.1.
Corpus ...
45
3.3 Unit
analisis...
46
3.4 Teknik Pengumpulan Data... 46
3.5 Teknik Analisis Data... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 49
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Penyajian data ... 49
4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 49
4.1.2 Visi dan Misi PT.TELKOMSEL... 53
4.1.3 Visi PT.TELKOMSEL... 54
4.1.4 Misi PT.TELKOMSEL ... 55
4.1.5. KartuAS... 55
4.1.6 Penyajian
Data... 56
(7)
4.2.5 Tampilan Visual dalam Scene 5... 69
4.2.6 Tampilan Visual dalam Scene 6... 72
4.3 Makna Iklan Kartu As dengan versi “Sule” di Televisi dalam
Pendekatan Semiologi Roland Barthes ... 74
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan... 76
5.2. Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 78
(8)
Dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam Etika Pariwara
Indonesia (EPI), terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan
produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Di sinilah yang
sebenarnya patut dijadikan sebagai objek pembicaraan dan diskusi. Sebagaimana
banyak diketahui, iklan-iklan antar produk kartu seluler di Indonesia selama ini
kerap saling sindir dan merendahkan produk kompetitornya. Persaingan provider
celullar paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita
dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu As saling menjatuhkan dengan cara
saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang kartu yang sudah ternama ini kian
meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah representasi persaingan
iklan Kartu AS Versi “Sule”.
Penelitian ini menggunakan analisis semiologi John Fiske, yakni
pemaknaan terhadap tanda (sign) yang terdapat pada iklan. Melalui proses
pemaknaan tanda yang terdiri atas signifier (Petanda) dan signified (Petanda) pada
scene atau potongan gambar Iklan Kartu As Versi “Sule”.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Dalam
pengumpulan datanya dilakukan dengan cara mengamati Iklan Kartu As Versi
“Sule”di televisi secara langsung merekam dalam bentuk digital, kemudian
mengcapture berdasarkan kerangka analisis melalui pendekatan semiotik John
Fiske pada dua tatanan pemaknaan tanda denotasi dan konotasi. Data yang
terdapat dalam objek penelitian dibagi dalam tiga level deskripsi visual yaitu
level realitas, level representasi, dan level ideologi. Level realitas terdiri dari
setting, wardrobe dan property, sedangkan level representasi terdiri dari sudut
pengambilan gambar, pencahayaan dan tanda non verbal.
Hasil dari penelitian ini adalah Iklan Kartu As dengan versi “Sule” di
televisi secara keseluruhan atau konotasinya adalah repsentasi persaingan yang
digunakan Kartu As yaitu memakai Sule yang diketahui sebagai bintang iklan
Kartu XL, direbut oleh Kartu As untuk menggunakan sebagai saingan, dan juga
kata-kata yang dipakai dalam Kartu As lebih ke arah menghina Kartu XL.
(9)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi dan konsumerisme. terutama di kota-kota besar, kegiatan periklanan sangat lekat dalam kehidupan masyarakat. Dalam satu hari, masyarakat kota selalu berhadapan dengan iklan, dalam
manifestasinnya yang sangat beragam. Iklan muncul di billboard di
sepanjang jalan, di spanduk-spanduk, bahkan di pohon-pohon sepanjang jalan. Belum lagi ketika iklan menggunakkan jasa media massa seperti Koran, radio, dan ataupun televisi. (Widodo, 2003:1-5)
Di Indonesia, Masyarakat periklanan Indonesia mengartikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampaikan lewat suatu media yang di tujukan keseluruhan proses yang
meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
penyampaian iklan (Widyatama, 2007:16). Iklan adalah sebuah komunikasi persuasif yang mampu mengubah perilaku khalayak. Sebuah iklan diciptakan untuk dapat menggiring pola piker dan atau tindakan-tindakan yang diharapkan oleh pembuat iklan. Daya pikat iklan di bangun untuk mengingatkan khalayak pada pencitraan tertentu.
Kemajuan teknologi televisi seperti sekarang ini mengagetkan siapa saja, yang sebenarnya tidak memperkirakan begitu cepat perkembangannya sehingga dengan serta merta dapat menjadi jendela
(10)
dunia, media yang dapat menjadi “lubang penembus space” menjadikan dunia bahkan jagad raya ini menjadi selebar daun kelor (Bungin, 2006: 133).
Televisi merupakan salah satu media yang paling efektif karena selain dapat mendengar, pemirsa juga dapat melihat (effendy, 1993:21). Kelebihan televisi dibandingkan media yang lainnya adalah kemampuan menyajikan berbagai kebutuhan manusia, baik hiburan, informasi, maupun pendidikan dengan sangat memuaskan. Penonton televisi tak perlu susah-susah pergi ke gedung bioskop atau gendung sandiwara karena pesawat televisi menyajikan ke rumahnya (Effendy, 2002:60). Dengan adanya keistimewaan tersebut, masyarakat saat ini telah menjadikan televisi sebagai benda yang wajib untuk dimiliki. Hal ini terbukti dengan kondisi masyarakat saat ini terutama masyarakat di kota-kota besar seperti Surabaya yang hampir di setiap rumah memiliki televisi.
Komunikasi yang menggunakan media massa disebut sebagai komunikasi massa (Effendy, 2002:50). komunikasi massa melibatkan jumlah komunikan banyak, tersebar dalam area geografis yang luas, namun mempunyai perhatian minat dan isu yang sama. Karena itu, agar pesan dapat diterima serentak pada waktu yang sama, maka digunakan media massa seperti televisi, radio, surat kabar. Dalam komunikasi massa, umpan balik relatif tidak ada atau bersifat tunda. Komunikator cenderung sulit mengetahui umpan balik komunikan dengan segera. Untuk
(11)
mengetahuinya, maka biasanya harus dilakukan survey atau penelitian (Vardiansyah, 2004:33).
“Advertising is a communication tool (Iklan merupakan sarana komunikasi)”, demikian yang diungkapkan oleh para professor komunikasi, W. Ronald Lane dan J. Thomas Russell (2000:04). Dan menurut wells, et.al (2003:10) iklan merupakan bentuk komunikasi non personal dari sebuah produsen yang dikenal dengan menggunakan media massa untuk mempersuasi atau mempengaruhi khalayak. Sedangkan menurut Lee dan Johnson (2004:03) mengatakan bahwa iklan adalah komunikasi komersil dan non personal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak melalui media bersifat misal seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail, reklame luar ruang atau kendaraan umum. Pada komunitas global iklan dapat disampaikan melalui media baru khusunya internet. Iklan merupakan salah satu instrument pemasaran modern yang aktivitasnya didasarkan pada konsep komunikasinya maka keberhasilannya dalam mendukung program pemasaran merupakan pencerminan dari keberhasilan komunikasi. Agar komunikasi efektif dan mencapai sasaran harus diperhatikan pengaruh perilaku dalam proses komunikasinya apakah pengujian pesan tersebut
efektif atau tidak. Dengan beriklan, perusahaan berusaha
mengkomunikasikan baik keberadaan perusahaan itu sendiri maupun produk ataupun jasa yang dihasilkan dan semaksimal mungkin bagaimana
(12)
iklan tersebut mampu memuaskan konsumen dengan menyajikan pesan yang sesuai keinginan konsumen.
Tidak bisa dipungkiri, hingga saat ini iklan masih menjadi sarana yang tepat dalam menunjang aktivitas pemasaran karena dengan berkomunikasi melalui iklan beberapa tujuan bisa tercapai, seperti
meningkatkan awareness, sales dan image suatu produk ataupun jasa.
Demi tercapainya tujuan tersebut maka masing-masing perusahaan bersaing untuk memperebutkan pasar konsumen melaui iklan. Akhirnya, yang terjadi adalah persaingan iklan besar-besaran. Dari tahun ketahun memperlihatkan bahwa total belanja iklan selalu terjadi peningkatan. Inovasi produk tanpa didukung promosi dan iklan akan sia-sia belaka. Perpaduan antara inovasi dan belanja iklan inilah yang bisa mengantarkan produk ke jenjang posisi lebih baik di pasar.
Iklan yang lebih kreatif, simpel dan mengena bagi konsumen
artinya iklan yang efektif. Selain itu, yang perlu diingat juga, budget iklan
yang sangat tinggi, maka menuntut iklan tersebut harus efektif. Untuk itu, perlu dikaji mengenai efektivitas iklan. Efektivitas iklan yang berkaitan dengan pengingatan dan persuasi dapat diketahui melalui riset tentang dampak komunikasi (Durianto, 2003:15).
Periklanan adalah fenomena bisnis modern. Tidak ada perusahaan yang ingin maju dan memenangkan kompetisi bisnis tanpa mengandalkan iklan. Demikian pentingnya peran iklan dalam bisnis modern sebagai
(13)
penghubung antara perusahaan dengan masyarakat, khususnya konsumen yang juga menjadi salah satu bonafiditas perusahaan.
Periklanan selain merupakan kegiatan pemasaran juga merupakan kegiatan komunikasi. Sedangkan iklan sendiri adalah proses penyampaian pesan atau informasi kepada sebagian atau seluruh khalayak mengenai penawaran suatu produk atau jasa dengan menggunakan media. Menurut Wahyu Wibowo (2003 : 5) iklan atau advertising di definisikan sebagai kegiatan promosi baik berupa barang atau jasa melalui media massa. Atau bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk mempresentasikan kualitas produk, jasa, dan ide berdasarkan kebutuhan konsumen dan keinginan konsumen.
Salah satu media yang digunakan dalam beriklan adalah televisi. Televisi merupakan salah satu media dalam beriklan yang menggunakan warna, suara, gerakan dan musik atau dapat disebut sebagai media audio visual. Selain itu pemirsanya dapat diseleksi menurut jenis program dan waktu tayangnya. Televisi adalah media yang mampu menjangkau wilayah luas, dapat dimanfaatkan oleh pengiklan untuk tes pemasaran atau peluncuran produk baru.
Media televisi dan iklan televisi terbukti merupakan media komunikasi yang paling efektif dan efisien sebagi media untuk informasi produk dan citra suatu perusahaan. Kelebihan-kelebihan dan kekuatan teknologis yang dimilikinya, memungkinkan tercapainya tingkat efektivitas dan efesiensi yang diharapkan oleh suatu perusahaan atau
(14)
lembaga lainnya. Luasnya jangkauan televisi yang dapat ditempuh dalam waktu bersamaan secara serentak, pesan dan informasi yang disampaikan melalui televisi mampu menjangkau jutaan khalayak sasarannya. (Sumartono, 2001 : 20)
Aspek artistik bahwa materi iklan yang disajikan sebaiknya, menerjemahkan secara optimal pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh pihak produsen dan pengiklan sehingga mampu membentuk kesan yang positif pada khalayak sasaran yang dituju (Sumartono, 2002 : 134). Sedangkan etika bisnis dalam beriklan adalah bahwa materi atau isi pesan yang disajikan dalam iklan harus mengandung informasi (pesan) yang jelas, akurat, faktual dan lengkap sesuai dengan kenyataan dari produk atau jasa yang ditawarkannya (Sumartono, 2002 : 34). Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak merasa tertipu oleh sajian-sajian ikaln yang “bumbastis” yang hanya menjual produk tetapi tidak terbukti kebenarannya.
Televisi menyajikan barbagai macam informasi. Informasi tidak mengalir secara harfiah. Kenyataannya, informasi sendiri tiada bergerak yang sesungguhnya terlihat adalah penyampaian suatu pesan, interpretasi penyampaian dan penciptaan penyampaian pesan itu sendiri.
Tampilan iklan-iklan pada media televisi berlomba-lomba menarik simpati para pemirsanya dengan berbagai variasi. Salah satunya adalah tampilan iklan yang mengandung unsur persaingan.
(15)
Persaingan provider celullar paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar.
Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang cilik Baim.
Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan yang satu ini, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang sama
Ada beberapa alasan Sule pindah ke Kartu AS :
1. XL adalah pesaing berat dari AS, kita lihat ada sebuah kesempatan
didalam iklan XL yang tidak menjadikan sule sebagai bintang nomor 1 di XL.. kononnya, karena kontrak dari Sule cuma sebentar di XL dan dengan ditawarinya Kontrak dari AS dengan fulus yang gede.
2. Kenapa seberaninya si SULE mengatakan sesuatu yang terlalu vulgar
dalam iklan AS,, hohohoho, Semua ini adalah kontrak, dan profesionalisme sebagai kontrak.
(16)
Dekarang jangan anggap si SULE adalah orang yang salah, dia hanya menuruti profesionalisme. XL pun sekarang tidak menggubris iklan sindiran dari AS. Namun demikian, yang patut dipersoalkan bukanlah pada peran Sule yang tampil di dua iklan produk sejenis, tetapi pada materi iklan yang saling menyindir dan menjelekkan. Dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Di sinilah yang sebenarnya patut dijadikan sebagai objek pembicaraan dan diskusi. Sebagaimana banyak diketahui, iklan-iklan antar produk kartu seluler di Indonesia selama ini kerap saling sindir dan merendahkan produk kompetitornya.
Satu hal yang bikin aneh, yaitu satu orang muncul dalam dua penampilan iklan yang merupakan satu produk sejenis yang saling bersaing, dalam waktu yang hampir bersamaan. Jeda waktu aku menonton penampilan Sule dalam iklan di XL dan AS tidak terlalu jauh. Hanya hitungan hari seingatku. Ada sebagian yang bilang, apa yang dilakukan oleh Sule tidak etis dalam dunia periklanan. Mereka menyoroti peran Sule yang menjadi ‘kutu loncat’ ala tokoh parpol yang secara cepat berpindah kepada pelaku iklan lain yang merupakan kompetitornya. Sebagian lain berpendapat, sah-sah aja.
Sejauh yang kuketahui, pada prinsipnya, sebuah tayangan iklan di televisi (khususnya) harus patuh pada aturan-aturan perundang-undangan yang bersifat mengikat serta taat dan tunduk pada tata krama iklan yang
(17)
sifatnya memang tidak mengikat. Beberapa peraturan perundang-undangan yang menghimpun pengaturan dan peraturan tentang dunia iklan di Indonesia yang bersifat mengikat antara lain adalah peraturan sebagai berikut:
• UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
• UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers
• UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran
• UU No. 7 tahun 1996
• PP No. 69 tahun 1999
• Kepmenkes No. (rancangan) tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia
Selain taat dan patuh pada aturan perundang-undangan di atas, pelaku iklan juga diminta menghormati tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Ketaatan terhadap EPI diamanahkan dalam ketentuan “Lembaga penyiaran wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia.” (Pasal 29 ayat (1) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).
Lembaga penyiaran dalam menyiarkan siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat wajib mematuhi waktu siar dan persentase yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (Pasal 29 ayat (2) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).
(18)
Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI. (Pasal 46 ayat (4) UU Penyiaran). Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor dari lembaga yang berwenang. (Pasal 47 UU Penyiaran).
Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh KPI. (Pasal 48 ayat (1) UU Penyiaran). Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. (Pasal 1 ayat (15) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran)
Namun demikian, yang patut dipersoalkan bukanlah pada peran Sule yang tampil di dua iklan produk sejenis, tetapi pada materi iklan yang saling menyindir dan menjelekkan. Dalam salah satu prinsip etika yang
diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh
merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Di sinilah yang sebenarnya patut dijadikan sebagai objek pembicaraan dan diskusi. Sebagaimana banyak diketahui, iklan-iklan antar produk kartu seluler di Indonesia selama ini kerap saling sindir dan merendahkan produk kompetitornya.
Representasi pada penelitian ini dilakukan melalui pendekatan semiotika yaitu tentang tanda-tanda dan segala yang berhubungan dengan
(19)
iklan, cara berfungsi, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengiriman dan penerimaannya, oleh mereka yang mempergunakan, maka peneliti mencoba untuk menginterpretasikan dan menafsirkan pesan, makna, tanda
dan gambar yang ditampilkan dalam iklan Kartu AS Versi “Sule” di
televisi.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah representasi persaingan dalam Iklan Kartu AS Versi “Sule” di televisi.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah
representasi persaingan dalam iklan Kartu AS Versi “Sule”.
1.4 Kegunaan Peneletian 1.4.1 Kegunaan Teoritis
Diharapkan pada penelitian ini dapat memberikan masukan atas wawasan serta bahan referensi bagi mahasiswa komunikasi pada jenis penelitian semiotika, serta seluruh mahasiswa pada umumnya agar dapat diaplikasikan untuk perkembangan ilmu komunikasi.
(20)
1.4.2 Kegunaan Praktis
Diharapkan dapat menjadi bagian kerangka acuan bagi pihak produsen maupun biro iklan untuk menghasilkan strategi kreatif iklan yang lebih inovatif dan variatif dalam menggambarkan iklan sebagai realitas kehidupan, cermin budaya masyarakat, sehingga mudah di pahami masyarakat.
(21)
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Iklan
2.1.1.1. Definisi Iklan
Iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung, yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan
merubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian. AMA (American
Marketing Association) mendefinisikan iklan sebagai berikut :
“Semua bentuk bayaran untuk mempresentasikan dan
mempromosikan ide, barang atau jasa secara non personal oleh sponsor yang jelas. Sedangkan yang dimaksud periklanan adalah seluruh proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan iklan” (Tjiptono, 2001:226).
Sedangkan definisi periklanan menurut Institusi Periklanan Inggris adalah periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang di arahkan kepada konsumen yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang paling ekonomis” (Jefkins, Frank : 1997).
(22)
Definisi standar dari periklanan menurut Sutisna mengandung
enam elemen yaitu :
1. Periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar, walaupun
beberapa bentuk periklanan seperti iklan layanan masyarakat, biasanya menggunakan ruang khusus yang gratis atau walaupun harus membayar tapi dengan jumlah yang sedikit.
2. Dalam iklan juga terjadi proses identifikasi sponsor. Iklan bukan hanya
menampilkan pesan mengenai kehebata produk yang ditawarkan, tapi juga sekaligus menyampaikan pesan agar konsumen sadar mengenai perusahaan yang memproduksi produk yang ditawarkan.
3. Periklanan merupakan upaya membujuk dan mempengaruhi
konsumen.
4. Periklanan memerlukan elemen media massa sebagai media
penyampai pesan.
5. Periklanan memiliki sifat non personal (bukan pribadi).
6. Audience. Tanpa identifikasi audience yang jelas, pesan yang disampaikan dalam iklan tidak akan efektif (Sutisna, 2003:275-276).
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa periklanan
merupakan bentuk komunikasi non personal yang dibayar dari sponsor
yang terindetifikasi yang menggunakan media massa untuk membujuk
atau mempengaruhi audience sasaran. Pembuatan program periklanan
(23)
pembeli. Kemudian membuat lima keputusan utama dalam pembuatan program periklanan, yang disebut lima (Kotler 2000:578).
1. Mission (misi) : Apakah tujuan periklanan ?
2. Money (uang) : Berapa banyak yang dapat dibelanjakan ? 3. Messsage (pesan) : Pesan apa yang harus disampaikan ? 4. Media (media) : Media yang akan digunakan ?
5. Measurement (pengukuran) : Bagaimana mengevaluasi hasilnya ?
2.1.1.2. Manfaat Dan Fungsi Iklan
Kasali menyebutkan ada beberapa manfaat iklan, antara lain :
1. Iklan memperluas alternatif bagi konsumen.
2. Iklan membantu produsen menimbulkan kepercayaan bagi
konsumennya.
3. Iklan membuat orang kenal, ingat dan percaya. (Kasali, 1995:16)
Seiring dengan menjamurnya penawaran-penawaran produk melalui berbagai media maka konsumen juga dipermudah dalam memilih produk sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan. Konsumen juga dengan mudah dapat membandingkan dan memilih produk mana yang lebih baik. Melalui iklan penyampaian pesan dalam penjualan produk akan efektif. Jika sebelumnya produsen menjual produknya dengan cara bertatap muka secara terbatas oleh ruang dan waktu melalui iklan produsen, dapat mempromosikan produknya mengenai manfaat, memperlihatkan fisik produk, harga dan sebagainya di berbagai media.
(24)
Terlebih lagi jika dalam tayangan iklan tersebut ditampilkan tokoh
yang sudah dikenal oleh public, sehingga public akan semakin percaya
kepada perusahaan. Dari tayangan iklan juga konsumen akan mengenal, meningkat dan mempercayai produk yang akhirnya pada perusahaan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menayangkan iklan dengan frekuensi berulang-ulang, sehingga konsumen akan cepat mengenal, selalu ingat dan percaya pada produk.
(Wright, dkk, 1978) mengatakan, dalam periklanan mencangkup beberapa fungsi, antara lain :
1. Fungsi pemasaran.
2. Fungsi komunikasi.
3. Fungsi pendidikan.
4. Fungsi ekonomi.
5. Fungsi sosial.
6. Fungsi yang ditinjau dari segi komunikator dan komunikasi. (Wright
dalam Liliweri, 1992:52).
Fungsi pemasaran dalam periklanan merupakan fungsi untuk memenuhi permintaan para pemakai ataupun pembeli terhadap barang ataupun jasa serta gagasan yang diperlukannya. Melihat fungsi komunikasi dalam periklanan, semua bentuk iklan memang mengkomunikasikan melalui media berbagai pesan dari komunikator kepada komunikan yang terdiri atas sekelompok orang yang menjadi khalayaknya. Pada umumnya
(25)
orang belajar sesuatu dari iklan yang dibacanya, ditonton dan didengarnya hal tersebut yang menjadikan periklanan memiliki fungsi pendidikan.
Selain itu iklan mengakibatkan orang semakin tahu tentang produk tertentu, pelayanan jasa maupun kebutuhan serta memperluas ide yang
mendatangkan keuntungan financial, tentunya hal ini pula yang
menyebabkan dalam periklanan mencangkup fungsi ekonomi. Sifat manusia yang ingin terus maju dan menjadi lebih baik dalam iklan juga memiliki fungsi sosial yang membantu menggerakan sesuatu perubahan standar hidup yang ditentukan oleh kebutuhan manusia di seluruh dunia. Jika fungsi periklanan ditinjau dari segi komunikator dan komunikan terdiri dari menambah frekuensi penggunaanya, menambah frekuensi penggantian benda yang sama, menambah volume pembelian dari barang atau jasa yang dianjurkan, menambah dan memperluas musim penggunaan barang atau jasa.
2.1.1.3. Tujuan Kegiatan Periklanan
Tujuan periklanan dapat digolongkan menurut sasarannya. Menurut (Kotler, 2002:659), mengatakan bahwasannya iklan itu untuk
membujuk, menginformasikan, atau mengingatkan. Periklanan informatve
biasanya dilakukan secara besar-besaran pada tahap awal suatu jenis produk. Tujuannya adalah membentuk permintaan pertama. Periklanan
persuasive penting dilakukan pada tahap kompetitif tujuannya adalah membentuk permintaan selektif untuk suatu merek tertentu.
(26)
Beberapa periklanan persuasive telah beralih ke jenis periklanan
perbandingan (Comparative Advertising), yang berusaha untuk
membentuk keunggulan suatu merek melalui perbandingan atribut spesifik dengan satu atau beberapa merek lain di jenis produk yang sama. Iklan pengingat sangat penting untuk produk yang sudah mapan. Bentuk iklan
ini adalah iklan penguat (Reinforcement Advertising), yang bertujuan
meyakinkan pembeli.
2.1.3 Iklan Televisi (TVC / television commercial)
Iklan bisa didefinisikan sebagai semua bentuk presentasi non personal yang mempromosikan gagasan, barang dan jasa yang dibiayai pihak sponsor tertentu. Sponsor iklan dalam hal ini tidak terbatas pada perusahaan, namun mencakup semua pihak yang menyebarkan pesannya pada publik sasaran termasuk sekolah, organisasi, amal dan lembaga pemerintahan. Iklan merupakan cara efektif untuk menyebarkan pesan, apakah itu bertujuan membangun preferensi merek atau mengedukasi
masyarakat. Secara garis besar iklan mempunyai 3 tujuan yaitu : (1) iklan
informatif, iklan ini umumnya dianggap sangat penting untuk peluncuran produk baru, dimana tujuannya adalah merangsang permintaan awal, (2)
iklan persuasive, sangat penting apabila mulai tercipta tahap persaingan, dimana tujuan iklan adalah membangun preferensi pada merek tertentu, (3)
(27)
iklan yang bertujuan mengingatkan (remainder advertising) lebih cocok untuk produk yang sudah memasuki tahap kedewasaan lanjutan dari iklan
pengingat ini adalah reinforcement advertising yang bertujuan meyakinkan
konsumen atau calon konsumen bahwa mereka membeli produk yang tepat. Tujuan iklan semestinya merupakan kelanjutan atau turunan dari
keputusan perusahaan sebelumnya tentang pasar sasaran, positioning dan
bauran pemasaran. Selain itu, tujuan iklan harus didasarkan pada analisa mendalam situasi pasar terkini. Jika produknya sudah masuk tahap kedewasaan, perusahaan juga pemimpin pasar, tapi penggunaan mereknya masih rendah, maka tujuan yang lebih tepat adalah mendorong
penggunaan (usage) lebih besar lagi. (Sulaksana, 2005 : 92-93).
Iklan menjadi wacana penting dalam bisnis, terutama dalam proses
membangun merek atau branding. Kegiatan periklanan yang efektif
dipandang mampu mempengaruhi kecenderungan mengkonsumsi dalam
masyarakat. Tindakan mengkonsumsi secara berulang (repeat buying)
adalah salah satu tujuan dalam pemasaran. Iklan yang efektif juga akan mengubah pengetahuan publik mengenai ketersediaan dan karakteristik
sebuah produk (product knowladge), elastisitas permintaan produk akan
sangat dipengaruhi aktivitas periklanan. Iklan televisi atau TVC
sesungguhnya hanyalah bagian kecil dalam proses branding. Masih
banyak elemen-elemen lain dalam mencapai sebuah merek yang kuat dan
(diharapkan) mempunyai brand life cycle yang panjang bahkan abadi.
(28)
Dalam membuat iklan yang cerdas, harus kreatif sekaligus menjual
artinya dari segi pendekatan bahasa komunikasinya (visual atau verbal)
iklan tersebut mampu menarik target audience untuk melihat (stopping
power), mengerti dan kemudian mengambil tindakan yang diharapkan. Jadi iklan yang cerdas bukan hanya tertanam kuat dalam benak konsumen (reminding) tetapi juga mampu menggerakkan calon konsumen untuk
mengambil keputusan (action). (Majalah Cakram edisi khusus Juni-Juli
2005).
Periklanan dipandang sebagai media yang paling lazim digunakan
suatu perusahaan (khususnya produk konsumsi / consumer goods) untuk
mengarahkan komunikasi yang persuasif pada konsumen. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merk. Tujuan ini bermuara pada upaya mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli. Meskipun tidak secara langsung berdampak pada pembelian, iklan menjadi sarana untuk membantu pemasaran yang efektif dalam menjalin komunikasi antara perusahaan ke konsumen dan sebagai upaya perusahaan dalam menghadapi pesaing. Kemampuan ini muncul karena adanya suatu produk yang dihasilkan suatu perusahaan. Bagaimanapun bagusnya suatu produk, jika dirahasiakan dari konsumen maka tidak ada gunanya. Konsumen yang tidak mengetahui keberadaan suatu produk tidak akan menghargai produk tersebut.
(29)
Penggunaan televisi dalam mengkampanyekan iklan mempunyai kemampuan dalam membangun citra, iklan televisi mempunyai cakupan, jangkauan dan repetisi yang tinggi dan dapat menampilkan pesan multimedia (suara, gambar, dan animasi) yang dapat mempertajam ingatan. Biaya iklan televisi per tampil relatif murah dibanding iklan di majalah atau koran. Meskipun demikian, biasanya biaya keseluruhan iklan televisi lebih besar dan kurang tersegmentasi. (Suyanto,2005:4-5)
Penggunaan televisi sebagai media beriklan bukanlah sebuah ruang
kosong yang hampa makna, tetapi merupakan sederet penanda (signifiers)
yang membawa bersama sederet penanda atau makna (signifieds),
menyangkut gaya hidup, karakter manusia, nilai kepemimpinan, hingga
wajah realitas sosial masyarakat (www.kompas.com/kompas
mediacetak/0308/17/seni/495655.htm)
Pada dasarnya media televisi bersifat transistory atau hanya sekilas
dan menyampai pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, detik). Pesan
dari televisi memiliki kelebihan tersendiri tidak hanya didengar tetapi juga
dapat dilihat dalam gambar yang bergerak (audio visual). Televisi
merupakan media yang paling disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut
disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur audio dan visual
sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media lain. Televisi juga diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang disampaikan (Kasali, 1992:172).
(30)
2.1.8. Representasi
Representasi adalah salah satu praktek penting yang
memproduksi kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama, berbicara dalam “bahasa” yang sama dan saling berbagi konsep – konsep yang sama (Juliastuti, 2000:5).
Konsep lama mengenai representasi didasarkan pada premis bahwa ada sebuah gap representasi yang menjelaskan perbedaan antara makna yang diberikan oleh representasi dan arti benda yang sebenarnya digambarkan. Hal ini terjadi antara representasi dan benda yang digambarkan. Berlawanan dengan pemahaman standar itu, Stuart Hall berargumentasi bahwa representasi harus dipahami dari peran aktif dan kreatif orang memaknai dunia.
Representasi mengacu pada sebuah proses konstruksi di dalam tiap medium (khususnya dalam media massa) aspek – aspek realitas seperti orang, tempat, obyek – obyek tertentu, kejadian – kejadian, identitas kultural, dan konsep abstrak lainnya. representasi dapat hadir dalam sebuah percakapan, tulisan, serupa dengan representasi yang hadir dalam sebuah media audio - visual.
Hall menunjukkan bahwa sebuah imaji akan mempunyai makna yang berbeda dan tidak ada garansi bahwa imaji akan berfungsi atau bekerja sebagaimana mereka dikreasi atau dicipta. Hall menyebutkan
(31)
“Representasi sebagai konstitutif”. Representasi tidak hadir sampai setelah selesai direpresentasikan, representasi tidak terjadi setelah sebuah kejadian. Representasi adalah konstitutif dari sebuah kejadian. Representasi adalah bagian dari objek itu sendiri, ia adalah konstititif darinya.
Dalam representasi bahasa adalah yang menjadi medium perantaraan kita dalam memaknai sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua ini karena bahasa beroperasi sebagai sistem representasi. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tertulis lisan atau gambar) kita dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide kita tentang sesuatu. Makna sesuatu hal sangat tergantung dari cara merepresentasikannya. Dengan mengamati kata-kata yang kita gunakan dalam mempresentasikan sesuatu, bisa terlihat jelas nilai-nilai yang kita berikan pada sesuatu teresbut (Juliastuti, 2000:6)
Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna lewat bahasa, ada tiga teori representasi. Pertama adalah pendekatan reflektif, bahasa berfungsi untuk merefleksikan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada. Kedua adalah pendekatan intensional, dimana kita menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu dengan cara pandang kita terhadap sesuatu, sedangkan yang ketiga adalah pendekatan konstusionis, dalam pendekatan ini kita percaya bahwa kita mengkonstuksi makna bahasa yang kita pakai (Juliastuti, 2000:7).
(32)
Ada dua proses representasi yaitu representasi mental dan representasi bahasa. Representasi mental adalah konsep tentang “sesuatu” yang ada dikepala kita masing-masing, representasi ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Sedangkan representasi bahasa adalah representasi yang berperan penting dalam konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda-tanda dan simbol-simbol tertentu (Juliastuti 2000:8)
Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem “konseptual” kita. Dalam proses kedua, kita mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara “peta konseptual” dengan bahasa atau simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara “sesuatu”, “peta konseptual” dan simbol dalam bahasa adalah suatu proses makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang dinamakan representasi.
Inti kajian representasi memfokuskan kepada isu – isu mengenai bagaimana caranya representasi itu dibentuk hingga menjadi sesuatu yang kelihatan alami. jika sudah sampai pada tahap ini, maka representasi itu dikatakan berhasil dibangun dan dipercayai masyarakat sebagai sebuah normalitas alami yang tidak perlu dipertanyakan kembali karena sudah
(33)
sistem yang disebut sistem representasi, yang artinya pembangunan sebuah konsep representasi selalu identik dengan nilai – nilai ideologis yang melatarbelakanginya.
Konsep representai pada penelitian ini merujuk pada pengertian tentang bagaimana sesseorang yaitu pencipta lagu membentuk makna dalam sebuah lirik lagu. Dalam lirik lagu alat representasi itu berupa tulisan-tulisan syair pada lirik lagu yang bahasanya berbeda dengan bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakat. Lewat lirik lagu pencipta dapat mengungkapkan pikiran yang ada dalam dirinya dalam merepresentasikan sesuatu.
2.1.9. Persaingan
Persaingan bisnis merupakan suatu perjuangan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang tertentu agar memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik dipihak lawannya.
Konsepsi ini merupakan pengertian persaingan dalam arti persaingan yang sehat, dengan pola aturan main yang wajar. Dalam kenyataan masyarakat, terutama dibidang bisnis dan politik, sering kita temukan pola persaingan bebas yang tidak sehat dengan cara menghalalkan segala cara.
(34)
Michael Porter mengidentifikasi 5 kekuatan yang menentukan daya tarik laba jangka panjang intrinsik pasar atau segmen tertentu yaitu : para pesaing industri (rival segment), calon pendatang baru (ancaman mobilitas), substitusi (ancaman substitusi), pembeli (kekuatan pembeli) dan pemasok (kekuatan pemasok) Konsep persaingan industry. Industri adalah sekelompok perusahaan yang menawarkan produk atau kelas produk yang merupakan substitusi dekat satu sama lain.
Untuk dapat bertahan sebagai nomor satu, perusahaan dituntut untuk melakukan tindakan di tiga bidang. Pertama, perusahaan tersebut harus mencari cara untuk memperbesar permintaan pasar secara keseluruhan. Kedua, perusahaaan tersebut harus melindungi pangsa pasarnya sekarang melalui tindakan defensive dan ofensif yang tepat. Ketiga, perusahaan tersebut harus berusaha meningkatkan pangsa pasarnya lebih jauh, walaupun ukuran pasarnya tetap sama.
2.1.8 Pendekatan Semiotika dalam Iklan Televisi
Pertukaran makna memfokuskan pada bagaimana sebuah pesan atau teks berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Ini berhubungan dengan peranan teks dalam budaya kita dan sering kali menimbulkan kegagalan komunikasi karena pemahaman yang berbeda antar pesan dengan penerima pesan. Namun yang ingin dicapai adalah signifikasinya dan bukan pada kejelasan pesan yang disampaikan berasal dari perspektif tentang teks (iklan) dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotik. Teks dilihat sebagai
(35)
sistem tanda yang terkodekan (coded system of signs). John Fiske (1991) menekankan bahwa teks televisi bersifat ambigu, media tersebut bersifat polisemik (penuh kode dan tanda). (Burton, 2000 : 47).
Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa, sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata
Yunani sameion yang berarti “tanda” atau “sign” dalam bahasa inggris itu adalah
ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti : bahasa, kode, sinyal dan sebagainya. Semiotik adalah teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan
verbal serta tactile olfactory (semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa
diterima oleh seluruh indera yang kita miliki) ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara disetiap kegiatan dan perilaku manusia.
Semiotik juga diartikan sebagai tanda, yakni sesuatu atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dan dapat mewakili sesuatu yang lain. Tanda dapat diartikan sebagai perangkat yang dipakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, ditengah manusia dan bersama manusia. Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco dalam Sobur, 2001). Semiotik ingin membongkar bahasa secara keseluruhan. Dalam kaitan dalam iklan
(36)
di televisi pesan dibangun dengan iklan adalah gambar ber gerak yang dapat menciptakan imaji dan sistem penandaan.
Menurut Fiske, analisis semiotik pada film (iklan) dapat dibagi menjadi beberapa level : (1) Level Realitas, pada level ini realitas dapat dilihat dari kostum pemain, tata rias, lingkungan, gesture, ekspresi, suara, perilaku, ucapan, dan sebagainya sebagai kode budaya yang ditangkap melalui kode-kode teknis, (2) Level Representasi, meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, suara, dan casting.
Lebih sederhananya semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk sebuah makna. Menurut James Monaco, film (iklan) tidak
mempunyai gramatika (film has no grammar). Untuk itu ia memberikan kritik
bahwa teknik yang digunakan dalm film (iklan) dan gramatika pada sifat kebahasaannya adalah tidak sama dalam kajian linguistik karena film (iklan) terdiri dari kode-kode yang beraneka ragam. Model linguistik seringkali mengarahkan unit analisis sebuah media audio visual pada analogi-analogi linguistik.
(http://puslit.petra.ac.id/journalis/desaign31/05/2008/20:36).
Dalam film (iklan) sama dengan bahasa tulis seperti, frame sebagai
morfem atau kata, sebagai kalimat, scane sebagai paragraf, dan sequence sebagai
bab. Unit analisis sebuah filam (iklan) adalah shot yang dibatasi oleh cut dan
camera movement. adalah hasil pengambilan gambar sejak kamera menyala (on)
hingga padam (off). Scane adalah kumpulan atau rangkaian beberapa sehingga
(37)
iklan televisi harus memperhatikan aspek medium televisi yang berfungsi sebagai
tanda yaitu jenis pengambilan kamera () dan kerja kamera (camera work). Dengan
cara tersebut peneliti bisa memahami apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya. Ada banyak istilah dalam pengambilan gambar, secara umum ada 4
yakni : (1) Close Up, (2) Medium , (3) Full , dan (4)Long . Sedangkan gerakan
kamera terhadap objek seperti (Panning), menggerakkan kamera secara melintang
(horizontal), (Tilting), kamera beregerak dari atas ke bawah, dan (Tracking), kamera bergerak mendekati dan menjauhi obyek gambar. (Atmajaya.,et al,2007 : 126-130)
Selain dan camera work, suara juga penting untuk diperhatikan. Suara
meliputi sound effect dan musik. Televisi sebagai media audio visual tidak hanya
mengandung unsur visual tetapi juga suara, karena suara merupakan aspek kenyataan hidup. Suara keras, menghentak, lemah, memilikimakna yang berbeda-beda. Setiap suara mengekspresikan sesuatu yang unik.
Teknik pada meliputi :
1. Teknik kamera : jarak dan sudut pengambilan gambar.
a. Long , yaitu pengambilan gambar yang menunjukkan suatu obyek dalam ruang yang memperlihatkan keadaan sekitarnya. ini biasanya digunakan untuk mendukung susasana dan memberi kesan pada penonton tentang ruang (tempat) dimana obyek utama berada.
b. Estabilishing , yaitu biasanya digunakan untuk membuka suatu adegan. c. Medium , yaitu menunjukkan obyek (manusia) dari bawah pinggang
(38)
jelas ekspresi dan emosi pada saat wawancara. Dengan medium shot akan menimbulkan kesan pada penonton untuk menaruh hormat pada obyek tersebut karena sedikit berjarak.
d. Close-up, menunjukkan sedikit dari scane seperti karakter wajah dalam detail sehingga memenuhi layar dan mengaburkan objek dengan kontekasnya. Pengambilan ini memfokuskan pada perasaan atau reaksi seseorang dan kadang kala digunakan dalam percakapan untuk menunjukkan emosi seseorang.
e. Extreme close-up, sebuah close-up yang sangat dekat misalnya bibir, hidung, dan mata.
2. Teknik kamera : perpindahan
a. Zoom, efek optis yang merupakan perubahan dari gambar pertama yang
mengecil, kemudian tampak gambar kedua yang muncul dari ukuran kecil yang semakin membesar, kemudian menutup gambar pertama.
b. Following pan, kamera berputar untuk mengikutiperpindahan objek. (Suyanto, 2005 : 155-157)
3. Penggunaan suara :
a. Voice-over narrration digunakan untuk menampilkan pengisi suara dari seseorang tokoh atau narasi yang merupakan suara diluar kamera.
b. Sound Effect, menampilkan efek suara yang berasal dari berbagai macam suara selain suara manusia dan musik misalnya suara pintu sedang ditutup, dsb.
(39)
c. Musik, mempertahankan kesan dari suatu fase untuk mengiringi suatu adegan. (Suyanto, 2005 : 174).
Empat elemen semiotik menurut Fiske : (1)sign, tanda dipahami sebagai
konstruksi makna dan hanya bisa dimaknai oleh orang-orang yang telah
menciptakannya, (2)Kode, sebuah system yang terdiri dari berbagai macam tanda
yang terorganisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat, (3) Budaya,
lingkungan dimana kode atau tanda itu berada, (4)Property, suatu kondisi dimana
segala macam perangkat yang menjadi latar belakang dari obyek sehingga mampu memberikan suatu gambaran tentang keberadaan obyek tersebut.
2.1.9 Respon Psikologi warna
Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna juga dianggap sebagai satu fenomena psikologi. Respon psikologi dari masing-masing warna :
1. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresif, bahaya. Merah
jika dikombinasikan dengan putih, akan mempunyai arti “Bahagia” di budaya oriental, menggairahkan, merangsang, melindungi.
2. Biru : Kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan,
keteraturan.
3. Hijau : Alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan.
4. Kuning : Optimis, Harapan, filosofi, ketidakjujuran, pengecut (untuk
(40)
5. Ungu/Jingga: Spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran, keangkuhan.
6. Orange : Energi, keseimbangan, kehangatan.
7. Coklat : Tanah/Bumi, Reliability, comfort, daya tahan.
8. Abu-abu : Intelektual, Masa depan (kaya warna millennium),
keserdehanaan, kesedihan.
9. Putih: Kesucian, kebersihan, ketepatan, ketidakbersalahan, kematian,
ketakutan, kesedihan, keanggunan (
http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html)
2.1.10 Fungsi Komunikasi Non verbal
Dalam mempersepsi manusia tidak hanya lewat bahasa verbalnya, bagaimana bahasanya (halus, kasar, intelektual, mampu berbahasa asing dan sebagainya) namun juga melalui perilaku nonverbalnya. Pentingnya pesan nonverbal ini misalnya dilukiskan dalam frasa “bukan apa yang ia katakan, melainkan bagaimana ia mengatakannya”. Lewat perilaku non verbalnya kita dapat mengetahui suasana emosional seseorang, apakah ia sedang bahagia, bingung, atau sedih. Menurut Larry A. Samovar dan Ricahard E Porter, komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi secara keseluruhan kita mengirim banyak pesan menyertai tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain. (Mulyana, 2000 : 308)
(41)
Dalam hubungannya dengan perilaku verbal, perilaku non verbal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. Perilaku non verbal dapat menghilangkan perilaku verbal
b. Memperteguh, menekankan, atau melengkapi perilau verbal
c. Perilaku non verbal dapat menggantikan perilaku verbal, jadi berdiri sendiri
d. Perilaku non verbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku
verbal (Mulyana, 200 :314)
Menurut Ray L. Bridwhiistell, 65% dari komunikasi tatap muka adalah non verbal sementara menurut Albert Menhrabian, 93% dari semua makna sosial dalam komunikasi tatap muka diperoleh isyarat-isayarat non verbal. Kita dapat mengklasifikaiskan pesan-pesan non verbal ini dengan berbagai cara. Jurgen Ruesch mengklasifikasikan bahasa nonverbal menjadi tiga bagian (1) Bahasa
tanda (sign language) : acungan jempol untuk menumpang mobil secara gratis :
bahasa isyarat tuna rungu, (2) Bahasa tindakan (action language) : semua
tindakan gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan
sinyal misalnya berjalan, (3) Bahasa objek (object language) : pertunjukan benda,
pakaian, dan lambang nonverbal. (Mulyana, 2005 : 317).
Istilah non verbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Dan perilaku non verbal ini ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dilihat dari fungsinya, perilaku nonverbal mempunyai beberapa fungsi. Paul Ekman menyebutkan lima fungsi non verbal, seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata, yaitu :
(42)
a. Emblem, gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal, kedipan mata dapat mengatakan, “saya tidak sungguh-sungguh”.
b. Ilustrator, pandangan ke bawah dapat menunjukkan deperesi atau kesedihan. c. Regulator, kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan
muka menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.
d. Penyesuai, kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan respon yang tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan.
e. Effect Display, pembesaran manik mata (pupil dilation) menunjukkan penaingkatan emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut, atau senang. (Mulyana, 2004 : 312-314).
2.1.11. Semiologi Komunikasi
Semiologi berasal dari kata semion berarti tanda dan kata logos
artinya ilmu. Jadi semiologi juga disebut dengan semiotika adalah ilmu
tentang tanda dan segala hal yang berhubungan dengan tanda-tanda. Secara historis, semiologi merupakan buah dari kemajuan ilmu pengetahuan Barat, dari rasionalisme, empirisme, matematika dan linguistik yang menjadi ibu kandung semiotika (Purwasito, 2001: 1).
Dalam penelitian ini menggunakan analisis semiologi berarti menafsirkan simbol-simbol tersebut tidak saja karena penafsiran signifikasinya tetapi juga bagaimana tanda-tanda yang diciptakan tersebut
(43)
mempunyai maksud-maksud atau tujuan tertentu yang lebih pragmatis. Baik ditujukan kepada dirinya sendiri maupun kepada komunikannya. Penafsiran Tanda-tanda dalam pesan sebagai upaya kritis mengetahui tujuan berkomunikasi inilah yang disebut Andrik Purwasito sebagai semiologi.
Sedangkan semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, pada dasarnya hendak mempelajari
bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (thing). Memaknai
(to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa
objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek-objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system terstruktur dari tanda (Sobur, 2006: 15). Jadi dalam penelitian ini mencoba mengkaji sebuah tanda, dengan menggunakan sebuah metode yaitu semiotika atau semiologi.
Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (Kriyantono, 2006: 261).
(44)
1. Semiotika dan Teori Informasi
Bagaimana hubungan antara semiotika dan teori informasi? Doede Nauta menjelaskan kerangka kerja untuk pembicaraan ihwal perbedaan konsep dan ukuran-ukuran informasi. Nauta menganggap semiotika
(bersama-sama dengan cybernetics dan teori sistem) sebagai disiplin yang
paling tepat untuk merealisasikan tujuan ini. Ia melihat semiotika sebagai satu jenis fisiologi pemindahan informasi: “Peralatan teoritik semiotikan akan ditunjukkan guna melengkapi kerangka kerja yang paling penting bagi klasifikasi informasi dalam semua keanekaragamannya dan untuk memahami gejala yang relevan”.
Nauta menganggap sistem konseptual signal-sign-symbol di satu
pihak, dan syntactics-semantics-pragmatics dilain pihak, sebagai hal yang
sangat penting bagi proses informasi, karena kedua system ini berasal dari semiotika. Mulanya, nauta mencoba suatu pengkajian yang ekstensif pada semiotika lalu berlanjut pada penyelidikan teori informasi (Sobur, 2006: 14).
2. Pendekatan Terhadap Tanda-Tanda
Dalam sebuah pengkajian tanda/ simbol, perlu memahami tanda/ simbol dengan cara pendekatan terhadap tanda/ simbol itu sendiri. Ada dua
pendekatan penting terhadap tanda-tanda. Pertama, adalah pendekatan
yang didasarkan pada pandangan Ferdinand de Saussure yang mengatakan bahwa tanda-tanda disusun dari dua elemen, yaitu aspek citra tentang bunyi (semacam kata atau representasi visual) dan sebuah konsep di mana
(45)
citra bunyi disandarkan. Tanda itu sendiri, dalam pandangan Saussure, merupakan manifestasi konkret dari citra bunyi dan sering diidentifikasi dengan citra bunyi itu sebagai penanda. Jadi, penanda dan petanda merupakan unsur-unsur mentalistik. Dengan kata lain, di dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep sebagai dua komponen yang tak
terpisahkan. Kedua, adalah pendekatan tanda yang didasarkan pada
pandangan seorang filsuf dan pemikir Amerika yang cerdas, Charles Sanders Peirce. Bahwa tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut.
Peirce menggunakan istilah ikon untuk kesamaannya, indeks untuk
hubungan sebab-akibat, dan simbol untuk asosiasi konvensional (Sobur, 2006: 31).
Yang dimaksud “tanda” ini sangat luas. Peirce (Fiske, 1990: 50
dalam Kriyantono, 2006: 262) membedakan tanda atau lambang (symbol),
ikon (icon), dan indeks (index). Dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Lambang yaitu suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan
acuannya merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional. Lambang ini adalah tanda yang dibentuk karena adanya konsensus dari para pengguna tanda. Warna merah bagi masyarakat Indonesia adalah berani, mungkin di Amerika bukan.
b. Ikon yaitu suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya
(46)
yang dalam berbagai bentuk menyerupai objek dari tanda tersebut. Patung kuda adalah ikon dari seekor kuda.
c. Indeks yaitu suatu tanda di mana hubungan antara tanda dan acuannya
timbul karena ada kedekatan eksistensi. Jadi, indeks adalah suatu tanda yang mempunyai hubungan langsung (kausalitas) dengan objeknya. Asap merupakan indeks dari adanya api.
3. Proses Semiotik
Tanda-tanda tidak lagi berdimensi privat tetapi bersifat sosial. Masyarakat tercipta lewat makna-makna yang bermakna bangun sendiri dalam interaksi sosial mereka. Ini mempengaruhi pemikiran Peirce yang mengatakan bahwa criteria kebenaran adalah konsensus sosial. Kebenaran
adalah suatu yang bersifat konvensional (common sense), dan tugas para
ahli ilmu pengetahuna hanya mengklarifikasi diterimanya ide-ide dan kebenaran tentang sesuatu. Charles Sanders Peirce, mengemukakan bahwa:
a. Kita mempunyai kekuatan intuitif, semua pengetahuan mengalir pada
dari format pengetahuan.
b. Kita mempunyai kemampuan instropeksi, semua pengetahuan tentang
dunia diciptakan oleh alasan yang hipotetik sebagai dasar dari observasi tentang sesuatu yang berada di luar diri dan
c. Kita tidak dapat berpikit tanda-tanda.
Membaca tanda-tanda secara umum dapat digambarkan dalam proses semiotik sebagai berikut :
(47)
TANDA
Persepsi Konvensi
KONSEP Pengalaman OBJEK
Tanda/ Sign adalah sesuatu yang tampak. Konsep/ consept pikiran
atau gambaran yang terbawa dalam pikiran manusia sebagai persepsi atas
tanda. Obyek/object adalah segala hal yang ada dan ditemukan yang
merupakan rujukan dari tanda tersebut.
Orang (interpretant) berpikir dalam dirinya ada konsep-konsep
bentuk, ketika melihat Tanda, misalnya gambar atau tulisan Gajah maka ia akan merujuk atau mengingat pada referentnya, yakni pada sekumpulan gajah.
Tanda dan konsep berhubungan karena adanya persepsi manusia. Konsep dan objek berhubungan oleh karena pengalaman manusia. Tanda objek saling berhubungan karena kebiasaan (konvensi), kebudayaan, kelompok atau komunitas social di mana seseorang hidup. Di sini jelas bahwa, penafsiran terhadap tanda-tanda tidak dapat memisahkan diri dengan konteks di mana tanda itu diciptakan dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
(48)
1) Persepsi proses dalam pikiran manusia yang menerima data dari lingkungannya.
2) Pengalaman, memori yang melekat dalam pikiran manusia, selalu
berubah ketika memperoleh pengalaman baru.
3) Konvensi, secara konstan berubah sesuai dengan aturan makna sosial
yang berkembang dari proses dan lingkungan komunikasi.
2.1.11. Semiotika John Fiske
John Fiske memperkenalkan konsep the codes of television atau kode-
kode televise. Dalam konsep tersebut menunjukkan kode yang digunakan dan muncul pada sebuah tayangan televisi dan bagaimana kode- kode tersebut saling berhubungan dalam membentuk sebuah makna. Menurut Fiske, sebuah kode tidak ada begitu saja. Namun sebuah kode dipahami secara komunal oleh komunitas penggunanya. Lebih lanjut mengenai teori ini, kode digunakan sebagai penghubung antara produser, teks dan penonton.
Menurut teori ini pula, sebuah realitas tidaklah muncul begitu saja melalui kode-kode yang timbul. Namun juga diolah melalui pengindraan serta referensi yang telah dimiliki oleh pemirsa. Dalam artian, sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda oleh orang yang berbeda pula.
(49)
Teori yang dikemukakan John Fiske dalam The Codes of Television
(Fiske, 1987) menyatakan bahwa peristiwa yang telah dinyatakan telah diencode oleh kode- kode social adalah sebagai berikut :
1. Level Realitas
Level ini menjelaskan suatu peristiwa yang dikonstruksikan sebagai realitas oleh media, yang berhubungan dengan kode- kode social antara
lain : Penampilan (appearance), kostum (dress), riasan (make up),
lingkungan (environment), kelakuan (behavior), dialog (speech), gerakan
(50)
2. Level Representasi
Di sini kita menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat tulis itu adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik, dan sebagainya. Level ini berhubungan dengan kode- kode social antara lain: kamera
(camera), pencahayaan (lightning), perevisian (editing), music (music),
dan suara (sound).
3. Level Ideologi
Bagaimana kode- kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi social, seperti kelas social atau kepercayaan dominan yang ada di dalam masyarakat seperti individualism, patriarki, ras, kelas, materialisme, kapitalisme, dan lain sebagainya. Menurut Fiske, ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideology tersebut.
2.2 Kerangka Berpikir
Iklan televisi sebagai agen pencipta dunia imaji telah menjadi media ampuh bagi perusahaan dalam mempromosikan produk. Agar tampak di mata pemirsa televis, maka sudah menjadi rahasia umum jika dibutuhkan talent atau endorser berikut segala macam bentuk atau imagi yang diciptakan sebagai penyampai pesan. Tanpa kehadirannya, mustahil sebuah iklan televisi akan memperoleh perhatian pemirsa.
(51)
AS Versi Sule dilakukan dengan pendekatan analisis semiotik John Fiske yang membagi film (iklan) menjadi tiga level utama yaitu pada realitas, level representasi, dan level ideologi.
Adapun hasil kerangka berpikir diatas digambarkan dalam bentuk bagan :
Gambar 2.1
Bagan kerangka berpikir penelitian tentang Representasi Iklan Kartu AS Versi Sule
Representasi Persaingan dalam
Iklan Kartu AS Versi Sule
Analisis semiologi John Fiske melalui penanda dan
petanda dalam tiap scene Iklan Kartu AS Versi Sule
Hasil Representasi
Iklan Kartu AS Versi
(52)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskkriptif kualitatif di dalam representasi penggambaran perempuan dalam Iklan Kartu AS Versi Sule di televisi harus diketahui terlebih dahulu tanda-tanda yang terdapat didalamnya, adapun digunakannya metode deskriptif kualitatif karena metode ini akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian ditemukan kenyataan ganda, kemudian metode deskriptif kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 1995:5) selanjutnya akan menjadi corpus dalam penelitian ini. Dan kemudian secara khusus penelitian menggunakan metode penelitian analisis semiotika yang dikemukakan oleh John Fiske, untuk menginterpretasikan atau memaknai tanda-tanda dalam Iklan Kartu AS Versi Sule di televisi. karena iklan merupakan bidang kajian yang sangat relevan bagi analisis struktural atau semiotika.
Persaingan provider celullar paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian
(53)
meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang cilik Baim.
Fenomena yang terjadi adalah satu orang muncul dalam dua penampilan iklan yang merupakan satu produk sejenis yang saling bersaing, dalam waktu yang hampir bersamaan. Jeda waktu enonton penampilan Sule dalam iklan di XL dan AS tidak terlalu jauh. Ada sebagian yang bilang, apa yang dilakukan oleh Sule tidak etis dalam dunia periklanan. Mereka menyoroti peran Sule yang menjadi ‘kutu loncat’ ala tokoh parpol yang secara cepat berpindah kepada pelaku iklan lain yang merupakan kompetitornya.
3.2 Kerangka Konseptual 3.2.1 Corpus
Corpus merupakan sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembangannnya oleh analisa dengan semacam kesemenaan, bersifat sehomogen mungkin (Kurniawan, 2001 : 70). Sifat yang homogeny ini diperlukan untuk member harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis sebagai keseluruhan tetapi sebagai analisis, corpus itu bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari sebuah teks yang dapat ditangkap atau dasar suatu analisis yang bertolak dari unsur
(54)
tertentu yang terpisah dan berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan. Corpus adalah kata lain dari sampel, bertujuan tetapi khusus digunakan untuk analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif. Corpus penilitian ini adalah tiap potongan scene Iklan Kartu AS Versi Sule.
3.3 Unit analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah semua tanda-tanda dalam komposisi visual yang terdapat dalam Iklan Kartu AS Versi Sule yang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan pendekatan semiotik John Fiske dalam shot-shot gambar dalam Iklan Kartu AS Versi Sule” di televisi sehingga di dapat representasi menyeluruh dari tampilan iklan tersebut.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah semua tanda-tanda dalam
komposisi visual (setting, wardrobe, property, slogan / tagline, camera
angel, sound / suara, dll) yang terdapat dalam Iklan Kartu AS Versi Sule sehingga di dapat representasi menyeluruh dari tampilan iklan tersebut.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dalah dengan cara mengamati Iklan Kartu AS Versi Sule di televisi secara langsung merekam
dalam bentuk digital, kemudian mengcapture berdasarkan shot
(55)
bagian dari rangkaian gambar yang begitu panjang yang hanya direkam dengan satu take saja. Data yang terkumpul disebut data primer dan selanjutnya dianalisis berdasarkan semiotik John Fiske. Data dari penelitian ini kemudian digunakan untuk mengetahui bagaimana makna Iklan Kartu AS Versi Sule.
3.5 Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis data penelitian ini adalah penelitian semiotic John Fiske, yaitu:
1. Level Realitas
Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make
up yang digunakan oleh pemain, lingkungan, perilaku, ucapan, gerak
tubuh, (Geture), ekspresi, suara dan sebagainya yang di pahami sebagai
kode budaya yang di tangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis.
2. Level Representasi
Meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, music dan suara yang
ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik, karakter, action, dialog, setting, casting dan sebagainya.
(56)
3.Level Ideologi
Level ini diorganisasikan ke dalam kesatuan (coherence) dan
penerimaaan sosial (Sosial Acceptability) seperti individualisme, kelas
(57)
4.1
Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Penyajian data
4.1.1
Gambaran Umum Objek Penelitian
Telkomsel merupakan operator telekomunikasi seluler GSM kedua di
Indonesia, dengan layanan paskabayarnya yang diluncurkan pada tanggal 26
Mei 1995. Waktu itu kepemilikan saham Telkomsel adalah PT Telkom
(51%) dan PT Indosat (49%). Kemudian pada November 1997 Telkomsel
menjadi operator seluler pertama di Asia yang menawarkan layanan
prabayar GSM. Telkomsel ini mengklaim sebagai operator telekomunikasi
seluler terbesar di Indonesia, dengan 26,9 juta pelanggan dan memiliki
market share sebesar 55% (Maret 2006). Telkomsel memiliki tiga produk
GSM, yaitu SimPATI (prabayar), KartuAS (prabayar), serta KartuHALO
(paskabayar). Saat ini saham Telkomsel dimiliki oleh TELKOM (65%) dan
perusahaan telekomunikasi Singapura SingTel (35%). TELKOM merupakan
BUMN Indonesia yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah
Republik Indonesia, sedang SingTel merupakan perusahaan yang mayoritas
sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Singapura.
(58)
Hal berbeda dengan operator lain, Telkomsel mulai membangun jaringan
dan melayani pelanggannya dari luar jawa yakni Batam, Medan daerah
lainnya. Selanjutnya Pada tahun 1996, Telkomsel mulai beroperasi di ibu
kota Jakarta dan berhasil melayani seluruh propinsi yang ada di
Indonesia,hal ini ditandai denagn pengoperasian layanan Telkomsel di
Ambon dan jayapura.
Telkomsel menjadi pelopor kartu prabayar isi ulang di ASIA dan
meluncurkan prodak pertamanya simPATI, kartu ini diluncurkan saat krisis
ekonomi sedang melanda tahun 1997, dimana Telkomsel memberikan solusi
kepada para pengguna jasa selular yang memulia melakukan pengontrolan
anggaran komunikasinya. Selain itu juga Telkomsel mendapat sertifikat ISO
9002 untuk Costumer Service On-Line dari PT Tuv Rheinland Jerman, yang
menandai layanan pelanggan Telkomsel telah memenuhi standarisasi mutu
internasional. Telkomsel pada tahun 1998 membuat program baru untuk
mengembangkan jaringannya dengan mencanangkan Word Class Operator
sebagai tolak ukur standar layanan.Positioning baru kartu prabayar
Telkomsel dengan nama simPATI Nusantara yang bermottokan “Dengan
simPATI tetap terkendali”, dimana simPATI yang sebelumnya hanya
(59)
Untuk tahun 1999, implementasi BIANCA ( Billing and Customer
Care) menggantikan system billing lama, menandai peristiwa penting
Telkomsel dalam menjalankan bisnisnya. BIANCA memungkinkan berbagai
proses dapat dilakukan secara serempak, seperti : informasi pelanggan,
pencatatan percakapan hingga produksi tagihan / invoice. Predikat pelayanan
terbaik untuk kategori operator selular : “The in Achieving Costumer
Satisfaction Toward Service Quality” dari lembaga survei frontier bekerja
sama dengan majalah SWA. Pada tahun 2000, Telkomsel mempelopori
layanan Mobile Banking di Indonesia bekerja sama dengan bank Panin, yang
merupakan inovasi Tekomsel dalam mengintegrasikan system teknologi
telekomunikasi dan informasi dalam sistem banking.
Disini Telkomsel juga merupakan operator terkemuka layanan
telekomunikasi seluler di Indonesia dengan pangsa pasar dan pendapatan
saham. Pada akhir Maret 2009, Telkomsel memiliki 72.1 juta pelanggan
yang berdasarkan statistik industry mewakili pangsa pasar yang diperkirakan
sekitar 50%. Telkomsel menyediakan layanan selular di Indonesia, melalui
nasional sendiri dual-band GSM 900-1800 MHz, jaringan 3G, dan
internasional, melalui 341 mitra roaming internasional di 180 negara (akhir
(60)
Perusahaan menyediakan pelanggan dengan pilihan antara dua-kartu
prabayar simPATI dan Kartu As, atau pasca-bayar kartuHALO layanan,
serta berbagai layanan nilai tambah dan program. Pada 20 Maret 2009,
Telkomsel dan Apple South Asia Pte. Ltd meluncurkan iPhone 3G di
Indonesia dengan harga disesuaikan rencana untuk semua pelanggan
Telkomsel berharga. Telkomsel beroperasi di Indonesia telah tumbuh secara
substansial sejak peluncuran komersial pasca layanan dibayar pada tanggal
26 Mei 1995. Pada 4 November 1997, Telkomsel menjadi operator
telekomunikasi seluler pertama di Asia yang memperkenalkan GSM dapat
diisi ulang layanan pra-bayar. Pendapatan kotor Telkomsel telah tumbuh dari
Rp 3.59 triliun pada tahun 2000 menjadi Rp 44.42 triliun pada tahun 2008.
Selama periode yang sama, jumlah pelanggan selular Telkomsel meningkat
dari sekitar 1,7 juta seperti pada 31 Desember 2000 untuk 65.3 juta pada 31
Desember 2008. Telkomsel memiliki jangkauan jaringan terbesar dari salah
satu operator selular di Indonesia, menyediakan jangkauan jaringan yang
mencapai lebih dari 95% dari jumlah penduduk Indonesia dan merupakan
satu-satunya operator di Indonesia yang mencakup seluruh negara, provinsi
dan kabupaten, baik semua "kecamatan" di Sumatra, Jawa, dan Bali. Disini
Perusahaan Telkomsel menawarkan GSM Dual Band (900 & 1800), GPRS,
(61)
Wilayah Regional Jabar didukung oleh 3 GraPARI.
4.1.2 Visi dan Misi PT.TELKOMSEL
Visi dan misi bagi sebuah perusahaan bisa dikatakan sebagai
pedoman dan tujuan. Tanpa adanya visi dan misi sebuah perusahaan tidak
akan bertahan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan oleh perusahaan
tersebut. Visi dan misi PT.TELKOMSEL yang membawa TELKOMSEL
menjadi salah satu perusahan terkemuka di Indonesia. Sasaran baru yang
disisipkan dalam pernyataan visi dan misi terbaru TELKOMSEL ditujukan
untuk menuntun perusahaan dalam melewati serangkaian tantangan baru,
meningkatkan irama industri, dan mengatasi situasi yang tidak nyaman. Visi
dan Misi terbaru TELKOMSEL menandakan adanya tiga perubahan penting,
yaitu :
1. Menetapkan Posisi Pasar yang Baru
Posisi pasar yang baru merupakan posisi yang melampaui
kepemimpinan pasar yang telah dicapai.
(62)
komunikasi nirkabel.
3. Memberikan Solusi
TELKOMSEL memberikan solusi yang lebih dari sekedar penyediaan
jaringan generic (umum) dan pelayanan.
4.1.3 Visi PT.TELKOMSEL
Visi adalah pedoman bagi perusahaan yang merupakan suatu
keinginan terhadap keadaan di masa yang akan datang. TELKOMSEL
memiliki visi yang dijadikan acuan untuk pengembangan perusahaan ke
depan yaitu ; The Indonesia wireless telecommunication solutions company
“TELKOMSEL penyedia solusi nirkabel terkemuka di Indonesia” Sebagai
penyedia solusi telekomunikasi nirkabel terkemuka di Indonesia,
TELKOMSEL selalu berusaha menyediakan layanan seluler seluas-luasnya
berstandar layanan kelas dunia dan mengacu pada kepuasan pelanggan.
(63)
mengandung falsafah atau nilai-nilai yang harus tertanam dalam tingkah laku
seluruh organisasi perusahaan. Misi yang diamanatkan dalam perusahaan
adalah : First choice wireless telecommunication solutions provider in
Indonesia working in partnership with shareholders and other alliances to
create value for investors, employee and the nation "Menjadi pilihan utama
sebagai penyedia solusi telekomunikasi nirkabel di Indonesia yang
bekerjasama dengan para pemegang saham dan mitra usaha lainnya untuk
menghasilkan nilai tambah bagi investor (penanam modal), karyawan dan
negara. "
Bekerjasama dengan para pemegang saham dan mitra usaha agar
dapat menghasilkan nilai tambah bagi penanam modal, karyawan dan
negara, diharapakan dapat menjadikan TELKOMSEL sebagai penyedia
solusi telekomunikasi nirkabel di Indonesia.
4.1.4. KartuAS
Kartu AS merupakan kartu prabayar yang sangat fenomenal yang
pernah diluncurkan oleh TELKOMSEL, di mana hanya 3 tahun sejak
diluncurkan 24 Mei 2004 telah digunakan sekitar 17 Juta pelanggan.
KartuAS merupakan inovasi yang ditujukan untuk memperluas pasar seluler
(64)
Kartu AS dapat diisi ulang seperti halnya dengan kartu prabayar
yang ada di Indonesia. Kartu AS dapat digunakan di seluruh Indonesia, tarif
percakapan sangat kompetitif karena mempunyai dua tarif khusus, yaitu :
1.
Tarif Murah (tarif flat dari pelanggan kartu AS ke pelanggan kartu
HALO dan simPATI)
2.
Tarif Super Murah (tarif flat antar sesama pengguna kartu AS)
4.1.2 Penyajian
Data
Iklan Kartu As dengan versi “Sule” di televisi menyajikan audio
visual teks (leksia) dalam dialog yang akan dimaknai melalui pendekatan
Semiologi Roland Barthes. Data yang terdapat dalam obyek penelitian
dibagi menjadi dua sistem linguistik dan diuraikan menjadi beberapa leksia
(kode pembacaan) yang terdiri dari lima kode, yaitu kode hermeneutik, kode
proaretik, kode semantik, kode simbolik dan kode kultural. Sedangkan
perpaduan antara gambar, warna dan tulisan yang tervisualisasikan dalam
tampilan scene dan shotnya akan dianalisis dalam hasil dan pembahasan.
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis peneliti mengenai pemaknaan Iklan Kartu As dengan
versi “Sule” di televisi dengan pendekatan semiologi Roland Barthes maka dapat disimpulkan:
Repsentasi persaingan yang digunakan yaitu memakai Sule yang diketahui sebagai bintang iklan Kartu XL, direbut oleh Kartu As untuk menggunakan sebagai saingan. Narasi iklan ini kemudian dikaji melalui peneliti melakukan pemaknaan mendalam mengenai makna pesan komunikasi yang disampaikan dalam Iklan Kartu As dengan versi “Sule” dilakukan dengan semiologi dari John Fiske melalui petanda dan penanta serta dengan menggunakan kode pembacaan
5.2 Saran
1. Dalam memproduksi sebuah iklan televisi menggunakan strategi apapun dalam penyampaian pesannya diharapkan agar lebih peka dalam menggunakan tanda, lambang dan simbolisasi dalam memaknai sebuah produk. Berdasarkan analisis yang dilakukan dalam Iklan Kartu As dengan versi “Sule” di televisi telah dikaji dalam penelitian ini. Peneliti menyarankan sebaiknya bagi pengiklan tidak mengembangkan konsep saling menjatuhkan.
76
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(2)
“Sule”di televisi tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penelitian lanjut guna memperbaiki kekurangan yang mungkin ditemui agar dapat memberikan masukkan dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu komunikasi pada umumnya.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Burton, Graeme. 2000. Membincangkan Televisi. Yogyakarta : Jalasutra
Irawanto, Budi. 2002. Ideology dan militer dalam Sinema Indonesia. Yogyakarta : Media presindota
Jefkins, Frank. 1997. Periklanan. Jakarta, Erlangga
Kasali, Ronald. 1992. Manajemen Periklanan Jakarta. Anem kosong Anem KPI, 2010, Pedoman Perilaku Penyiaran, Jakarta
Kurniawan, Junaedhi. 1991. Ensiklopedi Para Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Tama
Kurniawan, 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang : Indonesia
Mulyana, Deddy. 2004.Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Rosdakarya Piliang, Yasraf Amir. 2006. Dunia yang Dilipat”Tamsya melampai batas – batas
kebudayaan”. Yogyakarta : Jalasutra
Sardar, Ziaudin 2005. Seri mengenal dan Memahami Cultural Studies. Batam Centre: Scientitific Press
Sobur, Alex, 2003. Semiotika Komunikasi, Bandung PT. Rosdakarya
Sulaksana, Uyung, 2005. Intergrated Marketing Communications, Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(4)
Suyanto, M, 2005. Strategi Perancangan Iklan televisi Perusahaan Top
Dunia,Yogyakarta, Andi
Sumartono. 2002, Terperangkap Dalam Iklan. Alfabeta, Bandung.
(http://www.makin.co.id)
(www.kompas.com/kompas mediacetak/0308/17/seni/495655.htm)
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Burton, Graeme. 2000. Membincangkan Televisi. Yogyakarta : Jalasutra Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Kencana. Jakarta.
Durianto, Darmadi, Sugianto, Sitinjak, Tony. 2001. Strategi Menaklukkan Pasar;
Melalui Riset Ekuitas Dan Perilaku Merek. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Irawanto, Budi. 2002. Ideology dan militer dalam Sinema Indonesia. Yogyakarta : Media presindota
Jefkins, Frank. 1997. Periklanan. Jakarta, Erlangga
Kasali, Ronald. 1992. Manajemen Periklanan Jakarta. Anem kosong Anem
Kurniawan, Junaedhi. 1991. Ensiklopedi Para Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Tama
Lee, Monle dan Carla Johnson, 2007, Prinsip – Prinsip Periklanan Dalam
PerspektifGlobal, Cetakan Kedua, Prenada Media, Jakarta.
Mulyana, Deddy. 2004.Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Rosdakarya Nasution, Zulkarimein. 1990. Teknologi Komunikasi Dalam Perspektif: Latar
Belakang dan Pengembangannya. Fakultas Ekonomi Universitar Indonesia.
Jakarta.
Piliang, Yasraf Amir. 2006. Dunia yang Dilipat”Tamsya melampai batas – batas
kebudayaan”. Yogyakarta : Jalasutra
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Sobur, Alex, 2003. Semiotika Komunikasi, Bandung PT. Rosdakarya
Sulaksana, Uyung, 2005. Intergrated Marketing Communications, Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(6)
Winarno, Budi. 2003. Teori Iklan. Jakarta: Medpress
Wiryanto. 2005. Teori Komunikasi Massa. Grasindo. Jakarta.
(http://www.makin.co.id)
(www.kompas.com/kompas mediacetak/0308/17/seni/495655.htm)
(http://puslit.petra.ac.id/journalis/desaign31/05/2008/20:36) (http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html)