Representasi Ketidakadilan Hukum Dalam Iklan Provider Selular Smart Versi “ Maling Ayam “ Di Televisi (Studi Semiotik terhadap representasi ketidakadilan hukum dalam iklan provider selular Smart versi “ Maling Ayam “ Di Televisi ).

(1)

(Studi Semiotik Terhadap Representasi Ketidakadilan Hukum Dalam Iklan Provider Selular Smart Versi “Maling Ayam” Di Televisi )

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN “ Veteran “ Jawa Timur

oleh : EKA SEPTIANA NPM. 0643010317

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahhirabbil’allamiin, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, serta sholawat dan salam penulis ucapkan kepada Baginda Rasul Nabi Allah Muhamad SAW. Karena karuniaNYA, penulis bisa menyelesaikan Skripsi ini. Hanya kepadaNYA-lah rasa syukur dipanjatkan atas selesainya Skripsi ini. Sejujurnya penulis akui bahwa kesulitan selalu ada di setiap proses pembuatan skripsi ini, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri sendiri, kesulitan itu akan terasa mudah apabila kita yakin terhadap kemampuan yang kita miliki. Semua proses kelancaran pada saat pembuatan skripsi ini tidak lepas dari segala bantuan dari berbagai pihak yang sengaja maupun tak sengaja telah

memberikan sumbangsihnya. Maka penulis ″wajib″ mengucapkan banyak

terimakasih kepada mereka yang disebut berikut :

1. Kedua orang tua penulis yang telah mendukung, membimbing dengan penuh

kasih sayang dan perhatiannya secara moril maupun materiil, serta atas do’a yang tak henti-hentinya beliau haturkan untuk penulis.

2. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan FISIP UPN ″Veteran″ Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos, MSi selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi sekaligus Dosen Pembimbing penulis.


(3)

iv

4. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi Terima kasih buat semua ilmunya.

5. Dosen penguji proposal yang memberikan saran yang membangun agar

skripsi ini terselesaikan dengan baik.

Serta tak lupa penulis memberikan rasa terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini, baik dari suport, bimbingan maupun doanya :

1. Diota, Terima kasih buat suportmu yang selalu ingatkan buat maju terus dan kamulah inspirasi penulis dalam pembuatan proposal ini.

2. Teman satu perjuangan saat kuliah yang telah memberi semangat untuk

mnyelesaikan skripsi ini, Ginna, Rhiza, Angginova, Andre, Ian, Mbak Ria, Mas Angga, Teman-Teman di Facebook dan teman-teman yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, Terima kasih buat dukungan dan doanya.

Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan-kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Terima Kasih.

Surabaya, Juni 2010


(4)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ABSTRAKSI ... ii

KATA PENGANTAR ……….... iii

DAFTAR ISI ………... v

DAFTAR GAMBAR ……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2. Perumusan Masalah ………... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 7

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 8

2.1.1. Kepribadian……… 8

2.1.2. Hukum... 9

2.1.2.1 Pengertian dan Defiinisi Hukum ... 9

2.1.2.2 Hukum Sebagai Sistem ... 14


(5)

2.1.2.5 Pembuatan Berita Acara... 18

2.1.3. Keadilan Dan Ketidakadilan Hukum ... 19

2.1.3.1. Bentuk dan Aspek ketidakadilan hukum ... 20

2.1.3.2 Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum 27 2.1.4. Televisi Sebagai Media Periklanan ... 27

2.1.5. Sejarah Periklanan Di Indonesia... ... 31

2.1.6. Periklanan... ... 32

2.1.7. Unsur-unsur Iklan ... ... 37

2.1.8. Representasi ... 40

2.1.9. Psikologi Warna ... 43

2.1.10.Semiotika Jhon Fiske ... 44

2.1.11.Pendekatan Semiotik Dalam Iklan Televisi ... 48

2.1.12.Iklan Provider Selular Smart Versi Maling Ayam ... 50

2.2. Kerangka Berpikir ... 51

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ………... 53

3.2. Kerangka Konseptual ……… 54

3.2.1 Corpus ………..………... …. 54

3.2.2 Definisi Operasional Konsep ……….. 55

3.2.2.1 Representasi ………. 55

3.2.2.2 Keadilan Hukum ……… 55

3.2.3 Unit Analisis ……… 56


(6)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data … 61

4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian …………. 61

4.1.2 Penyajian Data ………. 63

4.1.2.1 Iklan Smart ……… ... 63

4.2 Analisis Data ……….. 64

4.2.1 Scene 1 ……… 64

4.2.2 Scene 2 ……… 66

4.2.3 Scene 3 ……… 68

4.2.4 Scene 4 ……… 70

4.2.5 Scene 5 ……… 71

4.2.6 Scene 6 ……… 73

4.2.7 Scene 7 ……… 74

4.2.8 Scene 8 ……… 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……… 78

5.2 Saran ……….. 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

Gambar 2.1 Model Kategori Pesan Makna oleh Jhon Fiske ... 46 Gambar 2.2 Kode-Kode Televisi Jhon Fiske ………. 52 Gambar 4.1 Iklan gratis Smart “Seumur Hidup” ………... 63


(8)

ix

Potongan-potongan Iklan Provider Selular Smart Versi Maling Ayam ………… 81 Halaman wikipedia web Smart ……… 83 Bentuk Ketidakadilan hukum dan Proses Hukum ………... 90 Proses Hukum yang Tidak Jelas Penyelesainnya ………. 91


(9)

Lampiran : Potongan-potongan Iklan Provider Selular Smart Versi ’’ Maling Ayam ’’

SCENE 1. SCENE 2.

SCENE 3, SCENE 4.


(10)

(11)

Selular Smart Versi “ Maling Ayam “ Di Televisi (Studi Semiotik terhadap representasi ketidakadilan hukum dalam iklan provider selular Smart versi “ Maling Ayam “ Di Televisi )

Penelitian ini berusaha mengungkap representasi ketidakadilan hukum dalam iklan provider selular Smart versi “maling ayam” melalui pendekatan teori semiotika diharapkan iklan mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda, kode, dan makna yang terkandung di dalamnya, iklan tersebut menampilkan sebuah cerita yang didalamnya berisi sikap dari seorang maling yang sedang mengalami kesalahan persepsi komunikasi kepada polisi yang sedang memberi vonis hukuman.

Dengan pemilihan model semiotika Jhon Fiske, tanda-tanda dalam tataran gambar bergerak (iklan) tersebut telah dikombinasikan menjadi kode-kode, untuk memungkinkan suatu pesan disampaikan dari komunikator ke komunikan (penonton). Adapun tanda-tanda tersebut oleh Jhon Fiske dikategorikan menjadi tiga level kode, yakni level realitas yang mencakup kode-kode sosial (penampilan, kostum, riasan, lingkungan, perilaku, cara berbicara, gerakan, ekspresi), level representasi yang meliputi kode-kode teknik (kamera, pencahayaan, perevisian, musik, suara) dan level ideologi yang terdiri dari kode-kode representatif (naratif, konflik, karakter, aksi, dialog, latar, pemeran)

Alasan peneliti dalam mengambil objek penelitian iklan provider selular Smart versi “ maling ayam “ di televisi karena iklan ini berbeda dari iklan provider selular lain, selain itu pada saat iklan ini muncul banyak tindakan-tindakan yang berhubungan dengan ketidakadilan hukum di Indonesia saat ini, terlihat dalam kostum yang digunakan oleh para tokoh dalam iklan tersebut dan dialog dalam iklan tersebut. Oleh karena itu dalam iklan ini juga menyindir permasalahan hukum terutama pada ketidakadilan hukum saat ini.

Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa iklan tersebut menampilkan sebuah fenomena ketidakadilan hukum. Iklan provider selular smart “maling ayam” , menampilkan ketidakadilan hukum yang berbeda dari tema ketidakadilan hukum pada umumnya. Dalam iklan ini ketidakadilan hukum cenderung sangat tidak sesuai dalam memberi vonis hukuman. Tokoh dalam iklan ini karakter tokohnya, aktifitas yang dilakukannya menjadi representasi ketidakadilan hukum yang berhasil ditampilkan dalam iklan ini.

Kata kunci : Representasi Ketidakadilan Hukum, Iklan Provider selular Smart versi “Maling Ayam” , Semiotik Jhon Fiske.


(12)

1.1.Latar Belakang Masalah

Iklan adalah proses penyampaian pesan atau informasi kepada sebagian atau seluruh khalayak dengan menggunakan media. Menurut Wibowo (2003:5) iklan atau periklanan didefinisikan sebagai kegiatan berpromosi atau memberikan informasi melalui media massa.

Salah satu media untuk menyampaikan pesan berupa iklan adalah televisi. Hal ini dikarenakan peranan televisi memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan media lain dalam upaya membantu proses keberhasilan penyebaran iklan. Karenanya memperbincangkan masalah iklan televisi amatlah menarik, selain memiliki sisi kreasi dan inovasi dalam hal ini mengedepankan informasi, hiburan, dan pendidikan atau gabungan dari semuanya. iklan televisi juga mampu mempengaruhi emosi masyarakat yang bertempat tinggal tersebar dan heterogen dalam memenuhi standar dan gaya hidup pemirsanya. Dengan didukung karakteristiknya yang audio dan visual, televisi mampu membangkitkan selera pemirsa terutama atas rangsangan visual, sehingga menjadikannya sebagai medium yang intim dan personal.

Seperti diketahui iklan adalah struktur informasi dan susunan komunikasi nonpersonal yang biasanya dibiayai oleh produsen dan bersifat persuasive, tentang produk – produk (barang, jasa dan gagasan) oleh sponsor yang teridentifikasi melalui berbagai macam media. Sedangkan yang disebut media periklanan adalah suatu metode komunikasi umum yang membawa


(13)

pesan periklanan melalui televisi, radio, koran, majalah, iklan luar rumah (out of home) atau iklan luar ruang (outdoor) (Shimp, 2003: 504).

Siaran iklan televisi akan selalu menjadi pusat perhatian audien pada saat iklan itu ditayangkan. Jika audien tidak menekan remote control-nya untuk melihat program stasiun televisi lain maka ia harus menyaksikan tayangan iklan televisi satu per satu. Perhatian audien akan tertuju hanya kepada siaran iklan dimaksud ketika iklan itu muncul di layar televisi, tidak kepada hal-hal lain. Pembaca surat kabar dapat mengabaikan iklan yang berada di sudut kiri bawah halaman surat kabar yang tengah dibacanya, atau melewatkan halaman tertentu dan hanya membaca kolom olah raga. Tidak demikian halnya dengan siaran iklan televisi. Audien harus menyaksikannya dengan fokus perhatian dan tuntas. (Morrisan, 2004: 188)

Iklan produk adalah iklan yang berisi pesan tentang barang, sementara iklan bukan produk berisi informasi atau jasa. Iklan komersial adalah iklan yang bertujuan untuk mengharapkan keuntungan, semantara iklan bukan komersial adalah iklan yang tidak mengharapkan keuntungan finansial melainkan keuntungan sosial. Iklan berdampak langsung adalah iklan yang memberikan gambaran tentang suatu informasi yang membentuk sikap khalayak yang lebih “familier” (Widyatama,2005:75).

Dari sekian iklan yang ada di berbagai media, iklan di televisi menyampaikan informasi secara efisien dan efektif. Karena memperbincangkan iklan televisi sangatlah menarik, selain memliki sisi kreasi dan inovasi. Iklan di televisi memiliki kelebihan tampilan yaitu ada unsur


(14)

audio dan visual. Iklan di televisi juga mengedepankan informasi, hiburan, dan pendidikan atau gabungan dari semuanya.

Media televisi merupakan media komunikasi yang paling efektif dan efisien sebagai media untuk informasi produk dan citra suatu perusahaan. Kelebihan dan kekuatan teknologi yang dimilikinya, memungkinkan televisi mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi yang diharapkan oleh suatu perusahaan atau lembaga pengiklan. Luasnya jangkauan televisi yang dapat ditempuh dalam jangka waktu yang bersamaan dan serentak, pesan dan informasi yang disampaikan melalui televisi mampu menjangkau jutaan khalayak sasarannya (Sumartono,2001:20).

Televisi menyajikan berbagai macam informasi. Informasi tidak mengalir secara harfiah, kenyataannya informasi sendiri tiada bergerak yang sesungguhnya terlihat adalah penyampaian suatu pesan, interpretasi penyampaian dan penciptaan penyampaian pesan itu sendiri.

Televisi merupakan salah satu media yang termasuk dalam kategori above the line. Sesuai dengan karakternya, iklan televisi mengandung unsur suara, gambar dan gerak, oleh karena itu pesan yang disampaikan melalui media ini sangat menarik perhatian dan impresif. Aspek artistik bahwa materi iklan yang disajikan sebaiknya, menterjemahkan secara optimal pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh pihak produsen dan pengiklan sehingga mampu membentuk kesan yang positif pada khalayak sasaran yang dituju (Sumartono,2002:134).


(15)

Sedangkan etika bisnis dalam beriklan adalah bahwa materi atau isi pesan yang disajikan dalam iklan harus mengandung informasi (pesan) yang jelas, akurat, faktual dan lengkap sesuai dengan kenyataan dari produk atau jasa yang ditawarkannya (Sumartono,2002:34). Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak merasa tertipu oleh sajian-sajian iklan yang “bombastis” yang hanya menjual produk tetapi tidak terbukti kebenarannya.

Dalam aktivitas perpindahan informasi tentang produk yang diiklankan pada khalayak, iklan tentunya harus mengandung daya tarik dimana setelah pemirsa atau khalayak mengetahuinya mampu menggugah perasaan. Jadi untuk menampilkan kekuatan iklan tidak hanya sekedar menampilkan pesan verbal tetapi juga harus menampilkan pesan non verbal yang mendukung iklan. Salah satu iklan yang menampilkan pesan verbal adalah iklan provider selular Smart versi “Maling Ayam”.

Visualisasi teks iklan tersebut terdapat seorang maling dan polisi, Dan maling tersebut tertangkap karena mencuri ayam, Pada saat polisi menanyakan kepada anggota polisi lain hukuman yang akan didapat oleh maling ayam tersebut, Polisi tersebut menjawab dengan santai ini sih seumur hidup lalu seorang maling tersebut jatuh pingsan, Dan polisi sangat heran dengan maling yang jatuh pingsan padahal polisi membaca sebuah koran yang berisi tentang promosi iklan Smart.

Saat ini bila membicarakan masalah hukum, tampaknya seperti tidak pernah selesai, selalu bila tidak pernah tuntas dan hukum hanya dipandang sebagai obyek yang selalu menjadi sumber masalah dan dipandang sebagai


(16)

kambing hitam belaka. Tiada pihak yang mau bertanggung jawab, semua pihak saling menyalahkan, saling menuduh, sehingga masalahnya tidak menemukan jalan keluar dan selalu harus berputar, akhirnya tidak pernah tuntas. Oleh karena itu untuk menghindari masalah tersebut, tampaknya perlu dikaji tentang sifat, karakteristik,dan tindakan yang menyertai ketidakadilan hukum.

Penelitian ini berusaha mengungkap representasi ketidakadilan hukum dalam iklan provider selular Smart versi “maling ayam” melalui pendekatan teori semiotika diharapkan iklan mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda, kode, dan makna yang terkandung di dalamnya, iklan tersebut menampilkan sebuah cerita yang didalamnya berisi sikap dari seorang maling yang sedang mengalami kesalahan persepsi komunikasi kepada polisi yang sedang memberi vonis hukuman.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.

Dengan pemilihan model semiotika Jhon Fiske, tanda-tanda dalam tataran gambar bergerak (iklan) tersebut telah dikombinasikan menjadi kode-kode, untuk memungkinkan suatu pesan disampaikan dari komunikator ke komunikan (penonton). Adapun tanda-tanda tersebut oleh Jhon Fiske dikategorikan menjadi tiga level kode, yakni level realitas yang mencakup kode-kode sosial (penampilan, kostum, riasan, lingkungan, perilaku, cara


(17)

berbicara, gerakan, ekspresi), level representasi yang meliputi kode-kode teknik (kamera, pencahayaan, perevisian, musik, suara) dan level ideologi yang terdiri dari kode-kode representatif (naratif, konflik, karakter, aksi, dialog, latar, pemeran) (Fiske, 1987: 4).

Oleh karena objek penelitian ini adalah cerita yang terdapat dalam iklan provider selular Smart versi “ Maling Ayam” , yakni meliputi gambar dan suara (kata-kata yang diucapkan tokoh cerita) yang terdapat dalam iklan tersebut yang memuat pesan moral prososial dan antisosial, maka nantinya hanya akan dipilih beberapa kode televisi sebagai unit analisisnya. Pesan moral prososial dan antisosial ini disampaikan lewat penampilan para tokoh iklan yang tercermin dalam perilaku, dialog, ekspresi dan karakter tokoh-tokoh tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang representasi ketidakadilan hukum dalam iklan provider selular Smart versi “maling ayam” di televisi .

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah representasi ketidakadilan hukum dalam iklan provider selular Smart versi “maling ayam” di televisi ?

1.3.Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi ketidakadilan hukum dalam iklan provider selular Smart versi “maling ayam” di televisi.


(18)

1.4.Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan praktis

Diharapkan dapat menjadi kerangka acuan bagi pihak Editor untuk menghasilkan iklan yang lebih inovatif dan variatif dalam menggambarkan realitas kehidupan, cermin budaya masyarakat, sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.

2. Kegunaan teoritis

Sebagai bahan acuan serta menambah referensi perpustakaan khususnya ilmu komunikasi kepada para peneliti yang lain.


(19)

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kepribadian

Kepribadian adalah organisasi dinamik dari suatu sistem psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang pada gilirannya menentukan penyesuaian khas yang dilakukan terhadap lingkungannya. Artinya, kepribadian dapat diartikan sebagai keseluruhan cara yang digunakan oleh seseorang untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain (Siagian, 1995 : 94).

Ditambahkan bahwa ada tiga faktor yang dapat membentuk kepribadian seseorang, yakni faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (keturunan), lingkungan, dan faktor-faktor situasi. Sebaliknya, Indrawijaya (1989 : 36) menyatakan bahwa kepribadian adalah fungsi dari hereditas atau pembawaan sejak lahir dan lingkungan/pengalaman. Dapat disimpulkan sebagai berikut.

a. Keturunan

Kepribadian seseorang merupakan struktur-struktur yang berhubungan dengan asas-asas keturunan. Faktor-faktor keturunan ini dibawa sejak lahir sehingga diwarisi dari orang tuanya yang berkisar pada komposisi biologis, fisiologis dan psikologis, yang secara inheren terdapat dalam diri seseorang.

b. Lingkungan

Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh pengalamannya, yakni interaksi dengan lingkungannya. Indrawijaya mengatakan bahwa faktor lingkungan di sini adalah faktor kebudayaan dan faktor kelas sosial dan nilai kerja. Lebih lanjut


(20)

diterangkan oleh Robbins (1991 : 90) dan Siagian (1995 : 94) bahwa pengalaman seseorang dengan lingkungannya seperti ajaran disiplin dalam keluarga, kultur tempat seseorang dibesarkan.

c. Situasi

Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh situasi-situasi khusus. Reaksi seseorang terhadap situasi tertentu bisa berbeda pada waktu yang berlainan.

2.1.2. Hukum

2.1.2.1. Pengertian Dan Definisi Hukum

Hukum atau ilmu hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui lembaga atau institusi hukum.

Berikut ini definisi Hukum menurut para ahli :

Menurut Tullius Cicerco (Romawi) dala “De Legibus” : Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.

Hugo Grotius (Hugo de Grot) dalam “ De Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan Damai),1625: Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar.


(21)

J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH mengatakan bahwa : Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.

Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651:

Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain. Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im Recht” 1877-1882:

Hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa yang berlaku dalam suatu negara, Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional (1976:15):

Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.

Membaca beberapa literatur utamanya yang terkait dengan Ilmu Hukum, maka akan kita temukan beberapa definisi/pengertian tentang “hukum”, dan definisi tentang “hukum” itu dapat pula kita temui dari kamus, ensiklopedi ataupun dari suatu aturan perundang-undangan.

Untuk melihat apa yang dimaksud dengan hukum, berikut akan diurai definisi “hukum” dari beberapa aliran pemikiran dalam ilmu hukum yang ada,


(22)

sebab timbulnya perbedaan tentang sudut pandang orang tentang apa itu “hukum” salah satunya sangat dipengaruhi oleh aliran yang melatarbelakanginya.

1. Aliran Sosiologis Roscoe Pound, memaknai hukum dari dua sudut pandang, yakni:

a. Hukum dalam arti sebagai tata hukum (hubungan antara manusia dengan individu lainnya, dan tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya, atau tata sosial, atau tata ekonomi).

b. Hukum dalam arti selaku kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif (harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan oleh manusia sebagai individu ataupun kelompok-kelompok manusia yang mempengaruhi hubungan mereka atau menentukan tingkah laku mereka). Hukum bagi Rescoe Pound adalah sebagai “Realitas Sosial” dan negara didirikan demi kepentingan umum & hukum adalah sarana utamanya.

Jhering: Law is the sum of the condition of social life in the widest sense of the term, as secured by the power of the states through the means of external

compulsion (Hukum adalah sejumlah kondisi kehidupan sosial dalam arti luas,

yang dijamin oleh kekuasaan negara melalui cara paksaan yang bersifat eksternal). Bellefroid: Stelling recht is een ordening van het maatschappelijk leven, die voor

een bepaalde gemeenschap geldt en op haar gezag is vastgesteid (Hukum yang

berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat dan didasarkan atas kekuasaan yang ada di dalam masyarakat itu).


(23)

2. Aliran RealisHolmes: The prophecies of what the court will do… are what I mean by the law (apa yang diramalkan akan diputuskan oleh pengadilan, itulah yang saya artikan sebagai hukum).

Llewellyn: What officials do about disputes is the law it self (apa yang diputuskan oleh seorang hakim tentang suatu persengketaan, adalah hukum itu sendiri). Salmond: Hukum dimungkinkan untuk didefinisikan sebagai kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam peradilan. Dengan perkataan lain, hukum terdiri dari aturan-aturan yang diakui dan dilaksanakan pada pengadilan.

3. Aliran Antropologi Schapera: Law is any rule of conduct likely to be enforced

by the courts (hukum adalah setiap aturan tingkah laku yang mungkin

diselenggarakan oleh pengadilan).

Gluckman: Law is the whole reservoir of rules on which judges draw for their

decisions (hukum adalah keseluruhan gudang-aturan di atas mana para hakim

mendasarkan putusannya).

Bohannan: Law is that body of binding obligations which has been

reinstitutionalised within the legal institution (hukum adalah merupakan

himpunan kewajiban-kewajiban yang telah dilembagakan kembali dalam pranata hukum).

4. Aliran HistorisKarl von Savigny: All law is originally formed by custom and popular feeling, that is, by silently operating forces. Law is rooted in a people’s


(24)

history: the roots are fed by the consciousness, the faith and the customs of the

people (Keseluruhan hukum sungguh-sungguh terbentuk melalui kebiasaan dan

perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga negara.

5. Aliran Hukum Alam Aristoteles: Hukum adalah sesuatu yang berbeda daripada sekedar mengatur dan mengekspressikan bentuk dari konstitusi; hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan dan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.

Thomas Aquinas: Hukum adalah suatu aturan atau ukuran dari tindakan-tindakan, dalam hal mana manusia dirangsang untuk bertindak atau dikekang untuk tidak bertindak.

Jhon Locke: Hukum adalah sesuatu yang ditentukan oleh warga masyarakat pada umumnya tentang tindakan-tindakan mereka, untuk menilai/mengadili mana yang merupakan perbuatan yang jujur dan mana yang merupakan perbuatan yang curang.

Emmanuel Kant: Hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi dimana terjadi kombinasi antara keinginan pribadi seseorang dengan keinginan-keinginan pribadi orang lain, sesuai dengan hukum-hukum tentang kemerdekaan. 6. Aliran Positivis Jhon Austin: Hukum adalah seperangkat perintah, baik langsung ataupun tidak langsung, dari pihak yang berkuasa kepada warga


(25)

masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen, dimana otoritasnya merupakan otoritas tertinggi.

Blackstone: Hukum adalah suatu aturan tindakan-tindakan yang ditentukan oleh orang-orang yang berkuasa bagi orang-orang yang dikuasi, untuk ditaati.

Hans Kelsen: Hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap tingkah laku manusia. Hukum adalah kaidah-kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi.

Jadi kesimpulan yang didapatkan dari apa yang dikemukakan oleh ahli di atas disimpulkan bahwa ilmu hukum pada dasarnya adalah menghimpun dan mensistematisasi bahan-bahan hukum dan memecahkan masalah-masalah.

2.1.2.2. Hukum Sebagai Sistem

Biasanya orang hanya melihat dan bahkan terlalu sering mengidentikan hukum dengan peraturan hukum atau/bahkan lebih sempit lagi, hanya dengan undang-undang saja. Padahal, peraturan hukum hanya merupakan salah satu unsu saja dari keseluruhan sistem hukum, yang terdiri dari 7 (tujuh) unsur sebagai berikut: 1 .asas-asas hukum (filsafahhukum)

2. peraturan atau norma hukum, yang terdiri dari: a. Undang-undang

b. peraturan-peraturan pelaksanaan undang-undang c. yurisprudensi tetap (case law)


(26)

d. hukum kebiasaan

e. konvensi-konvensi internasional f. asas-asas hukum internasional

3. sumber daya manusia yang profesional, bertanggung jawab dan sadar hukum 4. pranata-pranata hukum

5. lembaga-lembaga hukum termasuk: a. struktur organisasinya

b. kewenangannya c. proses dan prosedur d. mekanisme kerja

6. sarana dan prasarana hukum

7. budaya hukum, yang tercermin oleh perilaku para pejabat (eksekutif, legislatif maupun yudikatif), tetapi juga perilaku masyarakat (termasuk pers), yang di Indonesia cenderung menghakimi sendiri sebelum benar-benar dibuktikan seorang tersangka atau tergugat benar-benar bersalah melakukan suatu kejahatan atau perbuatan tercela.

Maka sistem hukum terbentuk oleh sistem interaksi antara ketujuh unsur di atas itu, sehingga apabila salah satu unsurnya saja tidak memenuhi syarat, tentu seluruh sistem hukum tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Atau apabila


(27)

salah satu unsurnya berubah, maka seluruh sistem dan unsur-unsur lain juga harus berubah.

Dengan kata lain: perubahan undang-undang saja tidak akan membawa perbaikan, apabila tidak disertai oleh perubahan yang searah di dalam bidang peradilan, rekruitmen dan pendidikan umum, reorganisasi birokrasi, penyelarasan proses dan mekanisme kerja, modernisasi segala sarana dan prasarana serta pengembangan budaya dan perilaku hukum masyarakat yang mengakui hukum sebagai sesuatu yang sangat diperlukan bagi pergaulan dan kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang damai, tertib dan sejahtera.

2.1.2.3. Cara Hukum Beroperasi

Hukum bekerja dan beroperasi melalui kegiatan pelaksanaan, penegakan atau penerapan, namun kenyataannya aturan-aturan hukum acapkali tidak berjalan seperti yang dituliskan. Hal ini disebabkan berbedanya interpretasi dan kepentingan aparat pelaksana hukum, selain itu aturan hukumnya pun mengalami penyimpangan.

(http://www.bantuanhukum.info/?page=detail&cat=B01&sub=B0102&prod=B01 0202&t=3&ty=2)

2.1.2.4. Penyelidikan Dan Penyidikan Dalam Proses Hukum

Istilah penyelidikan telah dikenal dalam Undang-undang No 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi, namun tidak dijelaskan artinya. Definisi mengenai penyelidikan dijelaskan oleh Undang-undang No. 8


(28)

Tahun 1981 tentang Undang-undang Hukum Acara Pidana, Pasal (5) KUHAP : Yang dimaksud dengan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan, penyelidikan berfungsi untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang sesungguhnya telah terjadi dan bertugas membuat berita acara serta laporannya yang nantinya merupakan dasar permulaan penyidikan. Istilah penyidikan dipakai sebagai istilah yuridis atau hukum pada tahun 1961 yaitu sejak dimuat dalam Undang-undang No. 13 Tahun 1961 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara.

Penyidikan berasal dari kata "sidik" yang artinya terang. Jadi panyidikan artinya membuat terang atau jelas. Walaupun kedua istilah "penyidikan" dan "penyelidikan" berasal dari kata yang sama KUHAP membedakan keduanya dalam fungsi yang berbeda, Penyidikan artinya membuat terang Kejahatan [Belanda = "Opsporing"] [Inggris = "Investigation"]. Namun istilah dan pengertian penyidikan pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu :

1. Istilah dan pengertian secara gramatikal. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka cetakan kedua tahun 1989 halaman 837 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik yang diatur oleh undang-undang untuk mencari dan


(29)

mengumpulkan bukti pelaku tindak pidana. Asal kata penyidikan adalah sidik yang berarti periksa, menyidik, menyelidik atau Mengamat-amati

2. Istilah dan pengertian secara yuridis. Dalam Pasal 1 butir (2) KUHAP dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

(www.artikel-hukum-ringan.blogspot.com)

2.1.2.5. Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan Tersangka Dan Saksi

Catatan atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu oleh penyidik atau penyidik pembantu (pemeriksa atas) atas kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik atau penyidik pembantu dan tersangka serta saksi/ ahli (yang diperiksa), memuat uraian tindak pidana yang mencakup/ memenuhi unsur-unsur tindakpidana yang dipersangkakan dengan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan, identitas pemeriksa dan yang diperiksa, keterangan yang diperiksa, catatan mengenai akta dan/ atau benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara.


(30)

2.1.3. Keadilan Dan Ketidakadilan Hukum

Keadilan dalam hukum secara harfiahnya mempunyai makna yang sempit yakni apa yang sesuai dengan hukum dianggap adil sedang yang melanggar hukum dianggap tidak adil. Jika terjadi pelanggaran hukum, maka harus dilakukan pengadilan untuk memulihkan keadilan. Dalam hal terjadinya pelanggaran pidana atau yang dalam bahasa sehari-hari disebut kejahatan maka harus dilakukan pengadilan yang akan melakukan pemulihan keadilan dengan menjatuhkan hukuman kepada orang yang melakukan pelanggaran pidana atau kejahatan tersebut.

Pengertian yang sempit demikian sejalan dengan tujuan dari hukum itu sendiri yakni mengatur hubungan antara individu dengan individu dan atau antara individu dengan negara selaku penguasa.

Bahwa kemudian seseorang atau suatu golongan yang merasa tidak mendapat keadilan dari suatu proses hukum hal tersebut karena di masyarakat ada pengertian tentang keadilan sosial yang notabene memiliki perbedaan yang jauh dari pengertian tentang "keadilan hukum". Dari perspektif keadilan sosial, keadilan hukum belum tentu adil. Misalnya dalam masalah pembebasan bersyarat Tommy Soeharto, menurut hukum setiap narapidana mempunyai hak mendapat pembebasan bersyarat karena memang tujuan dari pemasyarakatan bukanlah balas dendam, itu artinya, Tommy Soeharto selaku narapidana berhak mendapatkan pembebasan bersyarat tersebut, akan tetapi ternyata menurut masyarakat luas pembebasan bersyarat yang diterima Tommy menjadi suatu hal yang aneh.


(31)

Perspektif keadilan sosial yang tumbuh dan berkembang di masyarakat selalu mengartikan bahwa setiap orang berhak atas kebutuhan manusia yang mendasar tanpa memandang perbedaan buatan manusia seperti ekonomi, kelas, ras, etnis, agama, umur, dan sebagainya. Inilah menyulitkan memaknai keadilan dalam suatu proses hukum. Seorang yang haknya telah dilukai dalam suatu kejahatan tentunya akan kecewa sekali ketika mengetahui bahwa si pelaku kejahatan mendapatkan hukuman yang ringan. Si korban sudah pasti menghendaki hukuman yang seberat-beratnya untuk si pelaku.

(http://profesorpram.wordpress.com/2009/03/19/konfrontasi-kepastian-hukum-dan-keadilan-hukum/)

2.1.3.1. Bentuk dan Aspek-Aspek Ketidakadilan Hukum Di Indonesia

Sepanjang tahun 2009 banyak muncul peristiwa hukum yang menjadi polemik dan mendapatkan perhatian besar dari masyarakat. Salah satu kecenderungan yang menonjol adalah menguatnya perhatian dan penilaian publik terhadap suatu proses hukum yang dinilai kurang adil.

Bersamaan dengan itu, terdapat pula keputusan lembaga peradilan yang menerobos hukum positif demi menegakkan keadilan substantif. Berbagai peristiwa tersebut telah memberikan gambaran baru bahwa antara hukum dan keadilan dapat menjadi dua hal yang berbeda. Di suatu waktu hukum dapat kehilangan napas keadilan dan untuk menegakan keadilan perlu dilakukan terobosan terhadap aturan hukum. Hukum adalah institusi atau instrumen yang dibutuhkan dan keberadaannya melekat pada setiap kehidupan sosial atau


(32)

masyarakat. Hukum diperlukan untuk mewujudkan dan menjaga tatanan kehidupan bersama yang harmonis. Tanpa adanya aturan hukum, kehidupan masyarakat akan tercerai- berai dan tidak dapat lagi disebut sebagai satu kesatuan kehidupan sosial. Oleh karena itu, terdapat adagium, di mana ada masyarakat di situlah ada hukum.

Kehidupan sosial yang harmonis dapat tercapai manakala keadilan terpelihara dan dapat ditegakkan. Keadilan dalam hal ini meliputi perlindungan terhadap hak individu anggota masyarakat dan hak kolektif masyarakat,memberikan sesuatu kepada yang berhak, serta memperlakukan sama terhadap sesuatu yang sama dan memperlakukan berbeda terhadap sesuatu yang berbeda. Terdapat berbagai pemikiran dan konsep tentang keadilan. Namun pemahaman terhadap keadilan tentu harus didasarkan pada pemahaman dan perasaan keadilan di mana masyarakat itu bermukim.

Dalam konteks Indonesia, keadilan yang dianut adalah keadilan sosial, yaitu keadilan bagi seluruh rakyat serta sesuai dengan konteks kesosialan masyarakat Indonesia. Keadilan merupakan tujuan hukum yang utama karena hanya dengan keadilan tatanan kehidupan masyarakat dapat terpelihara.

Norma hukum berupa perintah ataupun larangan bertujuan agar setiap individu anggota masyarakat melakukan sesuatu tindakan yang diperlukan untuk menjaga harmoni kehidupan bersama atau sebaliknya agar tidak melakukan suatu tindakan yang dapat merusak tatanan keadilan. Jika tindakan yang diperintahkan tidak dilakukan atau suatu larangan dilanggar, keseimbangan harmoni masyarakat akan terganggu karena tercederainya keadilan. Untuk mengembalikan tertib kehidupan


(33)

bermasyarakat,keadilan harus ditegakkan. Setiap pelanggaran akan mendapatkan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran itu sendiri. Sanksi terdiri atas berbagai macam bentuk yang bertujuan memberikan keadilan, tidak saja kepada korban, tetapi juga sebagai tata nilai yang merekatkan tatanan kehidupan bermasyarakat. Selain keadilan, memang diketahui adanya tujuan lain dari hukum,yaitu kepastian hukum dan kemanfaatan. Namun keadilan adalah tujuan tertinggi.

Kepastian hukum adalah bagian dan dibutuhkan sebagai upaya menegakkan keadilan. Dengan kepastian hukum setiap perbuatan yang terjadi dalam kondisi yang sama akan mendapatkan sanksi. Ini adalah keadilan dalam bentuk persamaan di hadapan hukum. Adapun kemanfaatan dilekatkan pada hukum sebagai alat untuk mengarahkan masyarakat, yang tentu saja tidak boleh melanggar keadilan.

Dengan demikian, hukum sesungguhnya dibuat dan ditegakkan untuk mewujudkan keadilan. Namun hukum dan keadilan memang tidak selalu sejalan. Hal itu terjadi karena keadilan sebagai nilai tidak mudah diwujudkan dalam norma hukum. Nilai keadilan yang abstrak dan tidak selalu bersifat rasional tidak dapat seluruhnya diwadahi dalam norma hukum yang preskriptif. Hukum dirumuskan secara umum untuk mewadahi variasi peristiwa hukum serta kemungkinan berkembang di masa yang akan datang. Keadilan yang coba dirumuskan dalam norma hukum tentu juga terbatas pada keadilan yang dipahami dan dirasakan oleh pembentuk hukum dan juga terbatas saat norma hukum itu dibentuk.

Di sisi lain,rasa keadilan masyarakat senantiasa berkembang sejalan dengan perkembangan kondisi masyarakat itu sendiri. Hal itulah yang dapat


(34)

menimbulkan praktik hukum yang kering dari keadilan atau bahkan penerapan hukum yang bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu, sangat tepat rumusan Pasal 24 UUD 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Hukum dan keadilan memang dapat menjadi dua substansi yang berbeda, tetapi harus dipahami dan ditegakkan sebagai satu kesatuan. Keadilan dalam hal ini bukan hanya keadilan hukum positif, tetapi juga meliputi nilai keadilan yang diyakini dan berkembang dalam masyarakat atau yang disebut sebagai keadilan substantif.

Hakim dalam memutus perkara tidak hanya menjalankan preskripsi yang terdapat dalam undangundang, melainkan mewujudkan keadilan yang hendak dicapai oleh aturan hukum itu dengan mempertimbangkan rasa keadilan yang sangat mungkin akan berbeda-beda untuk setiap kasus,waktu,dan masyarakat tertentu. Bahkan, kalaupun aturan hukum yang ada ternyata tidak sesuai dengan keadilan yang hendak diraih, hakim tentu harus lebih mengedepankan keadilan itu dan membentuk hukum baru yang lebih memenuhi rasa keadilan. Oleh karena itu, hakim bukan corong undang-undang,sebaliknya hakim merupakan pembuat hukum (judge made law). Inilah mengapa putusan hakim diawali dengan sesanti “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Prinsip penerapan dan penegakan hukum yang dijiwai oleh spirit keadilan tersebut tentu bukan hanya menjadi domain dari hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Para penegak hukum lain tentu juga harus menerapkan hukum tanpa kehilangan


(35)

ruh keadilan. Hanya dengan demikian hukum akan menemukan wajah aslinya, sebagai instrumen yang diperlukan untuk memenuhi dan melindungi manusia dan tatanan kehidupan bermasyarakat,bukan sebaliknya mengorbankan manusia dan masyarakat yang menjadi tempat keberadaan hukum serta tidak kehilangan roh keadilan yang menjadi tujuan keberadaan dan penegakan hukum itu sendiri. ( Harian Seputar Indonesia, Senin 28 Desember 2009)

Aksi sidak Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum berhasil. Seorang terpidana kasus penyuapan petugas, Artalyta Suryani, kedapatan mendapatkan fasilitas mewah di dalam Rutan Pondok Bambu, tempatnya ditahan. Bukan hanya mendapatkan ruangan yang serba mewah, Satgas juga menemukan yang bersangkutan sedang dirawat oleh seorang dokter spesialis. Ia memperoleh perawatan khusus dari dokter yang didatangkan dari luar Rutan.

Luar biasa! Seorang terpidana yang menyeret nama Jaksa Urip dan petinggi Kejaksaan Agung, berada dalam penjara dengan fasilitas luar biasa, mulai dari pendingin ruangan, telepon, ruang kerja, bahkan ruang tamu. Ia juga kabarnya bisa ditemui dengan bebas oleh para asistennya. Itu adalah wajah hukum kita, wajah yang semakin suram baik di luar maupun di dalam. Itu pun baru satu temuan, betapa mafia hukum memang berada dimana-mana, dan ada dimana saja. Temuan itu justru ditemukan oleh Satgas yang dibentuk dari luar, bukan oleh mereka yang bekerja untuk melakukan pengawasan di instansi pemerintah, yang bekerja setiap tahun memastikan prosedur Rutan dijalankan dengan baik.


(36)

Bagi kita, amat mudah menemukan alasan bagaimana seorang bernama Artalyta itu bisa menikmati fasilitas yang begitu mewah. Jawabnya adalah uang. Ia punya uang untuk melakukan apapun caranya dan untuk membeli apa yang dia mau. Karena uang itu pula maka para pejabat yang harusnya berwenang menegakkan peraturan menjadi tidak lagi bisa berkuasa. Mereka tunduk di bawah kekuasaan uang. Amat aneh kalau para petinggi Rutan tidak tahu menahu bahwa sebuah ruangan telah disulap oleh seorang terpidana.

Mereka pasti merestuinya dan mengetahuinya. Rumor mengenai uang ini bukan hanya berhembus pada kasus Arthalyta saja. Beberapa kasus lain, terutama yang menimpa mereka yang beruang dan berada dalam kasus yang melibatkan uang besar, juga ditengarai terjadi hal-hal serupa. Mereka tetap bisa bebas dalam penjara.

Dengan menggunakan contoh itu maka masyarakat mengerti mengapa keadilan dan kebenaran tidak pernah hadir di negeri ini. Wajah hukum sepertinya telah mudah dibeli oleh uang. Para pengusaha dan pelaku korupsi yang tidak juga ditangkap dan diperiksa, diyakini telah menggelontorkan sejumlah uang yang besarannya bisa mencapai miliaran rupiah supaya mereka tetap menghirup kebebasan. Setelah diperiksa, mereka juga bisa melakukan tindakan menyuap supaya mereka kalau bisa divonis bebas. Bahkan kalaupun sudah diyakini bersalah dan berada dalam tahanan, maka dengan uang pula mereka bisa tetap bebas merdeka dalam ruang tahanan, seperti Artalyta.


(37)

Temuan terhadap Artalyta sebenarnya sudah cukup memperlihatkan bahwa mafia hukum ini terjadi karena dua pihak melakukan persekutuan jahat. Para pelaku kejahatan yang terbukti melakukan tindakan kejahatan, bersama-sama dengan para penegak hukum, melakukan tindakan tidak terpuji.

Karena itu Satgas seharusnya segera melakukan langkah-langkah penting. Salah satu yang perlu dilakukan adalah memberikan efek jera kepada para pejabat yang ketahuan memberikan fasilitas lebih dan mudah kepada mereka yang terlibat dalam kejahatan. Para pimpinan Rutan dimana Artalyta misalnya harus ditahan bersama-sama dengan mereka yang sebelumnya ditahan. Para pejabat itu harus jera. Selain itu, kepada para pelaku kejahatan yang terbukti mencoba atau melakukan transaksi atas nama uang, harus diberikan hukuman tambahan. Memberikan efek jera demikian akan membuat mereka tidak ingin berpikir melakukan hal demikian lagi.

Arthalyta, harus diberikan hukuman tambahan atas suap yang dilakukannya pada pejabat Rutan, ketika dia masih di dalam penjara. Hal-hal seperti ini harusnya membuat kita menyadari betapa jahatnya kejahatan di negeri ini. Kejahatan itu bisa membeli dan merampas keadilan dan kebenaran hukum. Wajar saja kemudian orang kecil hanya bisa menangis ketika berada dalam persoalan hukum karena mereka hanya bisa menjadi korban ketidakadilan. (http://hariansib.com/?p=106872)


(38)

2.1.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum

Dalam proses bekerjanya, penegakkan hukum itu dipengaruhi oleh 3 elemen penting yaitu:

(1) institusi penegak hukum beserta perangkat sarana dan prasarana pendukung serta mekanisme kerja kelembagaannya.

(2) budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk faktor kesejahteraan aparatnya.

(3) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum secara sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata.

(http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081113042438AAf5yd3)

2.1.4. Televisi Sebagai Media Periklanan

McLuhan mengatakan bahwa kecenderungan yang pasti dari periklanan adalah selalu berusaha menampakkan produk sebagai salah satu bagian integral dari produk sosial dan kebutuhan sosial yang luas. (Bungin, 2001:122). Iklan bagaikan sebuah dunia magis yang dapat mengubah komoditas ke dalam situasi gemerlap yang memikat dan mempesona, sebuah sistem yang keluar dari imajinasi dan muncul ke dalam dunia nyata melalui media.


(39)

Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur audio dan visual. Sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media lain. Televisi juga diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang disampaikan.

Menurut Basril Djabar dalam Sumartono (2001:5) mengungkapkan hal yang sama mengenai pentingnya beriklan, bahwa beriklan merupakan upaya kreatif untuk memperkenalkan suatu produk melalui media, apapun medianya. Dengan beriklan, masyarakat akan mengenal suatu produk, dan keberhasilan dalam mempromosikan suatu produk akan menggulirkan suatu kegiatan ekonomi, mulai dari produsen kepada masyarakat (konsumen).

Sementara itu beriklan merupakan bentuk presentasi non personal yang mempromosikan gagasan, produk (barang atau jasa) yang dibiayai oleh pihak sponsor tertentu dengan menggunakan media tertentu (Sulaksana, 2005 : 90). Televisi merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh komunikasi massa. Televisi telah banyak memberikan pengaruh-pengaruh dalam banyak kehidupan manusia. Televisi lahir karena perkembangan teknologi yang semakin maju. Sebagai media massa yang muncul belakangan dibanding media cetak, televisi baru berperan selama tiga puluh tahun. Televisi ini sendiri lahir setelah adanya beberapa penemuan teknologi, seperti telepon, telegraf, fotografi, serta rekaman suara. Terlepas dari semua itu, pada kenyataannya media televisi dapat dibahas secara mendalam, baik dari segi isi pesan maupun penggunaannya (Kuswandi, 1996 : 6).


(40)

Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol dengan keluarga atau pasangan mereka. Bagi banyak orang televisi adalah teman, televisi menjadi cermin perilaku masyarakat dan televisi dapat menjadi candu. (Morrisan, 2004:1).

Televisi merupakan media periklanan yang efektif, karena mempunyai kelebihan-kelebihan dalam beriklan, antara lain :

a. Lebih dapat menarik perhatian.

b. Lebih mudah -mempengaruhi khalayak.

c. Dapat memilih waktu dalam menampilkan iklan.

d. Dapat menempatkan iklan pada program siaran yang dikehendaki.

Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pemasang iklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur audio dan visual, sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media lainnya. Televisi juga diyakini sangat berpotensi mengingatkan khalayak terhadap pesan yang disampaikan. Hal ini pula yang menyebabkan nilai belanja iklan di televisi semakin lama semakin meningkat (Kasali, 1992 : 172).

Bukti keefektifan televisi sebagai media beriklan disebabkan oleh beberapa kekuatan yang dimiliki media televisi, sebagaimana dinyatakan oleh Kasali (1992 : 121) sebagai berikut :


(41)

Banyak para pemasang iklan memandang televisi sebagai media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan komersial atau no komersial. Salah satu keunggulannya adalah kemampuan menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas. Jutaan orang menonton televisi secara teratur. Televisi tidak hanya menjangkau khalayak sasaran yang dapat dicapai oleh media lainnya, tetapi juga khalayak yang tidak terjangkau oleh media cetak.

2. Dampak yang kuat

Keunggulan lainnya adalah kemampuannya menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen atau penonton, dengan tekanan pada sekaligus dua indera, yaitu penglihatan dan pendengaran. Televisi juga mampu menciptakan kelenturan bagi pekerjaan-pekerjaan kreatif dengan mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, drama dan humor.

3. Pengaruh yang kuat

Televisi mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Sebagian besar masyarakat meluangkan waktunya di depan televisi, sebagai sumber berita, hiburan dan sarana pendidikan. Sebagai calon pembeli lebih percaya pada perusahaan yang mengiklankan produknya di televisi daripada yang tidak sama sekali, sebab hal itu merupakan cerminan bonafiditas pengiklanan.

Dari beberapa pendapat di atas tampak bahwa televisi merupakan media komunikasi iklan yang efektif dan efisien. Hal ini bisa dilihat dari beberapa faktor misalnya efisiensi biaya, dampak yang dihasilkan dari iklan sangat kuat dan juga pengaruh yang dihasilkan dari media televisi juga sangat kuat. Hal ini yang


(42)

membuat para pengiklan berbondong-bondong menggunakan televisi sebagai sarana pengiklanan, dan juga perkembangan teknologi yang sangat cepat membuat iklan melewati media televisi lebih menarik.

2.1.5. Sejarah Periklanan Di Indonesia

Pertumbuhan iklan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh modal swasta di sektor perkebunan dan pertambangan pada tahun 1870. Pada jaman ini, beredar iklan brosur untuk pertama kalinya. Iklan tersebut berisi promosi perusahaan komersial. Selain brosur, digunakan pula iklan display.Pada awal abad 20, biro reklame mulai bermunculan walau tidak bertahan lama karena masalah perekonomian. Biro reklame pada masa itu dapat dikelompokkan dalam kategori besar (biasanya dimiliki oleh orang Belanda), menengah, dan kecil (dimiliki oleh orang Tionghoa dan bumiputera). Biro reklame Indonesia kembali bangkit sekitar 1930-1942. Iklan yang dikeluarkan semakin beragam (pencarian kerja, pernikahan, kematian, serta perjalanan). Iklan juga sempat menjadi sarana propaganda Jepang di Indonesia. . (http://www.halamansatu.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=26 4)

Namun, pada masa itu tetap banyak iklan lain seperti pasta gigi, batik, tawaran kursus dan tak ketinggalan iklan bioskop yang menayangkan film Jepang. Pasca kemerdekaan, muncul iklan himbauan untuk menyumbangkan dana bagi kepentingan perjuangan, pertahanan kemerdekaan, pembangunan atau perbaikan


(43)

sekolah dan mengaktifkan BPKKP. Iklan ini tercatat sebagai iklan layanan masyarakat pertama dalam sejarah periklanan Indonesia.

Pada tahun 1963, berdiri perusahaan periklanan InterVista Ltd yang dikelola (sekaligus didirikan) oleh Nuradi, mantan diplomat yang pernah bekerja di perusahaan periklanan SH Benson cabang Singapura. Perusahaan ini dianggap sebagai perintis periklanan modern di Indonesia dengan pelayanan menyeluruh seperti media planning, account management, riset, dan bidang lain.Saat ini, berbagai perusahaan periklanan di Indonesia tergabung dalam suatu asosiasi yaitu PPPI. Asosiasi perusahaan periklanan ini terwakili pula dalam keanggotaan Dewan Pers yang secara resmi dituangkan dalam UU No. 4 Tahun 1967.

Di Indonesia, Masyarakat Periklanan Indonesia mengartikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampikan lewat suatu media dan ditunjukkan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sementara istilah periklanan diartikan sebagai keseluruhan proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan. (Widyatama, 2007:16)

2.1.6. Periklanan

Definisi standar dari periklanan biasanya mengandung enam elemen. Pertama, periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar. Kedua, selain pesan yang harus diampaikan harus dibayar, dalam iklan juga terjadi identifikasi sponsor. Upaya membujuk dan mempengaruhi konsumen merupakan elemen ketiga dalam definisi periklanan. Keempat, periklanan memerlukan elemen media


(44)

massa sebagai media penyampai pesan. Sifat non personal merupakan elemen kelima dalam definisi periklanan, dan elemen keenam adalah audiens. Berdasarkan keenam elemen tersebut, Wells, Burnett dan Moriarty (1998) dalam Sutisna (2003:276) mendefinisikan periklanan sebagai “Advertising is paid non personal communication from an identified sponsor using mass media to persuade or influence an audience”.

Tiga tujuan utama dari periklanan yaitu menginformasikan, membujuk dan mengingatkan. Periklanan informatif berarti pemasar harus merancang iklan sedemikian rupa agar hal-hal penting mengenai produk bisa disampaikan dalam iklan.

Dari pengertian iklan sebagaimana tersebut di atas sekalipun terdapat beberapa perspektif yang berbeda-beda, namun sebagian besar definisi mempunyai kesamaan. Kesamaan tersebut dapat dirangkum dalam bentuk prinsip pengertian iklan, dimana dalam iklan mengandung enam prinsip dasar, yaitu sebagai berikut (Widyatama, 2007:17):

1. Adanya pesan tertentu

Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Tanpa pesan, iklan tidak akan berwujud. Bila di media ia hanya ruang kosong tanpa tulisan, gambar atau bentuk apapun, bila di media radio, tidak akan terdengar suara apapun, bila di media televisi, tidak terlihat gambar dan suara apapun, maka ia tidak dapat disebut iklan karena tidak terdapat pesan.

Pesan yang disampaikan oleh sebuah oleh sebuah iklan, dapat berbentuk perpaduan antara pesan verbal dan pesan non verbal. Pesan verbal adalah pesan


(45)

yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Di dalam pesan verbal ia merupakan rangkaian kata-kata yang tersusun dari huruf vokal dan konsonan yang membentuk makna tertentu. Bentuk pesan verbal lisan dapat disampaikan melalui media audio maupun media audio visual. Sementara pesan verbal tulisan dapat disampaikan melalui media cetak dan audio visual.

Semua pesan yang bukan pesan verbal adalah pesan non verbal. Sepanjang bentuk non verbal tersebut mangndung arti, maka ia dapat disebut sebagai sebuah pesan komunikasi.

2. Dilakukan oleh komunikator (sponsor)

Pesan iklan ada karena dibuat oleh komunikator. Sebaliknya, bila tidak ada komunikator, maka tidak akan ada pesan iklan. Dengan demikian, cirisebuah iklan, adalah bahwa pesan tersebut dibuat dan disampaikan oleh komunikator dalam iklan dapat datang dari perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga atau organisasi, bahkan negara.

3. Dilakukan dengan cara non personal

Dari pengertian iklan yang diberikan, hampir semua menyepakati bahwa iklan merupakan penyampaian pesan yang dilakukan secara non personal. Non personal artinya tidak dalam bentuk tatap muka penyampaian pesan dapat disebut iklan bila dilakukan melalui media (yang kemudian disebut media periklanan).

Media yang digunakan dalam kegiatan periklanan secara umum dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu media lini atas dan media lini bawah. Media lini atas memiliki beberapa karakter khas, antara lain:


(46)

a. Informasi yang disebarkan bersifat serempak. Artinya waktu yang sama, infromasi yang sama dapat disebar luaskan secara sama pula

b. Khalayak penerima pesan cenderung anonim (tidak dikenali secara personal oleh komunikator)

c. Mampu menjangkau khalayak secara luas. Media lini bawah juga memiliki karakter khas, yaitu:

a. Komunikan yang dijangkau terbatas, baik dalam jumlah maupun luas wilayah sasaran

b. Mampu menjangkau khalayak yang tidak dijangkau media lini atas c. Cenderung tidak serempak.

4. Disampaikan untuk khalayak tertentu

Iklan diciptakan oleh komunikator karena ingin ditunjukkan kepada khalayak tertentu. Dalam dunia periklanan, khalayak sasaran cenderung bersifat khusus. Pesan yang disampaikan tidak dimaksudkan untuk diberikan kepada semua orang, melainkan kelompok target audience tertentu. Sasaran khalayak yang dipilih tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa pada dasarnya setiap kelompok khusus audience memiliki kesukaan, ekbutuhan, ekinginan, karakteristik, dan keyakinan khusus. Dengan demikian, pesan yang diberikan harus dirancang khusus yang sesuai dengan target khalayak. Bilamana target audience diganti, maka sudah tentu akan mempengaruhi bentuk dan strategi pesan iklan. Sebuah bentuk dan strategi tunggal tidak cocok untuk diterapkan atau ditunjukkan pada semua khalayak.


(47)

Penyampaian pesan yang dilakukan dengan cara bukan membayar oleh kalangan pengiklan dewasa ini dianggap sebagai bukan iklan. Pesan komunikasi yang disampaikan dengan cara tidak membayar, akan dimaksudkan dalam kategori kegiatan komunikasi yang lain.

Dalam kegiatan periklanan, sitilah membayar sekarang ini harus dimaknai secara luas. Sebab, kata membayar tidak saja dilakukan dengan alat tukar uang, melainkan dengan cara barter berupa ruang, waktu, dan kesempatan. Jadi, alat tukar yang digunakan dalam konteks membayar dalam kegiatan periklanan harus diartikan secara luas, tidak ahnya dengan menggunakan uang semata.

6. Penyampaian pesan tersebut, mengharapkan dampak tertentu

Dalam sebuah visualisasi iklan, seluruh pesan dalam iklan semestinya merupakan pesan yang efektif. Artinya, pesan yang mampu menggerakkan khalayak agar mereka mengikuti pesan iklan. Semua iklan yang dibuat oleh pengiklan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak tertentu di tengah khalayak. Aneh rasanya bila membuat pasan iklan namun tidak bermaksud mendapatkan pengaruh tertentu sebagimana diharapkan.

Dampak tertentu yang diharapkan oleh pengiklan dapat berupa pengaruh ekonomis maupun dampak sosial. Pengaruh ekonomis adalah dampak yang diharapkan dapat diwujudkan oleh iklan untuk maksud-maksud mendapatkan keuntungan ekonomi.

Periklanan yang bersifat membujuk berperan penting bagi perusahaan dengan tingkat persaingan yang tinggi. Iklan yang bersifat membujuk biasanya


(48)

dituangkan dalam pesan-pesan iklan perbandingan (comparative advertising). Tujuan periklanan yang ketiga yaitu mengingatkan.

Beberapa tipe pesan iklan menurut Sutisna (2003:278-279) yang dapat menimbulkan daya tarik rasional,sehingga mendapat perhatian dari konsumen yang selanjutnya konsumen memproses pesan tersebut yaitu:

1. Faktual

Tipe ini umumnya berhubungan dengan pengambilan keputusan high involvement yaitu penerima pesan dimotivasi untuk dapat memproses informasi.

2. Potongan kehidupan

Tipe ini menampilkan pesan iklan dalam bentuk kegiatan sehari-hari yang sering dialami oleh banyak orang. Pengaruhnya tipe ini adalah agar terjadi proses peniruan perilaku dari penonton.

3. Demonstrasi

Tipe ini menggunakan teknik yang hampir sama yang digunakan untuk menyelasaikan masalah yang sering dihadapi oleh konsumen yaitu dengan demonstrasi.

4. Iklan Perbandingan (Comparative advertising)

Tipe iklan ini berusaha membandingkan keunggulan produk yang ditawarkan dengan produk lain sejenis.

2.1.7. Unsur - Unsur Iklan

Teknik visualisasi adalah salah satu bagian dari unsur iklan, yang merupakan teknik-teknik pekerjaan yang dipadukan sedemikian rupa dengan merekayasa gambar atau produk yang ingin ditampilkan secara audio visual menjadi sebuah


(49)

karya seni yang dapat mempengaruhi khalayak. Sehingga gambar dapat menarik perhatian khalayak atau pemirsa.

Unsur-unsur iklan yang dimaksud adalah bagian–bagian dalam iklan yang ditayangkan di televisi, yang terdiri dari video, suara (audio), model (talent), peraga (props), latar (setting), pencahayaan (lighting), grafik (grapich), kecepatan (pacing) (Wells, Burnet & Mariarty, 1999:391-394).

1) Unsur video segala sesuatu yang ditampilkan di layar yang bisa dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak atau dijadikan perhatian karena pada dasarnya manusia secara visual tertarik pada obyek yang bergerak. Dengan kata lain manusia lebih tertarik pada iklan display yang bergerak.

2) Unsur suara atau audio dalam iklan di televisi, pada dasarnya sama dengan di radio, yaitu dengan memanfaatkan musik, lagu-lagu singkat (jingle), atau suara orang (voice). Misalnya seorang model iklan menyampaikan pesan, langsung kepada khalayak melalui dialog yang terekam dalam kamera.

3) Unsur aktor atau model iklan (talent) juga menjadi unsur penting dalam iklan. Sebagaimana banyak studi yang menunjukkan bahwa keefektifan komunikasi juga ditentukan oleh ciri-ciri dari komunikator, seperti kredibilitas dan daya tarik.

4) Alat peraga (props) adalah peralatan-peralatan lain digunakan untuk mendukung pengiklan sebuah produk. Misalnya; untuk mengiklankan sebuah rokok akan terlihat lebih menarik yang mendukung keberadaan seorang model iklan yang berpenampilan menarik. Fungsi utama alat peraga ini harus


(50)

merefleksikan karakter, kegunaan, dan keuntungan produk, seperti logo, kemasan dan cara penggunaan suatu produk.

5) Latar atau suasana (setting) adalah tempat atau lokasi dimana pengambilan gambar (shooting) ketika adegan tertentu dalam iklan itu berlangsung. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan tema iklan.

6) Unsur pencahayaan (lighting) sangat penting untuk menarik perhatian khalayak dalam menerima suatu obyek tentang kejelasan gambar.

7) Unsur gambar atau tampilan yang bisa dilihat pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak dalam menerima kehadiran sebuah obyek, dan diharapkan khalayak akan lebih mudah menerima dan mempersepsikan makna yang disampaikan. Unsur gambar ini misalnya mengandalkan komposisi warna atau bahasa tubuh (gesture) dari pameran iklan. 8) Unsur kecepatan atau pengulangan merupakan unsur yang sering dipakai, yaitu dengan melakukan penggunaan slogan–slogan dan kata-kata. Sebagai contoh misalnya pengulangan nama merek atau keunggulan produk dibandingkan yang lain. Sebagaimana teori dalam gaya bahasa bahwa sesuatu hal yang disampaikan berkali-kali bila disertai variasi akan menarik perhatian orang.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa suatu iklan akan berhasil apabila memenuhi unsur-unsur yang menjadi komponen iklan. Unsur-unsur iklan yang dimaksud adalah video, suara, model, peraga, latar, pencahayaan, grafik dan kecepatan. Semua komponen iklan tersebut harus lengkap guna memperoleh hasil yang optimal, karena dengan kurangnya salah satu komponen akan membuat iklan tersebut tidak menarik.


(51)

2.1.8. Representasi

Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau symbol (Piliang, 2006: 24). Representasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada tanda. Melalui representasi, ide- ide ideologis dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Ada empat komponen dasar dalam industri media yang mengemas pesan dan produk:

1. Khalayak yang memperoleh pesan dan mengkonsumsi produk 2. Pesan atau produk itu sendiri

3. Teknologi yang selalu berubah, yang membentuk baik industri maupun bagaimana pesan tersebut dikomunikasikan

4. Dan penampakan akhir dari produk itu tersebut.

Komponen- komponen ini yang secara bersamaan berinteraksi di sekitar dunia sosial dan budaya, menempati suatu ruang yang diperjuangkan secara terus- menerus. Perubahan garis bentuk ruang ini dapat menimbulkan pola- pola dominasi dan representasi yang berbeda- beda. Film dan televisi mempunyai bahasanya sendiri dengan sintaksis (susunan kalimat) dan tata bahasa yang berbeda.

Tata bahasa ini terdiri dari bermacam unsur yang akrab, seperti pemotongan gambar (cut) pengambilan gambar jarak dekat (close up),


(52)

pengambilan dua gambar (two shot), dan lain-lain. Akan tetapi, bahasa tersebut juga meliputi kode-kode representasi yang lebih halus, yang tercakup dalam kompleksitas dari penggambaran visual yang harfiah hingga symbol-symbol yang paling abstrak dan arbitret (berubah-ubah) serta metafora. Tingkatan representasi yang paling sederhana mencakup sekadar penggambaran informasi budaya nyata- seorang pria berjalan pada sebuah jalan. Akan tetapi bahasa film mulai bermain begitu kita ingin melakukan lebih banyak: memperlihatkan wajahnya dari jarak dekat, memperlihatkan dari depan bergerak menuju kamera, dari belakang menjauhi kamera, dan seterusnya. Representasi gabungan akan mengedit seluruh pengambilan gambar yang berbeda kedalam satu rangkaian. Rangkaian-rangkaian inilah merupakan sumber dasar film.

Menurut Stuart Hall (1977) representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasanya yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara kita dalam memahami sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua ini karena ia beroperasi sebagai sistem representasi lewat bahasa (simbol-simbol dalam tanda tertulis, lisan atau gambar) kita mengungkapkan pikiran, konsep dan ide-ide tentang sesuatu, makna sesuatu hal sangat tergantung dari cara kita merepresentasikannya. Dengan mengamati kata-kata dan image yang kita gunakan


(53)

dalam merepresentasikan sesuatu atau bisa terlihat jelas nilai-nilai yang kita berikan pada sesuatu tersebut.

Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna lewat bahasa bekerja, kita bisa memakanai representasi. Pertama adalah pendekatan reflektif. Disini bahasa berfungsi sebagai cermin yang merefleksikan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada didunia. Kedua, pendekatan intensional dimana kita menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang kita terhadap sesuatu. Sedangkan yang ketiga, adalah pendekatan konstruksionis, pendekatan ini kita percaya bahwa kita mengkonstruksi makna lewat bahasa yang kita pakai.

Bagi Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama mental yaitu konsep tentang sesuatu yang ada dikepala kita masing- masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua bahasa berperan penting pada proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide- ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol- simbol tertentu.

Representasi menurut definisi John Fiske adalah “sesuatu yang merujuk pada proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasinya” (2004, p.282). Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk kongkrit.


(54)

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dini dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem peta konseptual kita. Dalam proses kedua kita mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara peta konseptual dengan bahasa atau simbol yang berfungsi dalam bahasa atau simbol adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama- sama itulah yang dinamakan representasi. (Juliastuti, 2000: http// kunci.or.id/ teks/ 04rep2.htm)

2.1.9. Psikologi Warna

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna juga boleh dianggap sebagai satu fenomena psikologi. Respon psikologi dari masing-masing warna (http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html) :

1. Hitam : Power, Seksualitas, Kecanggihan, Kematian, Misteri, Ketakutan, Kesedihan, Keanggunan.

2. Putih : Kesucian, Kebersihan, Ketepatan, Ketidak bersalahan, Seteril, Kematian.

3. Kuning : Optimis, Harapan, Filosofi, Ketidakjujuran, Pengecut (untuk budaya barat), dan penghianat.

4. Hijau : Alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan.

5. Biru : Kepercayaan, Konservatif, keamanan, Tehnologi, Kebersihan, dan keteraturan.


(55)

6. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresi, bahaya. Merah jika dikombinasikan dengan putih, akan mempunyai arti ‘bahagia’ di budaya oriental.

7. Ungu/ Jingga : Spiritual, Misteri, Kebangsawanan, Transformasi,

Kekerasan, Keangkuhan.

8. Orange : Energi, Keseimbangan, Kehangatan.

9. Coklat : Tanah/ bumi, reliability, comfort, daya tahan. 10. Abu-abu : Intelek, Masa depan (sepert warna millennium), kesederhanaan, kesedihan.

Warna dan artinya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sesuatu yang dilekatinya. Warna juga memberi arti terhadap suatu objek, hampir semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini dapat dilihat pada bendera nasional masing-masing, serta upacara-upacara ritual lainnya yang sering dilambangkan dengan warna-warni. (Cangara, 2005 : 109).

2.1.10.Semiotika Jhon Fiske

Menurut John Fiske (1990) semiologi memiliki tiga bidang studi utama. Pertama, tanda itu sendiri. Hal iini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya. Kedua, kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi


(56)

ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengekspolitasi saluran komunikasi untuk mentransmisikannya. Ketiga, kebudayaan atau tempat kode tanda bekerja. Ini gilirannya tergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.

Dalam semiologi, penerima atau pembaca pesan, dipandang memiliki peran yang aktif, dibandingkan dalam paradigma transmisi di mana mereka dianggap pasif. Semiologi lebih suka memilih istilah “pembaca” untuk komunikan, karena “pembaca” pada dasarnya aktif dalam menciptakan pemaknaan teks atau tanda (sign) dengan membawa pengalaman, sikap, emosi terhadap teks atau tanda tersebut (Fiske, 1990).

Dengan berdasar pada semiotika John Fiske yang menggali konstruksi makna melalui kode-kode televisi. Metode semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tanda dan beserta maknanya. Menurut John Fiske (2004: 282), semiotika adalah studi tentang pertandaan dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna dibangun dalam “teks” media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna.


(57)

Model di atas menunjukkan kegiatan memproduksi dan membaca teks dipandang sebagai proses yang paralel karenan setiap unsur menduduki tempat yang sama dalam hubungan yang terstruktur ini. Pesan menjadi suatu unsur dalam hubungan terstruktur tersebut bukan sekedar sesuatu yang dikirim dari A ke B.

Bagi semiotika, pesan merupakan suatu konstruksi tanda yang, melalui interaksinya dengan penerima, menghasilkan makna. Menurut Fiske (1990) penekanan pada kegiatan komunikasi sebagai produksi dan pertukaran maknabergeser pada teks, dan bagaimana teks itu “dibaca”. (p. 10) Membaca adalah proses menemukan makna yang terjadi ketika pembaca berinteraksi atau bernegosiasi dengan teks. Negosiasi terjadi karena pembaca membawa aspek- aspek budayanya untuk berhubungan dengan kode dan tanda yang menyusun teks.


(58)

Jadi, pembaca dengan pengalaman sosial yang berbeda atau dari budaya yang berbeda mungkin menemukan makna yang berbeda pada teks yang sama. (Fiske 1990, p. 11). Aspek-aspek internal ini disebut sebagai frame of reference (kerangka rujukan) dan field of experience (kerangka pengalaman). (Mulyana 2000, p. 106).

Metode analisis semiotika ini menurut Fiske (1990: 189) tidak hanya dipusatkan pada transmisi pesan, melainkan pada penurunan dan pertukaran makna. Penekanan di sini bukan pada tahapan proses, melainkan teks dan interaksinya dalam memproduksi dan menerima suatu kultur/budaya; difokuskan pada peran komunikasi dalam memantapkan dan memelihara nilai-nilai dan bagaimana nilai-nilai tersebut memungkinkan komunikasi memiliki makna. Di sisi lain, semiotika melihat bahwa pesan merupakan konstruksi tanda-tanda, yang pada saat bersinggungan dengan penerima akan memproduksi makna (Fiske,1990: 2).

Tanda-tanda dalam tataran gambar bergerak (iklan) tersebut telah dikombinasikan menjadi kode-kode, untuk memungkinkan suatu pesan disampaikan dari komunikator ke komunikan (penonton). Adapun tanda-tanda tersebut oleh John Fiske dikategorikan menjadi tiga level kode, yakni level realitas yang mencakup kode-kode sosial (penampilan, kostum, riasan, lingkungan, perilaku, cara berbicara, gerakan, ekspresi), level representasi yangmeliputi kode-kode teknik (kamera, pencahayaan, perevisian, musik, suara); dan level ideologi yang terdiri dari kode-kode representatif (naratif, konflik, karakter, aksi, dialog, latar, pemeran) (Fiske, 1987: 4).


(59)

2.1.11. Pendekatan Semiotik Dalam Iklan Televisi

Penerapan Semiotik pada iklan televisi, berarti kita harus memperhatikan aspek medium televisi yang berfungsi sebagai tanda. Maka dari sudut pandang ini jenis ambilan kamera (selanjutnya disebut shot saja) dan kerja kamera (camera work). Dengan cara ini, peneliti bisa memahami shot apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya. Misalnya, iklan provider selular Smart versi “maling ayam” shot berarti ambilan kamera dari leher ke atas atau menekankan bagian wajah, makna dari (CU) shot adalah keintiman dan sebagainya. Selain shot, yang terdapat pada camera work atau kerja kamera yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek, misalnya panning-up atau pan-up yaitu gerak kamera mendongak pada poros horizontal. Pan-up berarti kamera melihat ke atas, dan ini bermakna adanya otoritas atau kekuasaan pada obyek yang diambil. (Berger, 1992:37).

Lebih jauh yang harus diperhatikan tidak hanya shot dan camera work tetapi juga suara. Suara meliputi sound effect dan musik. Televisi sebagai media audio visual tidak hanya mengandung unsur visual, namun juga suara, karena suara merupakan aspek kenyataan hidup. Suara yang keras, menghentak, lemah memiliki makna yang berbeda-beda. Setiap suara mengekspresikan sesuatu yang unik (Sumarno, 1996:71).

Diasumsikan pembuatan iklan televisi pada penelitian ini untuk mempermudah pemotongan gambar iklan yang bergerak diperlukan teori dari Jhon Fiske. Analisis semiotik yang dilakukan pada cinema atau film layar lebar menurut fiske disetarakan dengan analisis film (iklan) yang ditayangkan di


(60)

televisi. Sehingga analisis yang dilakukan pada iklan provider selular Smart versi “maling ayam” dibagi menjadi tiga level yaitu :

1. Level realitas (reality)

Level ini menjelaskan bagaimana suatu peristiwa dikonstruksikan sebagai realitas oleh media. Yang berhubungan dengan kode-kode sosial antara lain, penampilan (appearance), kostum (dress), riasan (make up), lingkungan (environment), kelakuan (behavior), dialog (speech), gerakan (gesture), ekspresi (expression), suara (sound).

2. Level representasi (representation)

Di sini peneliti menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat tulis itu adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik dan sebagainya. Level ini berhubungan dengan kode-kode sosial antara lain, kamera (camera), pencahayaan (lighting), perevisian (editing), musik (music), suara (sound).

3. Level ideologi (ideology)

Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial, seperti kelas sosial, atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat seperti Individualism (individualisme), patriarchy (patriarki), race (ras), class (kelas), materialism (materialisme), capitalism (kapitalisme), dan lain sebagainya. Menurut Fiske, ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi tersebut. Dalam ideologi yang dipenuhi ideologi patriarki, kode representasi yang muncul, misalnya, digambarkan dengan tanda pada ketidakadilan hukum di Indonesia berkaitan dengan permasalahan maupun ruang lingkup dalam penelitian ini, maka nantinya


(61)

dalam penelitian iklan provider selular Smart versi “ Maling Ayam “ di Televisi peneliti menganalisis dengan menggunakan kode-kode sosial tersebut. Karena dengan menggunakan kode-kode televisi ini, dapat dilihat bagaimana penggambaran ketidakadilan hukum dalam iklan provider selular Smart versi “maling ayam” di televisi

2.1.12. Iklan provider selular Smart versi “maling ayam”

Dalam iklan provider selular Smart versi “maling ayam” di televisi menggambarkan suasana di kantor polisi dan di dalam kantor tersebut terdapat seorang korban maling ayam, maling dan polisi. Dalam kantor tersebut berisikan ayam yang dicuri, mesin tik, meja dan lemari. Di kantor tersebut sudah berkumpul seorang korban maling ayam yang melapor ke polisi, seorang maling yang sedang duduk di lantai dan seorang polisi. Kemudian seorang polisi lagi masuk kedalam ruangan kantor tersebut dengan membawa dokumen dengan map merah, lalu seorang polisi yang duduk tersebut bertanya kepada seorang polisi yang sedang berdiri, ‘gimana nih malingnya,lalu polisi yang membawa map merah menjawab ini sih seumur hidup’, seorang maling langsung kaget dan jatuh pingsan, dua orang polisi heran melihat maling itu, ternyata polisi itu sedang membaca iklan di media cetak yang berisi seumur hidup gratis dari smart, karena smart sedang mempromosikan providernya yang sedang promo gratis seumur hidup. Dalam iklan ini terjadi kesalahan persepsi antara polisi dan maling selain itu iklan smart juga menyindir atas permasalahan hukum yang sedang terjadi saat ini di


(62)

Indonesia. Banyak kejadian atau fenomena penerapan ketidakadilan hukum saat ini.

2.2. Kerangka Berpikir

Iklan dan media televisi sebagai agen pencipta dunia imaji telah menjadi media ampuh dalam menyampaikan suatu pesan. Agar tampak dimata pemirsa televisi, maka sudah menjadi rahasia umum jika dibutuhkan talenta atau endorser segala macam bentuk atau imaji yang diciptakan sebagai penyampai pesan. Tanpa kehadirannya, mustahil sebuah iklan di televisi akan memperoleh perhatian pemirsa, sehingga dapat dipastikan bahwa perempuan dalam iklan menjadi faktor dominan dalam sosialisasi nilai atau pesan pada iklan.

Dari berbagai macam iklan yang tayang di televisi, peneliti tertarik untuk meneliti iklan provider selular Smart versi “maling ayam”. Karena dalam iklan tersebut menggambarkan seorang polisi dan seorang maling yang terjadi kesalahan persepsi komunikasi dari kalimat ‘ ini sih seumur hidup’ yang diucapakan oleh polisi, selain itu dalam iklan ini menyindir tentang kejadian dan fakta-fakta yang berhubungan dengan masalah hukum di Indonesia. Sanksi dari tindakan kriminal yang banyak tidak sesuai dengan tindakan dan sanksinya.

Iklan provider selular Smart versi “maling ayam” sebagai “teks” dibangun dengan tanda semata-mata. Kode sosial itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Semiotika televisi John Fiske memasukkan kode-kode sosial ke dalam 3 level yaitu level realitas (reality), representasi (representation), dan level ideologi (ideology)” (Fiske,1987, p.5).


(63)

(64)

3.1. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif penelitian deskriptif sendiri bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu” (Bungin, 2001, p. 48). Sedangkan pendekatan kualitatif bertujuan untuk memberikan gambaran atau pemahaman mengenai suatu gejala. ( Pawito ,2007).

Metode penelitian kualitatif lebih banyak dipakai untuk meneliti dokumen yang berupa teks, gambar, symbol dan sebagainya untuk memahami realita atau budaya dari suatu konteks sosial tertentu. Metodelogi analisis yang interaktif dan lebih secara konseptual tertentu. Metode kualitatif ini, merujuk pada metode analisis dokumen untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah dan menganalisis dokumen untuk memahami makna atau signifikasi.

Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik, untuk menginterpretasikan penggambaran iklan pada media elektronik yaitu televisi, yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah iklan provider selular Smart versi “ Maling Ayam” di televisi.

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan metode semiotik. Semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004: 15). Dengan menggunakan metode semiotik, peneliti berusaha menggali


(1)

78

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis serta interpretasi ketidakadilan hukum yang terdapat dalam iklan provider selular smart versi “Maling Ayam”, peneliti menarik kesimpulan bahwa ketidakadilan hukum yang terjadi dalam cerita iklan tersebut menyindir atas kejadian dan fenomena hukum yang saat ini sering dibicarakan di Indonesia. Kejahatan atau tindakan kriminal yang terjadi banyak sekali namun aparat hukum dalam memberi sanksi banyak yang tidak sesuai dengan kejahatan atau tindakan kriminal yang dilakukan dengan kata lain tidak adil. Dalam iklan ini ketidakadilan hukum juga dibangun melalui level realitas serta representasi.

Representasi ini dihadirkan melalui satu kesatuan dari adegan-adegan yang terdapat dalam iklan smart sehingga dapat membentuk suatu makna. Dari tiap adegan peneliti melihat tanda-tanda yang menyampaikan pesan akan adanya perilaku ketidakadilan hukum saat ini. Ketidakadilan hukum yang ditampilkan dalam iklan ini tampak nyata. Polisi dan maling sebagai tokoh utama dalam iklan ini menginterpretasikan ketidakadilan dalam memberi sanksi. Penggambaran dari adegan yang terdapat pada beberapa scene dapat memberikan penegasan akan adanya ketidakadilan hukum pada iklan ini.


(2)

79

Dalam scene-scene tersebut telah digambarkan bagaimana ketidakadilan hukum tersebut dirasakan dan ditampilkan melalui pengucapan seorang polisi yang memvonis hukuman seumur hidup kepada seorang maling ayam.

Dari uraian diatas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa iklan tersebut menampilkan sebuah fenomena ketidakadilan hukum. Iklan provider selular smart “maling ayam” , menampilkan ketidakadilan hukum yang berbeda dari tema ketidakadilan huku pada umumnya. Dalam iklan ini ketidakadilan hukum cenderung sangat tidak sesuai dalam memberi vonis hukuman. Tokoh dalam iklan ini karakter tokohnya, aktifitas yang dilakukannya menjadi representasi ketidakadilan hukum yang berhasil ditampilkan dalam iklan ini.

5.2 Saran

Representasi ketidakadilan hukum dalam iklan provider selular smart versi “maling ayam” ini, beberapa scenenya menggunakan bahasa simbolik. Iklan ini juga memberikan ruang berpikir bagi khalayaknya untuk dapat memahami makna yang disampaikan oleh iklan ini melalui ekspresi wajah dan sikap yang ditonjolkan melalui beberapa scene yang diambil. Penyampaian makna ketidakadilan juga disampaikan dengan bahasa simbolik.

Peneliti juga ingin memberikan saran bahwa ketidakadilan hukum akan berdampak negatif bagi semua pihak. Secara tidak langsung , pelaku


(3)

80

tindakan kriminal akan menerima sanksi yang seharusnya sesuai dengan tindakannya dan aparat hukum dalam memberi vonis hukuman sebaiknya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan namun untuk fenomena saat ini banyak tindakan hukum yang sangat tidak adil dan cenderung tertutup.


(4)

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Berger, 2000, Media Analysis Techniques, Second Edition, Alihbahasa Setio Budi HH, Penerbitan Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Cangara, Hasied, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Penerbit PT. Praja Grafindo Persada, Jakarta.

Eriyanto, 2000, Metodologi Polling, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Fiske, Jhon, 1996, Introduction To Communication Studies, Londond & New York : Methuln.

Fiske, John,1990,Culture and Communication Studies, Jala Sutra, Yogyakarta. Fuhrmann, B.S, 1990, Adolescence, adolescent. London : Foresman and

Company.

Hurlock, E.B, 1973, Adolescenet Development (4th ed), Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha Ltd.

Indrawijaya, Adam,, 1989, Perilaku Organisasi, Cetakan keempat, Bandung : Sinar Baru.

Kasali, Rhenald, 1992, Manajemen Periklanan Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti

Kurniawan, 2001, Semiologi Roland Barthes, Magelang, Indonesia.

Kuswandi, Wawan, 1996, Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media Televisi), Jakarta, PT. Rhineka Cipta.

Maleong, Lexy, 1998, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Morrisan, 2004, Periklanan, Komunikasi Pemasaran Terpadu, Cetakan Pertama, Penerbit Ramdina Prakarsa, Jakarta.

Mulyana, Deddy, 2001, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Piliang, Yasraf Amir, 2003, Hipersemiotika Tafsir Curtural Studies Atas Matinya Makna, Yogyakarta : Jalasutra.

     


(5)

 

 

Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif Cetakan Pertama. Yogyakarta : LkiS, Juni 2007.

Rakhmat, Jalaludin, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya. Setiadi, J.Nugroho, 2003, Periklanan Konsumen, Preneda Media Jakarta.

Shimp, Terence, A, 2003, Periklanan Promosi (Komunikasi Pemasaran Terpadu), Jilid 1 Edisi 5, Erlangga, Jakarta.

Sobur, Alex, 2001, Analisis Teks Media, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. , 2003, Semiotik Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. , 2004, Semiotika Komunikasi, Cetakan Kedua, Penerbit Remaja

Rosdakarya, Bandung.

, 2006, Semiotik Komunikasi, bandung, PT. Remaja Rosdakarya. Sumarno, 1996, Prinsip-prinsip Pokok Periklanan Dalam Perspektif Global,

Jakarta, Prenage Media.

Sumartono, 2001, Terperangkap Dalam Iklan, Bandung : Alphabeta.

Sutisna, 2003, Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran , PT.Remaja Rosdakarya, Bandung.

Wibowo, Wahyu, 2003, Komunikasi Periklanan, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

Widyatama, Rendra, 2007, Pengantar Periklanan, Penerbit Pinus, Yogyakarta.

Non Buku :

Chandler, 2002:www.aber.ac.uk

http://www.desaingrafisindonesia.com/2007/10/15/semiotika-iklan-sosial/ Harian Seputar Indonesia, Senin 28 Desember 2009

http://profesorpram.wordpress.com/2009/03/19/konfrontasi-kepastian-hukum-dan-keadilan-hukum/

http://www.desaingrafisindonesia.com/2007/10/15/semiotika-iklan-sosial/  

   


(6)

 

 

     

http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html http://id.wikipedia.org/wiki/Musik

http://filsafat.kompasiana.com/2009/12/05/materialisme/ Juliastuti, 2000: http// kunci.or.id/ teks/ 04rep2.htm


Dokumen yang terkait

REPRESENTASI BUDAYA MASYARAKAT KOTA DALAM VISUALISASI IKLAN ( Analisis Semiotik Iklan Fatigon versi "Rejeki Dipatok Ayam" di Televisi )

2 16 20

REPRESENTASI KREATIVITAS DALAM IKLAN ROKOK A MILD VERSI “GELAR” DI TELEVISI (Studi Semiotik Representasi Kreativitas Dalam Iklan Rokok A Mild Versi “Gelar” di Televisi).

0 1 125

REPRESENTASI KREATIVITAS DALAM IKLAN ROKOK A MILD VERSI "GELAR" DI TELEVISI (Studi Semiotik Representasi Kreativitas Dalam Iklan Rokok A Mild Versi "Gelar" di Televisi).

2 3 125

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN AXE (Studi semiotik representasi sensualitas perempuan dalam iklan axe versi axe effect di televisi).

6 11 197

REPRESENTASI PERSAINGAN DALAM IKLAN KARTU AS (Studi Semiotik Iklan Kartu As Versi “Sule” di Televisi).

1 3 89

Representasi Kenakalan Remaja Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung” (Studi Semiotik Tentang Representasi Kenakalan Remaja Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung” Di Televisi).

1 3 112

REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN TELEVISI. (Studi Semiotik Tentang Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica).

5 37 100

Representasi Ketidakadilan Hukum Dalam Iklan Provider Selular Smart Versi “ Maling Ayam “ Di Televisi (Studi Semiotik terhadap representasi ketidakadilan hukum dalam iklan provider selular Smart versi “ Maling Ayam “ Di Televisi )

0 0 18

REPRESENTASI KREATIVITAS DALAM IKLAN ROKOK A MILD VERSI “GELAR” DI TELEVISI (Studi Semiotik Representasi Kreativitas Dalam Iklan Rokok A Mild Versi “Gelar” di Televisi) SKRIPSI

0 0 19

REPRESENTASI KREATIVITAS DALAM IKLAN ROKOK A MILD VERSI “GELAR” DI TELEVISI (Studi Semiotik Representasi Kreativitas Dalam Iklan Rokok A Mild Versi “Gelar” di Televisi) SKRIPSI

0 0 19