Representasi Kenakalan Remaja Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung” (Studi Semiotik Tentang Representasi Kenakalan Remaja Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung” Di Televisi).

(1)

Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung”

Di Televisi)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Bagoes Narendra Paripurna 0343010292

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(2)

Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemaknaan Karikatur “Ancang-Ancang Cicak vs Buaya” (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Karikatur “Ancang-Ancang Cicak vs Buaya” Pada Majalah Tempo Edisi 3-9 Agustus 2009)”

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan akademis bagi mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini atas bimbingan dan bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Juwito, S. Sos., MSi., Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN “Veteran” Jawa Timur

3. Bapak Drs. Saifuddin Zuhri, MSi. M. Ed., Dosen Pembimbing Utama yang

senantiasa memberikan waktu pada penulis dalam penyusunan skripsi penelitian ini.

4. Seluruh staf dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.


(3)

ii keikhlasan kepada penulis.

6. Berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini dengan baik Semoga Tuhan YME melimpahkan rahmat serta karuniaNya atas jasa-jasanya yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Karena apabila terdapat kekurangan didalam menyusun skripsi ini, peneliti dengan senang hari menerima segala saran dan kritik demi sempurnanya skripsi ini.

Surabaya, Juni 2010


(4)

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

ABSTRAKSI ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori ... 8

2.1.1. Kepribadian ... 8

2.1.2. Sikap ... 9

2.1.2.1. Pengertian Sikap ... 9

2.1.2.2. Pembentukan Sikap... 10

2.1.2.3. Struktur Sikap ... 11

2.1.2.4. Fungsi Sikap... 13

2.1.3. Pelajar... 14

2.1.4. Kenakalan Remaja ... 17

2.1.4.1. Bentuk dan Aspek-Aspek Kenakalan Remaja ... 18 2.1.4.2. Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Kecenderungan


(5)

2.1.6. Sejarah Periklanan Di Indonesia ... 30

2.1.7. Perikalanan ... 32

2.1.8. Unsur-unsur Iklan ... 37

2.1.9. Representasi ... 40

2.1.10. Psikologi Warna ... 43

2.1.11. Pendekatan Semiotik Dalam Iklan Televisi ... 44

2.1.12. Iklan Fruit Tea Versi “Pulo Gadung” ... 47

2.2. Kerangka Berpikir ... 47

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 49

3.2. Kerangka Konseptual ... 50

3.2.1. Corpus ... 50

3.2.2. Definisi Operasional Konsep ... 51

3.2.2.1.Representasi ... 51

3.2.2.2.Pelajar... 51

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.4. Teknik Analisis Data ... 52

BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek dan Penyajian Data ... 55

4.1.1. Gambaran Umum Objek ... 55

4.2. Penyajian Data ... 57


(6)

tea versi “Pulo Gadung” dengan Pendekatan Semiotik John Fiske ... 58 4.3.2. Tampilan Visual dalam Scene ... 58 4.3.3. Makna Representasi Di Iklan Fruit Tea Versi

“Pulo Gadung” ... 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 97 5.2. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

(8)

Tea Versi ”Pulo Gadung” (Studi Semiotik Tentang Representasi Kenakalan Remaja Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung” Di Televisi)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi kenakalan remaja dalam iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung”.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika John Fiske. Teknik analisis data dalam penelitian ini analisis semiotika pada corpus penelitian pada Representasi Kenakalan Remaja Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung” setelah melalui tahapan pengkodean maka selanjutnya peneliti akan menginterpretasikan tanda-tanda tersebut untuk diketahui maknanya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa iklan Fuit Tea versi ”Pulo Gadung” merupakan sebuah iklan yang menyampaikan sebuah kritik sosial kenakalan pelajar yang sering terjadi saat ini dan diakibatkan oleh pelajar – pelajar di kota – kota besar. Tokoh-tokoh dalam iklan, karakter yang dimainkan, aktivitas-aktivitas yang dilakukan menjadi representasi kenakalan pelajar dalam iklan ini berhasil disampaikan kepada khalayak pemirsa iklan Fruit Tea di televisi. Seperti iklan-iklan Fruit Tea sebelumnya, iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung” juga tidak menampilkan keterkaitan langsung antara iklan and produknya, namun awarness akan produk kembali ditampilkan Fruit Tea dengan memposisikan produknya melalui iklan yang sarat akan kritik. Dalam iklan versi ”Pulo Gadung”, repesentasi nilai-nilai kenakalan pelajar dipilih untuk menjadi salah satu media kritik sosial atas praktek kenakalan pelajar yang sudah merasuk dalam masyarakat.

Kata kunci : semiotik, iklan, fiske


(9)

1.1.Latar Belakang Masalah

Iklan adalah proses penyampaian pesan atau informasi kepada sebagian atau seluruh khalayak dengan menggunakan media. Menurut Wibowo (2003:5) iklan atau periklanan didefinisikan sebagai kegiatan berpromosi atau memberikan informasi melalui media massa.

Salah satu media untuk menyampaikan pesan berupa iklan adalah televisi. Hal ini dikarenakan peranan televisi memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan media lain dalam upaya membantu proses keberhasilan penyebaran iklan. Karenanya memperbincangkan masalah iklan televisi amatlah menarik, selain memiliki sisi kreasi dan inovasi dalam hal ini mengedepankan informasi, hiburan, dan pendidikan atau gabungan dari semuanya. iklan televisi juga mampu mempengaruhi emosi masyarakat yang bertempat tinggal tersebar dan heterogen dalam memenuhi standar dan gaya hidup pemirsanya. Dengan didukung karakteristiknya yang audio dan visual, televisi mampu membangkitkan selera pemirsa terutama atas rangsangan visual, sehingga menjadikannya sebagai medium yang intim dan personal.

Seperti diketahui iklan adalah struktur informasi dan susunan komunikasi nonpersonal yang biasanya dibiayai oleh produsen dan bersifat persuasive, tentang produk – produk (barang, jasa dan gagasan) oleh sponsor


(10)

yang teridentifikasi melalui berbagai macam media. Sedangkan yang disebut media periklanan adalah suatu metode komunikasi umum yang membawa pesan periklanan melalui televisi, radio, koran, majalah, iklan luar rumah (out of home) atau iklan luar ruang (outdoor) (Shimp, 2003: 504).

Siaran iklan televisi akan selalu menjadi pusat perhatian audien pada saat iklan itu ditayangkan. Jika audien tidak menekan remote control-nya untuk melihat program stasiun televisi lain maka ia harus menyaksikan tayangan iklan televisi satu per satu. Perhatian audien akan tertuju hanya kepada siaran iklan dimaksud ketika iklan itu muncul di layar televisi, tidak kepada hal-hal lain. Pembaca surat kabar dapat mengabaikan iklan yang berada di sudut kiri bawah halaman surat kabar yang tengah dibacanya, atau melewatkan halaman tertentu dan hanya membaca kolom olah raga. Tidak demikian halnya dengan siaran iklan televisi. Audien harus menyaksikannya dengan fokus perhatian dan tuntas. (Morrisan, 2004: 188)

Dalam aktivitas perpindahan informasi tentang produk yang diiklankan pada khalayak, iklan tentunya harus mengandung daya tarik dimana setelah pemirsa atau khalayak mengetahuinya mampu menggugah perasaan. Jadi untuk menampilkan kekuatan iklan tidak hanya sekedar menampilkan pesan verbal tetapi juga harus menampilkan pesan non verbal yang mendukung iklan.


(11)

Salah satu iklan yang menampilkan pesan verbal adalah iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung”. Iklan ini adalah iklan yang berisi beberapa pelajar sekolah yang masih memakai pakain pelajar dan melakukan hal yang tidak pantas dilakukannya sebagai pelajar, sikap yang jaduh dari sikap seorang pelajar adalah ketika mereka sehabis pulang sekolah atau malah bolos sekolah yang masih terlihat nongkrong dipinggir jalan dan ketiak ada orang yang bertanya mereka seakan – akan meremehkannya dan tidak mempunyai sikap yang sopan.

Saat ini bila membicarakan masalah remaja, tampaknya seperti tidak pernah selesai, selalu bila tidak pernah tuntas dan remaja hanya dipandang sebagai subyek yang selalu menjadi sumber penyebab dan dipandang sebagai kambing hitam belaka. Tiada pihak yang mau bertanggung jawab, semua pihak saling menyalahkan, saling menuduh, sehingga masalahnya tidak menemukan jalan keluar dan selalu harus berputar, akhirnya tidak pernah tuntas. Oleh karena itu untuk menghindari masalah tersebut, tampaknya perlu dikaji tentang sifat, karakteristik yang menyertai perilaku remaja. Remaja merupakan suatu masa suatu usia kehidupan yang sangat menarik, karena pada masa ini penuh dengan segala macam kejadian yang menyertainya, sejalan dengan perkembangan pribadinya. Masa remaja, juga merupakan masa transisi dari masa anak ke masa dewasa, pada saat ini remaja tidak mau dianggap sebagai anak kecil. Tetapi untuk menjadi orang dewasa, belum tercapai. Oleh


(12)

karena itu, remaja berusaha mencari bentuk dan identitas dirinya, baik dari keluarga maupun dari lingkungan dimana ia berada. Lingkungan teman sebaya inilah yang lebih memegang peranan penting dan paling berpengaruh terhadap kehidupan psikis remaja. Karakteristik yang terjadi, sesuai dengan tumbuh dan berkembangnya keadaan fisik yang dialami. Remaja mengalami perubahan hormonal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan

fisiknya serta terhadap perilakunya. (http://pustaka.unpad.ac.id/archives/10880/)

Terlihat dari aspek reaksi-reaksi emosinya yang tidak stabil. Sering cepat terpengaruh dan timbul perilaku yang emosional. Kondisi inilah yang merangsang munculnya perilaku yang agresif bahkan brutal, seperti perkelahian antar pelajar yang banyak terjadi akhir-akhir ini. Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu.

Penelitian ini berusaha mengungkap representasi pelajar dalam iklan fruit tea versi “Pulo Gadung” melalui pendekatan teori semiotika diharapkan


(13)

iklan mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda, kode, dan makna yang terkandung di dalamnya, iklan tersebut tersebut menampilkan sebuah cerita yang didalamnya berisi sikap dari seorang pelajar yang tidak mengerti arti sopan santun di jalan serta beesikap seperti seorang preman yang tidak mencerminkan sebagai seorang pelajar.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.

Dengan pemilihan model semiotika Pierce yang digunakan di dalam penelitian, karena sebagaimana pengertiannya tentang tanda – tanda dan berbagai hal yang berhubungan dengan iklan, cara berfungsi, hubungannya dengan tanda – tanda lain, pengiriman dan penerimaan pesan, serta cara mengkomunikasikannya.

Peneliti tertarik menggunakan semiotika Pierce karena memang analisis yang digunakan tentang esensi tanda mengarah pada pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh obyeknya. Pertama dengan mengikuti sebuah obyek, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon dalam iklan ini ikonnya adalah seragam putih, celana perempuan, model remaja dan warung, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan obyek individual, ketika kita menyebut tanda sebuah indeks, indeks dari penelitian ini yaitu gesture talent,


(14)

ketawa, mengejek, tulisan ”Fruit Tea”, tulisan ”Gokil Nih”, tulisan ”SOSRO ahlinya teh”. Ketiga, kurang lebih perkiraan yang pasti bahwa hal itu dinterpretasikan sebagai obyek denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol, simbol dari penelitian ini yaitu as, warung, gesture talent, ketawa, mengejek (Sobur, 2006:35).

Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan iklan tersebut, disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema, dan pengertian yang didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksikal, atau simbolis, dan bagaimana cara mengungkapkan idiom estetiknya. Tanda-tanda yang telah dilihat dan dibaca dari dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan, dan dicari hubungan antara yang satu dengan lainnya (http://www.desaingrafisindonesia.com/2007/10/15/semiotika-iklan-sosial/).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang representasi kenakalan remaja dalam iklan Fruit Tea versi ”Pulo Gadung”.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah representasi kenakalan remaja dalam iklan Fruit Tea versi ”Pulo Gadung” ?


(15)

1.3.Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi kenakalan remaja dalam iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung”.

1.4.Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan praktis

Diharapkan dapat menjadi kerangka acuan bagi pihak Editor untuk menghasilkan iklan yang lebih inovatif dan variatif dalam menggambarkan realitas kehidupan, cermin budaya masyarakat, sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.

2. Kegunaan teoritis

Sebagai bahan acuan serta menambah referensi perpustakaan khususnya ilmu komunikasi kepada para peneliti yang lain.


(16)

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kepribadian

Kepribadian adalah organisasi dinamik dari suatu sistem psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang pada gilirannya menentukan penyesuaianpenyesuaian khas yang dilakukan terhadap lingkungannya. Artinya, kepribadian dapat diartikan sebagai keseluruhan cara yang digunakan oleh seseorang untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain (Siagian, 1995 : 94).

Ditambahkan bahwa ada tiga faktor yang dapat membentuk kepribadian seseorang, yakni faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (keturunan), lingkungan, dan faktor-faktor situasi. Sebaliknya, Indrawijaya (1989 : 36) menyatakan bahwa kepribadian adalah fungsi dari hereditas atau pembawaan sejak lahir dan lingkungan/pengalaman. Dapat disimpulkan sebagai berikut.

a. Keturunan

Kepribadian seseorang merupakan struktur-struktur yang berhubungan dengan asas-asas keturunan. Faktor-faktor keturunan ini dibawa sejak lahir sehingga diwarisi dari orang tuanya yang berkisar pada komposisi biologis, fisiologis dan psikologis, yang secara inheren terdapat dalam diri seseorang.


(17)

b. Lingkungan

Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh pengalamannya, yakni interaksi dengan lingkungannya. Indrawijaya mengatakan bahwa faktor lingkungan di sini adalah faktor kebudayaan dan faktor kelas sosial dan nilai kerja. Lebih lanjut diterangkan oleh Robbins (1991 : 90) dan Siagian (1995 : 94) bahwa pengalaman seseorang dengan lingkungannya seperti ajaran disiplin dalam keluarga, kultur tempat seseorang dibesarkan.

c. Situasi

Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh situasi-situasi khusus. Reaksi seseorang terhadap situasi tertentu bisa berbeda pada waktu yang berlainan.

2.1.2. Sikap

2.1.2.1.Pengertian Sikap

Menurut Rakhmat (2002:40) Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.

Menurut Secord & Backman (1964) dalam Azwar (2007:5), sikap

didefinsikan sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),

pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Mengikuti skema triadik, struktur sikap


(18)

terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemiliki sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. (Azwar, 2007:24)

Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, ettapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari (Sherif, 1956 dalam Rakhmat, 2002:40)

2.1.2.2.Pembentukan Sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya. (Azwar, 2007:30)


(19)

Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pedidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. (Azwar, 2007:30)

2.1.2.3.Struktur Sikap

Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu (Azwar, 2007:23):

1. Komponen Kognitif

Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu-individu pemilik sikap. Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang dilihat atau apa yang telah diketahui. Berdasarkan apa yang telah dilihat itu kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek.

Sekali kepercayaan itu telah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tersebut. Dengan demikian, interaksi kita dengan pengalaman di masa datang serta prediksi mengenai pengalaman tersebut akan lebih mempunyai arti dan keteraturan. Tanda adanya sesuatu yang dipercayai,


(20)

maka fenomena dunia di sekitar kita pasti menjadi terlalu kompleks untuk dihayati dan sulitlah untuk ditafsirkan artinya.

Kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selalu akurat. Kadnag-kadang kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidaknya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.

2. Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.

Pada umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud.

3. Komponen Perilaku

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayan


(21)

dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena itu, adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk tendensi perilaku terhadap objek.

Konsistensi antara kepercayaan sebagai komponen kognitif, perasaan sebagai komponen afektif, dengan tendensi perilaku sebagai komponen konatif seperti itulah yang menjadi landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap.

Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak ahnya dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk –bentuk perilaku berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang.

2.1.2.4.Fungsi Sikap

Menurut Sutisna (2003:103) mengaklasifikasikan sikap antara lain yaitu:

1. Fungsi utilitarian

Fungsi utilitarian berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar imbalan dan hukuman. Konsumen mengembangkan beberapa sikap terhadap produk atas dasar apakah produk itu memberikan kesenangan atau justru kekecewaan.

2. Fungsi Ekspresi Nilai

Sikap yang dikembangkan oleh konsumen terhadap suatu merek produk bukan didasarkan atas manfaat produk itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuan merek produk itu mengekspresikan nilai-nilai yang ada pada


(22)

dirinya, Ketika kosnumen membeli suatu merek produk, manfaat inti dari produk itu tidak lagi menjadi perhatiannya, tetapi pusat perhatiannya adlaah apakah merek produk itu mampu membantu dirinya dalam mengekspresikan nilai-nilai yang diinginkannya.

3. Fungsi Mempertahankan Ego

Sikap yang dkembangkan oleh konsumen cenderung untuk melindunginya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal, sehingga membentuk fungsi mempertahankan ego.

4. Fungsi Pengetahuan

Sikap membantu konsumen mengorganisasikan informasi yang begitu banyak yang setiap hari dipaparkan pada dirinya. Dari seluruh informasi itu konsumen memilah-milah informasi yang relevan dan tidak relevan dengan kebutuhannya. Infromasi yang tidak relevan akan diabaikan begitu saja. Fungsi pengetahuan juga bisa membantu mengurangi ketidakpastian dan kebingungan. Jika seseorang konsumen sebelumnya telah mengetahui kualitas merek produk yang akan dibelinya, maka hal itu akan mengurangi ketidakpastian atas resiko pembelian.

2.1.3. Pelajar

Remaja adalah usia transisi. Seorang individu, telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh kebergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat. Banyaknya masa transisi ini bergantung kepada keadaan dan tingkat sosial masyarakat dimana ia hidup. Semakin maju


(23)

masyarakat semakin panjang usia remaja, kaerna ia harus mempersiapkan diri untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya. (http://gudanginfo.info/tag/arti-pelajar/)

Pelajar SLTA ini termasuk dalam katagori masa remaja yang usianya kisaran 15 sampai dengan 18 tahun. Pelajar itu sendiri terdiri dari beberapa tingkatan yaitu pelajar Sekolah Dasar yang usianya bekisar 6 tahun sampai dengan 12 tahun, Pelajar Sekolah Menengah Pertama yang usianya berkisar 13 tahun sampai dengan 15 tahun, dan pelajar Sekolah Menengah Atas yang usianya berkisar antara 16 tahun sampai dengan 18 tahun. Pelajar SLTA itu sendiri adalah anak-anak yang usianya berkisar dari 16 tahun sampai dengan 18 tahun yang memperoleh pendidikan formal di sekolah.

Ada beberapa ciri utama dari pada masa remaja atau pubertas yaitu : Pertama, ciri primer, yaitu matangnya organ seksual yang ditandai dengan adanya menstruasi ( menarche) pertama pada anak wanita dan produksi cairan sperma pertama ( nocturnal seminal emisión ) pada anak laki-laki. Yang dimaksud dengan peristiwa menarche ( menstruasi ) ahíla terjainya pendarahan pertama pada alat kelamin wanita. Hal ini disebabkan karena kelenjar wanita ( ovarium ) mulai berfungsi yaitu memasakkan sel telur ( ovum ) dan sel telur yang masak itu lalu keluar dari indung telur ( ovarium ). Peristiwa ini dinamai ovulasi. Bila sel telur ( ovum ) yang masak itu disalurkan ke saluran telur kemudian tidak dibuahi maka ia akan keluar bersama darah, yang berasal dari permukaan rahim.

Menurut ilmu kedokteran telur yang sedang masak itu menghasilkan statu zat hormon bernama estrogen ( zat betina ) yang mengubah anak


(24)

perempuan ini baik jasmaniah maupun rohaniah. Pada peristiwa menarche ini anak wanita tidak mengalami kesenangan malah lebih banyak mengalami gangguan seperti sakit perut, sakit kepala, badan tidak enak, dan lain-lain.

Kedua ciri sekunder, meliputi perubahan pada bentuk tubuh pada kedua jenis kelamin itu. Anak wanita mulai tumbuh buah dada, pinggul membesar, paha membesar karena tumpukan zat lemak dan tumbuh bulu-bulu pada alat kelamin dan ketiak. Pada anak laki-laki terjadi peubahan otot, bahu melebar, suara mulai berubah, tumbuh bulu-bulu pada alat kelamin dan ketiak serta kumis pada bibir. Disamping itu terjadi pula pertambahan berat badan pada kedua jenis kelamin itu.

Ketiga, ciri terrier, yang dimaksud dengan ciri tertier ahli ciri-ciri yang tampak pada perubahan tingkah laku. Perubahan ituerat juga sangkut pautnya dengan perubahan psikis, yaitu perubahan tingkah laku yang tampak seperti perubahan minat, antara lain minat belajar berkurang, timbul minat terhadap jenis kelamin lainnya, juga minat terhadak kerja menurun. Anak perempuan mulai sering memperhatikan dirinya. Perubahan lain tampak juga pada emosi, pandangan hidup, sikap dan sebaginya. Karena perubahan tingkah laku inilah maka jiwanya selalu gelisah. Dan sering pula konflik dengan orang tua karena adanya perbedaan sikap dan pandangan hidup. Kadang-kadang juga bertentangan dengan lingkungan masyarakat dikarenakan adanya perbedaan norma yang dianutnya dengan norma yang berlaku dalam lingkungan. (http://gudanginfo.info/tag/arti-pelajar/)


(25)

2.1.4. Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anakanak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal. (Kartono, 2003)

Mussen dkk (1994), mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. Hurlock (1973) juga menyatakan kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang melakukannya masuk penjara. Sama halnya dengan Conger (1976) & Dusek (1977) mendefinisikan kenakalan remaja sebagai suatu kenakalan yang


(26)

dilakukan oleh seseorang individu yang berumur di bawah 16 dan 18 tahun yang melakukan perilaku yang dapat dikenai sangsi atau hukuman.

Sarwono (2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann (1990) menyebutkan bahwa kenakalan remaja suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Santrock (1999) juga menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan kenakalan remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun.

2.1.4.1.Bentuk dan Aspek-Aspek Kenakalan Remaja

Menurut Kartono (2003), bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi empat, yaitu :

a. Kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir)

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka didorong oleh faktor-faktor berikut :

1) Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak ada


(27)

2) Mereka kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifatnya yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya gang-gang kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan dan prestise tertentu.

3) Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak

harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan kriminal. Gang remaja nakal memberikan alternatif hidup yang menyenangkan.

4) Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali

mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup normal. Ringkasnya, delinkuen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa aman dari kelompok gangnya, namun pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja menyadari adanya tanggung jawab sebagai orang dewasa yang mulai memasuki peran sosial yang baru.


(28)

b. Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)

Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri - ciri perilakunya adalah :

1) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gang yang kriminal itu saja.

2) Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat mereka merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnya.

3) Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan

mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa kemudian membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik. 4) Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah, namun

pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orangtuanya biasanya juga neurotik atau psikotik.

5) Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri dari lingkungan.

6) Motif kejahatannya berbeda-beda.


(29)

c. Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik)

Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka adalah :

1) Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan orangtuanya selalu menyia-nyiakan mereka, sehingga mereka tidak mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang akrab dan baik dengan orang lain.

2) Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau

melakukan pelanggaran.

3) Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang

kacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan impulsif, biasanya mereka residivis yang berulang kali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.

4) Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan

normanorma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap norma subkultur gangnya sendiri.

5) Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis,

sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri,


(30)

orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik dengan norma sosial dan hukum. Mereka sangat egoistis, anti sosial dan selalu menentang apa dan siapapun. Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab.

d. Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)

Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas emosional. Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Impulsnya tetap pada taraf primitif sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan. Mereka merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar diperbaiki. Mereka adalah para residivis yang melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri rendah, impuls dan kebiasaan primitif, di antara para penjahat residivis remaja, kurang lebih 80 % mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan


(31)

perkembangan mental yang salah, jadi mereka menderita defek mental. Hanya kurang dari 20 % yang menjadi penjahat disebabkan oleh faktor sosial atau lingkungan sekitar.

2.1.4.1.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Kenakalan Remaja

Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :

a. Identitas

Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Santrock, 1996) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja.

b. Kontrol diri

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang


(32)

melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka.

c. Usia

Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.

d. Jenis kelamin

Remaja laki- laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki- laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan.

e. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah

Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah


(33)

tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah.

f. Proses keluarga

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja.

g. Pengaruh teman sebaya

Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (1996) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.

h. Kelas sosial ekonomi

Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan

daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50 : 1 (Kartono,

2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh


(34)

masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.

i. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal

Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor- faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah faktor keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan masyarakat.


(35)

2.1.5. Televisi Sebagai Media Periklanan

McLuhan mengatakan bahwa kecenderungan yang pasti dari periklanan adalah selalu berusaha menampakkan produk sebagai salah satu bagian integral dari produk sosial dan kebutuhan sosial yang luas. (Bungin, 2001:122). Iklan bagaikan sebuah dunia magis yang dapat mengubah komoditas ke dalam situasi gemerlap yang memikat dan mempesona, sebuah sistem yang keluar dari imajinasi dan muncul ke dalam dunia nyata melalui media.

Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur audio dan visual. Sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media lain. Televisi juga diyakini sangat berorientasi mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang disampaikan.

Menurut Basril Djabar dalam Sumartono (2001:5) mengungkapkan hal yang sama mengenai pentingnya beriklan, bahwa beriklan merupakan upaya kreatif untuk memperkenalkan suatu produk melalui media, apapun medianya. Dengan beriklan, masyarakat akan mengenal suatu produk, dan keberhasilan dalam mempromosikan suatu produk akan menggulirkan suatu kegiatan ekonomi, mulai dari produsen kepada masyarakat (konsumen).

Sementara itu beriklan merupakan bentuk presentasi non personal yang mempromosikan gagasan, produk (barang atau jasa) yang dibiayai oleh pihak sponsor tertentu dengan menggunakan media tertentu (Sulaksana, 2005 : 90).


(36)

Televisi merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh komunikasi massa. Televisi telah banyak memberikan pengaruh-pengaruh dalam banyak kehidupan manusia. Televisi lahir karena perkembangan teknologi yang semakin maju. Sebagai media massa yang muncul belakangan dibanding media cetak, televisi baru berperan selama tiga puluh tahun. Televisi ini sendiri lahir setelah adanya beberapa penemuan teknologi, seperti telepon, telegraf, fotografi, serta rekaman suara. Terlepas dari semua itu, pada kenyataannya media televisi dapat dibahas secara mendalam, baik dari segi isi pesan maupun penggunaannya (Kuswandi, 1996 : 6).

Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol dengan keluarga atau pasangan mereka. Bagi banyak orang televisi adalah teman, televisi menjadi cermin perilaku masyarakat dan televisi dapat menjadi candu. (Morrisan, 2004:1).

Televisi merupakan media periklanan yang efektif, karena mempunyai kelebihan-kelebihan dalam beriklan, antara lain :

a. Lebih dapat menarik perhatian.

b. Lebih mudah -mempengaruhi khalayak.

c. Dapat memilih waktu dalam menampilkan iklan.


(37)

Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pemasang iklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur audio dan visual, sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media lainnya. Televisi juga diyakini sangat berpotensi mengingatkan khalayak terhadap pesan yang disampaikan. Hal ini pula yang menyebabkan nilai belanja iklan di televisi semakin lama semakin meningkat (Kasali, 1992 : 172).

Bukti keefektifan televisi sebagai media beriklan disebabkan oleh beberapa kekuatan yang dimiliki media televisi, sebagaimana dinyatakan oleh Kasali (1992 : 121) sebagai berikut :

1. Efisiensi biaya

Banyak para pemasang iklan memandang televisi sebagai media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan komersial atau no komersial. Salah satu keunggulannya adalah kemampuan menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas. Jutaan orang menonton televisi secara teratur. Televisi tidak hanya menjangkau khalayak sasaran yang dapat dicapai oleh media lainnya, tetapi juga khalayak yang tidak terjangkau oleh media cetak.

2. Dampak yang kuat

Keunggulan lainnya adalah kemampuannya menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen atau penonton, dengan tekanan pada sekaligus dua indera, yaitu penglihatan dan pendengaran. Televisi juga mampu


(38)

menciptakan kelenturan bagi pekerjaan-pekerjaan kreatif dengan mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, drama dan humor. 3. Pengaruh yang kuat

Televisi mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Sebagian besar masyarakat meluangkan waktunya di depan televisi, sebagai sumber berita, hiburan dan sarana pendidikan. Sebagai calon pembeli lebih percaya pada perusahaan yang mengiklankan produknya di televisi daripada yang tidak sama sekali, sebab hal itu merupakan cerminan bonafiditas pengiklanan.

Dari beberapa pendapat di atas tampak bahwa televisi merupakan media komunikasi iklan yang efektif dan efisien. Hal ini bisa dilihat dari beberapa faktor misalnya efisiensi biaya, dampak yang dihasilkan dari iklan sangat kuat dan juga pengaruh yang dihasilkan dari media televisi juga sangat kuat. Hal ini yang membuat para pengiklan berbondong-bondong menggunakan televisi sebagai sarana pengiklanan, dan juga perkembangan teknologi yang sangat cepat membuat iklan melewati media televisi lebih menarik.

2.1.6. Sejarah Periklanan Di Indonesia

Pertumbuhan iklan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh modal swasta di sektor perkebunan dan pertambangan pada tahun 1870. Pada jaman ini, beredar iklan brosur untuk pertama kalinya. Iklan tersebut berisi promosi perusahaan komersial. Selain brosur, digunakan pula iklan display.Pada awal abad 20, biro reklame mulai bermunculan walau tidak bertahan lama karena


(39)

masalah perekonomian. Biro reklame pada masa itu dapat dikelompokkan dalam kategori besar (biasanya dimiliki oleh orang Belanda), menengah, dan kecil (dimiliki oleh orang Tionghoa dan bumiputera). Biro reklame Indonesia kembali bangkit sekitar 1930-1942. Iklan yang dikeluarkan semakin beragam (pencarian kerja, pernikahan, kematian, serta perjalanan). Iklan juga sempat menjadi sarana propaganda Jepang di Indonesia. (http://www.halamansatu.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id

=264)

Namun, pada masa itu tetap banyak iklan lain seperti pasta gigi, batik, tawaran kursus dan tak ketinggalan iklan bioskop yang menayangkan film Jepang. Pasca kemerdekaan, muncul iklan himbauan untuk menyumbangkan dana bagi kepentingan perjuangan, pertahanan kemerdekaan, pembangunan atau perbaikan sekolah dan mengaktifkan BPKKP. Iklan ini tercatat sebagai iklan layanan masyarakat pertama dalam sejarah periklanan Indonesia.

Pada tahun 1963, berdiri perusahaan periklanan InterVista Ltd yang dikelola (sekaligus didirikan) oleh Nuradi, mantan diplomat yang pernah bekerja di perusahaan periklanan SH Benson cabang Singapura. Perusahaan ini dianggap sebagai perintis periklanan modern di Indonesia dengan pelayanan menyeluruh seperti media planning, account management, riset, dan bidang lain.Saat ini, berbagai perusahaan periklanan di Indonesia tergabung dalam suatu asosiasi yaitu PPPI. Asosiasi perusahaan periklanan ini terwakili pula dalam keanggotaan Dewan Pers yang secara resmi dituangkan dalam UU No. 4 Tahun 1967.


(40)

Di Indonesia, Masyarakat Periklanan Indonesia mengartikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau jasa yang disampikan lewat suatu media dan ditunjukkan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sementara istilah periklanan diartikan sebagai keseluruhan proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan. (Widyatama, 2007:16)

2.1.7. Periklanan

Definisi standar dari periklanan biasanya mengandung enam elemen. Pertama, periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar. Kedua, selain pesan yang harus diampaikan harus dibayar, dalam iklan juga terjadi identifikasi sponsor. Upaya membujuk dan mempengaruhi konsumen merupakan elemen ketiga dalam definisi periklanan. Keempat, periklanan memerlukan elemen media massa sebagai media penyampai pesan. Sifat non personal merupakan elemen kelima dalam definisi periklanan, dan elemen keenam adalah audiens. Berdasarkan keenam elemen tersebut, Wells, Burnett dan Moriarty (1998) dalam Sutisna (2003:276) mendefinisikan periklanan sebagai “Advertising is paid non personal communication from an identified sponsor using mass media to persuade or influence an audience”.

Tiga tujuan utama dari periklanan yaitu menginformasikan, membujuk dan mengingatkan. Periklanan informatif berarti pemasar harus merancang iklan sedemikian rupa agar hal-hal penting mengenai produk bisa disampaikan dalam iklan.


(41)

Dari pengertian iklan sebagaimana tersebut di atas sekalipun terdapat beberapa perspektif yang berbeda-beda, namun sebagian besar definisi mempunyai kesamaan. Kesamaan tersebut dapat dirangkum dalam bentuk prinsip pengertian iklan, dimana dalam iklan mengandung enam prinsip dasar, yaitu sebagai berikut (Widyatama, 2007:17):

1. Adanya pesan tertentu

Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya pesan. Tanpa pesan, iklan tidak akan berwujud. Bila di media ia hanya ruang kosong tanpa tulisan, gambar atau bentuk apapun, bila di media radio, tidak akan terdengar suara apapun, bila di media televisi, tidak terlihat gambar dan suara apapun, maka ia tidak dapat disebut iklan karena tidak terdapat pesan.

Pesan yang disampaikan oleh sebuah oleh sebuah iklan, dapat berbentuk perpaduan antara pesan verbal dan pesan non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Di dalam pesan verbal ia merupakan rangkaian kata-kata yang tersusun dari huruf vokal dan konsonan yang membentuk makna tertentu. Bentuk pesan verbal lisan dapat disampaikan melalui media audio maupun media audio visual. Sementara pesan verbal tulisan dapat disampaikan melalui media cetak dan audio visual.

Semua pesan yang bukan pesan verbal adalah pesan non verbal. Sepanjang bentuk non verbal tersebut mangndung arti, maka ia dapat disebut sebagai sebuah pesan komunikasi.


(42)

2. Dilakukan oleh komunikator (sponsor)

Pesan iklan ada karena dibuat oleh komunikator. Sebaliknya, bila tidak ada komunikator, maka tidak akan ada pesan iklan. Dengan demikian, cirisebuah iklan, adalah bahwa pesan tersebut dibuat dan disampaikan oleh komunikator dalam iklan dapat datang dari perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga atau organisasi, bahkan negara.

3. Dilakukan dengan cara non personal

Dari pengertian iklan yang diberikan, hampir semua menyepakati bahwa iklan merupakan penyampaian pesan yang dilakukan secara non personal. Non personal artinya tidak dalam bentuk tatap muka penyampaian pesan dapat disebut iklan bila dilakukan melalui media (yang kemudian disebut media periklanan).

Media yang digunakan dalam kegiatan periklanan secara umum dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu media lini atas dan media lini bawah. Media lini atas memiliki beberapa karakter khas, antara lain:

a. Informasi yang disebarkan bersifat serempak. Artinya waktu yang

sama, infromasi yang sama dapat disebar luaskan secara sama pula

b. Khalayak penerima pesan cenderung anonim (tidak dikenali secara

personal oleh komunikator)

c. Mampu menjangkau khalayak secara luas.


(43)

a. Komunikan yang dijangkau terbatas, baik dalam jumlah maupun luas wilayah sasaran

b. Mampu menjangkau khalayak yang tidak dijangkau media lini atas c. Cenderung tidak serempak.

4. Disampaikan untuk khalayak tertentu

Iklan diciptakan oleh komunikator karena ingin ditunjukkan kepada khalayak tertentu. Dalam dunia periklanan, khalayak sasaran cenderung bersifat khusus. Pesan yang disampaikan tidak dimaksudkan untuk

diberikan kepada semua orang, melainkan kelompok target audience

tertentu. Sasaran khalayak yang dipilih tersebut didasarkan pada keyakinan

bahwa pada dasarnya setiap kelompok khusus audience memiliki

kesukaan, ekbutuhan, ekinginan, karakteristik, dan keyakinan khusus. Dengan demikian, pesan yang diberikan harus dirancang khusus yang sesuai dengan target khalayak. Bilamana target audience diganti, maka sudah tentu akan mempengaruhi bentuk dan strategi pesan iklan. Sebuah bentuk dan strategi tunggal tidak cocok untuk diterapkan atau ditunjukkan pada semua khalayak.

5. Dalam menyampaikan pesan tersebut, dilakukan dengan cara membayar

Penyampaian pesan yang dilakukan dengan cara bukan membayar oleh kalangan pengiklan dewasa ini dianggap sebagai bukan iklan. Pesan komunikasi yang disampaikan dengan cara tidak membayar, akan dimaksudkan dalam kategori kegiatan komunikasi yang lain.


(44)

Dalam kegiatan periklanan, sitilah membayar sekarang ini harus dimaknai secara luas. Sebab, kata membayar tidak saja dilakukan dengan alat tukar uang, melainkan dengan cara barter berupa ruang, waktu, dan kesempatan. Jadi, alat tukar yang digunakan dalam konteks membayar dalam kegiatan periklanan harus diartikan secara luas, tidak ahnya dengan menggunakan uang semata.

6. Penyampaian pesan tersebut, mengharapkan dampak tertentu

Dalam sebuah visualisasi iklan, seluruh pesan dalam iklan semestinya merupakan pesan yang efektif. Artinya, pesan yang mampu menggerakkan khalayak agar mereka mengikuti pesan iklan. Semua iklan yang dibuat oleh pengiklan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu, yaitu berupa dampak tertentu di tengah khalayak. Aneh rasanya bila membuat pasan iklan namun tidak bermaksud mendapatkan pengaruh tertentu sebagimana diharapkan.

Dampak tertentu yang diharapkan oleh pengiklan dapat berupa pengaruh ekonomis maupun dampak sosial. Pengaruh ekonomis adalah dampak yang diharapkan dapat diwujudkan oleh iklan untuk maksud-maksud mendapatkan keuntungan ekonomi.

Periklanan yang bersifat membujuk berperan penting bagi perusahaan dengan tingkat persaingan yang tinggi. Iklan yang bersifat membujuk biasanya dituangkan dalam pesan-pesan iklan perbandingan (comparative advertising). Tujuan periklanan yang ketiga yaitu mengingatkan.


(45)

Beberapa tipe pesan iklan menurut Sutisna (2003:278-279) yang dapat menimbulkan daya tarik rasional,sehingga mendapat perhatian dari konsumen yang selanjutnya konsumen memproses pesan tersebut yaitu:

1. Faktual

Tipe ini umumnya berhubungan dengan pengambilan keputusan high

involvement yaitu penerima pesan dimotivasi untuk dapat memproses informasi.

2. Potongan kehidupan

Tipe ini menampilkan pesan iklan dalam bentuk kegiatan sehari-hari yang sering dialami oleh banyak orang. Pengaruhnya tipe ini adalah agar terjadi proses peniruan perilaku dari penonton.

3. Demonstrasi

Tipe ini menggunakan teknik yang hampir sama yang digunakan untuk menyelasaikan masalah yang sering dihadapi oleh konsumen yaitu dengan demonstrasi.

4. Iklan Perbandingan (Comparative advertising)

Tipe iklan ini berusaha membandingkan keunggulan produk yang ditawarkan dengan produk lain sejenis.

2.1.8. Unsur - Unsur Iklan

Teknik visualisasi adalah salah satu bagian dari unsur iklan, yang merupakan teknik-teknik pekerjaan yang dipadukan sedemikian rupa dengan merekayasa gambar atau produk yang ingin ditampilkan secara audio visual


(46)

menjadi sebuah karya seni yang dapat mempengaruhi khalayak. Sehingga gambar dapat menarik perhatian khalayak atau pemirsa.

Unsur-unsur iklan yang dimaksud adalah bagian–bagian dalam iklan yang ditayangkan di televisi, yang terdiri dari video, suara (audio), model (talent), peraga (props), latar (setting), pencahayaan (lighting), grafik (grapich), kecepatan (pacing) (Wells, Burnet & Mariarty, 1999:391-394). 1) Unsur video segala sesuatu yang ditampilkan di layar yang bisa dilihat

pada iklan di televisi merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak atau dijadikan perhatian karena pada dasarnya manusia secara visual tertarik pada obyek yang bergerak. Dengan kata lain manusia lebih tertarik pada iklan display yang bergerak.

2) Unsur suara atau audio dalam iklan di televisi, pada dasarnya sama dengan di radio, yaitu dengan memanfaatkan musik, lagu-lagu singkat (jingle),

atau suara orang (voice). Misalnya seorang model iklan menyampaikan

pesan, langsung kepada khalayak melalui dialog yang terekam dalam kamera.

3) Unsur aktor atau model iklan (talent) juga menjadi unsur penting dalam iklan. Sebagaimana banyak studi yang menunjukkan bahwa keefektifan komunikasi juga ditentukan oleh ciri-ciri dari komunikator, seperti kredibilitas dan daya tarik.

4) Alat peraga (props) adalah peralatan-peralatan lain digunakan untuk

mendukung pengiklan sebuah produk. Misalnya; untuk mengiklankan sebuah rokok akan terlihat lebih menarik yang mendukung keberadaan


(47)

seorang model iklan yang berpenampilan menarik. Fungsi utama alat peraga ini harus merefleksikan karakter, kegunaan, dan keuntungan produk, seperti logo, kemasan dan cara penggunaan suatu produk.

5) Latar atau suasana (setting) adalah tempat atau lokasi dimana pengambilan gambar (shooting) ketika adegan tertentu dalam iklan itu berlangsung. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan tema iklan.

6) Unsur pencahayaan (lighting) sangat penting untuk menarik perhatian

khalayak dalam menerima suatu obyek tentang kejelasan gambar.

7) Unsur gambar atau tampilan yang bisa dilihat pada iklan di televisi

merupakan stimulus yang merangsang perhatian khalayak dalam menerima kehadiran sebuah obyek, dan diharapkan khalayak akan lebih mudah menerima dan mempersepsikan makna yang disampaikan. Unsur gambar ini misalnya mengandalkan komposisi warna atau bahasa tubuh (gesture) dari pameran iklan.

8) Unsur kecepatan atau pengulangan merupakan unsur yang sering dipakai,

yaitu dengan melakukan penggunaan slogan–slogan dan kata-kata. Sebagai contoh misalnya pengulangan nama merek atau keunggulan produk dibandingkan yang lain. Sebagaimana teori dalam gaya bahasa bahwa sesuatu hal yang disampaikan berkali-kali bila disertai variasi akan menarik perhatian orang.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa suatu iklan akan berhasil apabila memenuhi unsur-unsur yang menjadi komponen iklan. Unsur-unsur iklan yang dimaksud adalah video, suara, model, peraga, latar,


(48)

pencahayaan, grafik dan kecepatan. Semua komponen iklan tersebut harus lengkap guna memperoleh hasil yang optimal, karena dengan kurangnya salah satu komponen akan membuat iklan tersebut tidak menarik.

2.1.9. Representasi

Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau symbol (Piliang, 2006: 24). Representasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada tanda. Melalui representasi, ide- ide ideologis dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Ada empat komponen dasar dalam industri media yang mengemas pesan dan produk:

1. Khalayak yang memperoleh pesan dan mengkonsumsi produk

2. Pesan atau produk itu sendiri

3. Teknologi yang selalu berubah, yang membentuk baik industri maupun

bagaimana pesan tersebut dikomunikasikan 4. Dan penampakan akhir dari produk itu tersebut.

Komponen- komponen ini yang secara bersamaan berinteraksi di sekitar dunia sosial dan budaya, menempati suatu ruang yang diperjuangkan secara terus- menerus. Perubahan garis bentuk ruang ini dapat menimbulkan pola- pola dominasi dan representasi yang berbeda- beda. Film dan televisi


(49)

mempunyai bahasanya sendiri dengan sintaksis (susunan kalimat) dan tata bahasa yang berbeda.

Tata bahasa ini terdiri dari bermacam unsur yang akrab, seperti

pemotongan gambar (cut) pengambilan gambar jarak dekat (close up),

pengambilan dua gambar (two shot), dan lain-lain. Akan tetapi, bahasa

tersebut juga meliputi kode-kode representasi yang lebih halus, yang tercakup dalam kompleksitas dari penggambaran visual yang harfiah hingga symbol-symbol yang paling abstrak dan arbitret (berubah-ubah) serta metafora. Tingkatan representasi yang paling sederhana mencakup sekadar penggambaran informasi budaya nyata- seorang pria berjalan pada sebuah jalan. Akan tetapi bahasa film mulai bermain begitu kita ingin melakukan lebih banyak: memperlihatkan wajahnya dari jarak dekat, memperlihatkan dari depan bergerak menuju kamera, dari belakang menjauhi kamera, dan seterusnya. Representasi gabungan akan mengedit seluruh pengambilan gambar yang berbeda kedalam satu rangkaian. Rangkaian-rangkaian inilah merupakan sumber dasar film.

Menurut Stuart Hall (1977) representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasanya yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.


(50)

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara kita dalam memahami sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua ini karena ia beroperasi sebagai sistem representasi lewat bahasa (simbol-simbol dalam tanda tertulis, lisan atau gambar) kita mengungkapkan pikiran, konsep dan ide-ide tentang sesuatu, makna sesuatu hal sangat tergantung dari cara kita merepresentasikannya. Dengan mengamati kata-kata dan image yang kita gunakan dalam merepresentasikan sesuatu atau bisa terlihat jelas nilai-nilai yang kita berikan pada sesuatu tersebut.

Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna lewat bahasa bekerja, kita bisa memakanai representasi. Pertama adalah pendekatan reflektif. Disini bahasa berfungsi sebagai cermin yang merefleksikan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada didunia. Kedua, pendekatan intensional dimana kita menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang kita terhadap sesuatu. Sedangkan yang ketiga, adalah pendekatan konstruksionis, pendekatan ini kita percaya bahwa kita mengkonstruksi makna lewat bahasa yang kita pakai.

Bagi Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama mental yaitu konsep tentang sesuatu yang ada dikepala kita masing- masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua bahasa berperan penting pada proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide- ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol- simbol tertentu.


(51)

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dini dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem peta konseptual kita. Dalam proses kedua kita mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara peta konseptual dengan bahasa atau simbol yang berfungsi dalam bahasa atau simbol adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama- sama itulah yang dinamakan representasi. (Juliastuti, 2000: http// kunci.or.id/ teks/ 04rep2.htm)

2.1.10.Psikologi Warna

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna juga boleh dianggap sebagai satu fenomena psikologi. Respon psikologi dari masing-masing warna (http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html) :

1. Hitam : Power, Seksualitas, Kecanggihan, Kematian, Misteri,

Ketakutan, Kesedihan, Keanggunan.

2. Putih : Kesucian, Kebersihan, Ketepatan, Ketidak bersalahan,

Seteril, Kematian.

3. Kuning : Optimis, Harapan, Filosofi, Ketidakjujuran, Pengecut

(untuk budaya barat), dan penghianat.

4. Hijau : Alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan.

5. Biru : Kepercayaan, Konservatif, keamanan, Tehnologi,


(52)

6. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresi, bahaya. Merah jika dikombinasikan dengan putih, akan mempunyai arti ‘bahagia’ di budaya oriental.

7. Ungu/ Jingga : Spiritual, Misteri, Kebangsawanan, Transformasi,

Kekerasan, Keangkuhan.

8. Orange : Energi, Keseimbangan, Kehangatan.

9. Coklat : Tanah/ bumi, reliability, comfort, daya tahan.

10. Abu-abu : Intelek, Masa depan (sepert warna millennium),

kesederhanaan, kesedihan.

Warna dan artinya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sesuatu yang dilekatinya. Warna juga memberi arti terhadap suatu objek, hampir semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini dapat dilihat pada bendera nasional masing-masing, serta upacara-upacara ritual lainnya yang sering dilambangkan dengan warna-warni. (Cangara, 2005 : 109).

2.1.11.Pendekatan Semiotik Dalam Iklan Televisi

Penerapan Semiotik pada iklan televisi, berarti kita harus memperhatikan aspek medium televisi yang berfungsi sebagai tanda. Maka dari sudut pandang ini jenis ambilan kamera (selanjutnya disebut shot saja)

dan kerja kamera (camera work). Dengan cara ini, peneliti bisa memahami

shot apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya. Misalnya, Iklan Fruit


(53)

menekankan bagian wajah, makna dari (CU) shot adalah keintiman dan sebagainya. Selain shot, yang terdapat pada camera work atau kerja kamera yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek, misalnya panning-up atau

pan-up yaitu gerak kamera mendongak pada poros horizontal. Pan-up berarti

kamera melihat ke atas, dan ini bermakna adanya otoritas atau kekuasaan pada obyek yang diambil. (Berger, 1992:37).

Lebih jauh yang harus diperhatikan tidak hanya shot dan camera work tetapi juga suara. Suara meliputi sound effect dan musik. Televisi sebagai media audio visual tidak hanya mengandung unsur visual, namun juga suara, karena suara merupakan aspek kenyataan hidup. Suara yang keras, menghentak, lemah memiliki makna yang berbeda-beda. Setiap suara mengekspresikan sesuatu yang unik (Sumarno, 1996:71).

Diasumsikan pembuatan iklan televisi pada penelitian ini untuk mempermudah pemotongan gambar iklan yang bergerak diperlukan teori dari Jhon Fiske. Analisis semiotik yang dilakukan pada cinema atau film layar lebar menurut fiske disetarakan dengan analisis film (iklan) yang ditayangkan di televisi. Sehingga analisis yang dilakukan pada iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung” dibagi menjadi dua level yaitu :

1. Level Realitas

Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make-up

yang digunakan oleh pemain, lingkungan, perilaku, ucapan, gesture,

ekspresi, suara dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis. kode-kode sosial


(54)

yang merupakan realitas yang akan diteliti dalam penelitian ini, dapat berupa:

a. Penampilan, kostum dan make-up yang digunakan oleh pemain di

iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung”. Dalam penelitian ini tokoh yang menjadi obyek penelitian adalah seorang pelajar yang ada di iklan tersebut. Bagaimana pakaian dan tata rias apa yang digunakan, serta

apakah kostum dan make-up yang ditampilkan tersebut memberikan

signifikasi tertentu menurut kode sosial dan kultural.

b. Lingkungan atau setting, yang ditampilkan dari cerita dari tokoh

tersebut, bagaimana simbol-simbol yang ditonjolkan serta fungsi dan makna didalamnya.

c. Dialog, berupa apa makna dari kalimat-kalimat yang diucapkan dalam dialog.

2. Level Representasi, meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, musik dan suara, yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik, karakter, action, dialog, setting, casting, dan sebagainya.

Penggunaan semiotika dalam iklan telah menjadi bagian penting dalam masyarakat modern. Analisa iklan dengan pendekatan semiotika dapat dilakukan mengingat iklan yang merupakan fenomena semiotika (advertisement semiotic activity). Masyarakat sekarang lebih berorientasi pada apa yang dilihatnya dan telah banyak menggunakan sistem tanda lain di luar sistem tanda verbal.


(55)

2.1.12.Iklan Fruit Tea Versi “Pulo Gadung”

Dalam iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung” di televisi menggambarkan suasana di sebuah warung tempat banyak anak pelajar berkumpul. Dalam warung tersebut berisikan meja dan dagangan yang biasa di perdagangkan. Di warung tersbeut sudah berkumpul anak-anak sekolah memakai seragam SMU sebanyak 5 orang anak. Kemudian salah satu anak yang paling depan sedang tertawa terbahak – bahak seakan mereka sangat senang berkumpul. Setelah itu itu semua siswa tersebut meminum Fruit Tea yang ada di dalam kotak es, sehingga seakan – akan mereka memiliki kesegaran baru yang mungkin membuat mereka ceria kembali, dan kemudian ada orang yang lewat menanyakan tentang alamat, jawaban yang diberikan oleh siswa tersebut, seakan – akan tidak seperti orang yang pernah sekolah, mereka menjawab seadanya, akhirnya orang tersebut pun menurutinya, lalu kemudian datang orang yang mengendarai sepeda motor menanyakan alamat juga, ternyata jawaban yang diberikannya pun tetap sama, tapi kali ini mereka seakan – akan mengejek orang yang sedang bertanya tersebut, lalu ada orang yang sangat besar datang mengahmpiri mereka dan akhirnya mereka takut dan berkumpul bersama di warung tersebut, kemudian muncul tulisan Gokil nih dan Sosro ahlinya teh.

2.2.Kerangka Berpikir

Iklan dan media televisi sebagai agen pencipta dunia imaji telah menjadi media ampuh dalam menyampaikan suatu pesan. Agar tampak dimata pemirsa televisi, maka sudah menjadi rahasia umum jika dibutuhkan talenta


(56)

atau endorser segala macam bentuk atau imaji yang diciptakan sebagai penyampai pesan. Tanpa kehadirannya, mustahil sebuah iklan di televisi akan memperoleh perhatian pemirsa, sehingga dapat dipastikan bahwa perempuan dalam iklan menjadi faktor dominan dalam sosialisasi nilai atau pesan pada iklan.

Dari berbagai macam iklan yang tayang di televisi, peneliti tertarik untuk meneliti iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung”. Karena dalam iklan tersebut menggambarkan seorang pelajar yang mengenakan baju pelajar di sebuah warung bersama teman – temanya yang memang tidak mencerminakn sebagai seorang pelajar.

Iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung” sebagai “teks” dibangun dengan tanda semata-mata. Pada penelitian ini akan menggunakan analisis iklan yang ditayangkan di televisi, yang dikemukakan oleh John Fiske. Analisis ini terbagi atas dua level yaitu level realitas dan representasi.


(57)

3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, Bogdan dan Taylor (1975) mendefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis atau lisan dari orang- orang dan perilaku yang diamati. (Moleong, 1998: 3)

Metode penelitian kualitatif lebih banyak dipakai untuk meneliti dokumen yang berupa teks, gambar, symbol dan sebagainya untuk memahami budaya dari suatu konteks social tertentu. Metodelogi analisis yang interaktif dan lebih secara konseptual tertentu. Metode kualitatif ini, merujuk pada metode analisis dokumen untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah dan menganalisis dokumen untuk memahami makna atau signifikasi.

Oleh karena itu peneliti yang melakukan studi analisis isi kualitatif harus memperhatikan beberapa hal: pertama adalah konteks atau situasi social diseputar dokumen atau teks yang diteliti. Disini, peneliti diharapkan dapat

memahami the nature atau kealamiahan dan culture meaning atau makna

cultural dari artifact atau teks yang diteliti. Kedua adalah proses atau

bagaimana suatu produksi media atau isi pesannya dikreasi secara actual dan diorganisasikan secara bersama. Ketiga adalah emergence, yakni pembentukan

secara gradual/bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan

interpretasi.


(58)

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan metode semiotik. Semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004: 15). Dengan menggunakan metode semiotik, peneliti berusaha menggali realitas real yang didapatkan melalui interpretasi simbol- simbol dan tanda- tanda yang ditampilkan sepanjang Iklan. Analisis semiotik termasuk dalam metode kualititaf. Tipe penelitian ini adalah deskriptif, dimana peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana pelajar direpresentasikan melalui sistem dan pada iklan Fruit Tea versi ”Pulo Gadung”.

3.2. Kerangka Konseptual 3.2.1. Corpus

Didalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan masalah yang disebut corpus. Corpus adalah sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur- unsur akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf waktu (sincrony) (Kurniawan, 2000 : 70).

Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif. Corpus dalam penelitian ini adalah seluruh adegan dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung”.


(59)

3.2.2. Definisi Operasional Konsep 3.2.2.1. Representasi

Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau symbol (Piliang, 2006: 24). Representasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada tanda. Melalui representasi, ide- ide ideologis dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Representasi berasal dari kata dasar dalam bahasa Inggris represent yang bermakna stand for, artinya berarti, atau juga act as a delegate for yang berarti bertindak sebagai perlambang atas sesuatu. Representasi juga dapat diartikan sebagai Proses dan hasil yang memberi makna khusus pada tanda.

3.2.2.2. Pelajar

Remaja adalah usia transisi. Seorang individu, telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh kebergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat. Banyaknya masa transisi ini bergantung kepada keadaan dan tingkat sosial masyarakat dimana ia hidup. Semakin maju masyarakat semakin panjang usia remaja, kaerna ia harus mempersiapkan diri untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya. Pelajar SLTA ini termasuk dalam katagori masa remaja yang


(60)

usianya kisaran 15 sampai dengan 18 tahun. Pelajar itu sendiri terdiri dari beberapa tingkatan yaitu pelajar Sekolah Dasar yang usianya bekisar 6 tahun sampai dengan 12 tahun, Pelajar Sekolah Menengah Pertama yang usianya berkisar 13 tahun sampai dengan 15 tahun, dan pelajar Sekolah Menengah Atas yang usianya berkisar antara 16 tahun sampai dengan 18 tahun. Pelajar SLTA itu sendiri adalah anak-anak yang usianya berkisar dari 16 tahun sampai dengan 18 tahun yang memperoleh pendidikan formal di sekolah

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik dokumentasi dan mengamati iklan Fruit Tea versi ”Pulo Gadung” secara langsung serta melakukan studi keperpustakaan untuk melengkapi data-data dan bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai referensi.

3.4. Teknis Analisis Data

Elemen yang tampak dalam iklan Fruit Tea versi ”Pulo Gadung” berkaitan dengan analisis pertama pada penelitian ini yaitu paradigma dan

sintagma. Paradigma adalah sekumpulan asosiasi dari signs tersebut yang

merupakan anggota dari kategori-kategori yang didefinisikan, tetapi tiap-tiap signs tersebut memiliki makna yang berbeda-beda. Sedangkan sintagma

adalah kombinasi dari signs yang berinteraksi sesuai dengan yang kita

inginkan yang membentuk sebuah makna secara keseluruhan dan biasanya disebut sebagai rantai (chain). (Fiske, 1994:5)

Unit analisis yang berupa paradigma dan sintagma hanya dapat ditemui pada level realitas dan level pemaknaan pada pendekatan semiotik


(61)

dalam iklan. Semiotik adalah studi yang mempelajari signs dan makna. Level realitas dapat berupa setting, kostum, make-up, properti, dimana semua ini telah dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis (technical codes) yaitu kerja kamera, editing, musik, shot, suara, Level representasi yang dipakai dalam analisis penelitian ini hanya shot, kerja kamera, dan suara. Ketiga unsur ini merupakan aspek kenyataan hidup. Apabila realitas tersebut diangkat oleh media iklan televisi maka kode-kode teknis dan konvensi representasi dari media tersebut yang membuat relaitas itu, secara teknis dapat ditransmisikan dan merupakan teks budaya yang sesuai untuk khalayaknya. Beberapa kode-kode sosial yang merupakan realitas secara persisi dapat didefinisikan melalui medium ekspresi seperti warna kulit, pakaian, ekspresi wajah, perilaku, dan sebagainya. (chandler, 2002:www.aber.ac.uk)

Unit analisis iklan Fruit Tea versi ”Pulo Gadung” berupa paradigma dan sintagma yang ada pada level realitas dan representasi, yaitu :

Paradigma dan Sintagma pada level realitas : 1. Setting (situation)

Paradigma dari setting ini terdiri dari :

a. Lokasi yang digunakan in door atau out door? b. Bagaimana penggambaran realitas atau abstrak?

c. Apakah penggambaran tersebut bersifat historikal atau kontemporer?

d. Apakah simbol-simbol kekerasan yang ditonjolkan, fungsi serta

bagaimana maknanya?


(62)

Paradigma dari Kostum dan Make-Up ini terdiri dari :

a. Bagaimana pakaian yang dikenakan realitas atau abstrak?

b. Menurut kode sosial dan kultural, apakah kostum, pakaian dan

make-up tersebut dapat memberikan signifikasi status sosial,

kesejahteraan,dsb. 3. Aktivitas (activities)

Paradigma dari Aktivitas (activities) ini terdiri dari :

a. Apakah aktivitas yang dilakukan oleh bintang Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung” bersifat realitas atau abstrak?

b. Apakah fungsi dan makna dari aktivitas itu mampu mendefinisikan

makna dari kekerasan? 4. Properti (property)

Paradigma dari Properti (property) ini terdiri dari :

a. Apakah property yang ditonjolkan bersifat abstrak atau realitas?

b. Property apa saja yang ditonjolkan dalam iklan tersebut dan apa fungsi serta maknanya?

Paradigma dan Sintagma pada level representasi : Ambilan Kamera (shot)

Paradigma dari Ambilan Kamera (shot) ini terdiri dari :

1. Apa saja pengambilan kamera yang ditonjolkan dalam iklan Fruit Tea

versi ”Pulo Gadung” bersifat realitas atau abstrak?

2. Apakah fungsi dan makna pengambilan kamera yang ditonjolkan dalam


(63)

4.1. Gambaran Umum Objek dan Penyajian Data 4.1.1. Gambaran Umum Objek

SOSRO merupakan pelopor produk teh siap minum dalam kemasan yang pertama di Indonesia. Nama SOSRO diambil dari nama keluarga pendirinya yakni SOSRODJOJO. Tahun 1940, Keluarga Sosrodjojo memulai usahanya di sebuah kota kecil bernama Slawi di Jawa Tengah. Pada saat memulai bisnisnya, produk yang dijual adalah teh kering dengan merek Teh Cap Botol dimana daerah penyebarannya masih di seputar wilayah Jawa Tengah. Tahun 1953, Keluarga Sosrodjojo mulai memperluas bisnisnya dengan merambah ke ibukota Jakarta untuk memperkenalkan produk Teh Cap Botol yang sudah sangat terkenal di daerah Jawa Tengah. Perjalanan memperkenalkan produk Teh Cap Botol ini dimulai dengan melakukan strategi CICIP RASA (product sampling) ke beberapa pasar di kota Jakarta.

Awalnya, datang ke pasar-pasar untuk memperkenalkan Teh Cap Botol dengan cara memasak dan menyeduh teh langsung di tempat. Setelah seduhan tersebut siap, teh tersebut dibagikan kepada orang-orang yang ada di pasar. Cara kedua, teh tidak lagi diseduh langsung di pasar, tetapi dimasukkan kedalam panci-panci besar untuk selanjutnya dibawa ke pasar dengan menggunakan mobil bak terbuka. Lagi-lagi cara ini kurang berhasil karena teh yang dibawa, sebagian besar tumpah dalam perjalanan dari kantor ke pasar. Hal ini disebabkan pada saat tersebut jalanan di kota Jakarta masih berlubang dan belum sebagus sekarang.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi terhadap representasi tokoh pelajar dalam iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung” , melalui tokoh pelajar dan orang kedua peneliti menarik kesimpulan bahwa iklan Fruit Tea ini sarat akan muatan kenakalan pelajar. Dari tag line iklannya, hingga cerita yang dibangun melalui paradigma dan juga sintagma, baik pada level realitas maupun representasi.

Representasi ini hadir melalui paradigma dan sintagma, yang terangkai menjadi satu kesatuan adegan-adegan dalam iklan yang membentuk sebuah makna. Dari setiap adegan, peneliti melihat adanya tanda-tanda yang ingin menyampaikan pesan akan kenakalan pelajar. Kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana serta kenakalan remaja suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain dan juga kenakalan remaja tersebut sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal. Pada iklan Fruit Tea ini, kenakalan remaja digambarkan melalui aktivitas-aktivitas yang bermakna simbolik. Penggambaran adegan pada scene 1 hingga 9 menjadi sebuah penegasan akan kenakalan pelajar. Dalam scene-scene tersebut divisualisasikan bagaimana pelajar tersebut bertindak semaunya sendiri


(2)

dengan apa yang mereka pikirkan tanpa memikirkan yang dipikirkan orang lain. Indeks melalui aktivitas gesture talent, ketawa, mengejek, tulisan ”Fruit Tea”, tulisan ”Gokil Nih”, tulisan ”SOSRO ahlinya teh” adalah gambaran bagaimana seorang pelajar tersebut dianggap sebagai sosok yang sopan akan ettapi di dalam iklan ini yang ditonjolkan adalah dari sisi kegilaan pelajar yang terjadi.

Dari uraian singkat diatas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa iklan tersebut menyampaikan sebuah kritik sosial kenakalan pelajar yang sering terjadi saat ini dan diakibatkan oleh pelajar – pelajar di kota – kota besar. Tokoh-tokoh dalam iklan, karakter yang dimainkan, aktivitas-aktivitas yang dilakukan menjadi representasi kenakalan pelajar dalam iklan ini berhasil disampaikan kepada khalayak pemirsa iklan Fruit Tea di televisi. Seperti iklan-iklan Fruit Tea sebelumnya, iklan Fruit Tea versi “Pulo Gadung” juga tidak menampilkan keterkaitan langsung antara iklan and produknya, namun awarness akan produk kembali ditampilkan Fruit Tea dengan memposisikan produknya melalui iklan yang sarat akan kritik. Dalam iklan versi ”Pulo Gadung”, repesentasi nilai-nilai kenakalan pelajar dipilih untuk menjadi salah satu media kritik sosial atas praktek kenakalan pelajar yang sudah merasuk dalam masyarakat.

5.2. Saran

Penggambaran akan kenakalan pelajar dalam iklan ini, menurut peneliti terlalu banyak menggunakan aktivitas – aktivitas simbolik. Bahwa pelajar digambarkan secara gamblang tentang tingkah lakunya saat ini sudah


(3)

tidak sesuai dengan apa yang mereka pelajari di dalam lingkup sekolahan. Hal seperti ini memang menjadi ciri khas dari tim kreatif Fruit Tea untuk memberikan ruang berpikir bagi penonton iklan dalam memahami makna yang ingin disampaikan lewat iklan Fruit Tea. Namun seringkali penyampaian-penyampaian makna kritik sosial jika disampaikan dengan banyak bahasa simbolik membuat pesan yang ingin disampaikan menjadi tidak sampai kepada penonton sebagaiman yang diharapkan. Sebaiknya, sebuah iklan yang memiliki muatan akan wacana baru, disampaikan lebih lugas dengan mengurangi penggunaan tanda-tanda simbolik, agar pesan dapat langsung dipahami oleh penonton iklan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifudiin, 2007, Sikap Manusia, Teori Dan Pengukurannnya, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Berger, 2000, Media Analysis Techniques, Second Edition, Alih bahasa Setio Budi HH, Penerbitan Universitas Atma Jaya, Yogyakarta

Bungin, Burhan, 2001, Metode Penelitian Kualitatif (Aktualisasi Metodelogis ke Arah Varian Kontemporer), Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Cangara, Hasied, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Penerbit PT. Praja Grafindo Persada, Jakarta.

Dusek, J.B. 1977. Adolescent Devolopment and Behavior. Chicago: Science Research Associates Inc.

Eriyanto, 2000, Metodologi Polling, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Fiske, John, 1996, Introduction to Communication Studies, London & New York : Methuln.

Fuhrmann, B.S. 1990.Adolescence, adolescent. London: Foresman and Company. Hurlock, E.B. 1973. Adolescent Development (4th ed). Tokyo: McGraw-Hill

Kogakusha Ltd.

Indrawijaya, Adam. 1989. Perilaku Organisasi. Cetakan Keempat, Bandung : Sinar Baru.

Kartono, K. 2003. Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Jakarta : Rajawali Pers. Kasali, Rhenald, 1992, Manajemen Periklanan Konsep dan Aplikasinya di

Indonesia, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti

Kurniawan, 2001, Semiologi Roland Barthes, Magelang, Indonesia.

Kuswandi, Wawan, 1996, Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media Televisi), Jakarta, PT. Rhineka Cipta.

Maleong, Lexy, 1998, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya

Morrisan, 2004, Periklanan, Komunikasi Pemasaran Terpadu, Cetakan Pertama, Penerbit Ramdina Prakarsa, Jakarta

Mulyana, Deddy, 2000, Pengantar Ilmu Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.


(5)

Mussen, P.H.., Conger, J.J., Kagan, J & Huston, C.A., 1994. Perkembangan dan Kepribadian Anak . (terjemahan). Edisi Enam. Jakarta: Arcan.

Piliang, Yasraf Amir, 2003, Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, Yogyakarta : Jalasutra

Rakhmat, Jalaluddin, 2002, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Santrock, J.W. 1999. Life Span Development. (terjemahan). Boston: Mac Graw- Hill.

---. 1996. Adolescence. Perkembangan Remaja. (terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Remaja. Edisi Enam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Setiadi, J.Nugroho, 2003, Periklanan Konsumen, Preneda Media Jakarta.

Shimp, Terence,A, 2003, Periklanan Promosi (Komunikasi Pemasaran Terpadu), Jilid 1 Edisi 5, Erlangga, Jakarta.

Sobur, Alex, 2001, Analisis Teks Media, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. , 2003, Semiotik Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. ____________, 2004, Semiotika Komunikasi, Cetakan Kedua, Penerbit Remaja

Rosdakarya, Bandung.

____________, 2006, Semiotik Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya Siagian, Sondang P. 1995. Teori Motivasi Dan Aplikasinya. Cetakan Kedua.

Alumni : Bandung.

Sulaksana, Uyung, 2005, Intergrated Marketing Communications, Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Sumarno, 1996, Prinsip-prinsip Pokok Periklanan Dalam Perspektif Global, Jakarta, Prenage Media

Sumartono, 2001, Terperangkap Dalam Iklan, Bandung : Alphabeta

Sutisna, 2003, Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Wibowo, Wahyu, 2003, Komunikasi Periklanan, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

Widyatama, Rendra, 2007, Pengantar Periklanan, Kelompok Penerbit Pinus, Yogyakarta.


(6)

Non Buku:

http://pustaka.unpad.ac.id/archives/10880/

http://www.desaingrafisindonesia.com/2007/10/15/semiotika-iklan-sosial/ http://gudanginfo.info/tag/arti-pelajar/

Juliastuti, 2000: http// kunci.or.id/ teks/ 04rep2.ht

http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html www.aber.ac.uk


Dokumen yang terkait

REPRESENTASI KREATIVITAS DALAM IKLAN ROKOK A MILD VERSI “GELAR” DI TELEVISI (Studi Semiotik Representasi Kreativitas Dalam Iklan Rokok A Mild Versi “Gelar” di Televisi).

0 1 125

REPRESENTASI KREATIVITAS DALAM IKLAN ROKOK A MILD VERSI "GELAR" DI TELEVISI (Studi Semiotik Representasi Kreativitas Dalam Iklan Rokok A Mild Versi "Gelar" di Televisi).

2 3 125

“REPRESENTASI CITRA DIRI DALAM IKLAN LA LIGHT S” (Studi Semiotik Representasi Citra Diri dalam Iklan LA Lights Versi “Bersandiwara” di Media Televisi).

1 2 117

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN AXE (Studi semiotik representasi sensualitas perempuan dalam iklan axe versi axe effect di televisi).

6 11 197

REPRESENTASI PERSAINGAN DALAM IKLAN KARTU AS (Studi Semiotik Iklan Kartu As Versi “Sule” di Televisi).

1 3 89

Representasi Ketidakadilan Hukum Dalam Iklan Provider Selular Smart Versi “ Maling Ayam “ Di Televisi (Studi Semiotik terhadap representasi ketidakadilan hukum dalam iklan provider selular Smart versi “ Maling Ayam “ Di Televisi ).

1 2 94

REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM IKLAN TELEVISI. (Studi Semiotik Tentang Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Shampo Zinc versi Agnes Monica).

5 37 100

REPRESENTASI KENAKALAN REMAJA DALAM IKLAN FRUIT TEA VERSI ”PULO GADUNG” (Studi Semiotik Tentang Representasi Kenakalan Remaja Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung” Di Televisi)

0 0 15

REPRESENTASI KREATIVITAS DALAM IKLAN ROKOK A MILD VERSI “GELAR” DI TELEVISI (Studi Semiotik Representasi Kreativitas Dalam Iklan Rokok A Mild Versi “Gelar” di Televisi) SKRIPSI

0 0 19

REPRESENTASI KREATIVITAS DALAM IKLAN ROKOK A MILD VERSI “GELAR” DI TELEVISI (Studi Semiotik Representasi Kreativitas Dalam Iklan Rokok A Mild Versi “Gelar” di Televisi) SKRIPSI

0 0 19