Interpretasi penafsiran Metode Penelitian

19 Mendengar keputusan dari keluarga Prawiro Utomo untuk belajar agama kristen, bapak Suwandi bersedia untuk mengajarkan tentang ajaran agama kristen, kemudian dilakukan katekisasi oleh Pendeta Wiyoto Hardjopawiro sebagai pembimbingnya 17 . Pada tanggal 25 D esember 1961 di pepanthan Ambarukmo dilaksanakan baptisan kudus untuk pertama kali bagi keluarga atau orang-orang yang sudah menjalankan katekisasi. Dengan adanya jemaat baru maka keberadaan pepanthan Ambarukmo dalam masa ini pra pendewasaan bisa diterima oleh masyarakat sekitar, terbukti dari adanya baptisan dan katekisasi yang telah dilaksanakan oleh pepanthan Ambarukmo dan juga gedung gereja baru untuk beribadah.

B. Gereja Kristen Jawa Ambarukmo Sebagai Gereja Mandiri

Dalam perkembangannya, pembangunan kampus IAIN Sunan Kalijaga di Ngentak Sapen, memberi pengaruh dalam penyelenggaraan ibadah yang masih menumpang di ruangan Panti Asuhan. Majelis dan warga jemaat kemudian menemui Bapak Lurah Papringan pada waktu itu, yang mana rumah beliau pernah digunakan untuk penyelenggaraan SD BOPKRI Demangan III, sehingga diperkenankan untuk membeli tanah, di mana Gereja Induk sekarang berdiri yakni di Jl. Ampel 4 Papringan, satu komplek dengan SD BOPKRI Demangan III, yang lebih dahulu memiliki bangunan sekolah , sehingga majelis dan warga jemaat dapat membeli tanah seluas 1.250 m² di dusun Papringan sekarang Jalan Ampel 4 Papringan, kemudian dibangun gedung gereja sekarang gedung induk yang diresmikan pemakainnya pada tanggal 17 Mei 1975. Pembangunan gedung gereja, 17 Evi Dewajanti, Sejarah Gereja Kristen Jawa Ambarukmo 1964-1994, Yogyakarta, 2000. hlm.18 20 diwujudkan dengan persembahan berupa material bangunan dan juga tenaga melalui gotong royong. Majelis GKJ Gondokosuman memberikan dukungan dengan menyumbangkan daun pintu serta jendela yang semuanya dari kayu jati dari bangunan toko buku taman pustaka kristen lama dan bisa digunakan pada tahun 1975. Pada tanggal 14 Mei 1975 diresmikan tempat ibadah untuk warga di sekitar dusun Karangasem, Dero dan Condongcatur wilayah 7 yang berjumlah 150 jiwa. Pelayanan Gerejawi berkembang hingga sekitar dusun Karangaem Condongcatur. Karena letaknya yang cukup jauh dan jumlah warga yang cukup banyak, majelis Gereja memandang perlu untuk mengangkat pembantu pendeta yaitu Sdr.Yusuf Sutarman, S.Th yang ditetapkan kedudukannya sebagai pembantu pendeta pada tanggal 23 September 1979. Dalam perkembangannya, ada tawaran melalui perumnas Condongcatur yang telah menyediakan tanah seluas 500 m² untuk segera dibangun sebuah gereja. Hal tersebut ditanggapi dengan baik oleh majelis GKJ Ambarukmo, yang kemudian membangun sebuah gedung gereja dengan dana yang berasal dari swadaya warga jemaat. Meskipun pembangunan belum selesai 100 namun atas kehendak majelis gereja dan warga jemaat serta kesepakatan Klasis GKJ Yogyakarta timur, Wilayah 7 Condong catur dan sekitarnya pada tanggal 5 Juli 1984, didewasakan dan diberi nama GKJ Condongcatur, dengan warga sejumlah 356 jiwa terdiri dari 168 warga dewasa dan 188 anak-anak. Dalam perkembangan pelayanan Gerejawi, untuk memenuhi kebutuhan kerohanian pelajar dan mahasiswa di Yogyakarta, maka GKJ Ambarukmo