21 sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada Wajib Pajak disampaikan
Surat Teguran, setelah 7 hari sejak jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding.
f. Surat Teguran dalam rangka Penagihan Pajak atas utang Pajak Bumi dan Bangunan, STP PBB, SKP PBB atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, dismapaikan kepada Wajib Pajak
setelah 7 hari sejak tanggal jatuh tempo pelunasan.
2.1.5 Surat Paksa
2.1.5.1 Defenisi Surat Paksa
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan
hukun yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam Pasal 7 ayat 2 UU Penagihan Pajak, disebutkan bahwa surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat :
1. Nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan penanggung pajak. 2. Dasar Penagihan
3. Besarnya utang pajak. 4. Perintah untuk membayar.
Universitas Sumatera Utara
22
2.1.5.2 Penerbitan Surat Paksa
Jangka waktu penerbitan Surat Paksa adalah selambat-lambatnya 21 hari sejak tanggal penerbitan Surat Teguran kecuali terhadap penanggung pajak telah
dilakukan Penagihan seketika dan sekaligus. Pasal 8 Undang-Undang PPSP menyatakan Surat Paksa diterbitkan
apabila terhadap Wajib PajakPenanggung Pajak: Telah diterbitkan Surat Teguran, atau
Telah diterbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, atau Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran dan penundaaan pembayaran pajak. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana Pasal 10 UU Nomor 19 tahun 2000
tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dilakukan oleh jurusita pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada penaggung pajak.
Dalam penerbitan Surat Paksa, pejabat dapat menerbitkan Surat Paksa Pengganti. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatur apabila terjadi keadaan di
luar kekuasaan pejabat, misalnya kecurian, kebakaran, kebanjiran atau gempa bumi yang menyebabkan Surat Paksa asli rusak, tidak terbaca atau oleh sebab lain
sebagai contoh Surat Paksa hilang atau tidak dapat diketemukan lagi, pejabat dapat menerbitkan Surat Paksa pengganti yang mempunyai kekuatan dan
kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa. Waluyo, 2011:93
Universitas Sumatera Utara
23
2.1.5.3 Pemberitahuan Surat Paksa
Pemberitahuan Surat Paksa dituangkan dalam berita acara yang sekurang- kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Juru Sita,
nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa. Berdasarkan Pasal 10 ayat 3 UU Penagihan Pajak, surat paksa terhadap
orang pribadi diberitahukan oleh jurusita pajak kepada: a. Penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang
memungkinkan. b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di
tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak tidak dapat dijumpai.
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan belum dibagi. d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan yang belum dibagi. Berdasarkan Pasal 10 ayat 4 UU Penagihan Pajak, surat paksa terhadap
badan diberitahukan oleh jurusita pajak kepada: a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan, atau
Universitas Sumatera Utara
24 b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau di tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a .
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada kurator, hakim pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan jika Wajib Pajak
dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, maka surat paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk pemberesan atau likuidasi. Jika tidak dapat
dilaksanakan surat paksa disampaikan melalui pemerintah daerah setempat. Dalam hal Wajib Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha,
atau tempat kedudukannya, maka penyampaian surat paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan surat paksa pada papan pengumuman kantor pejabat yang
menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan oleh keputusan menteri atau keputusan kepala daerah.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai tindakan penagihan pajak dengan surat paksa memang sudah banyak dilakukan sebelumnya. Perbedaan antara penelitian terdahulu
dengan penelitian ini terletak pada tempat penelitian dan periode penelitian. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tindakan penagihan pajak
dengan surat paksa yang dikutip dari berbagai sumber antara lain: No.
Peneliti Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
1. Andi
Marduati 2012
Pengaruh Penagihan Pajak
Dengan Surat Teguran dan
Surat Teguran yang
diterbitkan, Surat Paksa
hasil uji hipotesis secara parsial t-test
maupun simultan F- test
Universitas Sumatera Utara
25 Surat Paksa
Terhadap Pencairan
Tuinggakan Pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama
Makassar Barat yang
diterbitkan, Pencairan
Tunggakan Pajak
membuktikan bahwa panagihan pajak
dengan surat teguran dan surat paksa
mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap pencairan tunggakan pajak.
Koefisien determinasi menunjukkan 0.443
atau 44.3 yang artinya 44.3
pencairan tunggakan pajak dipengaruhi
oleh jumlah surat teguran dan jumlah
surat paksa yang diterbitkan.
Sedangkan sisanya 55,7 pencairan
tunggakan pajak dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain diluar
pembahasan ini.
2 Adam
Maulan 2012
Analisis Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa Terhadap
Pencairan Tunggakan
Pajak Di KPP Pratama Setia
Budi Jakarta Pada Tahun
2010-2012 Penerbitan Surat
Paksa, Penerimaan
Tunggakan Pajak
Hasil penelitian menunjukan data-
data penagihan pajak dari
tindakan penagihan pajak dengan surat
paksa, realisasi penerimaan dari
tindakan penagihan pajak
dengan surat paksa, kontribusi realisasi
penerimaan dari tindakan penagihan
dengan surat paksa terhadap
target yang ditentukan oleh KPP
Pratama Jakarta Setiabudi Satu.Dalam
melakukan tindakan
Universitas Sumatera Utara
26 penagihan pajak
dengan surat paksa di KPP Pratama Jakarta
Setabudi Satu tidak selalu berjalan
dengan apa yang diharapkan,
terkadang KPP dihadapkan dengan
berbagai kendala baik internal ataupun
eksternal. Maka, untuk mengantisipasi
kendala tersebut pihak KPP memiliki
beberapa solusi yang telah
diterapkan agar penagihan pajak
dengan surat paksa dapat berjalan dengan
efektif
3 Riska
Rahayu Indra 2014
Pengaruh Tindakan
Penagihan Pajak Aktif Dengan
Surat Teguran Dan Surat Paksa
Terhadap Penccairan
Tunggakan Pajak Di KPP
Pratama Padang.
Surat Teguran, Surat Paksa,
Pencairan Tunggakan
Pajak Hasil penelitian
menunjukkan bahwa baik penerbitan surat
teguran maupun surat paksa, tidak
berpengaruh signifikan terhadap
pencairan tunggakan pajak di KPP
Pratama Padang.
2.3 Kerangka Konseptual
Peran serta Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak tentu sangat diharapkan sesuai dengan kerangka sistem self assessment yang
dianut dalam undang-undang perpajakan sejak tahun 1983 yang memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
Universitas Sumatera Utara
27 menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri. Akan tetapi dalam kenyataanya,
masih banyak Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajibannya membayar utang pajak berdasarkan ketetapan pajak yang telah diterbitkan. Tidak dibayarnya utang
pajak maka akan menimbulkan tunggakan pajak. Untuk menegakkan ketentuan undang-undang pajak yang ada maka dilakukan tindakan penagihan pajak.
Tindakan penagihan terhadap utang pajak yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa mempunyai kekuatan hukum yang bersifat memaksa agar Wajib Pajak mau melunasi utang pajaknya. Tindakan penagihan pajak berdasarkan urutan proses
dan waktu pelaksanaanya dimulai dengan menerbitkan surat teguran setelah 7 hari sejak tanggal jatuh tempo pembayaran. Selanjutnya diterbitkan surat paksa setelah
21 hari sejak diterbitkannya surat teguran dan akan diikuti dengan penyitaan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dalam jangka waktu 2 x 24
jam. Biasanya Wajib Pajak akan segera melunasi utang pajaknya setelah diterbitkan surat paksa karena jika sampai dilakukan penyitaan maka akan
merusak kredibilitas Wajib Pajak tersebut, sehingga Wajib Pajak akan melunasi tunggakan pajaknya.
Berdasarkan uraian penjelasan di atas dapat dituangkan dalam suatu skema kerangka konseptual sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
28
Kerangka Konseptual
H1
H3
H2
Gambar 2.1: Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis Penelitian
Penagihan pajak sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000
mengatur bahwa setelah lewat 7 hari jatuh tempo tunggakan pajak, tetapi Wajib Pajak belum melunasi utang pajak maka akan diterbitkan surat teguran. Ini
bermaksud untuk mengingatkan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya dan hanya bersifat persuasif karena belum ada sanksi hukum. Setelah lewat 21
hari sejak diterbitkannya surat teguran, Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya maka langkah selanjutnya yaitu dengan menerbitkan surat paksa. Surat
paksa memiliki kekuatan eksekutorial serta memberi kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, surat paksa langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan.
Surat Teguran X1
Surat Paksa X2
Penerimaan Tunggakan Pajak Y
Universitas Sumatera Utara
29 Tujuan diterbitkannya Surat Paksa adalah untuk menagih tunggakan pajak,
sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Penagihan Pajak. Setelah diterbitkannya Surat Paksa diharapkan Wajib Pajak yang menunggak pajak dapat
melunasi utang pajaknya. Apabila dalam waktu 2 x 24 jam Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Paksa belum juga melunasi utang pajaknya, maka akan
dilakukan penyitaan. Dengan cara seperti itu biasanya Wajib Pajak akan merasa takut, dan akan melunasi utang pajaknya baik secara langsung maupun dengan
angsuran, yang nantinya pasti akan mempengaruhi Penerimaan Tunggakan Pajak. Oleh karena itu peneliti menduga ada pengaruh antara surat teguran
dengan surat paksa terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H
1
: Surat Teguran berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP Pratama Medan Timur
H
2
: Surat Paksa berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP Pratama Medan Timur.
H3 : Surat Teguran dan Surat Paksa secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP Pratama Medan Timur.
Universitas Sumatera Utara
30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penilitian Asosiatif Klausa, yaitu penelitian yang dilakukan untuk meneliti hubungan yang
bersifat sebab-akibat, antara satu variabel independen dengan variabel lain dependen.
3.2 Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur, yang beralamat di Jl. Suka Mulia No.17. Tempat penelitian tersebut
dipilih dengan pertimbangan bahwa baik data maupun informasi yang dibutuhkan mudah diperoleh serta relevan dengan pokok permasalahan yang
menjadi objek penelitian .
3.3 Batasan Operasional
Atas pertimbangan-pertimbangan efisensi, keterbatasan waktu dan tenaga, serta pengetahuan penulis, maka penulis melakukan beberapa batasan konsep
terhadap penelitian yang akan diteliti, yaitu diantaranya: 1. Penelitian ini dibatasi hanya selama 3 tahun yaitu thun 2012
– 2014 2. Penelitian dilakukan hanya terbatas pada satu Kantor Pelayan Pajak Pratama
saja yaitu KPP Pratama Medan Timur.
Universitas Sumatera Utara
31 3. Penelitian ini meneliti hanya terbatas pada tunggakan pajak Penghasilan
PPh dan pajak pertambahan nilai PPN 4. Penelitian ini meneliti pengaruh tindakan penagihan pajak melalui Surat
Teguran dan Surat Paksa terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak.
3.4 Defenisi Operasional
Definisi operasional adalah menjelaskan karakter dari obyek ke dalam elemen yang dapat diobservasi sehingga suatu konsep dapat diukur di dalam
penelitian Erlina, 2011:48. Setiap konsep variabel yang digunakan dalam penelitian harus memiliki defenisi yang jelas. Jika tidak memiliki defenisi yang
jelas maka akan menimbulkan pengertian yang berbeda, hal ini akan menimbulkan masalah. Dalam hal ini, definisi operasional memiliki variabel-
variabel penelitian, yang meliputi varibel dependen dan variabel independen. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan 2 variabel
independen X dan satu variabel dependen Y.
Variabel Dependen Y
Variabel ini sering disebut dengan variabel tidak bebas atau variabel tergantung yaitu variabel yang akan berubah akibat perubahan pada variabel
independen Sudarmanto, 2011: 11. Variabel tidak bebas dalam penelitian ini adalah Penerimaan Tunggakan Pajak.
Penerimaan Tunggakan Pajak adalah segala bentuk penerimaan yang berkaitan dengan tunggakan pajak yang disetorkan ke kas negara yang dapat
berupa pembayara, maupun pemindahbukuan. Variabel penerimaan tunggakan
Universitas Sumatera Utara
32 pajak dilihat dari jumlah pembayaran atas pajak yang terutang yang didasarkan
pada STP, SKP, SKPKB, SKPKBT.
Variabel Independen X
1
Variabel ini sering disebut dengan variabel bebas yaitu variabel yang akan menjadi penyebab perubahan pada variabel dependen Sudarmanto, 2013: 11.
Varibel bebas dalam penelitian ini meliputi, Surat Teguran dan Surat Paksa. a. Surat Teguran X
1
Surat teguran adalah surat yang diterbitkan oleh KPP untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.
Variabel surat teguran dilihat dari banyaknya jumlah surat teguran yang diterbitkan.
b. Surat Paksa X
2
Surat Paksa adalah surat perintah yang dikeluarkan oleh KPP dan dilakukan oleh juru sita untuk memaksa Wajib Pajak melunasi utang pajak dalam jangka
waktu tertentu. Penagihan pajak dengan surat paksa, dalam hal ini dilihat dari jumlah surat paksa yang diterbitkan.
3.5 Skala Pengukuran Variabel
Tabel 3.1 Variabel
Indikator Skala
Surat Teguran X
1
Jumlah Surat Teguran yang diterbitkan Nominal
Surat Paksa X
2
Jumlah Surat Paksa yang diterbitkan Nominal
Penerimaan Kenaikan Penerimaan Tunggakan Pajak
Nominal
Universitas Sumatera Utara
33 Tunggakan Pajak
Y atau Penurunan Penerimaan Tunggakan
Pajak dalam rupiah
3.6 Populasi dan Sampel
Populasi merupakan totalitas dari suatu karakteristik tertentu yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya Sudarmanto,
2013: 26. Populasi pada penelitian ini adalah Wajib Pajak yang memiliki tunggakan pajak di KPP Pratama Medan Timur.
Sampel merupakan bagian dari suatu populasi yang diambil dengan cara tertentu sebagaimana yang ditetapkan oleh peneliti Sudarmanto, 2013: 30.
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling. Dengan kriteria: Jumlah Surat Teguran dan Surat Paksa yang
diterbitkan selama 3 tahun terakhir tahun 2012-2014 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Maka, didapatlah sampel sebanyak 36 sampel.
3.7 Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh langsung dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur berupa
laporan kinerja seksi penagihan, laporan penerimaan pajak, serta data-data lain yang terkait.
Data-data yang nantinya akan dianalisis dan ditarik kesimpulan, dikumpulkan dengan menggunakan teknik tertentu yang disebut teknik
pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
Universitas Sumatera Utara
34 ini adalah dokumentasi. Pengumpulan data tersebut diperoleh dari dokumen-
dokumen yang merupakan data olahan dari instansi terkait. Selain itu, data yang digunakan untuk mendukung hasil penelitian berasal dari literatur, artikel, dan
berbagai sumber lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.
3.8 Metode Analisis Data
Metode-metode yang digunakan dalam menganalisis data dan menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.8.1 Uji Asumsi Klasik