5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Apakah Surat Teguran berpengaruh terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP Pratama Medan Timur?
Apakah Surat Paksa berpengaruh terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP Pratama Medan Timur?
Apakah Surat Teguran dan Surat Paksa berpengaruh secara simultan terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak di KPP Pratama Medan Timur?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tindakan penagihan pajak melalui Surat Teguran dan Surat Paksa terhadap
Penerimaan Tunggakan Pajak.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini : 1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan
memperluas wawasan peneliti sehubungan dengan bidang yang diteliti, 2. Bagi aparatur pajak, dapat dijadikan masukan dalam upaya peningkatan
kebijakan penagihan pajak sehingga jumlah tunggakan pajak tidak cenderung meningkat dan diperoleh penerimaan tunggakan pajak yang
Universitas Sumatera Utara
6 meningkat yang berpengaruh pada peningkatan penerimaaan negara dari
sektor pajak, 3. Bagi peneliti lain, sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang
ingin melakukan penelitian lebih lanjut pada bidang yang sama
Universitas Sumatera Utara
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Dasar-dasar Perpajakan
2.1.1.1 Pengertian Pajak
Para ahli di bidang perpajakan telah banyak memberikan definisi dari perpajakan. Menurut Soemitro 2010:1 , pengertian pajak adalah sebagai berikut:
“ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa imbal kontraprestasi, yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Dari defenisi pajak yang dikemukankan oleh Soemitro diatas, ‘dapat dipaksakan’ artinya: apabila utang pajak tidak dibayar, utang itu dapat ditagih
dengan menggunakan kekerasan, seperti Surat Paksa dan sita, dan juga penyanderaan; terhadap pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan jasa timbal-
balik tertentu, seperti halnya retribusi. Smeets dalam Suandy 2011 : 9 menyatakan bahwa:
“ Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma- norma umum, yang dapat dipaksakan tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat
ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”
Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 perubahan terakhir dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, yang dimaksud dengan pajak adalah:
Universitas Sumatera Utara
8 “ Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.”
Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan ada 5 unsur yang terdapat dalam definisi pajak tersebut, yaitu:
1. Pajak merupakan kontribusi wajib oleh rakyat kepada negara 2. Pajak bersifat dapat dipaksakan berdasarkan Undang-Undang Perpajakan
yang berlaku 3. Tidak memiliki kontraprestasi secara langsung atau dapat dikatakan apabila
telah membayar pajak maka tidak akan mendapat imbalan secara langsung 4. Pajak digunakan untuk sebesar-besarnya pembangunan negara dan
kemakmuran rakyat.
2.1.1.2 Fungsi Pajak
Secara umum dapat dikatan fungsi pajak sebagai pemasukan bagi kas negara. Dapat diartikan bahwa pajak sebagai sumber utama pendanaan negara
yang diatur berdasarkan Undang-undang perpajakan yang berlaku. Selain itu pajak juga berfungsi untuk mengelola penganggaran negara. Dalam bukunya,
Suandy 2010: 12 menyatakan bahwa fungsi pajak ada dua yaitu: 1. Fungsi Budgetair financial
Disebut juga fungsi utama pajak atau fungsi fiscal adalah suatu fungsi dimana pajak digunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara
optimal ke kas negara berdasarkan Undang-Undang perpajakan yang berlaku
2. Fungsi Regulerend mengatur Yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik di
bidang ekonomi, social, maupun politik dengan tujuan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.1.3 Jenis Pajak
Jenis pajak dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Yaitu berdasarkan wewenang pemungutan, berdasrkan administrasi dan pembebanan, dan
berdasarkan sasaran. Purwono, 2010 : 10 1. Berdasarkan Wewenang Pemungutan
a. Pajak Negara Pusat adalah pajak yang wewenang pemungutannya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
Contohnya : Pajak Penghasilan PPh, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPN dan PPnBM, Pajak Bumi dan
Bangunan PBB, serta Bea Materai.
b. Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1997 sebagaimana perubahan pertama Undang-undang No. 34 Tahun 2000 lalu perubahan kedua Undang-Undang No. tentang Pajak dan
Reribusi Daerah, Pajak Daerah terdiri atas:
Pajak Propinsi, contohnya: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
Bea Balik Nama, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah dan Permukan.
Pajak Kabupaten Kota, contohnya: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak
Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Pajak Parkir, dan Pajak lain yang dapat dipungut berdasarkan Peraturan Daerah.
2. Berdasarkan Administrasi dan Pembebanan a. Pajak Langsung, yaitu pajak yg pembebanannya tidak dapat dialihkan
kepada orang lain, serta dikenakan secara berkala. Contohnya: Pajak Penghasilan
b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat dialihkan kepada orang lain, dan dikenakan hanya bila terjadi hal atau peristiwa
yang dikenakan pajak Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
3. Berdasarkan Sasaran a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang memperhatikan pertama-tama keadaan
pribadi Wajib Pajak, seperti Pajak Penghasilan. b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang memperhatikan pertama-tama pada objek
yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak, seperti Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Universitas Sumatera Utara
10
2.1.1.4 Asas Pemungutan Pajak
Ada 3 asas pemungutan pajak Purwono, 2010: 13 : a. Asas Domisili
Pajak dibebankan pada pihak yang tinggal dan berada di wilayah suatu negara tanpa memperhatikan sumber atau asal objek pajak yang diperoleh
atau diterima Wajib Pajak.
b. Asas Sumber Pembebanan pajak oleh negara hanya terhadap objek pajak yang
bersumber atau berasal dari wilayah teritorialnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c. Asas Kebangsaan Status Kewarganegaraan seseorang menentukan pembebanan pajak
terhadapnya. Perlakuan perpajakan antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing itu berbeda.
Dari ketiga asas pemungutan pajak diatas, terdapat perbedaan prinsipil dari ketiga asas terebut. Pada asas domisili dan asas kebangsaan, kriteria yang
dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus
sebagai penduduk atau berdomisili dalam asas domisili atau berstatus sebagai warga negara dalam asas kebangsaan. Sementara itu, pada asas sumber, yang
menjandi landasan adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara tersebut atau tidak.
2.1.1.5 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak ada 3 Purwono, 2010, yaitu: a.
Official Assesment System Melalui sistem ini besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak
ditentukan oleh fiskus. Sistem pemungutan pajak ini sudah tidak berlaku lagi sejak reformasi perpajakan tahun 1984.
b. Self Assesment System
Universitas Sumatera Utara
11 Dalam sistem ini wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung
sendiri, membayar sendiri, serta melaporkan sendiri pajak yang terhutang yang seharunya dibayar.
c. Withholding System
Sistem pemungutan pajak ini memeberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut pajak yang terhutang. Dalam hal
ini pihak ketiga yang dimaksud adalah pihak lain selain pemerintah dan wajib pajak.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan ciri-ciri dari masing-masing sistem pemungutan pajak:
a. Official Assesment System
Ciri dari sistem perpajakan ini adalah: Pajak terhutang dihitung oleh petugas pajak fiskus
Wajib pajak bersifat pasif Hutang pajak timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang
terhutang dengan diterbitkannya surta ketetapan pajak. b.
Self Assesment System Ciri dari sistem perpajakan ini adalah:
Pajak terhutang dihitung sendiri oleh wajib pajak Wajib pajak bersifat aktif dengan menghitung, membayar dan
melaporkan sendiri pajak terhutangnya pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak setiap saat
kecuali oleh kasus-kasus tertentu saja seperti wajib pajak terlambat melaporkan atau membayar pajak terhutang atau terdapat pajak yang
seharusnya dibayar tetapi tidak dibayar.
Universitas Sumatera Utara
12
2.1.1.6 Hambatan Pemungutan Pajak
Meskipun telah diupayakan dengan menciptakan kebijakan yang memadai, tidak jarang ditemui berbagai kendala atau hambatan atau perlawanan
dalam pemungutan pajak. Perlawanan tersebut berupa:
a. Perlawanan Pasif, yang keterjadiannya berkaitan erat dengan: Struktur ekonomi suatu negara
Perkembangan intelektual dan moral penduduk Teknik pemungutan pajak
b. Perlawanan Aktif, yang meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dengan tujuan menghindari pajak melalui:
Penghindaran diri dari pajak Pengelakan diri dari pajak
Melalaikan pajak
2.1.2 Utang Pajak
2.1.2.1 Timbulnya Utang Pajak
Dalam Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang Penagihan Pajak, utang pajak di definisikan sebagai berikut:
“Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat
ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan
.“
Universitas Sumatera Utara
13 Dalam Resmi 2011 : 12 menyatakan bahwa terdapat dua ajaran yang
mengatur timbulnya utang pajak yaitu: a. Ajaran Materiil
Ajaran ini menyatakan bahwa utang pajak timbul karena diberlakukannya undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini seseorang akan secara aktif
menentukan apakah dirinya dikenakan pajak atau tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Ajaran ini konsisten dengan penerapan
self assessment system.
b. Ajaran Formil Ajaran ini menyatakan bahwa utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat
ketetapan pajak oleh fiskus pemerintah. Untuk menentukan apakah seseorang dikenakan pajak atau tidak, berapa jumlah yang dibayar, dan kapan
jangka waktu pembayarannya dapat diketahui dalam dalam surat ketetapan pajak tersebut. Ajaran ini konsisten dengan penerapan official assessment.
Dapat disimpulkan pada ajaran materiil, utang pajak timbuka dikarenakan ada ada sebab-sebab yang mengakibatkan seseorang atau suatu pihak dikenakan
pajak, yaitu karena perbuatan, keadaan, dan peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak. Sementara itu, ajaran formil menyebutkan utang pajak timbul saat
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskuspemerintah.
2.1.2.2 Berakhirnya Utang Pajak
Utang pajak akan berakhir atau terhapus jika terjadi hal-hal berikut: 1. PembayaranPelunasan
Pembayaran pajak dapat dilakukan dengan membayarkan sendiri oleh Wajib Pajak ke kantor penerimaan pajak bank-bank persepsi dan kantor pos.
2. Kompensasi Utang pajak berakhir karena ditutupi oleh kelebihan pembayaran pajak
periode sebelumnya atau kelebihan pembayaran pajak yang lain.
Universitas Sumatera Utara
14 3. Daluawarsa
Daluwarsa berarti telah lewat batas waktu tertentu. jika dalam jangka waktu tertentu, suatu utang pajak tidak ditagih oleh pemungutnya maka utang pajak
tersebut dianggap telah lunasdihapusberakhir dan tidak dapat ditagih lagi. Utang pajak akan daluwarsa setelah melewati waktu 5 tahun terhitung sejak
saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan.
4. Penghapusan Utang pajak dihapus apabila secara administrasi utang tersebut tidak dapat
lagi ditagih dikarenakan penanggung pajak meninggal duni dengan tidak memiliki warisan maupun ahli waris yang menggantika, alamat penanggung
pajak tidak diketemukan lagi, danatau sebab lain yang diatur dalam undang- undang seperti, Wajib Pajak mengalami kebangkrutan maupun kesulitan
likuiditas. 5. Upaya Hukum
Upaya Hukum dilakukan apabila Wajib Pajak merasa penetapan pajak yang dilakukan DJP tidak benar. Upaya Hukum tersebut adalah: permohonan
pembetulan, pengurangan, atau pembatalan sanksi, keberatan, banding, dan peninjauan kembali
Universitas Sumatera Utara
15
2.1.3 Penagihan Pajak
2.1.3.1 Pengertian Penagihan Pajak
Penagihan pajak merupakan kewenangan yang dimiliki fiskus untuk menagih utang pajak yang tidak dilunasi oleh penanggung Pajak yang dilakukan
dengan prosedur tertentu berdasarkan UU. Didalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000, Penagihan pajak didefinisikan sebagai berikut:
“Serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual
barang yang telah disita .”
2.1.3.2 Dasar - dasar Penagihan Pajak
Dasar yang digunakan dalam penagihan pajak adalah Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pembetulan, Surat Ketetapan keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan pajak yang mesti di bayar bertambah. Hal ini sesuai
dengan Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan. 1. Surat Tagihan Pajak STP
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak danatau sanksi administrasi berupa bunga danatau denda.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB
Universitas Sumatera Utara
16 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB adalah surat ketetapan yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan
jumlah yang masih harus dibayar. 3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan. 4. Surat Keputusan Pembetulan
Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, danatau kekeliruan penerapan ketentuan
tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga. 5. Surat Keputusan Keberatan
Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak
ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. 6. Putusan Banding
Universitas Sumatera Utara
17 Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap
Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
2.1.3.3 Tindakan Penagihan Pajak
Purwono 2010: 50 menyatakan bahwa, Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1. Penagihan pajak pasif Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan STP, SKPKB,
SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30
hari belum dilunasi maka 7 hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.
2. Penagihan pajak aktif Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif,
dimana dalam upaya penagihan ini fiskus lebih berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim STP atau SKP tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan
dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang. Pelaksanaan penagihan aktif dijadwalkan paling cepat berlangsung selama 58 hari yang dimulai dengan
penyampaian surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, dan pengumuman lelang.
2.1.3.4 Tahapan Dan Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 24PMK.032008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan
Seketika dan Sekaligus, tahapan dan jadwal waktu pelaksanaan penagihan pajak dapat digambarkan melalui skema dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
18 7 hari
21 hari
Jatuh Tempo 2 x 24 Jam
14 hari 14 hari
Kegiatan penagihan pajak sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan pengajuan permintaan penetapan tanggal dan tempat pelelangan meliputi jangka
waktu paling cepat 58 hari. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pejabat menerbitkan surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang
sejenis apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu 7 hari setelah jatuh tempo.
2. Selanjutnya surat paksa diterbitkan apabila dalam jangka waktu 21 hari setelah surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis diterbitkan
namun penanggung pajak masih juga belum melunasi utang pajaknya. Kewajiban pajak sebagaimana tertuang dalam surat paksa harus dilunasi
dalam jangka waktu 2 x 24 jam. 3. Apabila utang pajak belum dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana
tertuang dalam surat paksa yaitu 2x24 jam, maka pejabat dapat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan SPMP.
STP, SKPKB, SKPKBT, dll
SURAT TEGURAN
SURAT PAKSA
SPMPPENYI TAAN
Pelaksanaa n Lelang
Pengumum an Lelang
Universitas Sumatera Utara
19 4. Empat belas hari setelah dilakukan penagihan pajak dengan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan SPMP, ternyata penanggung pajak belum melunasi utang pajaknya, pejabat menerbitkan surat perintah tentang
pengumuman lelang. 5. Empat belas hari setelah pengumuman lelang ternyata penanggung pajak
masih belum juga melunasi utang pajaknya, pejabat melakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui Kantor Lelang Negara.
2.1.4 Surat Teguran
Tahapan paling awal dari tindakan penagihan aktif adalah dengan menerbitkan surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis. Surat
Teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis, sesuai dengan Pasal 1 angka 10 UU Penagihan Pajak adalah “ surat yang diterbitkan oleh pejabat pajak
untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya”.
Surat Teguran diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya 7 hari setelah jatuh tempo pembayaran kecuali Wajib Pajak
Penanggung Pajak telah mendapat persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Mentri Keuangan Nomor 85PMK.032010 tanggal 13 April 2010 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 24PMK.032008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan
Universitas Sumatera Utara
20 Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika Sekaligus, Surat Teguran
diterbitkan pada saat-saat berikut: a. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus
dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pelunasan
b. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus di bayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan
Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo
pengajuan kebaratan c. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB atau
SKPKBT setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh Wajib Pajak, kepada Wajib
Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.
d. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan
Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada Wajib Pajak disampaikan
Surat Teguran, setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding. e. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan
Universitas Sumatera Utara
21 sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT, kepada Wajib Pajak disampaikan
Surat Teguran, setelah 7 hari sejak jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding.
f. Surat Teguran dalam rangka Penagihan Pajak atas utang Pajak Bumi dan Bangunan, STP PBB, SKP PBB atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, dismapaikan kepada Wajib Pajak
setelah 7 hari sejak tanggal jatuh tempo pelunasan.
2.1.5 Surat Paksa
2.1.5.1 Defenisi Surat Paksa
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan
hukun yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam Pasal 7 ayat 2 UU Penagihan Pajak, disebutkan bahwa surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat :
1. Nama Wajib Pajak atau nama Wajib Pajak dan penanggung pajak. 2. Dasar Penagihan
3. Besarnya utang pajak. 4. Perintah untuk membayar.
Universitas Sumatera Utara
22
2.1.5.2 Penerbitan Surat Paksa
Jangka waktu penerbitan Surat Paksa adalah selambat-lambatnya 21 hari sejak tanggal penerbitan Surat Teguran kecuali terhadap penanggung pajak telah
dilakukan Penagihan seketika dan sekaligus. Pasal 8 Undang-Undang PPSP menyatakan Surat Paksa diterbitkan
apabila terhadap Wajib PajakPenanggung Pajak: Telah diterbitkan Surat Teguran, atau
Telah diterbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, atau Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetujuan angsuran dan penundaaan pembayaran pajak. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana Pasal 10 UU Nomor 19 tahun 2000
tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dilakukan oleh jurusita pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada penaggung pajak.
Dalam penerbitan Surat Paksa, pejabat dapat menerbitkan Surat Paksa Pengganti. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatur apabila terjadi keadaan di
luar kekuasaan pejabat, misalnya kecurian, kebakaran, kebanjiran atau gempa bumi yang menyebabkan Surat Paksa asli rusak, tidak terbaca atau oleh sebab lain
sebagai contoh Surat Paksa hilang atau tidak dapat diketemukan lagi, pejabat dapat menerbitkan Surat Paksa pengganti yang mempunyai kekuatan dan
kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa. Waluyo, 2011:93
Universitas Sumatera Utara
23
2.1.5.3 Pemberitahuan Surat Paksa
Pemberitahuan Surat Paksa dituangkan dalam berita acara yang sekurang- kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Juru Sita,
nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa. Berdasarkan Pasal 10 ayat 3 UU Penagihan Pajak, surat paksa terhadap
orang pribadi diberitahukan oleh jurusita pajak kepada: a. Penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang
memungkinkan. b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di
tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak tidak dapat dijumpai.
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan belum dibagi. d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan yang belum dibagi. Berdasarkan Pasal 10 ayat 4 UU Penagihan Pajak, surat paksa terhadap
badan diberitahukan oleh jurusita pajak kepada: a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan, atau
Universitas Sumatera Utara
24 b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau di tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a .
Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada kurator, hakim pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan jika Wajib Pajak
dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, maka surat paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk pemberesan atau likuidasi. Jika tidak dapat
dilaksanakan surat paksa disampaikan melalui pemerintah daerah setempat. Dalam hal Wajib Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha,
atau tempat kedudukannya, maka penyampaian surat paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan surat paksa pada papan pengumuman kantor pejabat yang
menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan oleh keputusan menteri atau keputusan kepala daerah.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai tindakan penagihan pajak dengan surat paksa memang sudah banyak dilakukan sebelumnya. Perbedaan antara penelitian terdahulu
dengan penelitian ini terletak pada tempat penelitian dan periode penelitian. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tindakan penagihan pajak
dengan surat paksa yang dikutip dari berbagai sumber antara lain: No.
Peneliti Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
1. Andi
Marduati 2012
Pengaruh Penagihan Pajak
Dengan Surat Teguran dan
Surat Teguran yang
diterbitkan, Surat Paksa
hasil uji hipotesis secara parsial t-test
maupun simultan F- test
Universitas Sumatera Utara
25 Surat Paksa
Terhadap Pencairan
Tuinggakan Pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama
Makassar Barat yang
diterbitkan, Pencairan
Tunggakan Pajak
membuktikan bahwa panagihan pajak
dengan surat teguran dan surat paksa
mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap pencairan tunggakan pajak.
Koefisien determinasi menunjukkan 0.443
atau 44.3 yang artinya 44.3
pencairan tunggakan pajak dipengaruhi
oleh jumlah surat teguran dan jumlah
surat paksa yang diterbitkan.
Sedangkan sisanya 55,7 pencairan
tunggakan pajak dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain diluar
pembahasan ini.
2 Adam
Maulan 2012
Analisis Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa Terhadap
Pencairan Tunggakan
Pajak Di KPP Pratama Setia
Budi Jakarta Pada Tahun
2010-2012 Penerbitan Surat
Paksa, Penerimaan
Tunggakan Pajak
Hasil penelitian menunjukan data-
data penagihan pajak dari
tindakan penagihan pajak dengan surat
paksa, realisasi penerimaan dari
tindakan penagihan pajak
dengan surat paksa, kontribusi realisasi
penerimaan dari tindakan penagihan
dengan surat paksa terhadap
target yang ditentukan oleh KPP
Pratama Jakarta Setiabudi Satu.Dalam
melakukan tindakan
Universitas Sumatera Utara
26 penagihan pajak
dengan surat paksa di KPP Pratama Jakarta
Setabudi Satu tidak selalu berjalan
dengan apa yang diharapkan,
terkadang KPP dihadapkan dengan
berbagai kendala baik internal ataupun
eksternal. Maka, untuk mengantisipasi
kendala tersebut pihak KPP memiliki
beberapa solusi yang telah
diterapkan agar penagihan pajak
dengan surat paksa dapat berjalan dengan
efektif
3 Riska
Rahayu Indra 2014
Pengaruh Tindakan
Penagihan Pajak Aktif Dengan
Surat Teguran Dan Surat Paksa
Terhadap Penccairan
Tunggakan Pajak Di KPP
Pratama Padang.
Surat Teguran, Surat Paksa,
Pencairan Tunggakan
Pajak Hasil penelitian
menunjukkan bahwa baik penerbitan surat
teguran maupun surat paksa, tidak
berpengaruh signifikan terhadap
pencairan tunggakan pajak di KPP
Pratama Padang.
2.3 Kerangka Konseptual