1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan
negara dan bangsa yang adil dan sejahtera, aman, tenteram, dan tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat. Untuk mencapai
tujuan tersebut, tentunya dibutuhkan biaya yang sangat besar. Biaya tersebut tentunya didapat dari penghasilan negara yang berasal dari rakyatnya melalui
pungutan pajak, danatau dari hasil kekayaan alam yang ada di dalam negara itu sendiri.
Saat ini, sumber penghasilan terbesar negara Indonesia adalah berasal dari sektor perpajakan. Menurut data pokok APBN tahun 2011-2014, Kementrian
Keuangan Republik Indonesia merencanakan pendapatan negara tahun 2014 sebesar Rp. 1.633,1 Trilliun termasuk pendapatan dari sektor perpajakan sebesar
Rp. 1.246,1 Trilliun. Dapat dikatakan 78 pendapatan negara berasal dari sektor perpajakan www.anggaran.depkeu.go.id. Hal tersebut yang menjadikan
perpajakan sebagai sektor yang paling vital dalam pembangunan negara. Peran masyarakat dalam pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan perlu
ditingkatkan dengan mendorong kesadaran dan pemahaman bahwa pajak adalah sumber utama pembiayaan negara dan pembangunan nasional serta merupakan
salah satu kewajiban kenegaraan sehingga setiap anggota masyarakat wajib berperan aktif dalam melaksanakan sendiri kewajiban perpajakannya karena pajak
Universitas Sumatera Utara
2 dipungut dari warga negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang
dapat dipaksakan penagihannya. Salah satu sistem pemungutan pajak yang dianut oleh negara Indonesia adalah
Self Assesment System. Dimana anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem
menghitung, memperhitungkan, melaporkan, serta membayar sendiri pajak yang terutang. Purwono, 2010:13. Sistem ini mulai diaplikasikan sejak reformasi
perpajakan tax reform tahun 1983 setelah terbitnya Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentua Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mulai
berlaku sejak tanggal 1 Januari 1984. Melalui Self Assesment System, administrasi perpajakan diharapkan dapat
dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak. Pemerintah, dalam hal ini para aparat Direktorat
Jendral Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang- undangan perpajakan.
Dengan adanya Self Assesment System ini, pemerintah menaruh kepercayaan penuh terhadap Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh
sebab itu, pemerintah terus memberikan pengertian kepada masyarakat tentang pentingnya kesadaran dan pemahaman mengenai perpajakan guna berlangsungnya
pembangunan Nasional. Apabila masyarakat mengerti tentang manfaat dan fungsi dari pajak maka tentu masyarakat sadar akan pajak tax counciouness dan Wajib
Universitas Sumatera Utara
3 Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya tidak akan lagi
dijumpai. Akan tetapi dalam kenyataannya, cukup banyak masyarakat yang dengan sengaja melakukan kecurangan-kecurangan dan melalaikan kewajibannya
dalam melaksanakan pembayaran pajak yang telah ditetapkan sehingga menyebabkan timbulnya tunggakan pajak. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel
perkembangan tunggakan piutang pajak di bawah ini:
Tabel 1.1
Tabel Perkembangan Tunggakan Pajak Tahun 2012-2014 Tahun
Jumlah Tunggakan 2012
62.488.161.954 2013
124.762.163.777 2014
144.517.284.139 Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Medan Timur
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan jumlah tunggakan piutang pajak dari tahun 2012
– 2014 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur. Dimana pada tahun 2013 terdapat peningkatan sebesar
62.274.001.750 atau sekitar 49,9 dari tunggakan piutang pajak pada tahun 2012. Selanjutnya pada 2014 terjadi peningkatan sebesar 1.975.512.040 atau sekitar
13,6 dari tahun sebelumnya. Maka dari itu untuk mengatasi tunggakan yang semakin meningkat, dibutuhkan tindakan penagihan yang memiliki kekuatan
hukum memaksa. Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
Universitas Sumatera Utara
4 memperingatkan,
melaksanakan penagihan
seketika dan
sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita. Suandy, 2011: 169.
Di dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Perpajakan Akuntansi Pajak, Herry Purwono menyatakan tindakan penagihan pajak ada 2, yaitu:
penagihan pajak pasif, dan penagihan pajak aktif. Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan atau Surat Ketetapan. Sedangkan,
penagihan pajak aktif merupakan tindakan selanjutnya setelah penagihan pajak pasif dimana fiskus berperan aktif. Artinya, tidak hanya dengan mengirim surat
tagihan atau surat ketetapan saja tetapi diikuti dengan tindakan sita, dan dilanjutkan dengan tindakan lelang, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan yang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan Surat Paksa.
Undang-undang penagihan pajak ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan serta dapat mendorong peningkatan kesadaran dan
kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya guna mengurangi tunggakan pajak yang terjadi. Dengan demikian diharapkan
penerimaan negara dari sektor pajak dapat lebih optimal. Marduati : 2012 Berdasarkan permasalahan
diatas, maka penulis tertarik untuk
mengangkatnya ke dalam penelitian yang berjudul:
“ Analisis Pengaruh Penagihan Pajak Aktif Terhadap Penerimaan Tunggakan Pajak
Studi Kasus Pada KPP Pratama Medan Timur “
Universitas Sumatera Utara
5
1.2 Rumusan Masalah