Tabel 4.25 Respon Subjek Pada Dimensi Body Area Satisfaction Aitem
Respon Subjek Tidak Puas
Puas Total
F F
F 1.Rambut
20 62
12 38
32 100
2.Wajah 17
53 15
47 32
100 3.Tubuh bagian atas bahu,
lengan, dada 27
84 5
16 32
100 4.Tubuh
bagian tengah
punggung, pinggang,
perut 31
96 1
3 32
100
5.Tubuh bagian
bawah pinggul, bokong, paha
28 87
4 13
32 100
6.Keseluruhan penampilan 22
69 10
31 32
100 Berdasarkan tabel 4.25, dapat dilihat bahwa kebanyakan subjek merespon
aitem dimensi body area satisfaction dengan jawaban “Tidak Puas”. Persentase
ketidakpuasan yang paling besar ditemukan pada aitem tubuh bagian atas bahu, lengan, dada, lalu pada aitem tubuh bagian bawah pinggul, bokong, paha. Hal
ini menunjukkan bahwa kebanyakan subjek merasa tidak puas pada tubuh bagian atas dan tubuh bagian bawahnya.
C. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada pengaruh body image terhadap self-esteem pada remaja penderita skoliosis. Selanjutnya, dengan
koefisien korelasi R sebesar 0,759 maka koefisien determinasi R
2
yang diperoleh adalah 0,665. Hal ini berarti besar variasi variabel terikat self-esteem
Universitas Sumatera Utara
pada remaja penderita skoliosis dapat dijelaskan oleh variabel bebas body image sebesar 66,5 dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Santrock 1998 yang
mengemukakan bahwa penampilan fisik merupakan salah satu penyumbang yang besar pada self-esteem seseorang. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil
penelitian sebelumnya oleh Anderson 2000; Gannon, 2000; Rumsey Harcourt, 2004; Thomas Mc-Clean, 2000, dalam Grogan, 2006 yang menunjukkan bahwa
perubahan fisik yang tidak diinginkan akibat penyakit, kecelakaan, dan bertambahnya usia dapat berpengaruh kepada body image individu yang
kemudian dapat berdampak pada menurunnya kualitas hidup dan self-esteem. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kebanyakan remaja penderita
skoliosis yang mengikuti penelitian ini memiliki body image negatif, yaitu 24 orang 75. Hal ini sejalan dengan salah satu hasil penelitian Agata Testor
2012 yang menunjukkan bahwa remaja penderita skoliosis memiliki body image yang negatif. Meskipun demikian, kebanyakan remaja penderita skoliosis yang
mengikuti penelitian ini, yaitu 16 orang 50 memiliki self-esteem dengan tingkat sedang. Hal ini bertolak belakang dengan fenomena yang diungkapkan
oleh peneliti di latar belakang bahwa remaja penderita skoliosis memiliki self- esteem yang rendah. Sigelman Rider 2003 menjelaskan bahwa remaja
memang mengalami perubahan-perubahan fisik selama masa transisi ini dan berdampak pada self-esteem remaja. Namun, perubahan tersebut tidak akan
menimbulkan penurunan self-esteem yang drastis.
Universitas Sumatera Utara
Selain hasil penelitian yang sudah dijelaskan, penelitian ini juga menghasilkan deskripsi subjek berdasarkan usia, jenis kelamin, derajat
kemiringan skoliosis, usia didiagnosa skoliosis, penyebab skoliosis, dan treatment yang sedang dijalani. Berdasarkan usia, diketahui bahwa remaja penderita
skoliosis berusia 19-21 tahun remaja akhir memiliki nilai body image dan self- esteem yang lebih tinggi dibandingkan penderita skoliosis yang berada di usia
remaja awal 12-14 tahun dan remaja madya 15-18 tahun. Berdasarkan derajat kemiringan skoliosis, kebanyakan subjek penelitian
merupakan remaja penderita skoliosis dengan derajat kemiringan yang tergolong sedang 20
o
-29
o
. Remaja penderita skoliosis dengan derajat sedang memiliki body image dan self-esteem yang lebih tinggi. Sedangkan, remaja penderita
skoliosis dengan derajat parah memiliki self-esteem yang paling rendah. Hal ini dapat dikarenakan derajat yang semakin tinggi mengakibatkan perubahan struktur
tulang yang lebih semakin berbeda. Ditinjau dari usia didiagnosa skoliosis, para subjek yang mengikuti
penelitian ini mulai mengalami skoliosis pada usia 9-18 tahun. Remaja yang didiagnosa skoliosis pada usia 16-18 tahun memiliki self-esteem dan body image
yang lebih tinggi dibandingkan remaja lainnya yang didiagnosa skoliosis pada usia yang lebih dini.
Ketiga fenomena di atas dapat dijelaskan dengan pernyataan Rice Dolgin 2008 bahwa pada awal masa remaja, remaja cenderung membandingkan
dirinya dengan orang lain dan berusaha menjadi diri yang ideal sehingga mereka cenderung memiliki self-esteem yang lebih rendah pada masa remaja awal.
Universitas Sumatera Utara
Remaja awal hingga pertengahan juga mengalami masa perubahan fisik yang cukup signifikan sehingga beresiko menurunkan self-esteem mereka Santrock,
2009. Kemudian remaja mengembangkan self-esteem yang lebih stabil seiring dengan bertambahnya usianya hingga masa remaja akhir. Setelah mencapai tahap
remaja akhir, individu melakukan banyak interaksi dengan lingkungannya. Interaksi-interaksi tersebut membantu remaja menyadari kekurangan dan
kelebihannya sendiri sehingga mereka menyadari apa yang ingin mereka capai dan menyesuaikannya dengan kemampuan mereka. Hal ini menyebabkan remaja
penderita skoliosis yang kebanyakan merupakan remaja akhir memiliki self- esteem yang lebih tinggi. Setelah didiagnosa skoliosis pada usia remaja akhir dan
ditemukan dalam derajat sedang, remaja biasanya telah membangun self-esteem yang lebih stabil dibandingkan usia yang lebih muda Mruk, 2006.
Data penelitian juga menunjukkan bahwa remaja penderita skoliosis yang menjalani treatment lainnya seperti berenang dan pull-up memiliki self-esteem
dan body image yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja penderita skoliosis yang tidak menjalani treatment sama sekali, mau pun yang menggunakan brace,
dan menjalani operasi. Hal ini dapat dijelaskan dengan teori Rosenberg dalam Baumeister dkk, 2003 yang menemukan bahwa semakin tinggi self-esteem
seseorang, maka semakin optimis individu tersebut terhadap hidupnya. Dengan memiliki optimisme, remaja penderita skoliosis akan merasa lebih tenang dan
mempersiapkan dirinya untuk menghadapi permasalahan. Skoliosis merupakan kelainan tulang belakang yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikoreksi
atau dikurangi derajat kemiringannya. Pihak medis biasanya akan menganjurkan
Universitas Sumatera Utara
penggunaan brace atau operasi sebagai treatment skoliosis Deutchman Lamantia, 2008. Namun, kebanyakan remaja penderita skoliosis dalam penelitian
ini memilih treatment lainnya. Mereka tetap berusaha memperbaiki derajat kemiringannya tanpa harus menggunakan brace atau menjalani operasi yang
beresiko.
Universitas Sumatera Utara
58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Body image terbukti memiliki pengaruh terhadap self-esteem.
2. Kebanyakan remaja penderita skoliosis dalam penelitian ini memiliki body
image negatif, yang artinya remaja penderita skoliosis memiliki penilaian negatif terhadap ukuran, bentuk dan berat tubuhnya.
3. Mayoritas remaja penderita skoliosis yang mengikuti penelitian ini memiliki
self-esteem sedang, yang artinya remaja penderita skoliosis mengevaluasi kemampuan dirinya dalam kategori sedang tidak cenderung tinggi maupun
rendah. 4.
Ditinjau dari usia, remaja penderita skoliosis berusia 19-21 tahun memiliki self-esteem dan body image yang lebih tinggi daripada kelompok usia lainnya.
5. Ditinjau dari jenis kelamin, remaja perempuan penderita skoliosis memiliki
self-esteem yang lebih tinggi dan remaja laki-laki penderita skoliosis memiliki body image yang lebih positif.
6. Ditinjau dari derajat kemiringan skoliosis, remaja penderita skoliosis dengan
derajat sedang memiliki self-esteem dan body image yang lebih tinggi dibandingkan remaja penderita skoliosis dengan derajat ringan dan parah.
Universitas Sumatera Utara