11 Gambar 2.1 Mekanisme Reaksi Pembuatan Biodiesel Dengan Natrium Silikat
[35] Pada gambar 2.1 dapat dilihat bahwa reaksi trasnsesterifikasi dimulai pada
permukaan katalis natrium silikat terkasinasi dimana terjadinya pertukaran ion setelah terabsorbsinya metanol pada permukaaan katalis lalu terbentuklah gugus
aktif katalitik CH
3
O
-
. Setetlah itu nukleofilik dari CH
3
O
-
menyerang gugus karbonil karbon sehingga terbentuklah intermediet yang tetrahedral sperti yang
dapat dilihat pada alur 2. Setelah itu terjadinya penyususan kembali dari intermediet membentuk metil ester seperti yang terlihat pada alur 3. lalu akhirnya
proton ditransfer kepada anion digliserida untuk membentuk digliserida [35].
2.5 CO-SOLVENT ASETON
Transesterifikasi yang juga disebut alkoholisis sampai pada saat ini dipandang sebagai metode paling menguntungkan dalam memproduksi bahan bakar biodiesel
dari minyak nabati, tetapi reaksi transesterifikasi minyak nabati yang selama ini dilakukan memerlukan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 1 jam untuk
Universitas Sumatera Utara
12 mendapatkan yield diatas 90. Waktu yang lama tersebut salah satunya
disebabkan oleh reaksinya yang tergolong dua fase yaitu fase minyak dan alkohol [16]. Untuk meningkatkan efisiensi transesterifikasi, sangat penting untuk
menemukan cara mencampur reaktan cair dengan baik, terutama minyak dan alkohol, dimana minyak dan alkohol sangat berbeda dalam polaritas dan
densitasnya [36]. Reaksi satu fase dapat dibentuk dengan menabahkan solvent yang dapat
menambahkan kelarutan minyak yang disebut juga sebagai co-solvent [14]. Co- solvent akan mengubah sistem reaksi dua fase menjadi satu fase, karena co-
solvent mampu melarutkan dengan sempurna baik alkohol maupun trigliserida. Co-solvent sebisa mungkin mempunyai titik didih yang dekat dengan titik didih
alkohol , sehingga bisa dipisahkan bersama-sama dengan alkohol setelah reaksi berakhir [16]. Keuntungan penggunaan co-solvent adalah co-solvent dalam reaksi
dapat meningkatkan kelarutan minyak dan alkohol pada temperatur yang rendah [15] dan juga mempercepat reaksi [16].
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Maeda.Y et al pada tahun 2010, aseton merupakan co-solvent terbaik dalam produksi biodiesel. Aseton merupakan salah
satu jenis co-solvent pada reaksi transesterifikasi. Aseton memiliki momen dipol sebesar 2,88 D, dimana ini diklasifikasikan sebagai aprotic solvent, dengan
kepolaran menengah, oleh karena itu dapat larut dengan baik pada trigliserida polaritas rendah dan metanol polaritas tinggi. Selanjutnya, sifat terpenting dari
aseton sebagai aprotic solvent ialah kemampuannya untuk menstabilkan ion metoksida CH
3
O
-
, yang merupakan intermediet aktif untuk reaksi
transesterifikasi [17]. Berikut ini merupakan karakteristik dari beberapa jenis co- solvent seperti yang terdapat pada gambar 2.4
Universitas Sumatera Utara
13 Tabel 2.4 Karakteristik beberapa jenis co-solvent [4]
Sifat-sifat Klorobenzena
Aseton Dietil eter
Metanol Stuktur kimia
Nama dagang Fenil klorida
- Dietilen glikol Metil alkohol
Keadaan fisik Cairan tak
berwarna Cairan tak
berwarna Cairan tak
berwarna Cairan tak
berwarna Titik nyala
24 -17
-45 11
Titik didih 132
56-57 34,6
64,7 Densitas
1,106 0,792
0,706 0,791
Viskositas 0,8
0,32 0,224
0,55
2.6 TRANSESTERIFIKASI