OPTIMASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KEMIRI

34 reaksi penyabunan antara katalis dengan asam lemak bebas sehingga menurunkan yield biodiesel [56]. Kadar asam lemak bebas minyak kemiri sunan dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini [49]. Kadar asam lemak bebas = N x c x M 10 x gr sampel x 100 Tabel 4.3 Karakteristik Minyak Hasil Esterifikasi Parameter Jumlah FFA 1,0538 Kadar air 1,173 Berdasarkan hasil perhitungan, didapat angka asam lemak bebas minyak kemiri sunan sebelum dilakukan esterfikasi yaitu 9,1517 Kemudian setelah dilakukan esterifikasi didapatkan penysihan angka asam lemak sebesar 88,48 sehingga angka asam lemak bebas berkurang menjadi 1,0538. Kadar air bahan baku juga harus dikontrol secukupnya untuk menghindari pembentukan sabun Dimana pada penelitan didapat kadar air sebesar 1,173 dimana denga katalis natrium silikat terdapat toleransi kadar air sebesar 4 [35]. Dengan demikian, hasil esterifikasi dapat dilanjutkan ke dalam proses transesterifikasi karena angka asam lemak bebas 2,5 dan kadar air 4.

4.4 OPTIMASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KEMIRI

SUNAN DENGAN KEBERADAAN CO-SOLVENT ASETON DAN KATALIS NATRIUM SILIKAT TER KALSINASI Pada penelitian ini terdapat 4 variabel bebas yaitu jumlah katalis A, waktu reaksi B, Suhu reaksi C dan jumlah co-solvent x 4 . Dengan menggunakan Response Surface Methodology-Central Composite Design RSM-CCD akan dilihat pengaruh dari keempat variabel tersebut terhadap yield Y biodiesel yang dihasilkan beserta kondisi pembuatan biodiesel yang optimum. Yield biodiesel dari berbagai perlakuan ditunjukkan dalam Tabel 4.4. Universitas Sumatera Utara 35 Tabel 4.4 Hasil Yield Biodiesel dari Berbagai Perlakuan Run Jumlah Katalis -b Waktu Reaksi jam Suhu Reaksi o C Jumlah Co-Solvent-b Yield A B C D Y 1 2 20 35 15 78.4379 2 3 30 40 20 95.6928 3 2 20 45 25 90.6171 4 4 20 35 15 86.3199 5 2 20 45 15 78.4919 6 3 30 40 10 80.0916 7 3 10 40 20 89.4952 8 4 40 35 15 90.3757 9 4 40 35 25 94.6064 10 4 20 45 25 95.2433 11 3 30 40 20 94.0087 12 2 40 45 25 92.0177 13 5 30 40 20 82.9515 14 4 40 45 25 94.2151 15 4 20 45 15 84.5745 16 4 40 45 15 88.0321 17 3 50 40 20 94.0169 18 2 40 35 25 86.7511 19 3 30 30 20 91.1778 20 3 30 40 20 96.1493 21 1 30 40 20 73.9816 22 3 30 50 20 89.5256 23 3 30 40 30 92.7439 24 2 20 35 25 87.0641 25 2 40 45 15 84.9165 26 2 40 35 15 82.8006 27 4 20 35 25 88.9114 28 3 30 40 20 93.9288 29 3 30 40 20 95.7735 30 3 30 40 20 95.5899 Pengaruh keempat variabel penelitian A, B, C danD terhadap yield diolah dengan menggunakan software DESIGN EXPERT trial version State-Ease inc., Minneapolis, MN, USA dan disajikan pada Tabel 4.4 dan 4.5 berikut: Tabel 4.5 Pemilihan Model Persamaan Statistik Source Standar Deviasi R 2 Adjusted Predicted R-Squared Linear 4.81 0.4467 0.3582 0.2478 2FI 5.34 0.4825 0.2101 0.1369 Quadratic 1.54 0.9662 0.9346 0.8244 Cubic 1.29 0.9888 0.9537 0.025 Universitas Sumatera Utara 36 Tabel 4.6 Analysys of Variance ANOVA terhadap Yield Source Para meter Sum Squares df Mean Square F Value p-value Prob F Model 95.19 1009.93 14 72.14 30.60 0.0001 significant A-Katalis 2.46 145.64 1 145.64 61.78 0.0001 B-Waktu 1.38 45.65 1 45.65 19.36 0.0005 C- Temperatur 0.4 3.79 1 3.79 1.61 0.2242 D-Co-Solvent 3.37 271.90 1 271.90 115.3 5 0.0001 AB 0.019 0.00582 6 1 0.0058 26 0.002 471 0.9610 AC -0.57 5.22 1 5.22 2.21 0.1575 AD -0.51 4.13 1 4.13 1.75 0.2054 BC -0.22 0.79 1 0.79 0.33 0.5722 BD -0.78 9.84 1 9.84 4.17 0.0590 CD 1.04 17.39 1 17.39 7.38 0.0159 A2 -4.02 443.37 1 443.37 188.0 9 0.0001 B2 -0.7 13.37 1 13.37 5.67 0.0309 C2 -1.05 30.19 1 30.19 12.81 0.0027 D2 -2.03 113.33 1 113.33 48.08 0.0001 Lack of Fit 30.70 10 3.07 3.29 0.1002 not significant Pure Error 4.66 5 0.93 R-Sq = 96,62; R-Sqadj = 93,46; P-Value = 0,0001 Berdasarkan hasil analisis statistik kedua Tabel 4.5 di atas, dapat dilihat bahwa model yang terabaik untuk rancanggan percobaan adalah model quadratic dimana mempunyai nilai R 2 yang besar dimana pencocokan model dapat dievaluasi dengan koefisien determinasi harus mendekati 1satu [57], dimana dalam percobaan nilai R 2 pada persamaan quadratic adalah sebesar 0,9662. Berdasarkan hasil analisis metode respon permukaan dengan level terkode, diperoleh hubungan yield dengan keempat variabel yaitu sebagai berikut: YIELD = 95,19+ 2,46A+ 1,38B+ 0,4C+ 3,37D+ 0,019AB- 0,57AC- 0,51AD- 0,22BC- 0,78BD+ 1,04CD -4,02A 2 - 0,70B 2 - 1,05C 2 - 2,03D 2 4.1 Dimana A,B,C,D secara berturut-turut merupakan jumlah katalis, waktu reaksi, suhu reaksi dan jumlah co-solvent. Hubungan interaksi antar faktor yang signifikan memiliki nilai P lebih kecil dari 0,05 P-Value 0,05 [58]. Pada Tabel 4.6 ditunjukkan perkiraan parameter model persamaan statistik variabel penelitian terhadap persentase yield. Dari Tabel 4.6 tersebut, diperoleh Universitas Sumatera Utara 37 delapan parameter dengan nilai P lebih kecil dari 0,05 sehingga kedelapan variabel ini dinyatakan signifikan dalam mempengaruhi pembentukan biodiesel. Variabel tersebut adalah katalis yang memberikan pengaruh positif 2,46 kali terhadap yield, waktu dimana memberikan pengaruh positif 1,38 kali terhadap yield, co-solvent yang memberikan pengaruh positif sebesar 3,37 kali terhadap yield, interaksi anatara suhu dan solvent yang memberikan pengaruh positif 1,04 kali terhadap yield, lalu interaksi dari katalis, waktu, suhu dan co-solvent yang memberikan pengaruh negatif masing-masing sebesar 4,02;0,7;1,05;2,03 kali terhadap yield. Sehingga berdasarkan analisis statistik model persamaan yield dengan melihat variabel yang berpengaruh signifikan terhadap yield dapat direduksi menjadi: YIELD = 95,19+ 2,46A+ 1,38B+ 3,37D+ 1,04CD- 4,02A- 0,7- 1,05C 2 -2,03D 4.2 Dari hasil ANOVA dapat dilihat bahwa interaksi antara keempat variabel tidak terlalu signifikan. Interaksi faktor yang paling signifikan adalah antara suhu reaksi terhadap jumlah co-solvent. Plot secara kontur hubungan tersebut ditunjukkan pada gambar 4.4, 4.5, 4.6, 4.7, 4.8 dan 4.9. Gambar 4.4 Kontur Yield Biodiesel untuk jumlah katalis dan waktu pada suhu 40 o C dan Co-Solvent 20 W a k tu R ea k si Katalis Universitas Sumatera Utara 38 Gambar 4.4 menunjukkan bahwa rasio jumlah katalis lebih menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap yield biodiesel yang dihasilkan dibandingkan dengan waktu reaksi pada suhu reaksi dan jumlah co-solvent masing-masing 40 o C jam dan 20 dari berat minyak. Dari plot kontur di atas dapat dilihat bahwa semakin jumlah katalis maka yield biodiesel akan semakin meningkat, dimana jumlah yield yang tinggi 95 dapat diperoleh dengan katalis diantara 2,9 – 3,6 dengan waktu ≤30 menit, akan tetapi yield biodiesel berangsur-angsur menurun kembali saat jumlah katalis yang digunakan lebih dari 3,75. Pada plot kontur juga dapat dilihat bahwa yield biodiesel meningkat seiring bertambahnya waktu dimana didapatkan yield yang tinggi 95 pada waktu 26 menit dengan jumlah katalis 3,4. Berdasarkan analisis statistik metode respon permukaan pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa interaksi antara katalis dan waktu memberikan pengaruh positif sebesar 0,019. Jumlah katalis dapat mempengaruhi yield biodiesel. Ketika jumlah katalis ditingkatkan maka konversi trigliserida dan yield biodiesel akan meningkat juga. Kekurangan jumlah katalis akan menyebabkan konversi trigliserida menjadi ester asam lemak tidak sempurna [59]. Namun penambahan katalis secara eksponensial dapat menyebabkan pembentukan sabun [60]. Wilson et al 2014 menyatakan bahwa campuran reaksi yang memiliki viskositas yang tinggi akan memberikan hasil difusi massa yang buruk dalam sistem metanol-minyak-katalis heterogen yang akan memacu pengurangan yield dalam produksi biodiesel [61]. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan Guo dkk 2010, tetapi menggunakan minyak kedelai sebagai bahan baku dimana pengunaan katalis optimum pada penggunaan katalis 3 [13]. Dimana pada percobaan didapatkan pada run 29 pada penggunaan katalis 3 didapatkan yield sebesar 95,7735. Guo dkk 2012 melaporkan bahwa permulaan reaksi katalitik pembentukan biodiesel dari natrium silikat adalah pada saat terjadi pertukaran ion antara metanol pada permukaan natrium silikat terkalsinasi [35]. Waktu reaksi merupakan parameter penting dalam produksi biodiesel [62]. Waktu reaksi yang lebih lama akan meningkatkan yield biodiesel [15]. Dimana dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu reaksi maka kontak antara minyak,metanol dan katalis menjadi lebih lama sehingga dapat meningkatkan yield dari biodiesel. Hal ini Universitas Sumatera Utara 39 berlaku pula pada hasil yang dihasilkan seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.4 dimana semakin tinggi waktu semakin tinggi pula yield yang dihasilkan. Gambar 4.5 Kontur Yield Biodiesel Untuk Katalis Dan Suhu Reaksi Dengan Waktu Reaksi 30 Menit Dan Co-Solvent 20 Gambar 4.5 menunjukkan bahwa rasio jumlah katalis lebih menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap yield biodiesel yang dihasilkan dibandingkan dengan Suhu reaksi pada waktu reaksi dan jumlah co-solvent masing-masing 30 menit dan 20 dari berat minyak. Dari plot kontur di atas dapat dilihat bahwa semakin jumlah katalis maka yield biodiesel akan semakin meningkat, dimana jumlah yield yang tinggi 95 dapat diperoleh dengan jumlah katalis diantara 3 - 3,6 pada suhu diantara 40-44 o C dan dengan jumlah katalis hingga 3,4 suhu dapat direduksi menjadi 36,5 o C. Akan tetapi yield biodiesel menurun kembali saat jumlah katalis yang digunakan lebih dari 3,6. Berdasarkan analisis statistik metode respon permukaan pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa interaksi antara katalis dan suhu memberikan pengaruh negatif sebesar -0,54. Jumlah katalis dapat mempengaruhi yield biodiesel. Ketika jumlah katalis ditingkatkan maka konversi trigliserida dan yield biodiesel akan meningkat juga. Kekurangan jumlah katalis akan menyebabkan konversi trigliserida menjadi ester asam lemak tidak sempurna [59]. Namun penambahan katalis secara eksponensial S u h u R ea k si Katalis Universitas Sumatera Utara 40 dapat menyebabkan pembentukan sabun [60]. Wilson et al 2014 menyatakan bahwa Campuran reaksi yang memiliki viskositas yang tinggi akan memberikan hasil difusi massa yang buruk dalam sistem metanol-minyak-katalis heterogen yang akan memacu pengurangan yield dalam produksi biodiesel [61]. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan Guo dkk 2010, tetapi menggunakan minyak kedelai sebagai bahan baku dimana pengunaan katalis optimum pada penggunaan katalis 3 [13]. Dimana pada percobaan didapatkan pada run 29 pada penggunaan katalis 3 didapatkan yield sebesar 95,7735. Temperatur memberikan pengaruh yang baik terhadap laju reaksi [17]. selain itu, penambahan dari temperatur reaksi memiliki efek positif terhadap kedua reaksi baik itu transesterifikasi maupun reaksi saponifikasi [60]. Hal ini terjadi juga pada percobaan dimana dapat dilihat pada gambar 4.5 bahwa pada jumlah katalis yang tinggi , semakin tinggi suhu reaksi maka semakin rendah pula yield yang dihasilkan. Gambar 4.6 Kontur Yield Biodiesel Untuk Jumlah Katalis Dengan Jumlah Co- Solvent Pada Suhu Reaksi 40 o C Dan Waktu Reaksi 30 Menit Gambar 4.6 menunjukkan bahwa jumlah co-solvent dan jumlah katalis sama- sama menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap yield biodiesel yang dihasilkan pada suhu dan waktu reaksi masing-masing 40 o C dan 30 menit. Dari J u m la h C o -S o lv e n t Jumlah Katalis Universitas Sumatera Utara 41 plot kontur di atas dapat dilihat bahwa semakin jumlah katalis maka yield biodiesel akan semakin meningkat, akan tetapi yield biodiesel menurun kembali saat jumlah katalis yang digunakan lebih dari 3,9 sehingga didapatkan yield biodiesel 95 dan semakin tinggi jumlah co-solvent semakin tiggi pula yield yang dihasilkan namun terdapat penurunan pada jumla co-solvent diatas 27,5 ehingga didapatkan yield biodiesel 95. Berdasarkan analisis statistik metode respon permukaan pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa interaksi antara katalis dan co-solvent memberikan pengaruh negatif sebesar -0,51. Jumlah katalis dapat mempengaruhi yield biodiesel. Ketika jumlah katalis ditingkatkan maka konversi trigliserida dan yield biodiesel akan meningkat juga. Kekurangan jumlah katalis akan menyebabkan konversi trigliserida menjadi ester asam lemak tidak sempurna [59]. Namun penambahan katalis secara eksponensial dapat menyebabkan pembentukan sabun [60] Wilson et al 2014 menyatakan bahwa Campuran reaksi yang memiliki viskositas yang tinggi akan memberikan hasil difusi massa yang buruk dalam sistem metanol-minyak-katalis heterogen yang akan memacu pengurangan yield dalam produksi biodiesel [61]. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan Guo dkk 2010, tetapi menggunakan minyak kedelai sebagai bahan baku dimana pengunaan katalis optimum pada penggunaan katalis 3 [13]. Dimana pada percobaan didapatkan pada run 20 pada penggunaan katalis 3 didapatkan yield sebesar 96,1493. . Penggunaan co-solvent dalam reaksi meningkatkan laju konversi minyak menjadi biodiesel seiring bertambahnya waktu walaupun dalam jumlah yang sedikit [36]. Hal ini dikarena co-solvent mampu melarutkan dengan sempurna baik alkohol maupun trigliserida [16]. Namun penambahan co-solvent secara berlebih dalam reaksi dapat menurunkan yield biodiesel [63]. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.6 dimana pada jumlah co-solvent 10-25 memiliki kecendrungan penaikan jumlah yield, namun pada jumlah co-solvent lebih dari 25 memiliki kecendrungan akan penurunan jumlah yield. Hasil Penelitian ini sesuai yang dilaporkan oleh Thanh et al 2013 akan tetapi mreka menggunakan minyak jelantah sebagai bahan baku pembuatan biodiesel [17]. Universitas Sumatera Utara 42 Gambar 4.7 Kontur Yield Biodiesel Untuk Waktu Reaksi Dengan Suhu Reaksi Pada Jumlah Katalis 3 Dan Jumlah Co-Solvent 20 Gambar 4.7 menunjukkan bahwa waktu reaksi lebih menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap yield biodiesel yang dihasilkan dibandingkan dengan temperatur reaksi pada jumlah co-solvent dan jumlah katalis masing-masing 20 dan 3 dari berat minyak. Dari plot kontur di atas dapat dilihat bahwa semakin lama waktu reaksi maka yield biodiesel akan semakin meningkat seiring dengan kenaikan temperatur reaksi. Pada waktu reaksi ≤30 menit dengan rentang suhu 30 – 43,75 o C didapatkan nilai yield yang tinggi95. Berdasarkan analissi statistik metode respon permukaan pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa interaksi antara waktu dan suhu memberikan pengaruh negatif sebesar -0,22. Menurut Mohammed Dabo et al 2012 durasi dari reaksi merupakan salah satu parameter yang penting dalam produksi biodiesel dimana ditemukan bahwa kerja dari co-solvent dalam transsesterifikasi dapat memacu penurunan waktu reaksi yang dibutuhkan [64]. Waktu reaksi yang lebih lama akan meningkatkan yield biodiesel [17]. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.7 bahwa terjadi peningkatan Yield pada waktu reaksi 10-30 menit. Namun setelah 30 menit yield yang dihasilkan cendrung memunculkan trend yang datar pada suhu 40 o C. Hal ini disebabkan oleh waktu reaksi yang telam mencapai waktu optimum. Hal ini S u h u r ea k si Waktu Reaksi Universitas Sumatera Utara 43 sesusai dengan penelitian Al-Widyan dan Al-Shoyukh 2002, yang melaporkan bahwa setelah mencapai waktu reaksi optimum, penambahan waktu reaksi tidak mempengaruhi penmbahan yield metil ester [65]. Selain itu dalam pembuatannya waktu reaksi yang panjang sangat dihindari untuk menekan biaya produksi [66]. Hal sesuai denga yang diteliti oleh Thanh et al 2013 tetapi iya menggunakan katalis homogen dan bahan baku minyak jelantah [17]. Gambar 4.8 Kontur Yield Biodiesel Untuk Jumlah Co-Solvent Dengan Waktu Reaksi Pada Jumlah Katalis 3 Dan Waktu Reaksi 40 o C Gambar 4.8 menunjukkan bahwa jumlah co-solvent dan wakktu reaksi menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap yield biodiesel yang dihasilkan pada jumlah katalis dan suhu reaksi masing-masing 3 dan 40 o C. Dari plot kontur di atas dapat dilihat bahwa dengan penambahan jumlah co-solvent yang digunakan maka yield biodiesel akan semakin meningkat namun dengan penambahan co-solvent hingga sebesar 26 akan dihasilkan nilai yield 96, begitu pula waktu reaksi yang meningkat yield seiring bertambahnya waktu reaksi namun, namun waktu diatas 47 menit yield bidiesel yang dihasilkan akan 96 dapat dilihat pula bahwa dengan penambahan co-solvent dapat mengurangi waktu reaksi yang dihasilkan hal ini dapat dilihat juga berdasarkan analissi statistik J u m la h C o -S o lv e n t Waktu Reaksi Universitas Sumatera Utara 44 metode respon permukaan pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa interaksi antara waktu reaksi dan co-solvent memberikan pengaruh negatif sebesar -0,78. Menurut Mohammed Dabo et al 2012 menemukan bahwa kerja dari co- solvent dalam transsesterifikasi dapat memacu penurunan waktu reaksi yang dibutuhkan [64]. Hasil ini juga didapatkan dari penelitian ini dimana hasil yang didapatkan Guo dkk 2010 dilaporkan bahwa waktu optimum pembuatan biodiesel dengan katalis natrium silikat terkalsinasi adalah 1 jam dengan menggunakan minyak kedelai [13] sedangkan pada penelitian Asif Aunillah dan dibyo pranowo 2012 dicatatkan bahwa waktu reaksi yang diperlukan adalah sebesar 75 menit untuk menghasilkan rendemen minyak sebesar 88 [7], sedangkan pada penelitian dapat dilihat pada gambar 4.6 bahwa dengan waktu 10 menit dengan jumlah solvent diatas 20 dapat didaptkan biodiesel dengan yield lebih dari 90. Hal ini disebabkan oleh, aseton yang memiliki kepolaran menengah yang larut baik dalam alkohol maupun trigliserida [17] sehingga membuat penurunan yang signifikan dalam tahanan transfer massa [64] yang membuat waktu yang dibutuhkan untuk metanol dan trigliserida untuk membentuk metil ester menjadi lebih cepat. Pada penelitian yang dilakukan Phuong Duc Lu2014 didapatkan bahwa penambahan co-solvent yang berlebihan akan memberikan efek negatif terhadap yield [21]. Hal ini dapat juga dilihat pada gambar 4.8 dimana pada jumlah co- solvent lebih dari 25 terjadi penurunan seiring dengan penambahan jumlah co- solvent.sering juga penambahan waktu. Hal ini disebabkan oleh transesterifikasi yang merupakan reaksi yang reversible sehingga saat reaksi sudah mencapai keadaan optimum maka reaksi akan bergeser kekiri sehingga memperkecil pembentukan produk [67]. Dimana saat konversi dari FAME telah mencapai keadaan maximum dapat secara sedikit demi sedikit menurunkan konversi dimana waktu yang lebih panjang meningkatkan reaksi hidrolisis dari ester menjadi asam lemak [57]. Dimana pada penelitian dapat kita lihat pada Tabel 4.3 bahwa minyak hasil pre-treatment mengandung air sebesar 1,173 dimana pada saat konversi yield telah mencapai hasil optimum air dapat menghidrolisis FAME menjadi asam lemak sehingga asam lemak dan penambahan jumlah asam lemak ini dapat memacu terjadinya reaksi saponifikasi. Universitas Sumatera Utara 45 Gambar 4.9 Kontur Yield Biodiesel Untuk Jumlah Co-solvent Dengan Suhu Reaksi Pada Jumlah Katalis 3 Dan Waktu Reaksi 30 Menit Gambar 4.9 menunjukkan bahwa kedua variabel yaitu jumlah co-solvent yang memberikan hasil yang signifikan terhadap yield biodiesel yang dihasilkan namun suhu menunjukkan peningkatan yang kurang signifikan pada penambahan suhu reaksi pada jumlah katalis dan suhu reaksi masing-masing 3 dan 40 o C. Berdasarkan analissi statistik metode respon permukaan pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa interaksi antara waktu dan suhu memberikan pengaruh positif sebesar 1,04. Pada penelitian suhu reaksi 40 o C dan jumlah co-solvent sebesar 20 dari berat minyak dapat menghasilkan biodiesel dengan yield biodiesel yang tinggi yaitu sebesar 96,1493. Sehingga, interaksi antara keduanya menimbulkan hasil yang positif terhadap yield. Banyak peneliti mennyatakan bahwa reaksi transesterifikasi secara signifikan dipengaruhi oleh penambahan temperature reaksi [4] Pada gambar 4.9 terlihat bahwa kenaikan temperature mempengaruhi yield namun tidak terlalu signifikan. Hal ini dikarena co-solvent mampu melarutkan dengan sempurna baik alkohol maupun trigliserida [16] jika dilihat pada gambar 4.9 bahwa interaksi antara co- J u m la h c o -s o lv e n t Suhu reaksi Universitas Sumatera Utara 46 solvent dan suhu menunjukan kenaikan yang signifikan, hal tersebut dikarenakan temperature yang semakin tinggi meningkatkan kelarutan minyak dan alkohol [68]. Namun pada dapat dilihat pada gambar 4.8 kenaikan temperatur yang terlalu tinggi menyebabkan penurunan jumlah yield. Hal ini disebabkan suhu yang tinggi memacu terjadinya penguapan aseton [17]. Penelitian ini telah sesuai dengan penelitian Phuong Duc Lu 2014 dimana suhu optimum dari pembuaan biodiesel dengan co-solvent aseton adlah pada suhu 40 o C namun dengan bahan baku minyak jarak [21].

4.5 VALIDASI MODEL

Dokumen yang terkait

Strategi Pengembangan Biodiesel Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Di Jawa Barat

1 3 120

Land Suitability Analysis of Biodiesel Crop Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) in The Province of West Java, Indonesia

3 4 12

KAJIAN FINANSIAL PENGEMBANGAN BIODIESEL KEMIRI SUNAN (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) PADA LAHAN TERSEDIA DI JAWA BARAT

0 3 14

Potensi Seduhan Daun Ceremai (Phyllanthus Acidus [L.] Skeels) Dan Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Untuk Pengendalikan Meloidogyne Spp. Pada Tanaman Tomat

0 4 39

Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Dengan Keberadaan Co-Solvent Aseton dan Katalis Heterogen Natrium Silikat Terkalsinasi

0 0 20

Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Dengan Keberadaan Co-Solvent Aseton dan Katalis Heterogen Natrium Silikat Terkalsinasi

0 0 2

Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Dengan Keberadaan Co-Solvent Aseton dan Katalis Heterogen Natrium Silikat Terkalsinasi

0 0 6

Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Dengan Keberadaan Co-Solvent Aseton dan Katalis Heterogen Natrium Silikat Terkalsinasi

0 0 11

Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Dengan Keberadaan Co-Solvent Aseton dan Katalis Heterogen Natrium Silikat Terkalsinasi

0 0 8

Co-NiHZSM-5 Catalyst for Hydrocracking of Sunan Candlenut Oil (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) for Production of Biofuel

0 0 9