Hubungan Kualitas Tidur Dan Fungsi Kognitif Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial Margaguna Jakarta Selatan

(1)

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DAN FUNGSI

KOGNITIF PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL

MARGAGUNA JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH:

AZMI HANIFA

NIM: 1111104000054

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/1437 H


(2)

(3)

iii SCHOOL OF NURSING

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA

Undergraduate Thesis, January 2016 Azmi Hanifa, NIM: 1111104000054

Relationship Quality Sleep and Cognitive Function in the Elderly in Social Institutions Margaguna Jakarta Selatan

xviii + 75 pages + 7 tables + 3 charts + 6 Attachments

ABSTRACT

Aging process is a natural process because it is the final stage in a journey of life. The elderly population is increasing, both of developed countries and developing countries, such as Indonesia. There are several requirements that overlooked the elderly, one of which it is the need for sleep. Maintenance of sleep serves as one aspect of improving the health of the elderly, is cognitive function. This study was to determine the relationship between sleep quality and cognitive function in the elderly. The Methode used analytic correlation with cross sectional sample of 37

respondents. The instrument used a questionnaire Mini-Mental State Examination

(MMSE) and The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Analysis of the data

used the analysis univariate form of frequency distribution and bivariate analysis such as Fisher Exact Test. Result of the analysis showed that there was no

relationship between sleep quality and cognitive function in the elderly (P-value= 1,000).

Key word: Sleep Quality, Cognitive Function, Elderly


(4)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Januari 2016

Azmi Hanifa, NIM: 1111104000054

Hubungan Kualitas Tidur dan Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia di Panti Sosial Margaguna Jakarta Selatan

xviii + 75 halaman + 7 tabel + 3 bagan + 6 lampiran ABSTRAK

Proses menjadi tua merupakan suatu kejadian yang alami karena hal ini merupakan tahap akhir dalam sebuah perjalanan hidup. Populasi lanjut usia juga semakin meningkat baik dinegara maju maupun berkembang, seperti Indonesia. Ada beberapa kebutuhan yang terabaikan pada lansia salah satunya yaitu kebutuhan tidur. Pemeliharaan tidur menjadi salah satu aspek dari peningkatan kesehatan lanjut usia. Salah satunya pada fungsi kognitif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia. Metode yang digunakan adalah analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional dengan sampel 37 responden. Instrumen yang digunakan adalah

kuesioner Mini-Mental State Examination (MMSE) dan The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). analisis data yang digunakan adalah anilisis univariat

berupa distribusi frekuensi dan analisis bivariat berupa uji Fisher Exact Test.

Hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif (P-value= 1,000).

Kata Kunci: Kualitas Tidur, Fungsi Kognitif, Lanjut usia


(5)

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DAN FUNGSI KOGNITIF

PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL MARGAGUNA

JAKARTA SELATAN

Telah disusun dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh: Azmi Hanifa

NIM: 1111104000054

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep,M.Sc Karyadi, S.Kp,M.Kep,Ph.D NIP: 1980080 200604 2 001 NIP: 19710903 200501 1 007

Penguji I Penguji II

Yenita Agus, M.Kep,Sp.Mat,Ph.D Karyadi, S.Kp,M.Kep,Ph.D NIP: 19720608 200604 2 001 NIP: 19710903 200501 1 007


(6)

(7)

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Azmi Hanifa Jenis kelamin : Perempuan

Tanggal lahir : Yogyakarta, 22 April 1994 Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Jambu I/23 Pisangan, Ciputat, Tangsel, Banten Telepon/HP : 082127777047/ 08996648891 (WA)

Email/Socmed : azhaakira@gmail.com

Motto hidup : “Sebaik baik manusia adalah yang bemanfaat bagi sesama” Riwayat Pendidikan

1998 – 2003 SD IT Baitusalam Yogyakarta 2003 – 2004 SD Yapis Pemb. V. Jayapura, Papua 2005 – 2008 SMP IT Bina Umat Yogyakarta 2009 – 2011 SMA IT Bina Umat Yogyakarta

2011 – 2016 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan / Program Studi Ilmu Keperawatan)


(9)

ix

LEMBAR PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil alamiin. Aku bersyukur atas segala karunia yang Kau beri Atas segala nikmat, Kesehatan, iman, dan rizki

Terima kasih ya Allah, Engkau tetap hadir kala hati ini telah lelah Engkau tetap hadir, kala diri ini kotor

bak lembaran putih dengan noda hitam yang penuh Sebait kalimat teruntuk Ibunda Nur Kumalasari,

Tiada kata yang dapat kuucap untuk mengungkapkan betapa berharganya dirimu dalam setiap langkah kehidupanku,

Mom,,Your’re the great momy, you’re the great woman who important for me, and you’re my

everythink, Thank you so much mom,, Persembahan cinta Ayahanda Mujtahid,

Banyak sekali kata-kata cintaku yang tak bisa kutulis disini, betapa besar aku mencintaimu

You’re my guardian in this world, you’re good man i have, and next, if i wanna get husband, i stilllike u.. and i love u, so much

Dan untuk adik-adikku,

Terimakasih atas doa dan dukungan kalian, Zakia calon Bankir Sholehah, Sarah Miss Hafidzah, dan Ahmad calon pemimpin umat yang Sholih ,,Semoga kita bisa berkumpul di

dunia dan akhirat sebagai hambaNya yang terbaik,, Aamiin Ya Robbal alamiin


(10)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia yang diberikan kepada hamba-hambaNya. Begitu pula dengan karunia yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi. Shalawat serta salam teriring penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Untaian terima kasih yang dalam penulis tujukan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc. selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep., M.Sc. selaku pembimbing I dan Bapak Karyadi, Ph.D selaku pembimbing II yang telah membimbing penulis dari awal hingga akhir dengan sabar, mengarahkan, meluangkan tenaga dan waktu yang sangat bernilai dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep., M.Sc yang juga selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberi arahan dan motivasi dari awal masuk kuliah hingga saat ini .


(11)

xi

5. Pihak Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa pendidikan (PBSB) secara penuh kepada penulis selama belajar di Program Studi Ilmu Keperawatan ini.

6. Saudara – saudariku dalam naungan rumah CSS MoRA (Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs), baik CSS MoRA Nasional maupun

CSS MoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakartayang memberikan semangat, inspirasi dan ilmu yang tak henti-hentinya.

7. Teristimewa untuk My Guardian Mujtahid dan My Queen Nur Kumalasari yang senantiasa mendoakan dan menyemangati penulis, serta ketiga saudara-saudaraku tercinta (Zaza, Sarah, dan Ahmad) yang selalu memotivasi, membantu dan mendo‟akan penulis untuk menyelesaikan tepat waktu.

8. Al ustadz KH. Musthofa Ismail, Lc., MA., LLM., yang menjadi guru besar dan selalu menasehati dan mendukung untuk segala langkah kebaikan yang penulis lakukan sejak di Pondok Pesantren Bina Umat Yogyakarta.

9. Kakanda Didi Mudiono, S.Kom.I., yang tak pernah lelah memberikan semangat serta motivasinya kepada penulis untuk terus menulis skripsi ini dan menyelesaikan tepat waktu.

10.Sahabat-sahabatku, Izzah, Lilis, Hani, Nana, Fiqo, Malik, Maliha, Pretty dan Maria yang telah menemani, menghibur, mengingatkan, dan menasehati penulis selama di perantauan ini.

11.Sahabatku yang manis, cantik nan baik yang telah membantuku dalam proses akhir skripsi ini, Ika Nur Atikoh, SKM.


(12)

12.Kawan-kawan seperjuangan PSIK angkatan 2011 yang bersama-sama berjuang, terima kasih untuk kebersamaan, pengalaman dan kenangan yang luar biasa.

Atas bantuan dan segala amal baiknya, semoga Allah SWT membalas pahala yang setimpal. Besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Kritik dan saran sangat diperlukan dalam peningkatan kualitas skripsi ini. Demikianlah paparan kata dari penulis dan penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam penulisan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ciputat, Januari 2016 Azmi Hanifa


(13)

xiii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined.

ABSTRACT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Pertanyaan Penelitian ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan ... 7

2. Bagi Panti Werdha ... 7

3. Bagi Peneliti ... 7

F. Ruang Lingkup ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Lanjut Usia ... 9

1. Definisi Lansia... 9

2. Klasifikasi Lansia ... 9


(14)

1. Teori Penuaan ... 10

C. Tidur ... 13

1. Fisiologi Tidur ... 13

2. Kualitas Tidur ... 15

3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tidur ... 17

4. Perubahan Tidur pada Lanjut Usia ... 20

D. Fungsi Kognitif ... 22

E. Penelitian Terkait ... 30

F. Kerangka Teori... 32

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS ... 33

A. Kerangka Konsep Penelitian ... 33

B. Definisi Operasional... 34

C. Hipotesis ... 36

BAB IV METODE PENELITIAN ... 37

A. Desain Penelitian ... 37

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

1. Lokasi Penelitian ... 37

2. Waktu Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

1. Populasi ... 38

2. Sampel ... 38

D. Instrumen Penelitian... 39

E. Uji Validitas dan Reabilitas ... 42

F. Metode Pengumpulan Data ... 43

G. Pengolahan Data... 44

H. Metode Analisis Data ... 46

I. Etika Penelitian ... 47

BAB V HASIL PENELITIAN ... 49

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 49

B. Hasil Analisis Univariat ... 50


(15)

xv

2. Variabel Dependen dan Independen ... 52

C. Hasil Analisis Bivariat ... 53

BAB VI PEMBAHASAN ... 55

A. Analisis Data Demografi ... 55

1. Gambaran Usia di PSTW Kategori Lansia Mandiri ... 55

2. Gambaran Jenis Kelamin pada Lansia di PSTW ... 56

3. Gambaran Tingkat Pendidikan pada Lansia di PSTW ... 56

B. Analisis Variabel Kualitas Tidur dan Fungsi Kognitif ... 57

1. Gambaran Kualitas Tidur ... 57

2. Gambaran Fungsi Kognitif ... 59

C. Analisis Korelasi Antara kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif ... 62

D. Keterbatasan Penelitian ... 64

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

1. Bagi Pendidikan Keperawatan ... 66

2. Bagi PSTW Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan ... 66

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.


(16)

DAFTAR TABEL

3.1 Definisi operasional ... 34 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Kategori Lansia Mandiri

diPSTW Budi Mulia 4 Margaguna ... 50 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin kategori Lansia Mandiri diPSTW Budi Mulia 4 Margaguna ... 51 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Kategori

Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ... 51 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kualitas Tidur Kategori Lansia

Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ... 52 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fungsi Kognitif Kategori Lansia

Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ... 52 5.6 Korelasi Data Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif Kategori Lansia


(17)

xvii

DAFTAR BAGAN

2.1 Tahap-tahap siklus tidur orang dewasa ... 15 2.2 Kerangka teori ... 32 3.1 Kerangka konsep penelitian ... 33


(18)

DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat Izin Penelitian

2. Informed Consent

3. Kuesisoner Penelitian

4. Rekapitulasi Jawaban Penelitian 5. Hasil Analisis Univariat


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memasuki era penduduk bestruktur tua

(Aging Structured Population). Sensus penduduk pada lanjut usia

menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia setelah China, India dan Jepang. Yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada tahun 2010 atau 9,6 persen dari jumlah penduduk. Hal ini disimpulkan dari presentase yang telah mencapai lebih dari 7% dari keseluruhan penduduk menurut Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) tahun 2013. Berdasarkan proyeksi kementrian kesehatan, pada tahun 2010-2035, kelompok usia 0-14 tahun dan 15-49 tahun mengalami penurunan, sedangkan kelompok usia 50-64 tahun dan 65 tahun keatas, terus mengalami peningkatan (KEMENKES, 2013).

Peningkatan pertumbuhan penduduk lanjut usia yang tejadi di Indonesia ini merupakan peningkatan dari angka Usia Harapan Hidup (UHH). Peningkatan UHH tercermin dari perbaikan kualitas dan kondisi sosial pada masyarakat. Kantor KESRA juga melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 penduduk lansia di Indonesia mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Dan perkiraan


(20)

tahun 2020 penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun. Maka dapat disimpulkan bahwa penduduk lanjut usia akan terus meningkat dari jumlah dan harapan hidup seseorang.

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Pada pencapaian umur lanjut ini, seseorang akan megalami beberapa perubahan (Maryam dkk, 2012). Jumlah lansia yang banyak di Indoneseia ini haruslah ditangani secara keseluruhan dengan memperhatikan kebutuhannya (Silvanasari, 2012). Kebutuhan fisiologis dasar manusia termasuk lansia yang harus dipenuhi adalah higiene, nutrisi, kenyaman, oksisgenasi, cairan elektrolit, eliminasi urin dan fekal, dan tidur (Potter & Perry, 2012).

Kebutuhan tidur termasuk dalam kebutuhan fisiologis. Kebutuhan tidur merupakan kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar bagi kelangsungan hidup manusia (Asmadi, 2006 dalam Silvanasari, 2012). Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan. Seorang lanjut usia akan membutuhkan waktu lebih lama untuk memulai tidur dan memiliki waktu lebih sedikit untuk tidur nyenyak. Seiring dengan penurunan fungsi tubuh dalam kaitannya dengan fisiologi tidur, jumlah kebutuhan tidur lansia mengalami penurunan (Heny dkk, 2013).

Pemeliharaan tidur menjadi salah satu aspek dari peningkatan kesehatan lanjut usia, untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang optimal sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati kualitas hidup yang lebih baik (Triyadini, dkk 2010). Menurut Potter dan Perry (2012), salah satu fungsi tidur selain untuk


(21)

3

memelihara fungsi jantung juga sebagai pemulihan fungsi kognitif. Seseorang yang mendapatkan kualitas tidur yang baik akan berpengaruh terhadap fungsi kognitifnya, dimana pada tahap tidur dihubungkan dengan aliran darah ke serebral, peningkatan konsumsi oksigen yang dapat membantu penyimpanan memori dan pembelajaran yang berhubungan dengan fungsi kognitifnya. Sehingga pemeliharaan tidur yang baik menunjukkan adanya kualitas tidur yang baik pula.

Kualitas tidur adalah ukuran di mana seseorang mendapatkan kemudahan untuk memulai tidur, mampu mempertahankan tidur, dan merasa rileks setelah bangun dari tidur (Heny, Sutrisna, dan Wira, 2013). Kualitas tidur pada lansia mengalami perubahan yaitu tidur REM mulai memendek. Penurunan progresif pada tahap NREM 3 dan 4 dan hampir tidak memiliki tahap 4. Perubahan pola tidur lansia disebabkan perubahan sistem saraf pusat yang mempengaruhi pengaturan tidur (Saryono & Widianti, 2010). Missildine (2008) juga menambahkan bahwa kekurangan tidur akan memberikan efek pada fungsi kognitif.

Pada kondisi umumnya lansia terdapat perubahan pada fisiknya yang juga mempengaruhi fungsi organ-organ dalam tubuh yang mengakibatkan kesulitan dalam melakukan Activity daily Living (ADL). ADL juga

berkaitan erat pada fungsi kognisi yang juga mengalami degenerasi pada lansia. Ketika fungsi kognitif mengalami penurunan, ini berhubungan erat dalam penurunan kapasitas intelektual. Pada seorang lanjut usia, dengan tahap-tahap tertentu dalam penurunan kapasitas intelektual menjadi masalah yang mengganggu bagi kesejahteraan dalam kehidupannya (Mongisidi,


(22)

Tumewah, & Kembuan, 2013 dan Rohana, 2011). Namun realitanya hampir 80% lansia memiliki sedikitnya satu masalah kesehatan kronis dan menurunnya kognitif serta memori (Handayani dkk, 2013).

Studi terbaru menunjukkan melalui penelitian Haimov dkk (2013), tentang perlakuan pada fungsi kognitif, yang dilakukan pada sejumlah lansia dengan inosmnia, bahwa peran tidur sangat penting untuk penerimaan memori baru sehingga kualitas tidur memiliki pengaruh besar terhadap peran memori.

Auyeung dkk (2013), juga mengungkapkan pada penelitiannya tentang fungsi kognitif yang berhubungan dengan ritme tidur pada lanjut usia di komunitas, mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara ritme tidur dengan penurunan kognitif yang signifikan.

Saryono dan Widianti (2010) mengatakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada lansia antara lain penyakit, stress psikologis, obat, nutrisi, lingkungan, motivasi, gaya hidup dan latihan. Menurut Kementrrian Sosial (2008), lingkungan menjadi faktor yang tersorot dalam kesejahteraan lanjut usia. Sementara itu, meningkatnya mobilitas pekerja usia produktif menyebabkan pengasuhan para lanjut usia di dalam keluarga menjadi makin sulit. Sehingga solusi yang tertawarkan adalah adanya institusi yang menjalankan atau mengambil alih fungsi-fungsi yang telah ditinggalkan atau diabaikan oleh keluarga, dalam hal ini panti werdha merupakan salah satu pilihan. Panti werdha akan menjadi sebuah lingkungan baru yang dimilki lansia, dengan berbagai aktivitas yang


(23)

5

menunjang supaya dimasa akhir kehidupannya tetap terpenuhi haknya dalam kesejahteraan kehidupan.

Studi pendahuluan oleh peneliti pada lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan terdapat sebanyak 205 lanjut usia. Salah satu pengelola panti tersebut mengatakan, bahwa jumlah lanjut usia terus berganti – ganti sehingga terkadang penuhnya panti menandakan bahwa lanjut usia saat ini memerlukan tempat yang layak ketika keluarga tidak dapat memenuhi hasrat kebutuhan lansia tersebut. Sehingga peneliti juga melakukan sebuah pengkajian tentang kualitas tidur kepada 6 lanjut usia, menggunakan kuesioner baku Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Didapatkan hasil dari 6 lanjut usia tersebut memilki kualitas tidur yang buruk.

B. Rumusan Masalah

Secara fisiologis, terjadi penurunan fungsi pada lanjut usia. Karenanya kesehatan pada lanjut usiapun menurun. Salah satu aspek yang mempengaruhi kesehatan lanjut usia ini adalah gangguan tidur yang dimulai dari kualitas tidur yang buruk. Sehingga ketidakmampuan untuk tidur dengan baik dapat menyebabkan kesulitan mempertahankan perhatian, waktu respon melambat, gangguan dalam memori dan konsentrasi, serta penurunan kinerja yang mana ini adalah gejala – gejala pada gangguan kognitif (Rumble & Morgan, 1999 dalam Datto dkk, 2013) (Muzammil, Afriwardi dkk, 2014). Sehingga solusi Panti Werdha yang ditawarkan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan lansia menjadi sorotan penting. Maka dari sinilah, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat


(24)

hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan?

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana demografi lanjut usia (usia, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir) di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?

2. Bagaimana gambaran kualitas tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?

3. Bagaimana gambaran fungsi kognitif pada lansia di panti sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?

4. Bagaimana hubungan kualitas tidur dan fungi kognitif pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kulitas tidur dan fungi kognitif di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui demografi lanjut usia (usia, jenis kelamin, dan pendidikan terkahir) pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna.

b. Mengetahui gambaran kualitas tidur pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna.

c. Mengetahui gambaran fungsi kognitif pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna.


(25)

7

d. Mengetahui hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna. E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan

a. Hasil penelitian ini dapat menambah literature study mengenai

hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif lanjut usia yang tinggal di Panti Werdha.

b. Memberikan informasi kesehatan lanjut usia mengenai kualitas tidurnya.

2. Bagi Panti Werdha

Aspek ini dapat memberikan informasi mengenai gambaran status kesehatan pada lanjut usia kepada pengelola panti werdha untuk tetap membantu dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan lansia terutama dalam hal kecil seperti masalah tidur.

3. Bagi Peneliti

Menambah keilmuan bagi peneliti khususnya dalam bidang keperawatan lanjut usia. Sehingga dapat diaplikasikan setiap saat dan ketika mendapatkan klien lanjut usia dengan cara khusus sesuai keilmuan yang telah didapat.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. Merupakan penelitian


(26)

dengan desain analitik kuantitatif corelation study dengan pendekatan cross sectional study. Pengumpulan data primer menggunakan instrumen

kuesioner kualitas tidur yaitu The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan kuesioner fungsi kognitif yang menggunakan Mini-Mental State Examination (MMSE), serta data demografi yang meliputi, usia, jenis

kelamin, dan pendidikan terakhir. Subjek yang diteliti adalah lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. Waktu penelitian berkisar bulan April hingga September 2015.


(27)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia

1. Definisi Lansia

Menua (menjadi tua= aging) adalah suatu proses meghilangnya

secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2009).

Menurut Setianto (2004) dalam Efendi dan Makhfudli (2009), seseorang dikatakan lanjut usia apabila usianya 65 tahun keatas. Lanjut usia bukanlah penyakit, namun suatu kelanjutan dari proses kehidupan dengan ditandai penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan kebutuhan lingkungan (Pudjiastuti, 2003 dalam Efendi dan Makhfudli, 2009). Usia lanjut dapat dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada kehidupan manusia (Keliat, 1999 dalam Maryam dkk, 2008). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai lebih dari 60 tahun.

2. Klasifikasi Lansia

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam menkes RI mempunyai batasan usia lanjut sebagai berikut: middle / young elderly usia antara


(28)

45-59 tahun, elderly usia antara 60-74 tahun, old usia 75-90 tahun dan dikatakan very old berusia diatas 90 tahun. Sedangkan menurut

Notoatmojo (2007), lanjut usia dibagi menjadi empat kelompok, kelompok dalam masa virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun), kelompok lanjut usia dini yaitu kelompok yang baru memasuki lanjut usia (55-64 tahun), kelompok lanjut usia (65 tahun keatas), dan kelompok lanjut usia risiko tinggi yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

B. Perubahan – Perubahan Pada Lanjut Usia 1. Teori Penuaan

Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Teori-teori ini menjelaskan bagaimana dan mengapa penuan terjadi. Biasanya dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu teori biologis dan teori psikososial (Stanley dan Beare, 2007).

a. Teori Biologis

Teori biologis ini menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian.

1) Teori Genetika

Teori sebab-akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan


(29)

11

pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan.

2) Teori Wear-And-Tear

Teori Wear-And-Tear (Dipakai dan Rusak) mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi organ tubuh.

3) Teori Imunitas

Teori ini menggambarkan tentang kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan sistem penuaan. Ketika seseorang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi.

4) Teori Neuroendokrin

Penuaan terjadi karena adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf. Hal ini lebih jelas ditunujukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal, dan reproduksi.


(30)

5) Riwayat Lingkungan

Menurut terori ini, fator-faktor didalam lingkungan (misalnya karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor ini diketahui memepercepat proses penuaan namun, ini adalah dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan.

b. Teori Psikososiologis 1) Teori kepribadian

Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lanjut usia.

2) Teori Tugas Perkembangan

Tugas perkembangan lanjut usia menurut Erickson mampu melihat kehidupan sesorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas. Pada kondisi tidak adanya pencapaian kehidupan yang baik, maka lansia akan disibukkan dengan rasa penyesalan dan putus asa.

3) Teori Disengagement

Teori disengagement (teori pemutusan hubungan), dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1960-an, menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran bermasayarakat dan tanggung jawabnya.


(31)

13

C. Tidur

Menurut Potter dan Perry (2012), tidur merupakan suatu keadaan yang berulang – ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Jika orang memperoleh tidur yang cukup, mereka merasa tenaganya pulih. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pulihnya tenaga setelah tidur menunjukkan bahwa tidur memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan yang berikutnya. 1. Fisiologi Tidur

Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus yang bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Siklus tidur-terjaga mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respon perilaku (Potter dan Perry, 2012).

a. Siklus tidur

Menurut Potter dan Perry (2012) tidur yang normal memiliki dua fase: yaitu pergerakan mata yang tidak cepat (tidur nonrapid eye movement, NREM) dan pergerakan mata yang cepat (tidur rapid eye movement, REM).

Tidur NREM dibagi menjadi empat stadium:

1) Stadium 1 merupakan transisi dari bangun dan ditandai oleh hilangnya pola alfa reguler dan munculnya amplitudo rendah., pola frekuensi campuran, terutama pada rentang teta (2 sampai 7 Hz). Dan gerakan mata berputar lambat. Seseorang dengan mudah terbangun oleh sensori seperti stimulus suara. Dan


(32)

ketika terbangun, seseorang akan merasa seperti telah melamun.

2) Stadium 2 ditetapkan melalui kejadian kompleks K dan kumparan tidur yang betumpang tindih pada aktivitas latar belakang yang serupa dengan stadium 1. Untuk terbangun masih relatif mudah, namun sudah memiliki peningkatan dalam relaksasi. Dan fungsi tubuh seseorang menjadi sangat lamban.

3) Stadium 3 adalah delta tidur dengan sekitar 20% tetapi kurang dari 50% aktivitas delta amplitudo tinggi(375 µV) delta (0,5 sampai 2 Hz). Kumparan tidur tetap ada, aktivitas gerakan mata tidak ada, dan aktivitas EMG (Elektromyografi) menetap pada kadar yang rendah, sehingga otot-otot mulai kendur. Tahap ini berakhir 15-30 menit.

4) Stadium 4, yaitu pola EEG (Elektro-Encephalogram) stadium 3 lambat, voltase tinggi terganggu pada sekitar 50% rekaman. NREM stadium 3 dan 4 disebut sebagai (secara kolektif) tidur “dalam”, “delta”, atau “gelombang lambat.”sangat sulit untuk membangunkan sesorang dalam tahap tidur ini. Tanda-tanda vital mulai menurun secara bermakna. Waktu ini berlangsung selama 15-30 menit.

Tidur REM merupakan tidur aktif atau tidur paradoksial. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, meningkatnya tekanan darah, gerakan mata cepat (mata cenderung


(33)

15

bergerak bolak-balik), gerakan otot tidak teratur, pernafasan tidak teratur cenderung lebih cepat, dan suhu serta metabolisme meningkat (Aspiani, 2014).

Bagan 2.1 Tahap-tahap siklus tidur orang dewasa

b. Irama Sirkadian

Orang mengalami irama siklus sebagai bagian dari kehidupan mereka setiap hari. Irama yang paling dikenal adalah siklus 24-jam, siang-malam yang dikenal dengan irama diurnal

atau sirkadian. Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi perilaku. Irama sirkadian termasuk siklus tidur-bangun harian, dipengaruhi oleh cahaya dan suhu serta juga faktor-faktor eksternal seperti aktivitas sosial dan rutinitas pekerjaan. Semua orang mempunyai aktivitas yang sinkron dengan siklus tidur mereka (Potter dan Perry, 2012).

2. Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun.

Tahap pratidur

NREM tahap 1 NREM tahap 2 NREM tahap 4

NREM tahap 3 NREM tahap 3

Tidur REM


(34)

Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas (Kozier dkk, 2004 dalam Agustin, 2012).

Menurunnya kualitas tidur pada lansia disebabkan oleh meningkatnya latensi tidur, berkurangnya efisiensi tidur, terbangun lebih awal dan kesulitan untuk kembali tidur. Hal ini berhubungan dengan proses degeneratif sistem dan fungsi dari organ tubuh pada lansia. Penurunan fungsi neurontransmiter menyebabkan menurunnya produksi hormon melatonin yang berpengaruh terhadap perubahan irama sirkadian, sehingga lansia akan mengalami penurunan tahap 3 dan 4 dari waktu tidur NREM, bahkan hampir tidak memiliki fase 4 atau tidur dalam (Stanley, 2006 dan Stockslager, 2003).

Buysee et al., (1989) melakukan penelitian tentang kualitas tidur dan pola tidur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), PSQI membedakan antara tidur yang baik dan tidur yang buruk dengan pemeriksaan tujuh komponen yaitu, kualitas tidur, kemampuan mempertahankan tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, hal-hal yang mengganggu tidur, penggunaan obat tidur dan tidak bersemangat menjalani aktivitas harian selama satu bulan terakhir (Orhan dkk, 2011). PSQI adalah instrumen yang efektif untuk mengukur kualitas dan pola tidur pada orang dewasa.


(35)

17

3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tidur

Sejumlah faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur. Seringkali faktor tunggal tiak hanya menjadi penyebab masalah tidur. Faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur. Adapun menurut Potter dan Perry (2012), berikut penjabaran nya:

a) Penyakit Fisik

Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik, atau masalah suasana hati, seperti kecemasan atau depresi, dapat menyebabkan masalah tidur. Seseorang dengan perubahan seperti itu mempunyai masalah kesulitan tertidur atau tetap tidur. Nokturia atau berkemih dimalam hari juga menjadi salah satu penyebab gangguan tidur dan siklus tidur. Dan ini sering terjadi pada lansia dengan penurunan tonus kandung kemih atau orang yang berpenyakit jantung, diabetes, uretritis, atau penyakit prostat. Lansia seringkali mengalami “sindrom kaki tak berdaya.” Dan ini akan sering mengalami kekambuhan dimalam hari, seperti merasakan sensasi gatal pada otot, sehingga akan menimbulkan terganggunya tidur pada lansia khususnya dimalam hari (Potter dan Perry, 2012).

b) Obat-obatan dan Substansi

Lansia seringkali menggunakan variasi obat untuk mengontrol atau mengatasi penyakit kroniknya, dan efek kombinasi dari obat-obatan dapat menimbulkan gangguan tidur yang serius.


(36)

L-triptofan, suatu protein alami ditemukan dalam makanan seperti susu, keju dan daging, dapat membantu seseorang mudah tidur (Potter dan Perry, 2012).

c) Gaya hidup

Rutinitas harian seseorang mempengaruhi perubahan pola tidur. Individu yang bekerja bergantian berputar (mis. 2 minggu siang, kemudian diikuti oleh 1 minggu malam) seringkali mempunyai kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur. Setelah beberapa minggu bekerja pada waktu malam hari, maka jam biologis seseorang dapat mmenyesuaikan. Perubahan lain dalam rutinitas yang menggangu pola tidur meliputi bekerja berat yang tidak biasa, mengikuti aktivitas sosial pada waktu malam, dan perubahan waktu makan malam (Potter dan Perry, 2012).

d) Stres emosional

Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan tidak bisa tidur. Seringkali lansia mengalami kehilangan yang mengarah pada stres emosional. Pensiun, gangguan fisik, kematian orang yang dicintai, dan kehilangan keamanan ekonomi merupakan contoh situasi yang situasi yang meprediposisi lania untuk cemas dan depresi. Sehingga seringkali ini mengalami perlambatan untuk jatuh tidur, munculnya tidur REM secara dini, seringkali terjaga, peningkatan total waktu tidur, perasaan tidur yang kurang, dan terbangun cepat (Potter dan Perry, 2012).


(37)

19

e) Lingkungan

Lingkungan fisik tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada kemampuan untuk tertidur dan tetap tidur. Ukuran, kekerasan, dan posisi tempat tidur mempengauhi kualitas tidur. Seseorang lebih nyaman tidur sendiri atau bersama orang lain, teman tidur dapat mengganggu tidur jika ia mendengkur. Suara juga mempengaruhi tidur (Potter dan Perry, 2012).

f) Latihan fisik dan kelelahan

Seseorang yang kelelahan biasanya memperoleh tidur yang mengistirahatkan, khususnya kelelahan ini dikarenakan dari kerja atau latihan yang menyenangkan. Latihan dua jam atau lebih sebelum waktu tidur membuat tubuh mendingin dan mempertahankan suatu keadaan kelelahan yang meningkatakan relaksasi. Akan tetapi, kelalahan yang berlebihan yang dihailkan dari kerja yang meletihkan atau penuh stres membuat sulit tidur. Hal ini juga dapat menjadikan masalah dalam kualitas dan pola tidur, dan biasanya terjadi pada anak sekolah dan remaja (Potter dan Perry, 2012).

g) Asupan makanan dan kalori

Orang tidur lebih baik ketika sehat sehingga mengikuti kebiasaan makan yang baik adalah penting untuk kesehatan yang tepat dan tidur. Kafein dan alkohol yang dikonsumsi pada malam hari mempunyai efek produksi insomnia, sehingga mengurangi atau menghindari zat tersebut secara drastis adalah strategi penting yang


(38)

digunakan untuk meningkatkan tidur. Kehilangan atau kelebihan berat badan juga dapat mempengaruhi pola tidur(Potter dan Perry, 2012).

4. Perubahan Tidur pada Lanjut Usia

Lansia tidur 6 jam setiap malamnya dan 20-25% adalah tidur REM. Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4, dan beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap 4, atau tidur yang dalam. Total waktu tidur rata-rata pada lanjut usia meningkat, namun membutuhkan waktu yang banyak untuk bisa jatuh tidur (Carney, Barrey, & Geyer, 2012). Seorang lanjut usia memiliki waktu pendek pada tidur yang dalam (delta sleep), dan lebih panjang waktunya didalam tidur stadium 1 dan 2. Hasil tes Polysomnographic

ditemukan bahwa adanya penurunan dalam slow wave sleep dan REM

(Darmojo, 2009).

Pada lanjut usia, irama sirkadian menjadi lebih lemah, tidak dapat menyesuaikan dan kehilangan tinggi rendahnya irama sirkadian. Salah satu hipotesis menyatakan suprachiasmatic nuclei mengalami

kemunduran dan mengalami kelemahan fungsi sehingga membuat irama sirkadian lanjut usia menjadi terganggu. Penurunan tinggi rendahnya irama sirkadian dapat meningkatkan frekuensi terbangun dimalam hari dan mengantuk yang amat di siang hari (Neikrug & Israel, 2010).

Penurunan hormon serotonin yang terjadi pada lanjut usia mengakibatkan penurunan melatonin (Tortora & Derrickson, 2009).


(39)

21

Crowley (2011) juga melaporkan tentang kemunduran irama sirkadian seperti suhu tubuh, kortisol, dan melatonin. Penurunan kadar melatonin dimalam hari dapat menyebabkan gangguan irama sirkadian, khususnya menjadi lebih maju. Hal ini menyebabkan banyak lanjut usia merasa mengantuk dan tertidur lebih awal di malam hari dan lebih awal di pagi hari (Crowley, 2011 & Wold, 2008).

Peningkatan frekuensi terbangun saat tidur dimalam hari pada lanjut usia dapat membuat jumlah total jam tidur menjadi berkurang (Meinner & Annette, 2006). Jumlah waktu tidur yang sebenarnya lebih sedikit dibandingkan jumlah waktu yang dihabiskan selama ditempat tidur (Wold, 2008) dan peningkatan istirahat/ tidur selama siang hari (Ceullar dkk 2007 dalam Potter & Perry, 2011)


(40)

D. Fungsi Kognitif

a. Struktur dan Fungsi Saraf Lanjut Usia

Masa penuaan terjadi secara alamiah. Perubahan terjadi disetiap sistem tubuh lansia, termasuk pada sistem saraf. Masa penuaan juga menurunkan jumlah sel saraf diberbagai daerah otak dan mengurangi zat-zat pada struktural sel saraf tersebut terutama pada dendrit. Hilangnya sel saraf tidak begitu luas dalam proses penuaan seperti yang diyakini sebelumnya. Dalam kenyataannya beberapa sel saraf tampak menyusut dan beberapa hilang. Dan ini akan mengakibatkan berubahnya beberapa fungsi seperti pada fungsi kognitif, motorik dan juga fungsi sensorik. Perubahan ini yang mencakup pada sensori dan motorik seperti kesulitan dalam menangkap informasi; dari penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan pada penciuman; sensasi getaran dan perubahan pada posisi akal. Fungsi kognitif akan dijelaskan lebih detail dibawah. Ini semua dikarenakan oleh perubahan pada neurotransmiter yang berkurang dan hipotalamus karena proses penuaan yang berlangsung. Hipokampus adalah bagian dari lobus temporal yang terpenting dalam pengaturan memori dan pembelajaran. Pada proses penuaan ini yang terjadi adalah terdapat perubahan pada struktur, hilangnya sinaps pada saraf, integritas mikrovaskular yang menurun, berkurangnya glukosa dalam proses metabolisme, dan perubahan dalam sel-sel neuroglia (Meiner & Lueckenotte, 2006).


(41)

23

b. Definisi Kognitif

Kognisi meliputi kemampuan otak untuk memproses, mempertahankan, dan menggunakan informasi. Kemampuan kognitif mencakup pemikiran, penilaian, persepsi, perhatian pemahaman, dan memori. Kemampuan kognitif ini penting pada kemampuan individu dalam membuat keputusan, menyelesaikan masalah, menginterpetasikan lingkungan dan mempelajari informasi yang baru untuk memberikan nama pada beberapa hal (Videbeck, 2008). Kata kognisi (cognition) merujuk kepada tindakan atau proses “mengetahui”, termasuk kesadaran dan penilaian (Sherwood, 2012).

c. Neurosains Kognitif 1). Otak Depan

Otak depan adalah wilayah otak yang terletak dibagian atas dan depan otak. Terdiri dari kulit otak, ganglia basalis, sistem limbik, talamus dan hipotalamus. Kulit otak adalah lapisan terluar hemisfer otak yang memainkan peran vital didalam proses-proses berfikir dan mental kita. Ganglia basal (bentuk tunggalnya: ganglion) adalah tempat berkumpulnya neuron-neuron yang krusial bagi fungsi motorik. Sistem limbik sangat penting bagi emosi, motivasi, memori dan pembelajaran. Sistem limbik ini juga memadukan tiga struktur serebral yang saling berkaitan, yaitu amigdala, septum, dan hipokampus. Talamus menyampaikan informasi sensorik lewat


(42)

kelompok-kelompok neuron yang disalurkan ke wilayah korteks yang tepat. Ia bertempat kira-kira dipusat otak, kurang lebih sejajar dengan mata. Untuk mengakomodasi semua tipe inormasi yang berbeda yang perlu dipilah-pilah.ketika talamuss mengalami malfungsi, hasilnya adalah rasa sakit, gemetaran, amnesia, kekacauan, dan perasaan tegang ketika terjaga dan tidur. Sedangkan hipotalamus berfungsi mengatur perilaku mempertahankan kelangsungan hidup, seperti bekelahi, makan, melarikan diri, dan seksualitas. Meskipun ukuran hipotalamus ini kecil (dai bahasa yunani:Hipo- atau

„dibawah‟: lokaisnya berada didasar otak depan dibawah talamus) namun, ia justru penting untuk mengontrol banyak fungsi tubuh (Sternberg, 2008).

2). Otak Tengah

Pada otak tengah terdapat sebuah sistem pengaktif retikularis (RAS, Reticular Activating System; disebut juga

„formasi retikularis‟), sebuah serabut neutron yang esensial

bagi pengaturan kesadaran, seperti pada tidur, keterjagaan, bangun dari tidur dan bahkan perhatian dalam segala hal dan fungsi vital seperti detak jantung dan pernafasan. Selain terdapat RAS, terdapat batang otak yang menghubungkan otak depan dengan saraf tulang belakang. Struktur yang disebut

periadequeductal gray (PAG) terdapat didalam batang otak ini. Menentukan batas kematian otak para ahli medis melihat


(43)

25

berdasarkan fungsi-fungsi batang otak tersebut (Sternberg, 2008).

3). Otak Belakang

Otak belakang terdiri atas medula oblongata, pons, dan serebelum. Medula oblongata mengontrol aktivitas jantung dan banyak mengontrol pernafasan, menelan an mencerna. Medula juga menjadi tempat saluran saraf yang berasal dari bagian tubuh sisi kana yang bergerak menyilang menuju sisi otak bagian kiri, dan sebaliknya. Medula oblongata adalah sebuah struktur interior memanjang yang terletak persis dititik sara tulang belakang yang memasuki tengkorak dan menempel ke otak. Medula oblongata yang mengandung RAS, membantu kita bertahan hidup. Selain medula oblongata adapula pons yang berfungsi sebagai sejenis stasiun pemancar karena ia mengandung serabut-serabut neuron yang menyalurkan sinyal dari satu bagian otak ke bagian otak lainnya. Serbelum yang berarti otak keil ini memiliki fungsi yaitu mengontrol koordinasi tubuh, keseimbangan dan penyesuaian otot dan beberapa aspek memori yang melibatkan gerakan-gerakan terkait prosedur (Sternberg, 2008).

4). Lobus-Lobus Hemisfer Otak a. Lobus Frontalis

Lobus frontalis diasosiasikan dengan pemrosesan motorik, dan proes-proses berfikir yang lebih tinggi seperti


(44)

penalaran abstrak (Sternberg, 2008). Lobus ini juga bertanggung jawab atas fungsi kognitif tertinggi, seperti pemecahan masalah, spontanitas, memori, bahasa, motivasi, penilaian, dan kontrol impuls (Hernanta, 2013). b. Lobus Parietalis

Lobus ini juga diasosiasikan dengan pemrosesan somatosensoris. Ia menerima input-input dari neuron terkait sentuhan, rasa sakit, rasa temperatur, dan posisi tungkai-tungkai tubuh (Sternberg, 2008).

c. Lobus Temporalis

Lobus temporal adalah area asosiasi primer untuk informasi auditorik dan mencakup area Wernick tempat intepretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam intepretasi bau, penyimpanan ingatan, musik, agresif dan perrilaku seksual (Muttaqin, 2008 dan Hernanta, 2013).

d. Lobus Okipitalis

Lobus oksipital adalah lobus posterior koteks cerebrum. Lobus ini terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis dan didasar fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkannya dari cerebellum. Lobus ini adalah pusat asosiasi visual utama. Lobus ini menerima informasi yang berasal dari retina. Kiri untuk melihat angka dan huruf, serta kanan untuk melihat gambar dan bentuk (Muttaqin, 2008 dan Hernanta, 2013 ).


(45)

27

d. Kognitif pada Lansia

Pada umumnya seseorang yang memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Terutama pada fungsi kognitif yang akan mempengaruhi aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian dalam diri lanjut usia tersebut (Sutarto, 2008). Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya sebagai kontributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif dan efisiensi dalam pemrosesan informasi (Papilia dkk, 2008). Penurunan terkait penuaan ditunjukan dalam kecepatan, memori jangka pendek, memori kerja dan memori jangka panjang. Perubahan ini telah dihubungkan dengan perubahan pada struktur dan fungsi otak (Agronin dan Maletta, 2011).

e. Aspek Fungsi Kognitif 1). Atensi

Atensi adalah cara-cara kita secara aktif memproses inforrmasi yang terbatas dari sejumlah besar informasi yang disediakan oleh indra, memori yang tersimpan, dan oleh proses-proses kognitif lainnya. Atensi juga mencakup baik proses-proses sadar dan proses tidak sadar (Reed, 2007). 2). Intelegensi

Intelegensi adalah kapasitas untuk belajar dari pengalaman dengan menggunakan proses-proses metakognitif dalam upayanya meningkatkan pembelajaran, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar.


(46)

Pada umumnya intelegensi diukur dengan menjumlahkan nilai pada berbagai subyek verbal dan kinerja. Kemampuan verbal tetap stabil dengan preoses penuaan normal. Sebaliknya, subyek yang membutuhkan pemikiran kreatif nonverbal dan strategi pemecahan masalah baru menunjukkan penurunan yang lambat karena penuaan (Helter, Ouslander dkk, 2009).

3). Perhatian

Perhatian melibatkan kemampuan untuk fokus pada satu atau lebih potongan-potongan informasi baik melalui auditori dan visual yang cukup lama untuk memasukkan dan mengolah data (Helter, Ouslander dkk, 2009). Dua karakteristik perhatian adalah elektivitas dan usaha mental. Selektivitas perlu untuk menjaga kita dari kelebihan dengan banyaknya informasi (Reed, 2007).

4). Fungsi eksekutif

Fungsi eksekutif mencakup kemampuan untuk mengontrol dan berperilaku langsung, membuat kesimpulan yang berarti dan penilaian yang tepat, merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas, memanipulasi beberapa potongan informasi pada satu waktu (memori kerja), urutan motorik kompleks lengkap dan memecahkan masalah abstrak dan kompleks. Kemampuan eksekutif diperankan oleh lobus frontal hemisfer serebri, terutama area prefrontal, merupakan


(47)

29

area yang penting untuk fungsi eksekutif normal (Ginsberg, 2008).

5). Memori

Memori adalah proses bertingkat dimana informasi pertama kali harus dicatat dalam area korteks sensorik kemudian diporses melalui sistem limbik untuk terrjadinya pembelajaran baru. Secara klinik memori dibagi tiga tipe dasar, yaitu:

a. Immediate memory, merupakan kemampuan untuk

merecall stimulus dalam interval waktu beberapa detik.

b. Recent memory, merupakan kemampuan untuk mengingat kejadian sehari-hari, seperti tanggal, apa yang dimakan saat sarapan, atau kejadian-kejadian baru.

c. Remote memory, merupakan rekoleksi atau mengintai

kembali kejadian yang terjadi bertahun-tahun yang lalu (tanggal lahir, sejarah, nama kerabat, dan lain-lain).

6). Bahasa

Bahasa merupakan instrumen dasar bagi komunikasi pada manusia, dan merupakan dasar dan tulang punggung bagi kemampuan kognitif. Bila terdapat gangguan hal ini akan mengakibatkan hambatan yang berarti bagi klien (Lumbantobing, 2008). Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi empat parameter, yaitu:


(48)

a. Kelancaran

Suatu metode yang dapat membantu menilai kelancaran yaitu dengan meminta pasien menulis atau berbicara spontan.

b. Pemahaman

Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami dalam suatu perintah atau perkataan, dibuktikan dengan seseorang untuk melakukan perintah tersebut.

c. Pengulangan

Kemampuan sesorang untuk dapat mengklarifikasi penyataan sebelumnya.

d. Penanaman

Penanaman merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai sebuah objek dan bagian-bagiannya.

7). Visuospasial

Kemampuan persepsi visual memerlukan pengertian lambang tentang ruang. Hubungan bentuk posisi ukuran relatif, latar depan dan latar belakang, dan ketetapan bentuk (dengan mempertahankan ciri khasnya bagaimanapun posisinya dalam ruang) adalah diantara unsur pokok pengurutan visuospaial (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).

E. Penelitian Terkait


(49)

31

darah pada Lansia di desa pasuruhan kecamatan mertoyudan kabupaten

magelang” dengan menggunakan pendekatan cross setional. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan kualitas tidur dengan fungsi kognitif (sig: 0,012 < 0,05) dan ada hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah (0,009 < 0,05) pada lansia. Uji regresi logistik menunjukkan kualitas tidur lebih mempengaruhi tekanan darah dengan nilai (sig: 0,0113 < 0,05).

Penelitian yang dilakukan oleh Orhan, dkk (2011), dalam judul “Relationship between sleep quality and depression among elderly nursing

home residents in Turkey” menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur (r=0,380 ; p=0,01) dengan depresi. Dengan prevalensi 60,3% pada kualitas tidur dari 73 lansia yang juga disertai depresi.

Penelitian yang dilakukan oleh Molly dkk, 2011, yang berjudul “Sleep Onset/Maintenance Difficulties and CognitiveFunction in Nondemented Older Adults: The Role ofCognitive Reserve”, menguji hubungan antara fungsi kognitif dan onset tidur / kesulitan pemeliharaan tidur pada lanjut usia. Hasil dari pengujian ini adalah bahwa semakin endah pendidikan yang dimiliki oleh lanjut usia akan rentan muncul efek negatif pada onset tidur / pemeliharaan tidur.


(50)

F. Kerangka Teori

Bagan 2.2Kerangka konsep menurut Teori Perubahan Kurt Lewin (1951) Lanjut Usia

Penurunan/ perubahan fungsi lanjut usia

Kebutuhan fisiologi dasar manusia:

1. Higiene 2. Nutrisi 3. Kenyamanan 4. Oksigenasi 5. Cairan elektrolit 6. Eliminasi 7. Tidur

(Potter & Perry, 2012)

Aspek – aspek fungsi kognitif: 1. Atensi (Konsentrasi) 2. Intelegensi

3. Perhatian

4. Bahasa (kelancaran, pemahaman, dan naming)

5. Memory (Immediate, recent,dan remotecontrol)

6. Visuospasial 7. Fungsi eksekutif

Fungsi Kognitif

Perubahan pada Otak dan Sel Saraf


(51)

33 BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep Penelitian

Konsep merupakan bahan dasar sebuah teori, yang dengan sendirinya terdiri dari pernyataan. Sehingga kerangka konsep adalah penggunakan satu atau beberapa konsep terkait yang mendasari masalah studi dan mendukung rasional (alasan) pelaksanaan studi tersebut (Dempsey & Arthur, 2002). Dibawah ini digambarkan mengenai kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4, yaitu mengetahui hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif lanjut usia.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Fungsi kognitif lanjut usia :

1. Intelektual 2. Perhatian 3. Bahasa 4. Memori 5. Visuospasial 6. Eksekutif

Kualitas tidur

Lanjut Usia


(52)

3.2 Tabel Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur 1. Jenis

kelamin

Identitas responden penelitian sesuai dengan kondisi biologis fisik.

Kuesioner Wawancara 1 = laki-laki 2 = perempuan

Nominal

2. Usia Usia responden yang di hitung sejak dilahirkan hingga ulang tahun terakhir.

Kuesioner Wawancara 1=60-74 tahun 2= 75-90 tahun 3= >90 tahun

Ordinal

3. Tingkat pendidikan

Jenjang ilmu pengetahuan yang didapat dari lembaga pendidikan formal terakhir.

Kuesioner Wawancara 1 = SD 2 = SMP 3 = SMA 4 = PT

Ordinal

4. Kualitas Tidur

Kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya .

Kuesioner paten yang terdiri dari 19 pertanyaan. Mengajukan pertanyaan melalui kuesioner. Dengan 19 pertanyaan, skala likert 0-3. Terbagi menjadi 2 kategori; Baik : < 5

Buruk : ≥ 5


(53)

35 kognitif aspek intelektual, perhatian, bahasa,

memori, visuospasial, dan eksekutif.

MMSE (Mini Mental Status Exaimantion).

pertanyaan melalui kuesioner.

pertanyaan, dengan nilai:

Tertinggi: 30 Terendah : 0 Dibagi menjadi 2 kategori:

Baik : >23 Buruk : ≤ 23


(54)

C. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil penelitian. Hipotesis berdasarkan pernyataannya dibagi menjadi 2 yaitu, hipotesis alternatif (H1) dan hipotesis null (H0) (Dharma, 2011). Sehingga hipotesis peneliti menurut Dharma, adalah:

H1 : Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif lanjut usia yang tinggal di Panti Werdha.


(55)

37 BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Ditinjau dari pendekatannya, peneliti menggunakan pendekatan

cross sectional, yaitu untuk mengetahui hubungan antara variabel

dependen dan variabel independen yang diidentifikasikan dalam satu waktu (Dharma, 2011). Dalam hal ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia yang tinggal di Panti Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. Terdapat satu komunitas dimana para dewasa tua atau lanjut usia berkumpul disuatu tempat dan melakukan sebuah aktifitasnya.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung dari bulan April hingga September 2015. Penelitian dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.


(56)

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen sejenis tetapi dapat dibedakan satu sama lain. Perbedaan - perbedaan itu disebabkan karena adanya nilai karakteristik yang berlainan (Supranto, 2000). Populasi penelitian ini adalah lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi. Jika n adalah jumlah elemen sampel dan N adalah jumlah elemen populasi, maka n < N (n lebih kecil dari pada N) (Supranto, 2000). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive

sampel adalah suattu teknik pengambilan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi tersebut (Nursalam, 2008). Sehingga sampel penelitian yang berdasarkan dengan kriteria inklusi berjumlah 31 responden.

Kriteria Inklusi:

a. Usia mulai dari 60 tahun keatas.


(57)

39

c. Lanjut usia yang bersedia menjadi responden tanpa paksaan. d. Lanjut usia yang tinggal di bagian mandiri di Panti Sosial

Tresna WerdhaJakarta Selatan.

e. Lanjut usia yang tidak memiliki gangguan kejiwaan. D. Instrumen Penelitian

Dalam sebuah penelitian dibutuhkan suatu alat pengumpul data. Salah satu diantara alat pengumpul data tersebut adalah kuesioner. Kuesioner ini merupakan daftar pertanyaan dalam rangka wawancara terstruktur oleh peneliti dengan responden (Imron & Munif, 2010). Instrumen dalam penelitian ini merupakan data primer yang diambil melalui dua kuesioner, yaitu:

1. Instrumen pertama berupa pertanyaan mengenai data demografi responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin dan pendidikan terakhir.

2. Mini Mental State Examination (MMSE)

Mini Mental State Examination (MMSE) adalah sebuah tes mental standar yang menilai secara klinis sebuah fungsi kognitif yang terdistribusi dan terlokasi (Ginsberg, 2008). MMSE diperkenalkan oleh Folstein pada tahun 1975. MMSE digunakan sebagai alat mendeteksi adanya gangguan kognitif pada seseorang atau individu mengevaluasi perjalanan suatu penyakit yang berhubungan dengan proses penurunan kognitif dan memonitor respon terhadap pengobatan (Turana, 2004 dalam Rianto, 2013).


(58)

MMSE adalah alat pengukuran fungsi kognitif yang baik dan tepat untuk populasi lanjut usia baik yang tinggal di panti werdha, di rumah sakit maupun di komunitas (Hartford institut).

MMSE sangat reliabel untuk menilai gangguan fungsi kognitif dan dapat digunakan secara luas sebagai pemeriksaan yang sangat sederhana untuk mendiagnosis adanya gangguan kognitif. MMSE terdiri dari 30 pertanyaan, terbagi menjadi 11 item pertanyaan dan perintah, yang meliputi rincian intelegensi, perhatian, fungsi eksekutif, memori, bahasa, dan visuospasial (Folstein, 1993). Penilaian baik buruknya fungsi kognitif didasarkan atas nilai potong yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan terakhir responden. Dinilai baik jika nilainya ≥ 23 untuk sekolah dasar(SD), ≥ 25 untuk sekolah menengah pertama (SMP), dan ≥ 26 untuk sekolah menengah atas (SMA) ke atas, sedangkan dinilai buruk jika < 23 untuk sekolah dasar(SD), < 25 untuk sekolah menengah pertama (SMP), dan < 26 untuk sekolah menengah atas (SMA) ke atas (Turana, 2004 dalam Rianto, 2013).

3. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan

instrumen yang efektif digunakan untuk mengukur kualitas dan pola tidur lanjut usia. Ini membedakan dua kategori "buruk" dan "baik" pada tidur dengan mengukur tujuh domain: kualitas tidur,


(59)

41

kemampuan mempertahankan tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, hal-hal yang mengganggu tidur,penggunaan obat tidur, dan tidak bersemangat menjalani aktivitas harian selama satu bulan terakhir.

Keuntungan menggunakan PSQI karena memiliki validitas dan reabilitas yang tinggi. Namun metode ini juga memilki memiliki kekurangan yaitu pengisian kuesioner PSQI dapat memperoleh hasil yang kurang akurat dikarenakan batasan dan kesulitan klien memahami pertanyaan sehingga perlu dipandu dalam pengisiannya. Pada penelitian ini, dengan populasi lanjut usia, PSQI adalah alat yang tepat yang sering digunakan dalam pengukuran kualitas tidur.

Kuesioner ini terdiri dari 19 pertanyaan dengan tujuh komponen atau domain dengan skala likert 0-3. Jawaban 0 untuk tidak pernah sama sekali / baik sekali, 1 untuk satu kali dalam seminggu / baik, 2 untuk dua kali dalam seminggu / buruk, dan tiga untuk tiga kali atau lebih dalam seminggu / sangat buruk (Orhan, 2011).

Penghitungan kuesioner berdasarkan setiap domain dan kemudian di total secara keseluruhan domain tersebut. Domain 1 adalah nilai dari no. 9 pada kueisoner. Domain 2 adalah jumlah skor dari no. 2 ( ≤15 mnt=0; 16-30 mnt=1;31-60 mnt=2;>60 mnt=3) ditambah no. 5a. Hasilnya jika, 0=0; 1 – 2=1; 3 – 4=2; 5 –


(60)

6=3. Domain 3 adalah skor no.4 (>7=0 ; 6-7=1 ; 5-6=2 ; <5=3). Domain 4 adalah total waktu tidur dibagi lamanya diatas tempat tidur sebelum jatuh tidur dan dikalikan 100%. Dengan hasil jika, >85%=0; 75-84%=1; 65-74%=2; <65%=3. Domain 5 adalah penjumlahan skor dari no. 5b-5j. Jika hasilnya, 0=0; 1-9=1; 10-18=2; 19-27=3. Domain 6 adalah skor no. 6. Dan domain 7 adalah penjumlahan dari no. 7 & 8 (0=0; 1-2=1; 3-4=2; 5-6=3) (Boltz, 2012).

E. Uji Validitas dan Reabilitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur (Ancok, 2006). Menurut Lapau (2013) dalam penelitian kuantitatif, untuk mendapatkan data yang valid, uji validitas ditujukan pada instrumen penelitiannya. Instrumen penelitian yang digunakan peneliti adalah intsrumen baku. Sehingga uji validitas pada kuesioner MMSE dan PSQI ini tidak dilakukan. Pada kuesioner MMSE skor 23 pertama kali diajukan sebagai ambang skor yang mengindikasikan disfungsi kognitif. Dalam 13 studi berurutan yang menilai keefektifan ambang skor MMSE ≤ 23 untuk mendeteksi demensia, sensivitas berkisar antara 63%-100% dan spesifitas berkisar antara 52% - 99% (n=23-74 orang dengan demensia dan 24-2663 orang tanpa demensia).

Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila


(61)

43

pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Ancok, 2006). Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk menghasilkan pengukuran yang konsisten.

Terdapat dua studi yang menilai konsistensi internal MMSE mendapatkan nilai alfa cronbach sebesar 0,82 dan 0,84 pada penelitian lanjut usia yang dirawat dilayanan medis dan lansia panti werdha. Kuesioner PSQI juga memiliki konsistensi internal dan koefisian reliabilitas (cronbah‟s alpha) 0,83 untuk ke tujuh komponen (Agustin, 2012).

F. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2015. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam pengambilan data dalam peneltian ini, yaitu:

1. Peneliti menentukan permasalahan, subjek penelitian, tempat penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta menentukan judul penelitian. Peneliti kemudian mengajukan surat dari fakultas untuk diberikan kepada pihak Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budia Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.

2. Setelah perizinan penelitian disetujui oleh dan pihak PSTW Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan, peneliti terlebih dahulu melakukan studi pendahuluan terkait penelitian yang akan dilakukan.


(62)

3. Selanjutnya peneliti menyusun proposal skripsi dan melakukan ujian seminar proposal skripsi.

4. Setelah melakukan ujian seminar, peneliti segera mencari calon responden yang sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian peneliti melakukan informed consent terhadap calon responden.

5. Setelah di tanda tanganinya informed consent tersebut, peneliti memberikan penjelasan cara pengisian kuesioner dan dianjurkan bertanya apabila ada pertanyaan atau pernyataan yang kurang jelas.

6. Kuesioner yang telah diisi kemudian diolah dan dianalisis oleh peneliti.

G. Pengolahan Data

Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena setelah data teranalisis barulah dapat memberikan arti dan makna yang berguna dalam memecahkan penelitian. Setelah data terkumpul, lalu dilakukan pengolahan data sebagai berikut:

1. Memeriksa data (Editing)

Editing yaitu penyuntingan dilakukan secara langsung oleh

peneliti terhadap kuesioner dari responden. Memeriksa data yang dilakukan yaitu meliputi perhitungan dan penjumlahan. Penghitungan dan penjumlahan adalah menghitung banyaknya lembaran-lembaran kuesioner dan yang sesuai dengan kriteria


(63)

45

inklusi. Tujuan dari editing ini adalah memastikan data yang diperoleh yaitu kuesionernya semua telah diisi, relevan dan dapat dibaca dengan baik.

2. Memberi Kode (Coding)

Yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Pemberian kode dilakukan untuk menyederhanakan data yang diperoleh (Notoatmodjo, 2010) dan (Rianto, 2011). Pemberian kode menggunakan angka yang sederhana.

3. Memproses Data (Processing)

Setelah pemberian kode selesai, maka data yang sudah diberi kode dipindahkan ke dalam suatu media untuk pengolahan data selanjutnya. Proses dilakukan dengan cara meng-entry data hasil kuesioner kekomputer.

4. Cleaning Data

Proses ini adalah pembersihan data dari setiap sumber atau responden selesai dimasukkan kedalam komputer sebelum dianalisis. Perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan sebagainya sehingga diperlukan koreksi dan pembenahan.


(64)

H. Metode Analisis Data 1. Analisis Univariat

Analisis Univariat ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Dari penelitian ini, peneliti akan melihat gambaran dari data demografi lanjut usia (usia, pendidikan terakhir dan jenis kelamin) dan masing masing variabel yaitu, kualitas tidur dan fungi kognitif.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat berguna untuk menghubungkan dua variabel (Umar, 2003) yaitu untuk melihat hubungan variabel kualitas tidur dan variabel fungsi kognitif lansia. Analisis yang digunakan untuk penelitian ini, yaitu uji Fisher Exact Test. Fisher probabaility exact test merupakan salah satu uji nonparametrik untuk menguji hipotesis. Pada penelitian dua variabel dengan data yang dinyatakan dengan persen, pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan statistik parametrik chi-square. Bila sampel

terlalu kecil (n < 20) dan nilai ekspektasi < 5 maka chi-square

tidak dapat digunakan. Untuk mengatasi kelemahan uji chi-square


(65)

47

Peneliti menggunakan derajat keperayaan 95% sehingga jika nilai p ≤ 0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan ada hubungan antara variabel dependen dengan independen dan apabila p > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.

I. Etika Penelitian

Seorang peniliti yang melakukan sebuah penelitian hendaknya berpegang teguh pada sikap ilmiah (scientific attitude) serta berpegang

teguh pada etika penelitian, meskipun penelitian tidak membahayakan bagi subyek. Secara garis besar terdapat 4 prinsip yang harus dipegang teguh, (Notoatmodjo, 2010) yakni:

1. Human Dignity

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut. Sebagai ungkapan, peneliti menghargai hak dan martabat subjek peneliti maka seyogianya peneliiti mempersiapkan formulir persetujuan subjek (inform concern). Responden dibacakan oleh peneliti maksud dan tujuan penelitian sebelum mengisi kuesioner dan menandatangani lembar persetujuan dari peneliti.


(66)

2. Privacy and Confidentiality (Privasi dan Kerahasiaan)

Peneliti menjaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan responden untuk kepentingan penelitian.

3. Justice and Inclusiveness (Jujur dan Keterbukaan)

Prinsip ini perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Prinsip ini menjamin agar semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama. Sehingga peneliti melakukan wawancara dengan lansia perorangan.

4. Balancing and Benefits

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat yang baik bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada umum dan khususnya. Peneliti hendaknya meminimalisir dampak yang merugikan bagi subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian mencegah dari rasa sakit, cidera, stress, maupun kematian.


(67)

49 BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna merupalan Unit Pelakana Teknis (UPT) bidang kesejahteraan sosial lanjut usia Dinas Bintal dan Kesos Provinsi DKI Jakarta. Sebagai lembaga pelayanan masyarakat PSTW Budi Mulia 4 Margaguna adalah lembaga pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya lanjut usia yang tidak mampu atau kurang beruntung dengan sumber dana APBD Provinsi DKI Jakarta.

Saat ini lansia yang berada pada PSTW Budi Mulia 4 berasal dari berbagai macam daerah. Dan berbagai cara masuknya. kebanyakan lansia tersebut adalah hasil penangkapan dari petugas Satuan Polisi Pramong Praja (Satpol PP) yang meraup para gelandangan dan pengemis yang ada dijalanan. Sehingga tidak sedikit para lansia yang berada di PSTW ini memiliki gangguan dalam kejiwaannya. Sehingga petugas panti memiliki banyak kegiatan untuk mengembalikan kesejahteraan kehidupan bagi lansia tersebut.

Kegiatan yang ditawarkan pada panti tersebut seperti rutinitas dalam beribadah dari setiap kalangan agama, olahraga, keterampilan seperti menjahit, menyulam, bermain musik angklung, karaoke, membuat kerajinan seperti keset dan bermacam-macam aksesoris. Ini


(68)

semua ditawarkan didalam panti tersebut guna untuk memberikan layanan dan kesejahteraan menikmati kehidupan terakhirnya.

PSTW Budi Mulia 4 ini juga memiliki tiga kategori untuk para lansia. Yaitu lansia mandiri, lansia setengah renta dan lansia renta. Pengkategorian ini didasarkan pada kemampuan lansia dalam kemandiriannya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Responden yang dijadikan penelitian oleh peneiliti adalah lansia yang berkategorikan mandiri dimana jumlah total keseluruhan nya adalah 76. Dari keseluruhan itu yang sesuai dengan kriteria inklusi adalah 31.

B. Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat ini digunakan untuk menganilisis variabel-variabel karakteristik individu yang ada secara deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi dan proporsi. Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi: data demografi lanjut usia yang terdiri dari usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan, kualtias tidur, dan fungsi kognitif.

1. Data Demografi Lanjut Usia a. Usia

Rata – rata usia responden yang paling banyak adalah rentan usia 60-74 tahun, yaitu sebanyak 24 responden atau 77,4%. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah ini.


(69)

51

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna

Usia N %

60-74 tahun 24 77.4

75-90 tahun 7 22.6

Total 31 100.0

b. Jenis Kelamin

Pengelompokan responden berdasarkan jenis kelamin lansia dengan kategori mandiri terdapat pada tabel 5.2 berikut:

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4

Margaguna

Jenis Kelamin N %

Laki-laki 16 51.6

Perempuan 15 48.4

Total 31 100.0

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden terdapat pada jenis kelamin laki-laki yaitu 16 orang (51,6%).

c. Tingkat Pendidikan

Lansia yang teradapat pada kategori mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini sebagian besar berlatar belakang Sekolah Dasar (SD) yakni sebanyak 16 orang. Ini dapat dilihat dari tabel 5.3 dibawah ini:


(70)

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi

Mulia 4 Margaguna

Tingkat Penidikan N %

Sekolah Dasar (SD) 16 51.6

Sekolah Menengah Pertama (SMP) 8 25.8 Sekolah Menengah Atas (SMA) 5 16.1

Perguruan Tinggi (PT) 2 6.5

Total 31 100.0

2. Variabel Dependen dan Independen a. Kualitas Tidur Lanjut Usia

Data dibawah ini menunjukkan bahwa kualitas tidur lansia kategori mandiri yang tinggal di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini memiliki kualitas yang buruk yaitu sebanyak 96,8% atau 30 orang. Seperti yang terlihat pada tabeel dibawah ini:

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kualitas Tidur Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4

Margaguna

b. Fungsi Kognitif Lanjut Usia

Pengelompokan responden berdasarkan kategori fungsi kognitif dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini.

Kualitas Tidur N %

Baik 1 3.2

Buruk 30 96.8


(71)

53

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fungsi Kognitif Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4

Margaguna

Fungsi Kognitif N %

Baik 25 80.6

Buruk 6 19.4

Total 37 100.0

Pada tabel diatas mengatakan bahwa dari keseluruhan responden yang bersedia mengikuti penelitian ini terdapat 80,6 % (25 lansia) memiliki fungsi kognitif yang baik dan 19,4 % (6 lansia) memiliki fungsi kognitif yang buruk. C. Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang akan menunjukkan hubungan antara dua variabel bisa dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.6

Korelasi Data Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4

Margaguna

Kualitas tidur

Fungsi kognitif

P.Value

Baik Buruk

N % N %

baik 1 100 0 0

1,000

buruk 28 80 8 20

Berdasarkan tabel diatas menyatakan bahwa dari p-value yang di dapatkan yaitu sebesar 1,000 yang melebihi dari batas nilai derajat kepercayaan 95% (α=0,05), dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif. Namun


(1)

(2)

Lampiran 4

REKAPITULASI DATA DEMOGRAFI

VARIABEL KUALITAS TIDUR DENGAN FUNGSI KOGNITIF

LANSIA DI PSTW BUDI MULIA MARGAGUNA JAK.SEL

No.

Usia

Jenis

kelamin

Pend.

Terakhir

Skor

PSQI

NILAI

Skor

MMSE

NILAI

1.

1

1

1

8

2

22

2

2.

2

1

1

7

2

27

1

3.

2

2

1

11

2

11

2

4.

2

2

1

11

2

16

2

5.

1

2

1

10

2

25

1

6.

1

1

2

7

2

15

2

7.

2

1

1

6

2

25

1

8.

2

2

1

10

2

26

1

9.

2

1

3

9

2

28

1

10.

1

1

1

8

2

17

2

11.

1

1

1

12

2

26

1

12.

1

2

3

9

2

27

1

13.

1

2

2

4

1

28

1

14.

1

1

1

6

2

29

1

15.

1

2

2

11

2

27

1

16.

1

2

3

11

2

29

1

17.

1

2

2

8

2

29

1

18.

1

1

2

11

2

26

1

19.

1

1

2

9

2

30

1

20.

1

1

4

5

2

26

1

21.

1

1

1

9

2

29

1

22.

1

1

4

11

2

30

1

23.

1

1

1

5

2

28

1

24.

1

2

2

8

2

27

1

25.

2

2

1

7

2

26

1

26.

1

1

3

9

2

29

1

27.

1

1

3

9

2

29

1

28.

1

2

1

5

2

24

1

29.

1

2

1

7

2

22

2

30.

1

2

2

13

2

29

1


(3)

Lampiran 5

HASIL ANALISIS SPSS UNIVARIAT

Statistics

Usia jenis kelamin ting.pend fungsi kognitif kualitas tidur

N Valid 31 31 31 31 31

Missing 0 0 0 0 0

Mean 1.23 1.48 1.77 1.19 1.97

Std. Deviation .425 .508 .956 .402 .180

A.

Usia

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 60-74 24 77.4 77.4 77.4

75-90 7 22.6 22.6 100.0

Total 31 100.0 100.0

B.

Jenis kelamin

jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 16 51.6 51.6 51.6

perempuan 15 48.4 48.4 100.0


(4)

C.

Tingkat Pendidikan

ting.pend

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SD 16 51.6 51.6 51.6

SMP 8 25.8 25.8 77.4

SMA 5 16.1 16.1 93.5

PT 2 6.5 6.5 100.0

Total 31 100.0 100.0

D.

Kualitas Tidur

kualitas tidur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 1 3.2 3.2 3.2

buruk 30 96.8 96.8 100.0

Total 31 100.0 100.0

E.

Fungsi Kognitif

fungsi kognitif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 25 80.6 80.6 80.6

Buruk 6 19.4 19.4 100.0


(5)

Lampiran 6

HASIL ANALIS SPSS BIVARIAT

Expected Count

fungsi kognitif

Total

baik buruk

kualitas tidur baik 1 0 1

buruk 24 6 30

Total 25 6 31

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kualitas tidur * fungsi kognitif 31 100.0% 0 .0% 31 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .248a 1 .618

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .438 1 .508

Fisher's Exact Test 1.000 .806

Linear-by-Linear Association .240 1 .624

N of Valid Casesb 31

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,19. b. Computed only for a 2x2 table


(6)

kualitas tidur * fungsi kognitif Crosstabulation

fungsi kognitif

Total

baik buruk

kualitas tidur baik Count 1 0 1

Expected Count .8 .2 1.0

% within kualitas tidur 100.0% .0% 100.0%

% within fungsi kognitif 4.0% .0% 3.2%

% of Total 3.2% .0% 3.2%

buruk Count 24 6 30

Expected Count 24.2 5.8 30.0

% within kualitas tidur 80.0% 20.0% 100.0%

% within fungsi kognitif 96.0% 100.0% 96.8%

% of Total 77.4% 19.4% 96.8%

Total Count 25 6 31

Expected Count 25.0 6.0 31.0

% within kualitas tidur 80.6% 19.4% 100.0%

% within fungsi kognitif 100.0% 100.0% 100.0%