Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan Masalah Pruritus Senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan

(1)

i

GAMBARAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA

DENGAN MASALAH PRURITUS SENILIS DI PANTI

SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDHI MULYA

3 MARGAGUNA JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Keperawatan (S.Kep)

Oleh

Firdiana Destiawati

NIM: 1112104000011

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI TUGAS AHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Firdiana Destiawati NIM : 1112104000011

Program Studi : Ilmu Keperawatan Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul:

Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan Masalah Pruritus Senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Jakarta Selatan

Untuk di publikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu digital library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan s publikasi saya buat dengan sebenarnya.

Ciputat, Juni 2016


(7)

vii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Juni 2016

Firdiana Destiawati, NIM: 1112104000011

Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan Masalah Pruritus Senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan

xviii+ 93 Halaman + 11 Tabel + 2 Bagan + 6 Lampiran

ABSTRAK

Pruritus senilis merupakan masalah fisik yang sering dialami lanjut usia yang bersifat subyektif dan dipengaruhi oleh aspek emosional, fisiologis, lingkungan. Aspek tersebut juga merupakan aspek yang berperan dalam kualitas hidup lanjut usia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas hidup lansia dengan masalah pruritus senilis di PSTW Budhi Mulya 03 Jakarta Selatan. Jumlah sample dalam penelitian ini adalah 56 lansia yang terdiri dari 19 orang lansia laki-laki dan 37 orang lansia perempuan. Pengambilan sample menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner World Health Organisation Quality Of Life (WHOQOL) yang kemudian dianalisa dengan menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian diperoleh hasil rata-rata diperoleh bahwa lansia dengan kualitas hidup umum baik 89,3%. Lansia dengan persepsi kesehatan umum buruk 50% dan kesehatan umum baik 50%. Lansia dengan dimensi kesehatan fisik buruk atau 50% dan lansia dengan dimensi kesehatan fisik baik 50%. Lansia dengan dimensi psikologis baik 51,8%. Lansia dengan dimensi hubungan sosial buruk 50% dan lansia dengan dimensi hubungan sosial baik 50%. Lansia dengan dimensi lingkungan baik 55,4%. Gambaran Kualitas hidup lansia dengan masalah pruritus senilis pada umumnya baik, namun pada aspek kesehatan umum, dimensi kesehatan fisik, dan dimensi hubungan sosial memiliki kualitas yang seimbang. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui efektivitas penanganan farmakologi dan non farmakologi terhadap kualitas hidup lanjut usia dengan masalah pruritus senilis.

Kata Kunci: Kualitas Hidup, Pruritus Senilis, Lansia Daftar Bacaan : 90 (1991-2015)


(8)

viii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES STUDY PROGRAM OF NURSING

ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) Syarif Hidayatullah JAKARTA

Thesis, June 2016

Firdiana Destiawati, NIM: 1112104000011

Description of Quality of Life in Elder with Senile Pruritus Problems In Social Institutions Budi Mulya 03 Tresna Werdha Margaguna South Jakarta

xviii+ 93 Pages + 11 Tables+ 2 Figures + 6 Appendixes

ABSTRACT

Senile pruritus is a common problem among elderly people which is usually subjective and affected by emotional, physiological, and environmental aspect. Those aspect influence the quality of future life. This research aims at knowing description of the quality of life of elderly with pruritus senile at PSTW Budhi Mulya 03 South Jakarta. The sample of this research are 56 elderly consisting of 19 males and 37 females. The samples were teken by using purposive sampling technique based on inclusive and exclusive criteria. The instrument is a questionnaire by World Health Organisation Quality Of Life (WHOQOL) which then analyzed by using univariate analysis. The results showed that the average quality of life of elderly with good quality of life was 89.3%. The percentage of elderly with bad general health perception was 50% and those with good general health perception 50%. The number of the elderly with bad physical health dimension was 50% and those with good physical health dimensions of was 50%. Futher, the elderly with good psychological dimensions was 51.8% in precentage. The elderly with bad social relationships was 50% of the respondents and those with good social relations was 50%. In addition, it was noticeable that 55.4% of elderly had good environmental dimension. The description of elderly with pruritus senile was generally good, however, for their general health aspect, physical helath dimension, and social relationship dimension had balance qualities. Futher study can be conducted in the area of effectiveness of pharmacological and nonpharmacological treatment on quality of life of elderly with pruritus senile.

Keyword: Quality of Life, Pruritus Senile, Elderly Reading List: 90 (1991-2015)


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‟alamiin, tiada kata yang indah untuk diucapkan selain pujian kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan proposal dengan judul “ Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan Masalah Pruritus Senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan”.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami kesulitan dan tantangan , namun berkat pertolongan-Mu Ya Rabbi serta bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Arif Sumantri, S.KM.,M.Kes., selaku dekan fakultas

2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc., Selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan Ibu Ernawati, S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB selaku sekretaris program studi ilmu keperawatan

3. Ibu Maftuhah P.hD selaku Pembimbing akademik yang senantiasa membimbing dan memberi motivasi selama 4 tahun perkuliahan berlangsung di program studi ilmu keperawatan.

4. Bapak Jamaludin, S.Kp.,M.Kep dan Ibu Ratna Pelawati, S.Kp.,M.Biomed selaku dosen pembimbing. Terimakasih telah meluangkan waktu serta


(10)

x

memberi arahan dan bimbingan dengan sabar kepada saya selama proses pembuatan skripsi ini.

5. Bapak Karyadi, S.kep,M.kep,PhD dan Ibu Puspita Palupi, S,kep. M.Kep. Ns,Sp.Mat selaku dosen penguji yang telah membantu menyempurnakan skripsi ini.

6. Seluruh jajaran dosen, laboran, admin Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberi ilmu dan pengalaman yang tak ternilai serta seluruh staf dan karyawan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Orang tua saya, Bapak Izun Faizun dan Ibu Sudarmini yang telah mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendo‟akan keberhasilan, memberi bantuan moril dan materiil yang tak terhingga kepada saya. Tak lupa Adiku Muhamad Sokhib Daulah.

8. Keluarga besar Sudirman, Budhe Sukaryani, Budhe Suwarni,Budhe Rusmini,Paman Rusmadi, Budhe Sariyah, Ibu Umiyati yang telah banyak membantu baik secara moril maupun materil selama proses perkuliahan saya berlangsung.

9. Sahabat terbaiku Iis Dahlia, ka Rizal Khoerul Haq, ka Sri Henny,Irma Putri Ananda, Vini Nurul Inayah, Hizah Septi Kurniati, Nurhidayati, Nur Indah Ritonga, Nur Cita Qomariah, Puji Rahma Pratami, Nurhidiyati, Sabrina Salsabila, Muthoharoh, Miftahul Ulya, Yuli Sri Mulyani, ka Qoys M. Iqbal, Ka Rusmanto, Angga yang selalu memberi support dan berbagi ilmu dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Saudara seperjuangan PSIK 2012 yang mau berteman dengan saya dalam 4 tahun terakhir serta mewarnai kehidupan perkuliahan saya.


(11)

xi

11. Sahabat Komda FKIK 2014 angkatan As-Syam tempat berjuang mencari jati diri dan Al-Qolam yang banyak memberi masukan kehidupan beragama yang baik.

12. Sahabat BEM PSIK dan HMPSIK yang telah memberikan banyak pengalaman besar selamamasa perkuliahan di Ilmu Keperawatan ini. 13. Sahabat HIMARI (Himpunan Alumni SMAN 1Cipari) yang juga

memberikan dukungan dan semangat selama masa perkuliahan ini.

14. Segenap managemen, rekan guru dan murid lembaga pendidikan „Gemilang‟, Bapak Fatah, Ibu Diyah, Ka Amrina, Ka Ami, Ka Indah, Ka Aan yang banyak menginspirasi dan memberi pengalaman besar selama melaksanakan perkuliahan di Ilmu Keperawatan ini

15. Sahabat „Waroeng Sehat‟, Pak Iman Santoso Bapak Faisal Ramlih, Bu Ratih, Ahmad Macan, Yun Retnowati, Sahabat Costumer Service Sehat yang telah memberi banyak pengalaman dan pelatihan sebagai bekal kehidupan dimasa depan.

16. Seluruh pihak yang telah mendukung pembuatan skripsi ini hingga selesai. Atas bantuan serta dukungan yang diberikan, semoga Allah SWT senantiasa membalas dengan pahala yang berlimpah. Semoga skripsi ini dapat bemanfaat bagi penulis maupun para pembaca. Semoga kita semua senantiasa diberikan petunjuk, limpahan rahmat, hidayah, serta inayah yang tak terhingga oleh Allah SWT.

Ciputat, Juni 2016


(12)

xii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI TUGAS AHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Pertanyaan Penelitian ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Ruang Lingkup Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Kualitas Hidup ... 9

1. Definisi Kualitas Hidup ... 8

2. Aspek Dalam Kualitas Hidup... 8


(13)

xiii

4. Pengukuran kualitas Hidup Menggunakan WHOQOL-BREEF ... 14

B. Lansia ... 18

1. Definisi Lansia ... 18

2. Tugas Perkembangan Lansia ... 19

3. Perubahan Pada Lansia ... 19

4. Perubahan Pada SIstem Integumen ... 27

C. Pruritus Senilis ... 30

1.Definisi Pruritus Senilis ... 30

2.Etiologi ... 30

3. Patofisiologi ... 31

4. Penanganan ... 32

D. Penelitian Terkait ... 32

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 34

A. Kerangka Konsep ... 34

B. Definisi Operasional ... 35

BAB IV METODE PENELITIAN ... 38

A. Desain Penelitian ... 38

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 38

C. Populasi dan Sample ... 39

D. Instrumen Penelitian ... 40

E. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

F. Teknik Pengumpulan Data ... 42

G. Pengolahan Data ... 45

H. Analisa Data ... 45

I. Etika Penelitian ... 46

BAB V HASIL PENELITIAN ... 48

A. Gambaran Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan... 48

B. Skrining Lansia dengan Masalah Pruritus Senilis ... 50

C. Karakteristik Responden ... 51


(14)

xiv

1. Gambaran Kualitas Hidup Umum Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis

Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 54

2. Gambaran Kesehatan Umum Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 56

3. Gambaran Dimensi Kesehatan Fisik Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 57

4. Gambaran Dimensi Psikologis Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 62

5. Gambaran Dimensi Hubungan Sosial Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 64

6. Gambaran Dimensi Lingkungan Lansia Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Pruritus dan Penanganan Pruritus ... 67

BAB VI PEMBAHASAN ... 70

A. Gambaran Masalah Pruritus Senilis ... 70

B. Gambaran Kualitas Hidup Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 71

1. Gambaran Kualitas Hidup Umum Lansia... 71

2. Gambaran Kesehatan Umum Lansia ... 74

3. Gambaran Dimensi Kesehatan Fisik Lansia ... 77

4. Gambaran Dimensi Psikologis Lansia ... 79

5. Gambaran Dimensi Hubungan Sosial Lansia ... 81

6. Gambaran Dimensi Lingkungan Lansia ... 83

C. Keterbatasan Penelitian ... 85

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A.Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

DAFTAR ISI ... 88


(15)

xv

DAFTAR BAGAN

1.1 Kerangka Teori... 33 1.2 Kerangka Konsep ... 34


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

2.1 Perubahan Fisik Pada Lansia ... 20

2.2 Perbahan Pada Epidermis ... 25

3.1 Definisi Operasional... 35

5.1 Hasil Skrining lansia dengan masalah pruritus senilis ... 50

5.2 Karakteristik Responden ... 51

5.3 Distribusi Kualitas Hidup Umum Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis .. 53

5.4 Distribusi Kesehatan Umum Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 54

5.5 Distribusi Dimensi Kesehatan Fisik Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 59

5.6 Distribusi Dimensi Psikologis Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 62

5.7 Distribusi Dimensi Hubungan Sosial Lansia Dengan Masalah Pruritus Senilis ... 64


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Prosedur Penelitian Lampiran 1 Lembar Inform consent Lampiran 2 Kuisioner Data Demografi Lampiran 3 Kuisioner WHOQOL-BREEF Lampiran 4 Lembar Skrining Lansia Lampiran 5 Lampiran Hasil SPSS

Lampiran 6 Terjemahan Dari Pusat Bahasa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 7 Perizinan


(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

QOL : Quality of Life Lansia : Lanjut Usia

PSTW : Panti Sosial Tresna Werdha GDP : Gula Darah Sewaktu

DHEA : Dehydroepiandosteron HR : Heart Rate

SA : Sinus Atrial

ANP :Atrial Noment Peptide PaO2 : Tekanan Oksigen Nitrit Oksida

BMR : Basal Metabolik Rate IL : Interleukin

UV : Ultra Violet

SSRIs : Selective Serotonik Reuptake Inhibitor RSUD : Rumah Sakit Umur Daerah


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

World Health Organisation (WHO) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu pada kehidupanya dalam konteks budaya dan nilai sistem dimana mereka tinggal dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar dan kekhawatiran. Konsep ini dipengaruhi oleh kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, kemandirian, hubungan sosial, keyakinan pribadi dan lingkungan tempat tinggal (WHO, 1997). Usia lanjut merupakan tahap terakhir dari kehidupan, dimana seorang telah melewati berbagai tahap kehidupan dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai lansia dan biasanya berkisar antara usia 65 dan 75 tahun (Potter & Perry, 2012).

Sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik tahun 2010, menjelaskan bahwa terdapat sekitar 36.087.424 lansia di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2010). Jumlah kelompok usia ini akan terus meningkat, pada tahun 2013 jumlah lansia meningkat 8,9% di Indonesia dan 25,3% di dunia, tahun 2050 diperkirakan terjadi peningkatan 21,4% di Indonesia dan 25,3% di dunia serta pada tahun 2100 diperkirakan terjadi peningkatan 41% di Indonesia dan 35,1% di dunia.

Jumlah lansia yang terus meningkat akan mempengaruhi kesejahteraan lansia (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Kesuksesan, kesejahteraan, dan kepuasan dalam kehidupan lansia


(20)

berkaitan erat dengan kualitas hidupnya (Fogari dan Zoppi dalam Kustanti, 2012). Kualitas hidup juga terdiri atas penilaian subyektif seseorang mengenai sejauh mana berbagai dimensi mampu memenuhi kebutuhannya. Komponen yang terdapat dalam kualitas hidup diantaranya adalah komponen lingkungan, material, fisik, mental dan sosial (Yulianti, 2014).

Lansia yang memiliki kualitas hidup yang baik cenderung mampu meningkatkan produktivitas, dan memiliki semangat dalam menjalani kehidupan dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi (Brockopp, 1999). Bastable (2002) menyatakan bahwa lansia memiliki masalah yang krusial dalam masanya sehingga mampu menurunkan kualitas hidupnya. Masalah tersebut merupakan penurunan pada aspek fisik, aspek psikologis dan aspek sosial lansia.

Gallo ett all, (1998 dalam Jafar et all, 2011) juga mengatakan bahwa lansia merupakan subjek yang rentan terhadap besarnya stressor kehidupan dan lansia merupakan populasi yang rentan terhadap penyakit. Kerentanan ini dipicu oleh adanya penurunan fisik pada lansia, termasuk penurunan fungsi sistem integumen. Salah satu masalah yang dihadapi lansia adalah pruritus senilis (Yulianti, 2014).

Pruritus senilis pada lansia terjadi dikarenakan lansia mengalami penurunan produksi imunoglobulin dan peningkatan sensitivitas tubuh sehingga lansia mudah terserang penyakit termasuk gatal-gatal atau pruritus. Pruritus termasuk masalah kulit yang paling sering terjadi pada lansia, berupa sensasi tidak nyaman di kulit yang memicu lanjut usia untuk menggaruknya. Kondisi akut memungkinkan masih dapat diatasi oleh


(21)

sesorang, namun dalam kondisi kronis pruritus senilis sudah menjadi suatu masalah yang teramat mengganggu (Fatmah, 2006). Gejala pruritus sama halnya seperti nyeri yang bersifat subyektif dan umumnya dipengaruhi oleh emosional, fisiologis, lingkungan, kognitif dan faktor sosial yang memberikan rasa tidak nyaman pada lansia (Ryan, 2004).

Prevalensi pruritus senilis diberbagai negara semakin meningkat seiring bertambahnya usia seseorang. Penelitian di Prancis pada 7.500 responden lansia mengalami pruitus dari total 10.000 populasi lansia yang mengikuti penelitian, sedangkan di Amerika Serikat 7 miliyar pasien yang mengunjungi layanan kesehatan mengeluh mengalami gatal-gatal atau

pruritus, dan 1,8 miliyar diantaranya adalah lansia yang berusia diatas 65 tahun. Negara Turki mencatat lansia dengan pruritus senilis mencapai 20% dan 12% diantaranya mengalami pruritus senilis kronik (Cohen, 2012; Berger, 2011). Studi kepustakaan yang dilakukan peneliti mendapatkan data pada penelitian yang dilakukan Suyasa (2014) menjelaskan bahwa 10% dari jumlah populasi 200 lansia mengeluh mengalami gatal-gatal (pruritus senilis).

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna, Jakarta Selatan mendapatkan data bahwa terdapat hampir 175 orang lansia dari jumlah keseluruhan 230 lansia yang mengalami masalah pruritus dan sebagian dari mereka mengalami masalah pruritus senilis.

Pruritus senilis merupakan masalah yang sering dialami lansia dan kemungkinan mampu mempengaruhi kesejahteran hidup lansia


(22)

sebagaimana dijelaskan dalam teori King dan Peplau (1994; Plumer ett all

2009) tentang konsep kualitas hidup pengaruh dari masalah gatal terhadap kualitas hidupnya belum bisa diketahui apabila tidak dilakukan riset terkait gambaran kualitas hidup pada lansia dengan gatal-gatal atau pruritus

senilis (Erturk, 2012). Perawat memiliki kepentingan untuk mengetahui bagaimana gambaran kualitas hidup lansia dengan masalah pruritus

senilis.

B. Rumusan Masalah

Lanjut usia banyak mengalami keluhan gatal (pruritus) seiring dengan peningkatan usia mereka. Masalah pruritus senilis merupakan masalah yang timbul akibat penurunan fisik pada lansia. Kondisi fisik seseorang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Gambaran kualitas hidup lanjut usia dengan masalah pruritus

senilis perlu diketahui sebagai dasar untuk mengurangi masalah pruritus

senilis pada lansia dan melihat aspek dalam kualitas hidup (Kesehatan umu, kesehatan fisik, psikologi, hubungan sosial) yang memburuk akibat adanya masalah pruritus senilis.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah gambaran kualitas hidup lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan?

2. Bagaimanakah gambaran kesehatan umum lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan?


(23)

3. Bagaimanakah kualitas kesehatan fisik lansia dengan masalah pruritus

senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan?

4. Bagaimanakah kualitas kesehatan psikologis lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan?

5. Bagaimanakah kualitas hubungan sosial lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan?

6. Bagaimanakah kualitas lingkungan sekitar lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Tentang Kualitas Hidup Lansia dengan Masalah Pruritus Senilis Di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Mergaguna Jakarta Selatan.

Tujuan khusus :

1. Diketahuinya data demografi lansia dengan masalah pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan.


(24)

2. Diketahuinya gambaran kesehatan umum lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan?

3. Diketahuinya gambaran kualitas kesehatan fisik lansia dengan masalah pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan.

4. Diketahuinya gambaran kualitas kesehatan psikologis lansia dengan masalah pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan.

5. Diketahuinya gambaran kualitas hubungan sosial lansia dengan masalah pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan.

6. Diketahuinya gambaran kualitas lingkungan lansia dengan masalah

pruritus senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan.

E. Manfaat Penelitian :

1. Bagi ilmu pengetahuan.

Diharapkan penelitian ini berkontribusi dalam memperluas pengetahuan dalam ilmu gerontologi dan sebagai dasar dalam mengembangkan derajat kesehatan lansia.

2. Bagi keperawatan.

Diharapkan penelitian ini memberikan tambahan informasi dan referensi dalam peningkatan dan pedoman tindakan keperawatan dalam


(25)

mengatasi masalah kesehatan lansia terutama masalah pruritus senilis di dalam komunitas panti sosial.

3. Bagi perawat.

Diharapkan penelitian ini memberi masukan dalam mengembangkan perencanaan asuhan keperawatan lansia di komunitas dalam hal ini komunitas panti sosial.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian tentang Gambaran Kualitas Hidup Lanjut Usia dengan Masalah Pruritus Senilis di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan di lakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian deskriptif kuantitatif. Metode pengambilan data berupa penyebaran kuisioner kepada lansia.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kualitas Hidup

1. Definisi Kualitas Hidup

World Health Organisation (WHO) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu pada kehidupanya dalam konteks budaya dan nilai sistem dimana mereka tinggal dan hubunganya dengan tujuan, harapan, standar dan kekhawatiran (WHO, 1997). Tidak ada persetujuan umum terkait dengan kualitas hidup pada lansia (Bowling , dalam Shea 2002 ). Sejauh ini masih belum ada definisi yang universal mengenai kualitas hidup. Kualitas hidup seringkali digambarkan sebagai kesejahteraan fisik, fungsional, emosional, dan faktor sosial (Yenny dan Herwana, 2006).

Kualitas hidup lansia adalah tingkat kesejahteraan dan kepuasan dengan peristiwa atau kondisi yang dialami lansia, yang dipengaruhi penyakit atau pengobatan. Kualitas hidup lansia bisa di dapatkan dari kesejahteraan hidup lansia, emosi, fisik, pekerjaan, kognitif dan kehidupan sosial ( Fogari dan Zoppi dalam Kustanti, 2012). Definisi QOL masih samar dan dianggap sebagai konsep yang sulit di definisikan. Keith menjelaskan kebanyakan peneliti tidak mendefiniskan QOL secara ekplisit dan kebanyakan peneliti memilih untuk mempelajari berbagai aspek dan dimensi dalam kualitas hidup (Keith, 2001; Galloway, 2006)


(27)

2. Aspek Dalam Kualitas Hidup

Definisi yang diberikan Cummins (1998; Glatzer, 2015) menyatakan bahwa kualitas hidup adalah konstruksi universal dari kedua definisi secara subyektif dan obyektif dimana pada domain obyektif berupa kesehatan dan domain subyektif berupa kepuasan yang kepentingnya pada setiap individu.

Netuveli dan Balne (2008; Glatzer, 2015) menyatakan bahwa pembentuk kualitas hidup adalah dimensi subyektif dan obyektif yang berupa kesehatan, psikologis, sosial dan dengan instrumen penelitian yang umum dan spesifik.

Brown (2004 dalam Glatzer, 2015) mengemukakan bahwa hubungan dengan keluarga, kontak dengan orang lain, kesehatan emosional, spiritualitas, mobilitas,kemandirian, aktivitas sosial dan komunitas, perekonomian, kesehatan pribadi, dan lainya merupakan bagian dari komponen kualitas hidup.

Fernandez – Ballesteros (2011 dalam Glatzer, 2015) mengklasifikasikan multidimensi dari kualitas hidup pada lansia berdasarkan konteks yang berbeda ( Individual/ konteks tingkat mikro

versus populasi/ konteks tingkat makro) dan pendekatan ( kondisi obyektif dan persepsi subyektif). Prespektif obyektif menunjukan pada personal atau karakteristik lingkungan mandiri atau persepsi manusia, termasuk demografi, lingkungan fisik, ekonomi, sosial, kesehatan, fungsional dengan hasil komponen obyektif pada tingkat makro atau mikro. Subyektif prespektif berhubungan dengan bagaimana individu


(28)

tersebut mengkaji domain kehidupanya (tingkat mikro) dan kondisi serta stereotipe di komunitas.

Prespektif subyektif dari kualitas hidup dioperasionalkan dengan jalan yang berbeda, menggukanan variasi indikator seperti kebahagiaan, kepuasan hidup, moral, percaya diri, aspirasi, ekspektasi, persepsi hubungan sosial dan dukungan (Glatzer, 2015).

Pengkahila (2007 dalam Kustanti, 2012) kualitas hidup lansia meliputi :

a. Aspek fisik yang meliputi kenyamanan, energi, kelelahan, dan istirahat.

b. Aspek psikososial yang meliputi perasaan positif dan negatif, harga diri, citra tubuh dan penampilan diri.

c. Tingkat independensi meliputi aktivitas fisik, ketergantungan obat dan kapasitas kerja.

d. Hubungan sosial meliputi hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas seksualitas.

e. Lingkungan : lansia berkesempatan mendapatkan informasi. f. Spiritual.

Hardywinoto dalam purwanti (2009 dalam Kustanti, 2012) menjelaskan Komponen – komponen yang mendukung kualitas hidup lansia anatara lain :

a. Aspek demografi yaitu jenis kelamin, umur, harapan hidup, pekerjaan, penghasilan dan lain – lain.


(29)

b. Aspek biologis meliputi sistem kekebalan tubuh, kerusakan sel dan jaringan akibat radikal bebas.

c. Aspek sosial dan budaya yaitu kesejahteraan sosial lanjut usia meliputi kesehatan, kesempatan kerja, bantuan sosial.

d. Aspek ekonomi yang mencakup kondisi sosial ekonomi lanjut usia

e. Aspek hukum dan etika yaitu mencakup keterbatasan sumber daya manusia dan hubungan dengan keluarga.

f. Aspek psikologi dan perilaku dipengaruhi oleh hal – hal yang disadari bagi lansia.

g. Aspek agama dan rohani yaitu upaya bagi lansia mengatasi kesulitan hidup dan percaya bahwa diciptakan oleh tuhan yang maha esa.

h. Aspek kesehatan mempengaruhi kehidupan lanjut usia seperti kesehatan fisik dan mental.

i. Aspek pembinaan kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pelayan kesehatan bagi perawatan lansia. j. Aspek keperawatan lansia bertujuan mempertahankan kesehatan

dan semangat hidup lansia dengan meningkatkan perawatan secara promotif, preventif dan kuratif (Kustanti, 2012).

Kualitas hidup biasanya dibagi dalam dimensi lingkungan fisik, sosial, dan psikologis. Kualitas hidup juga terdiri atas penilaian subjektif seseorang mengenai sejauh mana berbagai dimensi seperti lingkungan, kondisi fisik, ikatan sosial, dan kondisi psikologis dirasa


(30)

memenuhi kebutuhanya (Sadli, 2010). Lawton (1983 dalam Schalock, 1997) mendefinisikan faktor yang berperan dalam kualitas hidup sebagai “good life” bagi lansia yang terdiri dari empat sektor , yaitu :

a. Kompetensi tingkah laku : kesehatan, kesehatan fungsional, kognitif, tingkah laku sosial.

b. Kesehatan psikologi c. Penerimaan kualitas hidup d. Lingkungan objektif.

Konsep kualitas hidup menurut WHO dipengaruhi oleh kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, kemandirian, hubungan sosial, keyakinan pribadi dan lingkungan tempat tinggal (WHO, 1997). Domain dalam WHOQOL-BREEF diantaranya:

1. Kesehatan fisik

Teori Felce dan Perry (1996 dalam Rohmah ett all, 2012) mengemukakan bahwa kesejahteraan fisik difokuskan pada kesehatan. Optimum aging didapatkan pada posisi dimana fungsional lansia mencapai kondisi yang optimal atau maksimal. Fisik yang berfungsi baik memungkinkan lanjut usia untuk mencapai penuaan berkualitas. Ketidaksaiapan lansia menghadapi kondisi tersebut berdampak pada rendahnya pencapaian kualitas hidup. Fisik yang kurang berfungsi dengan baim akan menurunkan kesempatan lansia untuk mengaktualisasikan dirinya.

Kesehatan fisik adalah aspek dasar yang menentukan kualitas hidup. Kebebasan akibat dari kelemahan, penyakit dan


(31)

ketidakmampuan adalah pertimbangan penting. Keterbatasan fisik dapat mengurangi kemandirian dan menghalangi kebiasaan, aktivitas sosial dan pada tingkat yang lebih jauh akan menurunkan kepuasan hidup (Rohmah ett all, 2012: Schalock, 1997).

WHO menjelaskan bahwa dalam domain kesehatan fisik terdapat enam facet yang dijadikan indikator dalam menentukan kualitas kesehatan fisik diantaranya:

a. Aktifitas sehari-hari

b. Ketergantungan terhadap obat-obatan c. Energi dan kelelahan

d. Kemampuan gerak

e. Nyeri dan ketidaknyamanan f. Tidur dan istirahat.

g. Kapasitas kerja. (Venkatesh, 2015) 2. Faktor psikologis

Kestabilan kesejahteraan psikologis menjadi faktor yaqng berperan dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis (Renwick & Brown dalam Rohmah ett all, 2012). kesejahteraan psikologis mengacu pada afek positif, spiritualitas, berfikir, belajar, memori dan konsentrasi. Kesejahteraan psikologis menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup lansia.

Faktor psikologis merupakan faktor yang penting dalam melakukan kontrol terhadap semua kejadian yang dialami dalam hidup. Penurunan fungsi psikologis biasanya dipengaruhi oleh


(32)

penurunan fungsi fisiologis. Perubahan psikologis berasal dari kesadaran tentang merosotnya perasaan rendah diri lansia apabila dibandingkan dengan orang disekitarnya yang lebih muda. Penurunan terhadap kecerdasan emosional menyebabkan lansia menjadi mudah cemas, menyendiri, sering takut, merasa tidak dicintai, merasa gugup, sedih dan cenderung mudah depresi. Hal ini juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang.

Kesehatan kognitif juga penting terhadap kualitas hidup lansia. Dimensi ini memiliki persepsi tersendiri tentang kepuasan hidup. Banyak peneliti mengatakan bahwa persepsi pribadi terkait kesehatan kognitif berhubungan erat dengan faktor sosial ekonomi, derajat interaksi sosial dan aspek situasi kehidupan (Larson dan Schalock, 1997).

WHO menjelaskan dalam aspek psikologis seseorang terdapat beberapa indikator yang menentukan kualitas psikologis nya. Indikator tersebut dibagi dalam enam facet dalam WHOQOL-BREEF, diantaranya:

a. Citra tubuh dan penampilan. b. Perasaan negatif.

c. Perasaan positive. d. Kepercayaandiri. e. Keyakinan Personal.


(33)

h. Kemampuan berfikir, belajar, mengingat dan berkonsentrasi. (Venkatesh, 2015)

3. Faktor sosial

Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan lansia memenuhi kebutuhan dasar dengan sebaik-baiknya. Blunden (1988) mencatat bahwa dimensi kesehatan sosial merupakan element penting pada kehidupan kebanyakan orang. Memiliki hubungan menjadikan seseorang mampu menentukan pilihan, beraktivitas dan menjadi objek yang dihormati merupakan komposisi penting dari kesehatan sosial (Rohmah ett all, 2012:Schalock, 1997).

WHO menjelaskan bahwa dalam domain hubungan sosial terdapat tiga facet yang dijadikan indikator dalam menentukan kualitas hubungan sosial diantaranya:

a. Hubungan personal. b. Dukungan sosial.

c. Aktivitas seksual. (Venkatesh, 2015) 4. Faktor lingkungan

Tempat tinggal yang baik akan meningkatkan kualitas hidup pada lansia. Lingkungan hidup lansia sebaiknya dalam suasana yang tentram, damai, dan menyenangkan penghuninya sehingga


(34)

penghuni merasa betah. Salah satu aspek dalam kesejahteraan lingkungan adalah kesehatan material.

Kesehatan material adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menggunakan kebebasan terkait dengan pendapatan, hidup dengan sebagian kualitas fisik yang dapat diterima dan memiliki kepemilikan materil adalah bagian dari kualitas dan kuantitas (Rohmah ett all, 2012 : Schalock, 1997).

WHO menjelaskan bahwa dalam domain lingkungan terdapat delapan facet yang dijadikan indikator dalam menentukan kualitas lingkungan diantaranya:

a. Sumber keuangan.

b. Kebebasan, keamanan fisik, keamanan lingkungan. c. Ketersedian dan kualitas layanan fisik dan sosial. d. Lingkungan.

e. Kesempatan mendapatkan informasi. f. Berpartisipasi dalam kegiatan rekreasi. g. Lingkungan fisik (Polusi,kebisingan). h. Transportasi. (Venkatesh, 2015)

3. Kualitas hidup dalam keperawatan

Beberapa ahli keperawatan telah merumuskan konsep kualitas hidup seseorang dalam berbagai versi. Studi kepustakaan yang dilakukan Plumer (2009) menjelaskan konsep kualitas hidup menurut para teoris keperawatan, diantaranya:


(35)

a. Hildegard Peplau

Kualitas hidup menurut teori keperawatan Peplau dijelaskan sebagai persepsi subjektif pada kondisi tertentu yang sedang dialami seseorang. Kualitas hidup dapat diartikan sebagai well-being atau kesehatan fisik dan sering disamakan dengan kesehatan. Hubungannya adalah kualitas hidup adalah sebuah hasil dan sangat signifikan dengan teorinya. Kualitas hidup terus berubah sesuai dengan kondisi kehidupan seseorang dan pada dasarnya dipengaruhi oleh kesehatan, hubungan sosial (Pelpau, 1994 dalam Plumer, 2009)

b. Martha Roger

Teori Roger menjelaskan bahwa manusia dan lingkungan adalah satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan. Roger mengemukakan bahwa kualitas hidup diartikan sebagai kepuasan hidup yang seantiasa berfluktuasi berdasarkan interaksi dari individu dan lingkungan (Roger, 1994;Plumer, 2009) c. Imogene King

King menjelaskan bahwa ada interaksi yang terjadi anatara manusia dan lingkungan dengan mempresentasikanya sebagai tiga sistem yang saling terkait diantaranya sistem personal, sistem interpersonal dan sistem sosial. Kepuasan hidup dipengaruhi oleh komunikasi, interaksi dan transaksi antar individu (King, 1994;Plumer, 2009).


(36)

d. Madeline Leininger

Kualitas hidup menurut teori Leininger adalah konstruksi budaya dan fenomena yang abstrak. Kuallitas hidup dianggap sebagai tentara yang kuat untuk mendampingi, menjaga, mempromosikan kesehatan dalam sebuah budaya (Leininger, 1994;Plumer, 2009).

e. Rosemarie Rizzo Parse

Parse Mengatakan bahwa kualitas hidup diartikan sebagai pandangan seseorang terhadap momen yang telah berubah sesuai kondisinya. Kualitas hidup yang dijelaskan parse mengacu pada: sebyektivitas, persepsi yang terlalu luas, persepsi dari tiap momen yang dijalani. (Parse, 1994; Plumer, 2009)

4. Pengukuran Kualitas Hidup Menggunakan WHOQOL-BREEF

Pengukuran kualitas hidup yang dikembangkan oleh World Health Organisation Quality Of Life Group (WHOQOL Group) dengan 15 pusat penelitian yang terus mengembangkan pengkajian kualitas hidup yang bisa lintas budaya yang selanjutnya dikembangkan WHOQOL-BREEF dalam berbagai bahasa.

Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi terhadap posisi dalam kontek nilai, budaya yang tinggal dan saling berhubungan. Sama halnya dengan kita mengartikan bahwa kualitas hidup lebih kepada pandangan subyektif kaitanya dengan budaya, sosial dan lingkungan.


(37)

WHOQOL-BREEF memiliki empat domain stuktur, terdapat 24 item pertanyaan dengan pertanyaan pertama berupa pertanyaan tentang kualitas hidup secara umum dan pertanyaan kedua tentang persepsi individu tentang kesehatanya. Selanjutnya rata-rata skor tiap domain dihitung dengan nilai domain. Pengkajian ini tidak digunakan untuk mengetahui tetang kondisi fisik melainkan mengetahui efek yang akan didapat dari intervensi yang tepat (Oerley, 1996).

B. Lanjut Usia (Lansia)

1. Definisi Lansia

Definisi secara umum, seorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas (Setianto dalam Effendi, 2009). Undang – undang nomor 13 tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi ,” Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun (enam puluh) tahun ke atas” (Effendi, 2009). Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan–lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang di derita (Constntinides dalam Effendi, 2009). Lansia bukanlah suatu penyakit melainkan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beadaptasi dengan lingkungan (Pudjiastuti dalam Effendi, 2009).


(38)

2. Tugas Perkembangan Lansia

Seseorang dalam tumbuh kembangnya selalu dipengaruhi oleh tumbuh kembang pada masa sebelumnya, usia lanjut biasanya melanjutkan juga tahap perkembangan sebelumnya (Dewi, 2014). Tugas perkembangan lansia diantaranya:

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.

c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya. d. Mempersiapkan kehidupan baru.

e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai

f. Mempersiapkan diri untuk kematianya dan kematian pasaangan.

3. Perubahan Sistem Tubuh Lansia

a. Perubahan fisik (Cassel, 2003)

Tabel 2.1 Perubahan Fisik Lansia Organ atau

sistem organ

Perubahan yang terjadi

Sistem endokrin

Kerusakan toleransi glukosa(GDP meningkat 1mg/dl/dekade.Prostprandial meningkat 10mg/dl/dekade)

Peningkatan serum insulin,peningkatan hormon pertumbuhan dimalam hari mengalami penurunan puncak,

Penurunan dehydroepiandrosteron (DHEA) Penurunan testosterone


(39)

Organ atau sistem organ

Penurunan fungsi

kardiovaskuler Perubahan nadi istirahat, penurunan maksimum HR.

Kerusakan pengisian ventrikel kiri Penurunan fungsi pacemaker di SA node

Peningkatan atrial sistole untuk pengisian ventrikel

Hipertropi atrium kiri

Kontraksi dan relaksasi ventrikel yang memanjang

Penurunan inotropik kronik,respon lusitropik untuk stimulasi beta-adrenergik

Penurunan respon cardiac output

Penurunan respon hipertropi sebagai respon volume atau tekanan yang berlebihan

Peningkatan serum Atrial Numeric Peptide

(ANP)

Penebalan arteri besar, lumen,panjang, distensi berkurang.

Lapisan subendotel menebal dengan jaringan penghubung

Ukuran dan bentuk sel endotel yang tidak teratur Fragmentasi elastin di dinding arteri

Resistensi perifer meingkat.

Tekanan darah Peningkatan sistole, tidak berubahnya diastole.

Penurunan vasodilatasi mediasi beta-adrenergik.

Tidak berubahnya vasokontriksi alfa-adrenergik.

Kerusakan autoregulagi perfusi ke otak Paru-paru Peningkatan volume residu

Batuk tidak efektif

Kurang efektifnya aksi silia

Perfusi-ventilasi kurang cocok disebabkan penurunan PaO2 .

Peningkatan diameter trakea

Pembesaran saluran alveolar, kehilangan elastisitas paru, penuruan permukaan parenkim. Penurunan masa paru

Perluasan rongga thorax

Penurunan inpirasi dan ekspirasi maksimum Penurunan difusi CO


(40)

Organ atau sistem organ

Penurunan fungsi

Renal Penuruan bersihan kreatinin dan GFR 10ml/dekade

Penurunan 25% masa ginjal, peningkatan perfusi kortek dan sel juktaglomerulus

Penungkatan penyimpanan dan pengeluranan Na Kerusakan pengeluran lemak

Penurunan NO

Penurunan ketergantungan renal prostaglandin untuk mempertahankan perfusi

Penurunan aktivasi vitamin D Genitourinaria Ereksi memanjang pada pria

Penurunan intensitas orgasme untuk laki-laki dan perempuan

Pengosongan blader tidak tuntas dan peningkatan residu

Penurunan sekresi prostat di urin

Penurunan sekresi protein faktor antiadherence Tamm-Horsfall

Suhu Kerusakan pada respon menggigil

Regulasi Penurunan vasokontriksi dan vasodilatasi Penurunan produksi urin

Tulang Lambatnya penyembuhan ketika fraktur Penurunan masa tulang

Penurunan formasi osteoklas. Sendi Gangguan matrik kartilago

Modifikasi poliglikan dan glikoaminoglikan Sistem saraf

perifer

Kehilangan saraf motorik spinal Penurunan sensasi terutama di kaki Penurunan sensitivitas panas

Penurunan potensial amplitudo pada saraf sensorik

Penurunan ukuran dan besar serat fibrin Penurunan heterogenitas akson dan mielin Sistem sarat

pusat

Penurunan masa otak

Penurunan aliran darah ke otak, gangguan autoregulasi perfusi.

Proliferasi astrosit

Penurunan densitas koneksi pada dendrit Peningkatan jumlah neurofibril

Peningkatan plak senilis

Penurunan myelin dan total lemak otak Peningkatan aktivitas monoamin oksida


(41)

Organ atau sistem organ

Penurunan fungsi

Gastrointesinal Penurunan ukuran liver dan aliran darah Kerusakan pembersihan liver.

Penurunan induktivitas liver sebagai fubgsi menggabungkan enzim oksidasi, penurunan bilirubin

Penurunan sedang asam pada lambung Kerusakan pada mukosa gastric.

Penurunan masa pankreas dan enzim nya Penurunan efektifitas kontraksi kolon Penurunan penyerapan kalsium Penglihatan Gangguan pada adaptasi gelap

Kuning pada lensa

Kesulitan fokus pada jarak dekat Penurunan sensitivitas kontas Penurunan lakrimal

Penghidu Deteksi berkurang 50% Haus Penurunan haus

Gangguan pengontrolan haus oleh endorpin Keseimbangan Peningkatan respon vertibular

Penurunan jumlah sel organ korti. Pendengaran Penurunan pemrosesan sentral

Kesulitan membedakan sumber bunyi Sistem imun Penurunan mediasi sel imunitas

Rendahnya produksi antibodi Peningkatan autoantibodi

Fasilitasi produksi anti-idiotypr antibodies

Peningkatan terjasinya MGUS (Monoclonal Gammathopathy Of Unknownn Significance)

Penurunan delay hipersensitivitas

Penurunan fungsi makrofag (interferon agmma, TGF-brta, TNF, IL-6,IL-1).

Penurunan sel proliferasi.

Atropi timus dan penurunan hormon tiroid Akumulasi memori sel T

Peningkatan sirkulasi IL-6 Penurunan respon IL-2 Penurunan produksi sel B


(42)

Penuaan Sistem Integumen

Stanley (2006) menjelaskan bahwa hal-hal yang terjadi pada epidermis lansia diantaranya:

a. Stratum korneum

Stratu Korneum merupakan lapisan luar epidermis yang terdiri dari sel keratinosit. Jumlah sel dan lapisam secara esensial tidak berubah namun kohesi sel mengalami penurunan. Perbaikan lapisan sel menjadi lebih lambat, menghasilkan waktu penyembuh yang lama. Penurunan kohesivan sel berhubungan dengan penggantian sel. Pelembab pada stratum korneum berkurang tetapi status perlindungan air tetap sehingga kulit lansia menjadi tampak kering dan kasar.

b. Epidermis

Epidermis terjadi perlambatan dalam perbaikan sel, jumlah basal yang lebih sedikit dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge yang dibentuk dari penonjolan epidermal dari lapisan basal yang mengarah ke bawah. Pendataran rate ridge mengurangi area kontak antara epidermis dan pemisahan antara lapisan kulit.

Penurunan kompetensi imun merupakan hasil keseluruhan penurunan jumlah sel langerhans karena bertambahnya usia. Kerusakan sel keratinosit dapat dilihat dari kulit yang mengalami penuaan. Gangguan ini mungkin mencerminkan perubahan kecepatan proliferasi sel.


(43)

Tabel 2.2

Perubahan Pada Epidermis Perubahan Konsekuensi klinis Waktu penggantian sel

meningkat

Waktu penyembuhan lama

Penurunan melanosit Perlindungan dari sinar UV kurang Penurunan sel langerhans Respon terhadap pemeriksaan kulit

berkurang

Pendataran rate ridge Kulit mudah terpisah dan mengalami kerusakan

Kerusakan nukleus keratinosit

Kecenderungan kearah pertumbuhan sel abnormal.

c. Dermis

Volume dermal mengalami penurunan, dermis mengalami penurunan jumlah sel dan menjadi lebih tipis. Perubahan degenerative dimulai sejak usia 30 tahun, serabut elastis dan jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzim. Elastisitas yang menurun membuat dermis meningkatkan kemampuan perenggangganya, sehingga kulit melentur saat terkena tekanan, turgor kulit hilang dan organisasi kolagen jadi tidak teratur. Vaskularisasi menurun dengan lebih sedikit pembuluh darah kecil. Demis jadi berisi sedikit fibroblas, makrofag, sel batang. Kulit jadi kurang mampu mengatur termoregulasi.

d. Subkutis

Lapisan subkutis mengalami penipisan sehingga kulit tampak lebih kendur dan menggantung siatas tulang rangka. Penuruna lemak menimbulkan peningkatan resiko cedera. Lemak lebih banyak terdistribusi di bagian perut dan paha sehingga mengganggu citra tubuh lansia.


(44)

b. Perubahan mental

Faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan(hereditas), lingkungan , tingkat kecerdasan (Intelegensi quotient–I.Q) dan kenangan (memory). Kenangan dibagi menjadi dua, yaitu kenangan jangka panjang (berjam–jam sampai berhari– hari yang lalu) mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit) biasanya berupa kenangan buruk (Efendi, 2009).

c. Perubahan psikososial

Perubahan psikososial yang terjasi terutama setelah seseorang mengalami pensiun, berikut ini adalah hal –hal yang akan terjadi pada masa pensiun

1. Kehilangan sumber fiannsial atau pemasukan (income) berkurang

2. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya

3. Kehilangan teman atau realsi 4. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan

5. Merasaakn atau kesadaran akan kematian (sense of awarness of mortality) (Efendi, 2009).


(45)

C. Pruritus Senilis

1. Definisi Pruritus Senilis

Pruritus senilis merupakan gatal-gatal yang biasanya ringan dan setempat atau menyeluruh dengan sebab yang tidak pasti pada lanjut usia, diagnosa pruritus senilis biasa ditegakan dengan menyingkirkan diagnosa lain yang menyebabkan gatal pada kulit lansia (Obraun, 1991).

2. Etiologi.

a. Penuaan dan sistem imun

Perubahan yang terjadi pada sistem imun disebut dengan “immunosenescense”. Ada dua fenomena yang terjasi pada sistem imun yang mengalami penuaan. Pertama adanya proinflamatory dan kedua adanya abrasi yang signifikan dari sel T dan sel B. Beberapa pasien juga mengalami respon “alergic” semu dengan Th2 dominan. Adanya respon alergik semu disebabkan karena reaksi proinflamatory dan Th2 dominan kehilangan sel T naiv. (Cohen, 2012).

b. Penuaan dan pelindung epidermal.

Penuaan menyebabkan perubahan pada pelindung epidermal. Mendekati usia 55 tahun, permukaan pH epidermis menjadi lebih asam. Enzim yang menerima proses pembentukan lemak pembentuk pelindung epidermal air sedikit lebih asam sehingga menyebabkan berkurangnya proses perbaikan pelindung. Pasien lansia lebih rentan


(46)

untuk teriritasi dan gatal yang berasal dari produk detergent dan lebih sulit mentoleransi antigen daripada orang yang lebih muda. Asam dan symphomyelinase alami, synthase ceramide dan asam ceramides merupakan enzim yang berfungsi memproduksi ceramise dengan struktur pelindung epidermal. Pada lansia ceramide berkurang di lapisan dalam epidermis. Aquaporin-3 adalah gliserol

dan kanal membran air yang penting dalam hidrasi kulit dengan memperkuat konsentrasi gliserol lapisan statum korneum. Gen aquaporin-3 berkurang pada seseorang dengan usia lebih dari 60 tahun. Semua langkah yang terjadi dalam pelindung epidermal dan hidrasi pada lansia menimbulkan xerosis.

Kerusakan pelindung mengakibatkan pertama gagalnya pelindung untuk menurunkan resiko dermatitis karna rusaknya pelindung menyebabkan mudahnya antigen masuk. Setelah pelindung gagal, pengeluaran sitokin untuk menginduksi pelindung untuk memperbaikinya juga menyebabkan dermatitis sehingga menyebabkan masalah pada kulit (Berger, 2011)

3. Patofisiologi

Disebut dengan pruritus senilis ketika masalah penyakit kulit seperti jamur, dermatitis, penyakit sistemik penyebab gatal, gatal yang disebabkan reaksi obat disingkirkan. Pada peningkatan usia seseorang menyebabkan peningkatan sentuhan rasa nyeri dan gatal pada ambang batasnyadisebabkan adanya atropi dari sel saraf perifer. Kehilangan input sentuhan dan nosiseptif menyebabkan


(47)

pada sistem saraf pusat tidak mampu menghambat adanya sensasi gatal. Hal ini dianalogika dengan seseorang yang mengalami post amputtasi tungkai, namun tiba-tiba merasakan tungkainya terasa gatal atau ada sensasi gatal di bagian amputasinya.

Sensasi ini akan diterima oleh serabut C tak bermielin yang selanjutnya akan di bawa ke otak melalui sum-sum tulang belakang sampai ahirnya diterima oleh bagian hipotalamus lalu di bawa ke korteks dan diterjemahkan sebagai gatal. Gatal yang dirasakan lansia akan memicu bagian korteks untuk memerintahkan tubuh menggaruk bagian yang gatal. Saat terjadi proses menggaruk, gesekan tersebut akan menimbulkan luka yang selanjutnya memicu tubuh mengeluarkan histamin. Pengeluaran histamin, prostaglansin akan memicu saraf serabut C tak bermielin bekerja kembali untuk mengirim respon gatal kembali (Khairina, 2013).

4. Penanganan

a. Pengobatan untuk kulit kering

1) Penggunaan omeolin tipis di permukaan kulit secara teratur setelah mandi.

2) Hindari mandi air panas dalam waktu lama 3) Menggunakan sabun yang mengandung minyak 4) Menghindari sabun yang mampu mengiritasi kulit 5) Hindari pakaian yang mampu menimbulkan gesekan 6) Gunakan pengarur kelembabab bila perlu.


(48)

b. Terapi non-farmakologi 1) Stimulasi lapisan subkutan 2) Hipnosis

3) Terapi cahaya 4) Terapi ultraviolet c. Terapi farmakologik

1) Topikal: menthol, Tacrolimus, Doxepin, Kortikosteroid, Capsaisin

2) Sistemik: Cyclosporin, Doxepin, Oxatomide, Aminotriptyline, Mirtazipine, SSRIs (Selectife serotonin reuptake inhibitor), Ondansteron, Carbamazepine, Gabapentin, Thalidormide, Opioid Anatgonis (Ward, 2005).

D. Penelitian Terkait

Penelitian Andreas Rantepadang tahun 2012 yang berjudul Interaksi Sosial dan Kualitas Hidup Lansia di Kelurahan Lansot Kecamatan Tomohon Selatann it Metode yang digunakan peneliti adalah kuantitatif deskriptif, korelasi dan regresi, dan dari hasil penelitian tersebut, Ia menjelaskan bahwa sebagaian besar lansia di kelurahan Lansot memiliki interaksi sosial yang baik dan memiliki kualitas hidup yang baik pula. Kualitas hidup dilihat dalam tiga dimensi: yaitu dimensi biologi yang berhubungan dengan fisik dengan nilai rata-rata 4,10, psikologi dengan nilai rata-rata 3,72, spirital dengan rata-rata 4,75,. Terdapat hubungan yang signifikan antar kualitas hidup dan interaksi sosial dengan nilai korelasi


(49)

0,690. Interaksi yang kuat juga terjadi antara dimensi biologis dengan interaksi sosial lansia dengan nilai korelasi 0,673 (Rantepadang, 2012).

Penelitian Tessari, ett all. tahun 2009 dengan judul The Impact of Pruritus on Quality of Life Patient Undergoing Dialysis: a Single-Center Cohort Study. yang dilakukan pada 169 pasien yang menjalani hemodialisa atau peritonial dialisa di Italia dapat diambil kesimpulan bahwa adanya gejala pruritus atau gejala fisik lain mampu menurunkan kualitas hidup seseorang. Adanya gangguan psikologis minor dialami oleh orang-orang dengan masalah pruritus dan hal ini terjadi cukup signifikan, gangguan yang diakibatkan masalah pruritus lainya adalah masalah gangguan tidur (Tessari, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Yudianto, ett all tahun 2008 dengan judul Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur, menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan dilakukan terhadap 4 dimensi berhubungan dengan kualitas hidup penderita diabetes di poli penyakit dalam RSUD Cianjur dengan responden sebanyak 50 orang. Kuisioner kualitas hidup menggunakan WHOQOL-BREEF dan dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup penderita yang berobat di poli penyakit dalam RSUD Cianjur secara keseluruhan baik dan persepsi terhadap kesehatanya adalah memuaskan. Dimensi kesehatan fisik responden merasa lebih pusa dengan kemampuan bergaulnya, dimensi kesehatan psikologis memiliki perasaan negatif seperti cemas, putus asa dan kesepian, dimensi hubungan sosial merasa lebih puas dengan


(50)

dukungan sosial, dimensi kesehatan lingkungan lebih puas dengan kesempatan mendapat informasi (Yudianto, 2008)

Penelitian lainya tentang Status Gizi, Penyakit Kronis dan Konsumsi Obat terhadap Kualitas Hidup Dimensi kesehatan Fisik Lansia di Cilacap Utara tahun 2013 dilakukan oleh Sari. Metode penelitian ini adalah metode analitik observasional dengan rancangan cross sectional dengan jumlah responden 58 orang. Kejadian penyakit kronis dan konsumsi obat-obatan berhubungan dengan menurunya kualitas hidup dimensi kesehatan fisik pada lansia di wilayah kerja puskesmas Cilacap Utara 1. Status gizi tidak memiliki hubungan dengan kualitas hidup dimensi kesehatan fisik. Status gizi mengkin secara tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup melalui penurunan fisik (Sari, 2012).


(51)

E. Kerangka Teori Bagan 2.1 Kerangka Teori v Input : (Lingkungan, Kondisi Fisik) Lansia Penurunan fungsi tubuh Masalah pruritus senilis Throughput : Individual Choice Aktivitas sehari-hari (Pola Hidup) Penanganan masalah pruritus Tinggal di panti (Hangerty, 2001) Output :

Quality of Life

Quality of Life

King (1994): Kondisi sehat, kepuasan hidup Leininger (1994): Nilai, Pola expresi, Kepercayaan Parse (1994): Persepsi subyektif, persepsi global terhadap kehidupan Roger (1970): kepuasan hidup Peplau (1991): Kesehatan psikologis, kesejahteraan WHOQOL Group (1993) : Hubungan Sosial Kesehatan Fisik Kesehatan Psikologis Lingkungan Hadowinoto (2009) : Aspek demografi Aspek biologis Aspek sosial dan budaya Aspek ekonomi Aspek hukum Aspek psikologi Aspek agama Aspek kesehatan Lawton (1993): Kompetensi tingkah laku Kesehatan psikologi Penerimaan kualitas hidup Lingkungan objektif. Pengkhahila (2007) : Aspek fisik Aspek psikososial Tingkat independensi Hubungan sosial Lingkungan Spiritual Domain Quality of Life


(52)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah model pendahuluan dari sebuah masalah yang akan diteliti. Kerangka konsep dibuat berdasarkan literature review danteori yang sudah dipelajari variable dan masalah yang akan diteliti. Tujuan dari kerangka konsep adalah menggambarkan hubungan (Swarjana, 2012). Variable adalah atribut dari sekelompok obyek yang akan diteliti dan mamiliki variasi di dalam kelompok tersebut. Penelitian ini memiliki satu variabel penelitian yaitu kualitas hidup lanjut usia dengan masalah pruritus senilis.

Bagan 3.1: Kerangka Konsep Kualitas Hidup lansia dengan masalah pruritus senilis:

1. Kesehatan fisik 2. Psikologis 3. Hubungan sosial 4. lingkungan


(53)

35

A. Definisi Operasional

Definisi operasional adaalh suatu definisi ketika variabel-variabel penelitian memiliki sifat operasional. Definisi dari operasional menjadikan konsep yang masih bersifat abstrak menjadi operasional yang memudahkan pengukuran variabel tersebut (Wasis, 2006).

Variable Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Nama Identitas

responden. Bisa berupa nama asli atau inisial

Wawancara Kuisioner Nama responden atau inisial. Ordinal

Usia Lama waktu hidup atau sejak dia di lahirkan

(setiawan,2015)

Wawancara kuisioner Usia dalam tahun Nominal

Jenis Kelamin

Pembagian dua jenis kelamin yang ditentukan secara biologis (sudarma, 2008)

Wawancara Kuisioner 1: Laki-laki 2: Perempuan Nominal Lamanya Tinggal di panti Waktu responden sejak hari pertama tinggal di panti sampai peneliti melakukan wawancara

Wawancara Kuisioner Lamanya tinggal di panti dalam tahun


(54)

36

Lamanya mengalami

pruritus

Waktu responden sejak hari pertama mengalami

pruritus sampai peneliti melakukan wawancara

Wawancara Kuisioner Akut: <6 minggu Kronis: ≥6 minggu

Ordinal Penanganan yang telah dilakukan selama mengalami pruritus Aktivitas yang dilakukan lansia dalam rangka mengurangi atau menghilangkan gejala pruritus

Wawancara Kuisioner Jenis penanganan pruritus

1: Farmakologi 2:Non Farmakologi 3: Kombinasi keduanya 4:Tidak ditangani Ordinal Kualitas Hidup Persepsi seseorang terhadap kehidupanya berdasarkan nilai kepercayaan personal (Dewi, 2014)

Wawancara Kuisioner WHOQOL-BREEF yang terdiri dari pertanyaan kualitas hidup lansia secara umum.

Hasil uji normalitas kualitas hidup lansia dengan distribusi data tidak normal

Value≥ Median (2,0) : Baik Value< Median (2,0) : Buruk (Harstono, 2007) Ordinal Aspek kualitas hidup Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang

Wawancara Kuisioner WHOQOL-BREEF yang berisi pertanyaan persepsi kesehatan fisik

Hasil uji normalitas kesehatan umum lansia dengan

distribusi data tidak normal. Value≥ Median (2,5) : Baik Value< Median (2,5) : Buruk (Harstono, 2007)

Ordinal

Kuisioner WHOQOL-BREEF yang berisi pertanyaan domain Kesehatan fisik

Hasil uji normalitas domain Kesehatan fisik dengan distribusi data normal Value ≥ mean (22,1) : Baik


(55)

37

Value < mean (22,1): Buruk (Harstono, 2007)

Kuisioner WHOQOL-BREEF yang berisi pertanyaan domain psikologis

Hasil uji normalitas domain psikologis dengan distribusi data tidak normal

Value≥ Median (27): Baik Value< Median (27): Buruk. (Harstono, 2007)

Ordinal

Kuisioner WHOQOL-BREEF yang berisi pertanyaan domain hubungan sosial

Hasil uji normalitas domain hubungan sosial dengan distribusi tidak normal Value≥ Median (102): Baik Value< Median (102): Buruk. (Harstono, 2007)

Ordinal

Kuisioner WHOQOL-BREEF yang berisi pertanyaan domain lingkungan

Hasil uji normalitas domain lingkungan dengan distribusi tidak normal

Value≥ Median (24): Baik Value< Median (24): Buruk. (Harstono, 2007)


(56)

(57)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dan pendekatan cross sectional. Penelitian deskriptif kuantitatif adalah penelitian yang menggambarkan secara sistematis dan akurat suatu situasi atau area populasi tertentu yang bersifat faktual. Tujuan penelitian deskriptif adalah mendeskripsikan seperangkat peristiwa populasi saat ini (Sudarwan, 2003). Salah satu jenis penelitian deskriptif kuantitatif adalah penelitian perkembangan yang merupakan penelitian untuk mengetahui perkembangan subyek dengan metode

cross sectional yaitu hanya dengan satu waktu pengukuran terhadap lansia dengan keluhan pruritus dalam jangka waktu yang berbeda beda (Suhrsimi, 2010).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2016 di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan karena ± 76% lansia di PSTW mengalami pruritus secara umum dan belum ada penelitian terkait kualitas hidup lansia dengan masalah pruritus di lokasi tersebut.


(58)

C. Populasi dan Sample 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari. Tidak semua penduduk atau orang yang berdomisili dikatakan sebagai populasi dan sample. Populasi bukan hanya sekedar jumlah yang ada pada obyek yang dipelajari melainkan karakteristik dari obyek tersebut (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lanjut usia yang memiliki keluhan pruritus senilis. Setelah dilakukan skrining pada seluruh lansia di PSTW Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan didapatkan hasil bahwa lansia dengan masalah pruritus senilis berjumlah 56 orang.

2. Sample

Sample adalah bagian dari elemen populasi yang dari strategi sampling. Sample yang diambil idealnya adalah sample yang mewakili populasi. Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling. Besarnya sample yang diambil, peneliti menggunakan prinsip total sampling dimana peneliti mengambil seluruh anggota populasi menjadi subyek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi (Swarjana, 2015). Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2008).


(59)

Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah: 1. Lanjut usia yang tinggal di panti werdha. 2. Sedang mengalami keluhan pruritus senilis. 3. Dapat berkomunikasi dengan baik.

4. Mau menjadi subyek penelitian.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Instrumen penelitian dibedakan menjadi dua jenis yaitu instrumen penelitian survei dan instrumen penelitian non survei. Instrumen disusun berdasarkan kebutuhan penelitian agar diperoleh data yang sesuai. Data yang diperoleh nanti akan diolah menjadi informasi yang akan menjelaskan suatu gejala atau hubungan antar gejala (Sudarmawan, 2003). Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Kuisioner yang digunakan terdiri dari 2 jenis yaitu kuisioner data demografi dan kuisioner WHOQOL-BREEF. Kuisioner data demografi berisi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,lama tinggal di panti, lama mengalami keluhan pruritus. Kuisioner 2 menggunakan WHOQOL-BREEF yang terdiri dari 4 domain dalam kualitas hidup seseorang. Kuisioner WHOQOL-BREEF merupakan draft manual dari

World Health Organitation Quality Of Life Group (WHOQOL Group) yang merupakan salah satu anggota WHOQOL group dan telah di terjemahkan pada tahun 2004 oleh Dr Ratna Mardiati ett all. WHOQOL-BREEF terdiri dari pertanyaan tentang kualitas hidup berupa pertanyaan positive (dengan skor 1-5) dan kesehatan secara umum berupa pertanyaan


(60)

positive (dengan skor 1-5) serta keempat domain kualitas hidup berupa domain kesehatan fisik yang terdiri dari 7 pertanyaan berupa dua pertanyaan negative dan lima pertanyaan positive. Domain kedua adalah psikologik yang terdiri dari 6 pertanyaan dengan 5 pertanyaan positive dan satu pertanyaan negative. Domain ketiga adalah hubungan sosial yang terdiri dari 3 pertanyaan dengan pertanyaan positive dan yang ke empat adalah lingkungan terdiri dari 8 pertanyaan positive (Sudharma, 2007).

Penilaian pada WHOQOL_BREEF yaitu dengan memberikan skor 1-5 pada pertanyaan positive dan skor 5-1 pada pertanyaan negative. Nilai yang dihasilkan menunjukan kualitas hidup orang tersebut. Penialian pada setiap domain dihitung dengan mengalikan rata-rata item dengan 4 (Sudharma, 2007). Menentukan Penggunaan Mean dan Median, peneliti menggunakan uji normalitas kolmogorov-smirnov karena jumlah responden lebih dari 50 lansia (Harsono, 2007).

E. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas adalah mengukur ke validan instrumen. Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang valid harus memiliki validitas internal dan eksternal. Instrumen yang memiliki validitas internal berarti kriteria yang ada dalam instrumen mencerminkan teori yang telah ada. Validitas internal instrumen harus memenuhi validitas konstruksi (Sugiyono, 2012). Uji Validitas Konstruksi yang dilakukan Sudharma (2007) pada kuisioner WHOQOL-BREEF setiap item pertanyaan memiliki


(61)

nilai r berkisar antara 0,5 – 0,7. Artinya kuisioner WHOQOL-BREEF merupakan kuisioner yang valid.

Reliabilitas adalah nilai yang menunjukan konsistensi alat ukur dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003). Uji reliabilitas biasa dilakukan dengan Cronbach’s Alpha dimana reliabilitas yang baik harus memiliki naili Alpha >0,6 (Bahri, 20015). Nilai koefisien Cornbach’s alfa setiap item pertanyaan pada penggujian reliabilitas dengan nilai R: 0,8756 (Wardhani, 2006).

Artinya seluruh domain bermakna untuk menjelaskan variasi pertanyaan WHOQOL-BREEF. Artinya WHOQOL-BREEF merupakan instrument yang valid dan reliable digunakan untuk mengukur kualitas hidup lansia dengan penyakit tertentu (Sudharma, 2007).

F. Teknik Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap:

1. Menentukan permasalahan

Pada awal proses penelitian, peneliti terlebih dahulu menentukan permasalahan terkait dengan subyek penelitian, tempat penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

2. Persiapan pengumpulan data

Sebagai langkah awal, peneliti melakukan persiapan berupa mengajukan perizinan kepada pihak-pihak terkait seperti izin kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PSTP) Balai Kota Jakarta Selatan, sampai PTSP Balai Kota Jakarta Selatan memberikan surat keterangan


(62)

bahwa peneliti diizinkan melakukan penelitian di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya O3 Margaguna Jakarta Selatan. Surat yang diberikan oleh PTSP Kota Administrasi Jakarta Selatan selanjutnya di berikan kepada Dinas Sosial DKI Jakarta sebagai tembusan dan diberikan pula kepada PSTW Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan. PSTW Budhi Mulya 03 Jakarta Selatan akan memberikan perizinan langsung setelah surat dari PTSP Jakarta selatan dan pengantar kampus diberikan peneliti kepada PSTW Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan.

3. Melakukan skrining kepada seluruh lansia di panti sosial tresna werdha budhi mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan untuk menemukan lansia dengan masalah pruritus senilis.

Tahapan skrining yang dilakukan peneliti antara lain:

1. Mencatat semua daftar nama lansia di PSTW Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan.

2. Melakukan wawancara kepada lansia. hal yang ditanyakan peneliti diantaranya:

a. Gatal. Apakah pada saat itu lansia mengalami gatal? Jika lansia menjawab iya maka peneliti melanjutkan ke pertanyaan selanjutnya.

b. Apakah bagian yang gatal itu menimbulkan kemerahan atau luka. Jika iya maka apakah kemerahan atau luka tersebut yang menyebabkan sebelum gatal pada lansia atau luka tersebut timbul setelah digaruk lansia.


(63)

c. Jika luka tersebut menyebabkan gatal pada lansia maka itu bukan pruritus senilis (mungkin penyakit kulit lainya, lihat lagi tanda gejalanya).

d. Jika luka tersebut timbul setelah digaruk, maka peneliti melihat lagi apakah lansia memiliki penyakit yang dapat menyebabkan gatal seperti diabetes melitus, masalah saraf, kelainan limpa, leukimia, penyakit hodgkin,psikotik,dll. Lansia dengan masalah tersebut tidak masuk dalam katagori pruritus senilis. 4. Proses Pengumpulan Data

Peneliti mendata seluruh lansia yang tinggal di PSTW Budhi Mulya 03 Jakarta Selatan. Proses skrining dilakukan kepada seluruh lansia dengan mewawancarai lansia dan meninjau data sekunder berupa penyakit yang di derita lansia. Seluruh lansia yang sesuai dengan kriteria pruritus senilis di data oleh peneliti dan ditindaklanjuti dengan memberikan inform consent kepada calon responden tersebut.

Peneliti akan menemui calon responden dan memberikan lembar

inform consent dengan sebelumnya peneliti menjelaskan terlebih dahulu identitas peneliti dan tujuan penelitian. Calon responden yang setuju akan diberikan kuisioner dan akan dijelaskan cara mengisi kuisioner.

Peneliti memberikan kesempatan pada responden untuk bertanya kepada peneliti jika belum jelas dengan kuisioner yang diberikan. Peneliti juga akan membantu responden yang mengalami keterbatasan dalam membaca atau menulis dengan menuliskan


(64)

jawaban kuisioner sesuai dengan informasi dari responden. Kuisioner yang telah diisi oleh responden akan di cek ulang oleh peneliti untuk menghindari adanya pertanyaan yang tidak terjawab.

G. Teknik Pengolahan Data

1. Editing, yaitu kegiatan mengoreksi jawaban yang telah diberika responden. Peneliti segera melengkapi apabila terdapat ke tidaklengkapan data atau tulisan yang sulit dipahami (Sumantri, 2011). 2. Coding, yaitu pengkodean terhadap beberapa variabel yang akan diteliti. Koding sangat berguna dalam memasukan data. Peneliti memberi kode jawaban pada kuisioner (Sumantri, 2011). Jawaban pertanyaan positif bernilai 1-5 dan pertanyaan negatif bernilai 5-1 3. Entry data, yaitu memasukan semua jawaban setiap responden dalam

bentuk kode kedalam program komputer. Software yang digunakan adalah SPSS 21 for windows (Sumantri, 2011).

4. Cleaning yaitu pembersihan data untuk mencegah kesalahan yang mungkin terjadi, dalam hal ini tidak diikutsertakan nilai hilang (missing value) dalam analisis data yang tidak sesuai atau diluar range penelitian (Sumantri, 2011).

H. Analisa Data

Analisa data yang digunakan adalah analisis univariat. Analisis univariat digunakan untuk menjabarkan secara deskriptif mengenai distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variable yang diteliti baik variable bebas ataupun variable terikat. Analisis univariat berfungsi menjelaskan atau mendeskripsikan variabel penelitian (Sumantri, 2011).


(65)

I. Etika Penelitian

Prinsip etik menurut ANA yang berkaitan dengan peran perawat sebagai seorang peneliti adalah sebagai berikut :

1. Otonomi, berkaitan dengan kebebasan seseorang dalam menentukan nasibnya sendiri (independent). Hak untuk memilih apakah disertakan atau tidak dalam penelitian dengan memberi persetujuanya atau tidak memberi persetujuanya dalam inform consent (Wasis, 2006) peneliti akan memberikan kebebasan kepada calon responden untuk memilih apakah calon responden bersedia atau tidak untuk menjadi responden. Dasar informasi bagi persetujuan kedua belah pihak, dalam hal ini peneliti dan responden adalah sebagai berikut :

a. Jujur dalam menerangkan prosedur , tujuan , termasuk menyabutkan setiap prosedur yang bersifat eksperimental.

b. Mendeskripsikan keadaan yang akan terjadi, yang tidak menyenangkan, dan resiko yang memungkinkan akan terjadi

c. Menjelaskan manfaat dari penelitian yang sedang di laksanakan d. Menjelaskan setiap prosedur alternatif yang cocok dan mungkin

lebih menguntungkan subjek penelitian.

e. Memberi kesempatan pada subjek untuk bertanya mengenai prosedur yang telah dijelaskan.

f. Memberikan kesempatan kepada informan untuk berfikir mengenai keikutsertaan dalam proyek penelitian ini (Wasis, 2006).

2. Beneficence merupakan prinsip berbuat baik kepada responden dan semuanya demi kebaikan responden dalam batas hubungan yang wajar


(66)

(Wasis, 2006). Peneliti akan berbuat baik dalam hal yang wajar kepada responden dan tidak membeda-bedakan.

3. Nonmaleficience artinya dalam penelitian tidak mengandung unsur bahaya atau merugikan responden (Wasis, 2006). Penelitian tidak melukai responden atau memberikan kerugian baik secara fisik maupun materi.

4. Confidenttiality menganjurkan peneliti untuk merahasiakan data – data yang sudah dikumpulkanya. Jawaban tanpa nama dapat dipakai dan sangat dianjurkan subjek penelitian yang tidak menyebutkan identitasnya (Wasis, 2006). Hanya peneliti dan responden yang mengetahui jawaban responden dan peneliti memperbolehkan responden untuk hanya memberikan inisial saja pada saat responden menulis nama.

5. Veracity dalam proyek penelitian yang dilakukan oleh perawat hendaknya dijelaskan secara jujur tentang manfaatnya, efeknya dan apa yang di dapat jika pasien dilibatkan dalam proyek tersebut (Wasis, 2006). Peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian dan manfaat yang akan diterima calon responden bila turut serta berpartisipasi dalam penelitian.


(67)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan pada bulan Februari 2016 sampai bulan April 2016. Penelitian dilakukan kepada lansia yang tingal dan menjadi Warga Binaan Sosial di PSTW Budhi Mulya 3 dengan usia ≥ 60 tahun dan memiliki masalah pruritus senilis berdasarkan hasil skrining.

A. Gambaran Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna

Jakarta Selatan

Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan merupakan unit pelayanan teknis dinas dan kesos dalam pelayanan kesejahteraan sosial usia terlantar. PSTW dipimpin oleh seorang kepala panti yang bertanggungjawab kepada kepala dinas. PSTW memiliki tugas menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia terlantar yang meliputi identifikasi dan assasement, perawatan, bimbingan dan penyaluran serta bina lanjut.

PSTW Budhi Mulya 03 Margaguna terdiri dari: 1. Kepala panti.

2. Sub bagian tata usaha. 3. Seksi perawatan.

4. Seksi bimbingan dan penyaluran. 5. Subkelompok jabatan fungsional.


(68)

PSTW Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan memiliki beberapa program kegiatan, diantaranya:

1. Bimbingan Rohani (Islam 4kali per minggu, Kristen 1kali per minggu) 2. Olahraga senam lansia 2kali per minggu

3. Bimbingan Keterampilan (Menjahit,Membuat keset, Membuat Bunga, Menyulam Taplak)

4. Pelayanan kesehatan

5. Kesenian (Qasidahan, Angklung, Karaoke) 6. Rekreasi

7. Penyaluran (Kembali ke keluarga, Pemakaman)

Lansia yang tinggal di PSTW Budhi Mulya 03 Margaguna disebut sebagai Warga Binaan Sosial yang selanjutnya disingkat WBS di PSTW Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta selatan yang berjumlah 232. WBS berasal dari berbagai daerah, sebagian mereka ada yang dititipkan keluarganya, ada juga yang berasal dari jalan raya yang dibawa oleh dinas keamanan kota Jakarta. Para WBS tinggal di ruangan yang telah di sediakan panti. Ada 14 ruangan yang tersedia di panti yaitu ruangan Melati, Mawar, Cempaka, Kenanga, Tulip, Lili, Rajawali, Merpati, Susi, Observasi, Cendrawasih, Kutilang dan Anggrek. Pembagian WBS di ruanganya berdasarkan kemandirian lansia yang dibagi menajdi kategori, Katagori Mandiri (Melati, Lili, Tulip, Merpati, Rajawali, Susi, Cempaka, Gardena) Katagori Renta (Kutilang,Cendrawasih,Anggrek, Kenanga, Mawar) dan ruang Observasi bagi lansia yang baru datang dan di bawa oleh satpol PP. WBS yang tinggal di PSTW Budhi Mulya 03 Margaguna adalah lansia dengan rentang usia 55


(69)

tahun–105 tahun dengan lamanya tinggal di panti berkisar antara 2 minggu sampai 25 tahun. Setiap harinya mereka mendapat makan besar sebanyak 3 kali sehari dan camilan 1 kali sehari.

B. Skrining Lansia dengan Masalah Pruritus Senilis

Sebelum dilakukan pengambilan data, peneliti melakukan skrining untuk menemukan lansia dengan masalah pruritus senilis karena sebelumnya data tentang lansia dengan masalah pruritus senilis belum tersedia. Sebelum melaksanakan skrining, peneliti terlebih dahulu berkonsultasi kepada expert dalam hal ini kepada Dokter Devi Arofah SpKK. Setelah menjalani dua kali pertemuan untuk membahas panduan skrining maka peneliti mulai melaksanakan skrining. Setelah dilakukan skrining terhadap 232 lansia, maka peneliti mendapatkan hasil bahwa terdapat 56 lansia yang sesuai dengan kriteria mengalami masalah pruritus senilis.

Tabel 5.1.

Hasil Skrining Lansia dengan Masalah Pruritus Senilis

Variabel Frekuensi Presentase

Pruritus Senilis 56 24%

Bukan Pruritus Senilis 176 76%

Total 232 100%

Masalah pruritus senilis di PSTW Budhi Mulya 03 Margaguna dialami oleh 56 responden dengan presentase 24% dari seluruh responden


(70)

total. Dari ke-56 lansia dengan masalah pruritus senilis, semuanya diberi lembar inform consent dan semua lansia bersedia untuk menjadi responden.

C. Karakteristik Responden

Penelitian dilakukan terhadap 56 sample penduduk lansia yang dipilih melalui skrining sesuai pengidentifikasian lansia dengan masalah pruritus senilis. Penggambilan data dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret–April 2016.

Tabel 5.2.

Karakteristik Responden

D

ata yang diperoleh dari penelitian diketahui bahwa usia responden berada pada rentang usia 60 tahu sampai 105 tahun. Lamanya lansia yang tinggal dipanti berkisar antara 1 bulan sampai 25 tahun, mayoritas responden berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 37 lansia dan presentase 66,1%.

No Karakteristik Frekuensi Presentase (%) 1. Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan 19 37 33,9% 66,1% 2. Lama Pruritus

Akut Kronik 38 18 67,9% 32,1% 3. Penanganan Pruritus

Farmakologis Non Farmakologis Kombinasi Keduanya Tidak Ditangani 17 15 9 15 30,4% 26,8% 16,1% 26,8%


(71)

Responden laki-laki berjumlah 19 lansia dengan 33,9%. Ditinjau dari lamanya lansia mengalami pruritus senilis, lansia yang mengalami pruritus akut sebanyak 38 orang atau 67,9% dari total responden. Lansia yang mengalami pruritus kronik sebanyak 18 orang atau 32,1% dari total responden. Masalah pruritus yang dialami lansia menyebabkan lansia berespon untuk menangani masalah tersebut dengan berbagai cara. Sebanyak 17 atau 30,4% dari total responden menangani masalah pruritus dengan obat-obatan baik obat yang dikonsumsi atau obat yang dioleskan pada lokasi yang gatal. Responden yang menangani masalah pruritus senilisnya dengan terapi non-farmakologis dengan cara memberikan kompres air hangat atau pemberian lotion pada lokasi gatal terdapat 15 orang atau 26,8% dari total responden. Responden yang mengombinasikan kedua terapi ini sebanyak 9 orang atau 16,1% dari total responden dan responden lain yang mengatakan tidak memberikan penanganan khusus pada pruritusnya sebanyak 15 orang atau 26,8% dari total responden.


(72)

D.Distribusi Kualitas Hidup Lansia

1. Gambaran Kualitas Hidup Umum Lansia berdasarkan karakteristik

jenis kelamin,lama pruritus dan penanganan pruritus.

Tabel. 5.3

Distribusi Kualitas Hidup Umum Lansia berdasarkan karakteristik jenis kelamin,lama pruritus dan penanganan pruritus.

Berdasarkan distribusi responden menurut kualitas hidupnya, secara umum responden memiliki kualitas hidup yang baik dengan jumlah

Variable Kualitas hidup

umum

Total Buruk Baik

Jenis Kelamin

Laki-laki 4 (21%) 15 (79%) 19 (100%) Perempuan 2 (5,4%) 35

(94,6%)

37 (100%) Lama

mengalam i Pruritus

Akut<6 minggu 3 (7,9%) 35 (92,1%)

38 (100%) Kronis>6minggu 3

(16,7%) 15 (83,3%) 18 100% Penangan gan Pruritus

Farmakologi 3 (17,6%)

14 (82,4%)

17 (100%) Nonfarma-kologi 0 15

(100%)

15 (100%) Kombinasi 3

(33,3%) 6 (66,7%)

9 (100%) Tidak Ditangani 0 15

(100%)

15 (100%)

Total 6

(10,7%) 50 (89,3%)


(73)

responden 50 orang atau 89,3% dari total responden. Responden yang kualitas hidup umumnya buruk frekuensinya 6 orang atau 10,7% dari total responden. Karakteristik lansia berdasarkan jenis kelamin dibagi mejadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Responden laki-laki berjumlah 19 orang, yang memiliki kualitas hidup buruk sebanyak 4 orang atau 21% dari jumlah responden laki-laki secara keseluruhan. Responden laki-laki dengan kualitas hidup umum yang baik sebanyak 15 orang atau 79% dari total laki-laki. Untuk responden perempuan dengan jumlah total responden 37 orang, terdapat 2 orang responden yang memiliki kualitas hidup buruk atau 5,4% dari total responden wanita. Responden yang memiliki kualitas hidup .baik berjumlah 35 orang atau 94,6% dari total responden wanita.

Karakteristik lansia berdasarkan lamanya lansia mengalami pruritus senilis dibagi mejadi dua, yaitu akut (Lansia yang menderita pruritus ≤6 minggu) dan kronik (Lansia dengan masalah pruritus senilis >6 minggu). Responden yang menderita pruritus senilis akut berjumlah 38 orang, dan lansia yang memiliki kualitas hidup umum buruk dengan masalah pruritus senilis akut berjumlah 3 orang atau 7,9% dari total responden dengan masalah pruritus senilis akut. Responden yang menderita pruritus senilis akut dengan kualitas hidup umum yang baik sebanyak 35 orang atau 92,1% dari total responden dengan masalah pruritus senilis akut. Responden dengan masalah prurtus senilis kronik sejumlah total responden 18 orang, terdapat 3 orang responden yang memiliki kualitas hidup buruk atau 16,7% dari total responden dengan masalah pruritus senilis kronik. Responden yang memiliki kualitas hidup


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)