BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seseorang untuk menuju sehat bukanlah hal yang mudah, apalagi tanpa adanya kesadaran dan kemauan untuk merubah kebiasaan buruk menjadi yang lebih
baik.Melalui interakasi diharapkan para tenaga kesehatan khususnya promosi kesehatan mampu meyakinkan dan menyalurkan berbagai informasi penting kepada
masyarakat untuk mendukung tercapainya pembangunan kesehatan. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dari
upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur-angsur berkembang kearah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan
masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan, sesuai dengan
Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009.
Imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian zat kekebalan tubuh, yang harus dilaksanakan secara teratur,
menyeluruh dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan terhadap kesehatan.
WHO 2004 melalui program The Expanded Program On Imunisation EPI merekomendasikan pemberian vaksinasi terhadap 7 jenis antigen
penyakit sebagai imunisasi rutin di Negara berkembang yaitu : BCG, Polio, Campak, DPT, dan Hepatitis B.
Universitas Sumatera Utara
Pemberian imunisasi Hepatitis B di Indonesia mulai tahun 1997 dan telah masuk ke dalam program imunisasi rutin secara nasional yang diberikan sebanyak
tiga kali dengan penyuntikan pertama pada bayi umur 3 tiga bulan, namun mengacu kepada surat No : 168MENKESI2003 tentang Perubahan Kebijakan Teknis
Imunisasi Hepatitis B, diberikan pada bayi umur 0 – 7 hari, dengan menggunakan prefilled syringe uniject HB yaitu alat suntik sekali pakai yang sudah steril dan
sudah diisi vaksin hepatitis B dengan isi kemasan 0.5 cc untuk satu dosis. Hepatitis B adalah salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat
menyebabkan Kejadian Luar Biasa KLB dan termasuk masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.Penyakit Hepatitis B juga merupakan infeksi
virus yang paling banyak tersebar dan dapat menimbulkan infeksi yang berkepanjangan, sirosis hati, kanker hati hingga kematian.
Berdasarkan data WHO Tahun 2008, penyakit Hepatitis B menjadi pembunuh nomor 10 di dunia dan endemis di China dan bagian lain di Asia termasuk Indonesia.
Indonesia menjadi negara dengan penderita Hepatitis B ketiga terbanyak di dunia setelah China dan India dengan jumlah penderita 13 juta orang, sementara di Jakarta
diperkirakan satu dari 20 penduduk menderita penyakit Hepatitis B. Sebagian besar penduduk kawasan ini terinfeksi VHB sejak usia kanak-kanak. Sejumlah negara di
Asia, 8-10 populasi orang menderita Hepatitis B kronik Sulaiman, 2010. Menurut Ningsih 2010 mengatakan bahwa mayoritas pengidap Hepatitis B
terdapat di negara berkembang. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas Tahun 2007, prevalensi penduduk yang pernah terinfeksi virus
Universitas Sumatera Utara
Hepatitis B adalah sebesar 34 dan cenderung meningkat karena jumlah pengidapnya terus bertambah terlebih lagi terdapat carrier atau pembawa penyakit
dan dapat menjadi penyakit pembunuh diam-diam Silent Killer bagi semua orang tanpa kecuali.
Cakupan imunisasi hepatitis B pada bayi umur 0-7 hari secara nasional masih belum mencapai hasil yang optimal, untuk itu perlu diupayakan agar kerjasama
kegiatan Kunjungan Neonatal 1 KN-1 sekaligus memberikan imunisasi hepatitis B dengan uniject HB dilakukan bersamaan pada saat kunjungan rumah. Mengingat
perubahan teknis imunisasi Hepatitis B tersebut merupakan hal yang baru bagi masyarakat menyuntik bayi usia 0-7 hari, tentunya perlu sosialisasi kepada
masyarakat dan perlu dukungan berbagai pihak khususnya dari tenaga kesehatan. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan Rahkmat, 2007. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya. Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi.Oleh sebab itu
indikator perilaku seseorang sangat berkaitan dengan persepsi Notoatmodjo, 2007. Tenaga kesehatan adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga dan masyarakat Azwar, 1996. Tenaga kesehatan berdasarkan pekerjaanya adalah tenaga medis, dan tenaga
paramedis seperti tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga penunjang medis dan lain sebagainya. Muninjaya, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Dokter sebagaitenaga kesehatan mempunyai peranan dalam proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit sarwono, 2007, tenaga kesehatan
menurut Potter dan Perry 2007 terdiri dari empat kelompok profesi yaitu bidan, perawat, dokter, dan profesi kesehatan lain seperti ahli gizi, dan lain sebagainya.
Sebagai pelaksana pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dapat berperan sebagai customerpemberi pelayanan kepada masyarakat, komunikator memberikan
informasi kesehatan, motivator memberikan motivsai atau dukungan, fasilitator memberikan fasilitas pelayanan kesehatan, dan konselor memberikan bantuan
pasien dalam memecahkan masalah atau membuat keputusan. Menurut Helmi 2008 dalam penelitiannya menyebutkan ada hubungan
antara faktor internal pengetahuan, tingkat pendidikan dan faktor eksternal peran tenaga kesehatan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi Hepatitis B
sedangkan faktor internal kepercayaan dan faktor eksternal pendapatan secara statistik tidak terdapat adanya hubungan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan 2009 menyatakan bahwa adanya pengaruh antara penolong persalinan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis
B pada bayi 0-7 hari, bahwa ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan memiliki peluang 7 kali untuk memberikan imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari.
Variabel jumlah anak, tempat persalinan tidak menunjukkan adanya pengaruh dengan pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari.
Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo 2010, perilaku seseorang dipengaruhi oleh 2 dua faktor pokok, yakni faktor perilaku behavior causes dan
Universitas Sumatera Utara
faktor di luar perilaku non-behavior causes. Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya
dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, perilaku para tenaga kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku, misalnya seseorang ibu yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena ibu tersebut tidak
atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya.Dalam hal ini peran seorang ibu juga sangat penting, karena sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya ibu
mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya sehingga dapat menjaga kesehatan anaknya.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, cakupan imunisasi Hepatitis B 0-7 hari di Indonesia sebesar 59,19 Depkes RI, 2009. Berdasarkan
Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 jumlah kasus Hepatitis B di Sumatera Utara adalah sebanyak 48 kasus sedangkan pada Tahun 2009 jumlah
kasus Hepatitis B di Sumatera Utara adalah sebanyak 64 kasus. Ini berarti menunjukkan adanya kenaikan kejadian Hepatitis B.
Cakupan imunisasi di Sumatera Utara secara umum cukup tinggi, tetapi tidakmerata setiap kabupaten, ada di antaranya di bawah 80 . Hal ini
memungkinkanterjadinya Kejadian Luar Biasa KLB penyakit misalnya campak, polio, tetanus dan sebagainya. Sedangkan infeksi hepatitis B pada bayi dan balita
menyebabkan terjadinya infeksi kronis yang dapat menimbulkan cirrhosis hepatis
Universitas Sumatera Utara
dan kanker hati pada saat ia dewasa, sehingga bila cakupan imunisasinya rendah, hal ini juga berpotensi untukmenimbulkan KLB di kemudian hari.
Pelaksanaan program imunisasi merupakan program penting dalam upaya pencegahangn primer bagi individu dan masyarakat terhadap penyebaran penyakit
menular, pelaksanaan imunisasi menjadi kurang efektif bila banyak yang tidak imunisasi. Beberapa faktor penghambat pelaksanaan imunisasi menurut WHO antara
lain pengetahuan ibu, lingkungan dan logistik, urutan anak dalam keluarga, jumlah anggota keluarga, sosial ekonomi, mobilitas keluarga, ketidakstabilan politik, sikap
tenaga kesehatan, dan pembiayaan. Sebaliknya faktor pendorong pelaksanaan imunisasi adalah tersedianya tenaga kesehatan, tersedianya logistik vaksin uniject
hepatitis B dan pembiayaan gratis. Peran ibu dalam pelaksanaan program imunisasi hepatitis B sangat penting.
Hal ini sesuai dengan survey yang dilakukan oleh oleh Siswandoyo dan Putro 2003 yang menyatakan bahwa penerimaan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan, pendapatan, waktu tempuh, dukungan keluarga, dan pelyanan tenaga kesehatan. selain itu penerimaan ibu terhadap imunisasi bayi dapat disebabkan
adanya faktor di luar pengetahuan atau pemahaman masyarakat tentang imunisasi. Faktor tersebut berupa anjuran dari pimpinan formal maupun non formal
dimasyarakat serta anjuran dari tenaga kesehatan. Persepsi ibu yang salah tentang imunisasi selain pengetahuan dan pemahaman
ibu tentang imunisasi peran tenaga kesehatan juga sangat mempengaruhi.Karena dengan adanya peran dari tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan informasi
Universitas Sumatera Utara
dan mendorong ibu untuk mengimunisasi bayinya sehingga ibu juga memiliki persepsi yang baik tentang tenaga kesehatan.Namun dalam kenyataan sehari-hari,
sering ditemukan masalah rendahnya peran petugas kesehatan dalam pelayanan kesehatan misalnya pasien jarang sekali diberi kesempatan mengemukan pendapat
dan perasaannya. Kemudian seringkali petugas memberikan terlalu banyak informasi dan berbicara dengan gaya merendahkan pasien, sehingga pasien beranggapan atau
memiliki persepsi yang tidak baik terhadap peran tenaga kesehatan itu sendiri. Hal ini juga sama dengan hasil survei awal yang dilakukan peneliti karena kebanyakan ibu
merasa tenaga kesehatan kurang memberikan kesempatan kepada ibu untuk mengemukakan pendapatnya. Dari hasil survei yang dilakukan peneliti, gambaran
persepsi ibu tentang peran tenaga kesehatan di puskesmas Medan Belawan masih kurang karena ada beberapa ibu menyatakan bahwa mereka tidak pernah
mendapatkan informasi dari tenaga kesehatan bahkan tidak tahu tentang pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi 0-7 hari.
Pada data cakupan imunisasi yang ada di Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2010, bersumber dari laporan semua puskesmas yang ada di Kota Medan yang
melaporkan hasil kegiatan imunisasi puskesmas dan dari pelayanan swasta yang ada di wilayah kerja puskesmas, dikatakan bahwa dari 39 Puskesmas yang ada di kota
Medan hasil cakupan imunisasi Hepatitis B 0-7 hari masih dibawah target 80 yaitu sebesar 73,70 dengan cakupan imunisasi Hepatitis B 0-7 hari di puskesmas Medan
Belawan merupakan puskesmas dengan cakupan imunisasi yang paling rendah yaitu 57,70 .
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh persepsi ibu tentang peran tenaga kesehatan
terhadap pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi 0-7 hari di wilayah kerja Puskesmas Medan Belawan.
1.2. Permasalahan