4. Relatif besarnya jumlah surat suara yang dinyatakan tidak sah. 5. Para saksi tidak kredibel.
Namun dari semua kekurangan yang ada tidak mengurangi kualitas keabsahan dari pemilu itu sendiri. Namun, dengan adanya kekurangan
yang ada dapat menjadi perbaikan di masa mendatang agar tercipta pemilu yang lebih berkualitas.
82
Pelaksanaan pilkada langsung secara optimistik dapat dikatakan sebagai bentuk pengukuhan terhadap otonomi rakyat di daerah dalam
menentukan kepala pemerintahan. Idealnya pemerintahan yang dipilih secara langsung dan memiliki legitimasi politik yang kuat akan
melaksanakan fungsi sesuai dengan aspirasi masyarakat, karena spirit dari pilkada langsung adalah mendekatkan pemerintah kepada rakyat.
Sejarah mencatat, pilkada di Indonesia tidak pernah menggunakan sistem langsung, melainkan dengan tiga sistem yakni: 1 sistem
pengangkatan berdasarkan UU No, 27 Tahun 1902, UU No. 22 Tahun 1948 dan UU No. 5 Tahun 1959; 2 sistem perwakilan semu berdasarkan
UU No. 5 Tahun 1974; 3 sistem perwakilan berdasarkan UU No. 18 Tahun 1965 dan UU No. 22 Tahun 1999.
83
4. Mekanisme Mengenai Pemegang Hak Memilih Kepala Daerah dalam Regulasi Pemilukada
82
Ibid
83
Ibid, Ensiklopedi pemilu, h. 202
Terdapat empat pengaturan mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah, antara lain:
84
1. Sistem penunjukan atau pengangkatan oleh pemerintah pusat. Pengaturan ini terjadi pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan
Jepang berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1902. Selanjutnya, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 dan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1957 memberlakukan ketentuan yang sama yang pada saat itu berlaku sistem parlementer liberal.
2. Sistem penunjukan Hal ini sebagaimana ditentukan oleh Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun
1959 Juncto Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956, yang lebih dikenal dengan era dekrit Presiden
ketika diterapkan demokrasi terpimpin. Penerapan penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 juncto Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960
disertai alasan situasi yang memaksa. 3. Sistem pemilihan oleh lembaga perwakilan
Sebagaimana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang merupakan masa demokrasi Pancasila. Pemiliha kepala daerah dipilih secara murni
oleh lembaga DPRD dan kemudian calon yang dipilih akan ditentukan kepala daerahnya oleh presiden.
4. Sistem pemilihan murni melalui perwakilan
84
Nur Rohim Yunus, Gagasan Pemilukada Serentak Implikasinya Terhadap Pesta Demokrasi yang Efektif dan Efisien, h. 48
Sebagaimana Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 dan Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999, yaitu kepala daerah dipilih secara murni
oleh lembaga DPRD tanpa adanya intervensi dari pemerintah pusat. 5. Sistem pemilihan langsung
Hal ini sebagaimana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yaitu kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. Artinya, setiap warga
negara di daerah yang bersangkutan berhak memilih calon kepala daerah secara langsung dengan asas one man, one vote, one value satu orang,
satu pilihan, satu nilai Perkembangan yang terjadi, sistem pemilihan langsung dengan is
tilah „pilkada’ menjadi „pemilukada’, yaitu pemilihan kepala daerah merupakan bagian dari rezim pemilu sebagaimana
ketentuan pasal 22E UUD 1945.
B. Kedudukan Pemilukada Sebagai dalam Rezim Pemerintahan Daerah