Penafsiran Putusan Mahkamah Konstitusi

perimbangan pembentuk Undang-undang sengaja menggunakan kalimat “dipilih secara demokratis” dalam pemilihan kepala daerah dikarenakan adanya dua pendapat yang berbeda, satu berpendapat menghendaki pemilihan kepala dawerah dilakukan secara langsung oleh rakyat dan sepenuhnya mengikuti apa yang terjadi pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, sementara pendapat lain menghendaki tidak dilakukan secara langsung.

B. Penafsiran Putusan Mahkamah Konstitusi

Tujuan dari pemilihan frasa “dipilih secara demokratis” dalam pasal 18 ayat 4 UUD 1945 adalah mencari jalan tengah dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat, yaitu secara demokratis. Sedangkan menurut putusan sidang Mahkamah Konstitusi untuk putusan perkara gugatan judicial review UU No. 32 tahun 2004 terhadap UUD 1945 mengatakan: Lahirnya kata demokratis yang dicantum dalam pasal 18 ayat 4 UUD RI tahun 1945 ketika itu menjelang perubahan kedua tahun 2000. Setidak- tidaknya dikarenakan adanya dua pendapat yang berbeda mengenai cara pemilihan kepala daerah. Satu pendapat menghendaki pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat dan sepenuhnya mengikuti apa yang terjadi pada pemilihan presiden dan wakil presiden sementara pendapat yang lain menghendaki tidak dilakukan secara langsung. 98 Pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi mengatakan: “Rumusan “dipilih secara demokratis” dalam ketentuan pilkada juga mempertimbangkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah di daerah- daerah yang bersifat khusus dan istimewa sebagaimana dimaksudkan Pasal 18B Ayat 1 UUD 1945… Tetapi hal ini dapat diartikan bahwa pilkada secara langsung menjadi satu-satunya cara untuk memaknai frasa “dipilih secara demokratis” yang dimuat dalam Pasal 18 ayat 4 UUD… namun kenyataannya dalam menjabarkan maksud “dipilih secara demokratis” dalam Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945 pembuatan undang- undang telah memilih cara pilkada secara langsung. Sebagai konsekuensinya asas-asas dan lembaga penyelenggara pemilu harus tercermin dalam penyelenggaraan pilkada. ” 99 Sesuai dengan konsideran penjelasan umum angka 2 pemerintah daerah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan: “Pemilihan secara demokratis terhadap kepala daerah tersebut, dengan mengingat bahwa tugas dan wewenang DPRD menurut undang- undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang susuan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan 98 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 072-073PUU-II2004 Pengujian UU Pemda Terhadap UUD 1945, h. 61 99 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, h. 271 Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan antara lain bahwa DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah, makan pemilihan secara demokratis dalam undang-undang ini dilakukan oleh rakyat secara langsung. ” Menurut Taufiqurrahman Syahuri: 100 “Rumusan “dipilih secara demokratis” dalam ketentuan pilkada juga mempertimbangkan pelaksanaan pilkada di daerah yang bersifat khusus dan istimewa sebagaimana di maksud pasal 18B ayat 1 UUD 1945. Hal ini tidak dapat diatikan bahwa pilkada secara langsung menjadi satu- satunya cara untuk memaknai frasa “dipilih secara demokratis” yang dimuat dalam pasal 18 ayat 4 UUD 1945.” Untuk melaksanakan maksud dan tujuan pemilihan kepala daerah langsung sebagai sarana kedaulatan rakyat diwilayah daerah, maka berdasarkan Pasal 56 Ayat 1 UUD Pemda menyatakan: “kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Penggunaan asas tersebut merupakan konsekuensi sebagai pelaksanaan pemilihan secara demokratis. Menurut Mahkamah Konstitusi: Dalam menjabarkan maksud “dipilih secara demokratis” dalam pasal 18 ayat 4 UUD 1945 pembuat undang-undang telah memilih cara pemilihan kepala daerah secara langsung. Maka sebagai konsekuensi logisnya, asas- 100 Ibid, h. 272 asas penyelenggaraan pemilihan umum harus tercermin dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil luber-jurdil. Pemilihan kepala daerah secara langsung menjadi instrumen demokrasi untuk menjaring kepemimpinan nasional tingkat daerah, walaupun belum dilaksanakan secara serentak seperti pemilihan umum legilatif atau pemilihan presiden dan wakil presiden sehingga mampu menjamin pelaksanaan pemilihan umum secara jujur dan adil. Berkaitan dengan hal itu, dalam penyelenggaraan suatu pemilihan kepala daerah provinsi maupun kabupatenkota diperlukan adanya suatu lembaga yang bersifat mandiri independen. Pasal 57 ayat 1 UU No. 32 tahun 2004 dan pasal 4 Ayat 1 PP No. 6 Tahun 2005 menyebutkan “pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD.” Tugas KPUD dalam menyelenggarakan pemilihan kepala daerah ini diatur dalam Pasal 1 Ayat 21 UU No. 32 Tahun 2004: “komisi pemilihan umum daerah yang selanjutnya disebut KPUD adalah KPU provinsi, kabupatenkota sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2003 yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang ini untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah disetiap provinsi danatau kabupatenkota.” Sebagai lembaga independen KPUD harus bebas dari intervensi lembaga Negara manapun dalam menyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Ketentuan tersebut cukup logis mengingat bahwa amat sulit mencapai tujuan tersebut apabila KPUD harus bertanggungjawab kepada lembaga lain misalnya DPRD. Sebab, DPRD merupakan unsur-unsur partai politik yang mana menjadi pelaku dalam kompetisi pemilihan kepala daerah. Pada dasarnya pemilihan kepala daerah secara langsung menjadi suatu proses politik bangsa menuju kehidupan yang lebih demokratis kedaulatan rakyat, transparan, dan bertanggung jawab. Selain itu, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung tersebut menandakan adanya perubahan dalam demokratisasi lokal, yakni tidak sekadar ditribusi kekuasaan antar tingkat pemerintahan secara vertikal. Terdapat pula tiga alasan penting pemilihan kepala daerah secara langsung, yaitu; pertama, akuntabilitas kepemimpinan kepala daerah; kedua, kualitas pelayanan publik yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat; dan ketiga, sistem pertanggungjawaban yang tidak saja kepada DPRD atau pemerintah pusat, tetapi langsung kepada rakyat. Pemilihan umum kepala daerah secara langsung merupakan upaya untuk mengembalikan kedaulatan ketangan rakyat yang diyakini justru kedaulatan hanya sepenuhnya dimiliki oleh lembaga-lembaga eksekutif maupun ditangan legislatif. Bahkan di era reformasi ini kedaulatan seolah- olah berada ditangan partai politik. Partai politik yang melalui fraksi- fraksinya di MPR dan DPR, berwenang melakukan apapun yang berkaitan dengan kepentingan bangsa dan Negara. Menurut pandangan penulis sistem pemilu terbaik jika dilihat dari manfaat dan keefektifannya terhadap berjalannya demokrasi maka pemilihan kepala daerah secara langsung adalah opsi yang terbaik. Karena dari demokrasi secara langsunglah masyarakat belajar mengenai demokrasi serta dapat meningkatkan partisipasi langsung dalam masyarakat. Setiap masyarakat mempunyai hak berpolitiknya masing-masing bisa jadi ia mencalonkan diri sebagai wakil rakyat dalam pemilihan umum kepala daerah. Namun hak politik secara umum yang satu-satunya dimiliki oleh rakyat hanyalah memberikan suara pada saat pemilu berlangsung, karena sesudah melakukan hak politik tersebut semua hak politik yang dimiliki rakyat berpindah tangan kepada partai politik. Demokratisasi itu tidak mudah, dan di dalam prosesnya akan selalu disertai oleh resiko gagal yang sulit dihindari betapapun menyatu, terampil dan beruntung usaha yang ditempuh demokratisasi. 101 Ciri khas suatu demokrasi terlihat dalam: DPR, partai politik, pemilu dan lain. Memang pada akhirnya demokrasi tidak hanya tergantung pada ada atau tidaknya struktur yang mendukung, melainkan juga ditentukan oleh kepribadian aktor politik yang menjalankan mesin kekuasaan. Antara pemilihan umum pemilu dan demokratisasi politik memiliki hubungan yang sangat erat. Pemilu merupakan suatu prosedur yang melaluinya para anggota masyarakat atau organisasi memilih orang 101 Rusli, M. karim, Pemilu Demokratis Kompetitif, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1991, h. 24 untuk memegang suatu jabatan tertentu. Walaupun konsep tentang pemilu sangat ditentukan oleh sisitem politik masing-masing Negara, namun ide dasar pemilu adalah cara yang demokratis untuk memilih organ perwakilan rakyat, bahkan dalam suatu Negara yang tidak menjunjung demokrasi sekalipun. Juan J Linz Alfred Stepan dalam Problems of Democratic Transition and Consolidation 1996 menggambarkan demokratisasi sebagai proses dua tahap yaitu, 102 Tahap transisi dan konsolidasi. Tahap pertama transisi adalah ketika sebuah rezim demokrasi memenuhi empat persyaratan berikut, yaitu 1 terdapat kesepakatan tentang prosedur dan mekanisme penyelenggaraan pemilu yang demokratis; 2 pemerintahan dipilih langsung oleh rakyat dalam sebuah pemilu langsung; 3 pemerintah memiliki otoritas merumuskan kebijakan- kebijakannya, 4 tak ada pembagian kekuasaan power sharing di luar lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tahap kedua, ketika demokrasi sudah terkonsolidasi, ditandai dengan tiga karakteristik berikut; 1 dalam hal perilaku, tidak ada kelompok politik yang berusaha menggulingkan rezim demokratis melalui kekerasan atau intervensi asing; 2 dalam hal sikap, opini publik mayoritas rakyat meyakini bahwa perubahan politik harus dilakukan dalam kerangka parameter demokrasi, bahkan dalam kondisi krisis ekonomi dan politik 102 Harian Kompas, Masdar Hilmy, Tidak Sekedar Pilih Langsung Atau Tidak Langsung, Kamis 16 Oktober 2014 yang parah sekalipun; 3 dalam hal konstitusi, semua kekuatan pemerintah dan non-pemerintah sepakat bahwa konflik politik diselesaikan melalui prosedur dan institusi hukum dalam kerangka rezim demokrasi. Melihat parameter di atas, menjadi tak relevan untuk mempertanyakan kembali signifikansi pemilihan langsung dalam sistem demokrasi dengan dalih mahalnya biaya politik dan maraknya politik uang. Bahwa terdapat banyak kekurangan dalam pemilihan langsung tak berarti mekanisme ini harus dihapus dan diganti dengan pemilihan tidak langsung oleh parlemen. Mekanisme pemilihan langsung jelas tidak bisa dipersalahkan atas sejumlah kekurangan yang ada, tetapi isunya adalah bagaimana agar segala bentuk kekurangan itu bisa ditekan dan dihilangkan. Kenyataannya adalah bahwa demokrasi sedang mengalami titik kritis. Demokrasi mengalami kondisi darurat yang mana perlu adanya langkah-langkah tepat untuk menyelamatkannya, namun dengan cara menghentikan tindakan egois pihak-pihak yang mencoba memangkas hak- hak dasar warga Negara. Dalam konstitusi diatur kepala daerah dipilih secara demokratis. Istilah ini dalam UUD dibedakan dari istilah lain yang berlaku untuk rekrutmen Presiden, yakni dipilih secara langsung. Ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur rekrutmen kepala daerah melalui dipilih secara langsung telah memunculkan dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa dipilih secara demokratis tidak mesti berarti dipilih secara langsung. Menurut kelompok pendapat ini, dipilih secara demokratis mencakup dua model, yakni dipilih melalui perwakilan, dan dipilih secara langsung. Apa pun opsi yang diambil, menurut kelompok ini, kedua cara tersebut akan menghasilkan pemimpin daerah yang memiliki legitimasi yang sama. Pendapat kedua, walaupun berlandaskan pada pemahaman yang sama, menegaskan bahwa pemilihan secara langsung memiliki legitimasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemilihan melalui perwakilan. Dengan demikian, apabila UU sudah mengatur penerapan opsi tertinggi maka penerapan tersebut merupakan kemajuan optimal, dan oleh karena itu jangan dimundurkan kembali menjadi dipilih melalui perwakilan. Pilihan terhadap salah satu dari kedua pendapat tersebut yang akan menentukan: apakah rekrutmen kepala daerah termasuk rezim pemda atau rezim pemilu, atau rezim campuran. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi sendiri, dalam putusan No. 72-73PUU-II2004 dan putusan No.97PUU-XI2013, sudah menengaskan bahwa pemiihan kepala daerah secara langsung maupun tidak langsung adalah konstitusional dan tetap demokratis sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 18 ayat 4 UUD 1945. Dalam hal ini kata “dipilih secara demokratis” merupakan opened legal policy yang diartikan sebagai suatu kebijakan hukum yang terbuka bagi suatu peraturan. Pada hakikatnya Pilkada langsung maupun tidak langsung tetap dinyatakan demokratis, sepanjang terwujudunya asas-asas demokratis selama pilkada berlangsung. Pilkada langsung baik adanya, karena Pilkada langsung menjadi wadah aspirasi publik dan adanya keikutsertaan publik dalam mewakili kehendaknya dalam memilih pemimpin, yang merupakan hal yang baik dalam proses perwujudan demokrasi. Namun pemilihan kepala daerah secara tidak langsung tidak dipersalahkan sepanjang mekanismenya dapat dikategorikan demokratis, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 103 a. Kepala daerah dapat dipilih melalui lembaga perwakilan rakyat daerah DPRD. Hal demikian merupakan konsekwensi logis bahwa DPRD merupakan lembaga artikulasi kepentingan rakyat yang bertindak untuk menyambung kehendak rakyat dalam pelaksanaan pemerintahan, sekaligus lembaga atas pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan mekanisme saling kontrol dan imbang cheks and balances, yaitu antara eksekutif dan legislatif. b. Kepala daerah dapat dipilih oleh presiden. Dalam kandidat yang dianggap layak untuk ditetapkan sebagai kepala daerah, baik untuk provinsi, kabupaten maupun kota. c. Kepala daerah bupati dan walikota dipilih oleh gubernur. Artinya gubernur memiliki otoritas untuk memilih para calon kepala daerah kabupatenkota. 103 Nur Rohim Yunus, Gagasan Pemilukada Serentak Implikasinya Terhadap Pesta Demokrasi yang Efektif dan Efisien h. 48 Tidaklah menjadi hal yang salah jika pemilihan calon kepala daerah dipilih oleh DPRD, karena pada dasarnya DPRD dipilih oleh rakyat, keputusan yang dikeluarkannya merupakan perpanjangan tangan dari rakyat, dan memiliki legitimasi langsung dari rakyat dalam menjalankan pemerintahan daerah. Indikator proses demokratisasi sebagai multiplier effect dari pelaksanaannya dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain: 104 Pertama, pilkada akan meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebab kepala daerah merupakan hasil pilihan rakyat secara langung sehingga pertanggungjawaban terhadap rakyat lebih mengemuka. Kedua, pilkada langsung oleh rakyat diharapkan mampu menumbuhkan kedewasaan partai politik di tingkat lokal, sehingga mampu mengajukan calon kepala daerah yang kredibel, kapabel dan dapat diterima acceptable. Ketiga, pilkada langsung akan mendorong terciptanya checks and balances yang ideal antara DPRD dan kepala daerah.

C. Kriteria Pilkada Demokratis