BAB III REGULASI PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH
A. Demokrasi Lokal di Indonesia
Demokrasi dan kedaulatan rakyat implementasikan dalam sebuah pemilihan umum, baik pemilihan presiden, pemilu legilastif, ataupun
pemilihan umum Kepala Daerah. Pemilihan umum itulah rakyat yang berdaulat dalam memilih wakil-wakilnya yang diharapkan dapat
menyuarakan aspirasi mereka sebagai wakil rakyat. Di sini dibahas mengenai upaya perwujudan asas kedaulatan rakyat dalam suatu model
demokrasi perwakilan. Pemilukada dinilai dapat mengakomodasi sistem seleksi terpadu
yang saling melengkapi untuk melahirkan calon Kepala Daerah terpilih yang berkualitas, mulai dari seleksi sistem kenegaraan, partai politik,
administratif, hukum administratif sampai seleksi politis.
59
Atas dasar itu, Pemilukada diharapkan akan menghasilkan figur pemimpin yang aspiratif
dan berkualitas yang akan lebih mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya. Harapan lain, Pemilukada menjadi bagian integral dan
akselarasi demokratisasi di tingkat nasional. Artinya, demokrasi di tataran nasional akan bertumbuhkembang secara mapan jika pada tingkatan lokal
nilai-nilai demokrasi telah berakar kuat terlebih dulu.
60
59
Joko. J. Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2008, h. 195-196
60
Ibid
36
Pemilukada diperkenalkan melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,
61
sebagai pengganti dari pembentuk undang-undang terhadap mekanisme mengenai demokrasi perwakilan yang sebelumnya
telah ditentukan dalam UU No. 22 Tahun 1999, di mana kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Pemilukada dinilai dapat mengakomodasi sistem seleksi terpadu yang saling melengkapi untuk melahirkan calon kepala daerah terpilih
yang berkualitas, mulai dari seleksi sistem kenegaraan, partai politik, hukum administratif sampai seleksi politis.
62
Dari sinilah pemilukada diharapkan dapat menghasilkan figur pemimpin yang berkualitas dan
berkompetensi sebagai wakil masyarakat. Pada awal penerapannya, mekanisme Pemilukada disambut
antusias tinggi masyarakat. Antusias itu ditunjukkan dengan tingkat partisipasi yang tinggi dalam setiap penyelenggaraan Pemilukada.
Sebagaimana diketahui, tingginya partisipasi masyarakat seringkali digunakan sebagai salah satu alat ukur keberhasilan penyelenggaraan
pemilukada, termasuk mengukur kuat tidaknya legitimasi politik calon terpilih.
63
Demokrasi selalu menyediakan wadah yang luas bagi rakyat untuk berpartisipasi atau ikut serta secara politik dalam penyelenggaraan
61
Ketentuan mengenai pemilihan kepala daerah yang terdapat pada pasal 56 ayat 1 yang menyatakan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam suatu pasangan calon
yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
62
Joko. J. Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu, h. 195-196
63
Demokrasi Lokal, h. 8
pemerintahan. Oleh karenanya dapat dikatakan semakin rendah partisipasi masyarakat dalam Pemilukada semakin rendah pula kualitas Pemilukada.
Dalam kacamata demokrasi, pemilukada sangat baik adanya bagi perkembangan demokrasi, dari masa awal perkembangan pemilukada
terdapatnya antusiasme yang tinggi dari masyarakat. Namun seiring waktu justru merosot, pemilukada juga dianggap belum sepenuhnya mampu
menjamin terwujudnya demokrasi seutuhnya. Pemilukada cenderung melahirkan persoalan baru yang dapat mencederai demokrasi.
Secara singkat beberapa hal terkait penyelenggaraan pemilukada dengan karakter yang menonjol seperti saat ini. Pemilukada menjadi arena
rivalitas kekuasaan secara tidak sehat, sehingga belum dapat melahirkan pemimpin yang memiliki political virtues yang bertindak secara
bertanggungjawab mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau partai.
64
Sehingga pemilukada sekarang ini memang tidak bisa dikatakan lebih baik dibandingkan dengan
hasil pilkada oleh DPRD. Pemilukada mendorong berjangkitnya moral pragmatisme, baik
calon kepala daerah, penyelenggara pemilukada, maupun masyarakat.
65
Moral pragmatisme inilah yang membuat politik uang mewarnai setiap tahapan pemilukada. Sehingga pada hasilnya pemilukada menjadi tidak
64
Ibid, h. 9
65
Ibid, h. 10
professional, kehilangan integritas dan akuntabilitas yang secara langsung akan mempengaruhi kualitas dan legitimasi pemilukada.
Karakter lain mengenai pemilukada saat ini adalah, bahwa pemilukada menimbulkan persoalan anggaran, yang menelan anggaran
yang sangat tinggi. Pilkada langsung saat ini cenderung menyuguhkan praktik demokrasi yang berbiaya tinggi, karena biaya pemilukada
dibebankan kepada APBD. Hal inilah yang juga menjadi salah satu penyebab
keuangan daerah
banyak tersedot
untuk membiayai
penyelenggaraan pemilukada. Demokrasi dapat dikatakan murni apabila sebelumnya ada sebuah
pemilu yang adil, jujur, dan berkualitas. Namun sangat disayangkan bahwa pemilu di Indonesia sangat pendek perjalanannya dengan pemilu
yang „fair’ ataupun pemilu yang kurang „fair’, apalagi tanpa pemilu, semuanya dirasa kurang memuaskan rasa demokrasi dalam masyarakat.
Bagaimanapun bentuk pemilu tetap saja tidak menjadikan patokan politik yang demokratis.
66
letak kesalahan dalam sebuah pemilu di Indonesia disebabkan karena adanya unsur negara yang belum disepakati, atau
karena terlalu banyaknya partai, selain keanekaragaman budaya yang terdapat di masyarakat yang belum dapat dijadikan sebagai syarat mutlak
berdemokrasi.
66
Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru, Jakarta: Kencana 2011, h. 78
B. Mekanisme Pemilukada di Indonesia 1. Secara Langsung