Penentuan Rangking Optimalisasi Fungsi Dan Keberadaan Perumnas Di Wilayah Kota Medan Dan Sekitarnya Dengan Metode Analytic Herarchy Process (AHP)

(1)

PENENTUAN RANGKING OPTIMALISASI FUNGSI DAN

KEBERADAAN PERUMNAS DI WILAYAH KOTA MEDAN DAN

SEKITARNYA DENGAN METODE

ANALYTIC HERARCHY PROCESS (AHP)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum/Ujian Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh:

05 0404 081

TANTI NOVRIYANTI SILALAHI

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat, kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul:

“PENENTUAN RANGKING OPTIMALISASI FUNGSI DAN KEBERADAAN PERUMNAS DI WILAYAH KOTA MEDAN DAN SEKITARNYA DENGAN

METODE ANALYTIC HERARCHY PROCESS (AHP)”

Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana pada Fakultas Teknik, Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, dengan hati yang tulus penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Jeluddin Daud, M.Eng, sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu Dosen Pembanding Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Dosen wali Bapak Medis S Surbakti, S.T., M.T., yang selaku mendukung penulis selama masa perkuliahan.


(3)

6. Bapak dan Ibu Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Kedua orang tua dan keluarga saya yang tercinta atas dukungan moral serta materil dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. Rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil Angkatan 2005: Henny, Wida, Ica, Rhini, Vika, Cahaya, Nisa, Ida, Ina, Enny, Nancy, Grace, Lady, Adrianto, Afrizal, KC, Habibie, Jefri, Edo, Singgar, Muhardi, Andrisyam,Fachri, Rio, Ibal, Andreas, Nanda, Nasrul, Pieter, Ganda, dkk); senior-senior stambuk 2002 khususnya abang Sofyan ,2003 dan 2004 serta sepupu saya (Tika) dll yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas bantuan dan dukungannnya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan wawasan, pengalaman dan referensi yang dimiliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2009 Penulis

Tanti Novriyanti Silalahi. 05 0404 081


(4)

ABSTRAK

Perumahan nasional merupakan suatu pemukiman yang perencanaannya dibangun oleh negara dimana dengan adanya pemukiman tersebut dapat berguna membantu masyarakat mendapatkan fasilitas rumah tempat tinggal yang layak dengan harga yang dapat dijangkau serta memiliki sistem pembayaran yang dapat diangsur.

Secara umum, pengadaan perumahan bagi kelompok berpendapatan rendah selalu tidak mencukupi. Kebutuhan akan perumahan selalu lebih tinggi dan dapat disediakan oleh pemerintah Kota Medan sebagaimana kota besar di Indonesia juga mengalami kesulitan dalam pengadaan rumah murah. Tercapainya optimalisasi Perumnas sebagai salah tujuan daripada penataan ruang merupakan unsur penting dalam mendorong pertumbuhan kota yang sehat dan dinamis. Usaha untuk mengoptimalkan Perumnas bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, karena ia sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, yang ada kalanya faktor tersebut tidak dapat dibuat atau diubah, khususnya yang menyangkut fisik lahan. Dengan alasan-alasan tersebut penulis ingin meneliti untuk mengetahui bobot prioritas/rangking Perumnas yang optimal fungsi dan keberadaaannya di wilayah kota Medan dan sekitarnya berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode analisis yang dipakai untuk mengukur atau mengetahui bobot prioritas/rangking Perumnas yang optimal fungsi dan keberadaaannya di wilayah kota Medan dan sekitarnya berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan melalui perbandingan berpasangan yang diperoleh dari pengukuran aktual maupun pengukuran relatif dari derajat kesukaan, kepentingan atau perasaan konsumen. Hasil perbandingan berpasangan ini akan membentuk matrik dimana skala rasio diturunkan dalam bentuk eigen vektor utama.

Hasil analisis menunjukkan bahwa urutan prioritas kriteria yang paling berpengaruh terhadap optimalnya fungsi dan keberadaan suatu Perumnas di wilayah kota Medan dan sekitarnya adalah sebagai berikut: kriteria harga rumah (0,34%), kriteria penghasilan pemukim (0,24%), kriteria jarak ke fasilitas (0,18%), kriteria kondisi jalan (0,09%), kriteria jumlah angkutan umum (0,08%) dan kriteria jarak ke pusat inti kota (0,07 %). Hal ini membuktikan bahwa kriteria harga rumah yang paling menentukan optimalnya suatu Perumnas. Sedangkan urutan prioritas (rangking) alternatif Perumnas yang optimal fungsi dan keberadaannya di kota Medan ditinjau berdasarkan observasi lapangan adalah sebagai berikut: Perumnas Helvetia, Perumnas Simalingkar, Perumnas Mandala dan Perumnas Martubung. Hal ini membuktikan bahwa Perumnas Helvetia merupakan Perumnas yang paling optimal fungsi dan keberadaaannya dibandingkan dengan Perumnas yang lainnya di kota Medan.


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ABSTRAK ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ...

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Permasalahan ... I.2. Ruang Lingkup Pembatasan Masalah ... I.3. Tujuan Penelitian ... I.4. Manfaat Penelitian ... I.5. Metode Penulisan ... I.6. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... I.7. AHP Cara Efektif dalam Pengambilan Keputusan ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1.Pengertian Perumahan dan Pemukiman ... Menurut Undang-Undang

II.2.Pengertian Optimalisasi ... II.3.Gambaran Umum Perumahan dan Pemukiman ... II.3.1. Persyaratan Suatu Perumahan dan Pemukiman ... II.3.2. Pembangunan Perumahan dan Permukiman ... II.3.3. Maksud dan Tujuan Pembangunan Pemukiman ... II.3.4. Tantangan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman ... II.3.5. Kendala Pembangunan Perumahan dan Pemukiman ... II.3.6. Permasalahan Perumahan dan Permukiman ... II.3.7. Strategi Pembangunan Perumahan dan Pemukiman ... II.3.8. Kualitas Perumahan dan Pemukiman ... II.4. Perum Perumnas ... II.5. Pandangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah terhadap Hunian ...


(6)

II.6. Preferensi Bermukim ... II.7. Fungsi Pokok Rumah ... II.8. Rumah Sederhana ... II.9. Faktor-Faktor Penilaian Kepuasan Penghuni Rumah Sederhana ... II.10. Fasilitas Lingkungan Perumahan ... II.10.1. Jenis Fasilitas Lingkungan Perumahan ... II.11. Fungsi Transportasi ... II.12. Analytic Hierarchy Process (AHP) ... II.12.1. Manfaat, Kelebihan, Keuntungan ... dan Kelemahan Metode AHP

II.12.2. Aksioma-Aksioma AHP ... II.12.3. Prinsip Kerja AHP ... II.12.4. Prosedur AHP ... II.13. Tahap-tahap Perhitungan AHP ... II.14. Penilaian Perbandingan Multi Partisipan ... BAB III DESKRIPSI WILAYAH

III.1. Gambaran Umum Kota Medan ... III.1.1.Keadaan Geografi ... III.1.2.Kependudukan ... III.2. Sejarah Pertumbuhan Kota Medan ... III.3. Pembangunan Pemukiman ... III.4. Kebutuhan dan Ketersediaan Perumahan ... III.5. Sejarah Singkat Perum Perumnas ... III.6. Perumnas Helvetia ... III.7. Perumnas Mandala ... III.8. Perumnas Simalingkar ... III.9. Perumnas MartubungI ... BAB IV METODOLOGI PENELITIAN


(7)

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

V.1. Pelaksanaan Survei Pengumpulan Data ... V.2. Pengumpulan Data ... V.3. Langkah-langkah Mewancarai ... V.4.Pembuatan Daftar Quesioner untuk Pemukim ... V.5.Teknik Pengambilan Sampel ... V.6. Prosedur Penentuan Sampel untuk Pemukim ... V.7. Perhitungan Bobot Tiap Elemen ... V.8. Penentuan Bobot Tingkat Prioritas Masing-Masing Pihak ... V.9. Perhitungan Bobot Prioritas Masing-masing Kriteria ... V.10.Perhitungan Rangking Prioritas Seluruh Kriteria ... V.11.Hasil Tabulasi Data Berdasarkan Rangking Kriteria ...

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan ... VI.2. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan ... Tabel 2.2. Contoh matriks perbandingan berpasangan ... Tabel 2.3. Nilai Indeks Random ... Tabel 3.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan ... Tabel 3.2. Jumlah Laju Pertumbuhan dan ...

Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2005 – 2007

Tabel 3.3. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2007 ... Tabel 3.4. Data Pembagian Wilayah dan Pembangunan dengan ...

Jumlah Penduduk dan Kegiatan Utamanya

Tabel 3.5. Jumlah Rumah yang Disediakan oleh Pemerintah ... dan Swasta Sampai tahun 2010

Tabel 3.6. Kumulatif Pembangunan Rumah olek Pengembang ... di Sumatera Utara Tahun 2006-2008 (Unit)

Tabel 3.7. Kumulatif Pembangunan Perumahan RsH di Medan ... Tahun 2004-2008

Tabel 3.8. Type Rumah dan Jumlah Rumah yang Telah Terjual ... Tabel 3.9. Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk per Ha ... Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2007 Tabel 3.10.Type Rumah dan Jumlah Rumah yang Telah Terjual ...

di Perumnas Helvetia

Tabel 3.11.Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk per Ha ... Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan

Tahun 2007

Tabel 3.12.Type Rumah dan Jumlah Rumah yang Telah Terjual ... di Perumnas Simalingkar

Tabel 3.13.Type Rumah dan Jumlah Rumah yang Telah Terjual ... di Perumnas MartubungI

Tabel 3.14. Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk per Ha ... Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Labuhan


(9)

Tabel 4.1. Hasil kriteria yang Disepakati ... Tabel 5.1. Jumlah Unit Rumah Berdasarkan Tipe Rumah ...

di Perumnas Simalingkar, Helvetia, Mandala dan Martubung Sampai Tahun 2008

Table 5.2. Tabel Jumlah Sampel di Masing-masing Perumnas ... Tabel 5.3. Persentase Bobot Prioritas Pihak ... Tabel 5.4. Contoh Hasil Perhitungan Matiks Perbandingan antar Kriteria ...

dari Responden 1

Tabel 5.5. Hasil Perhitungan Rata-rata Bobot Prioritas ... dari Keseluruhan Responden

Tabel 5.6. Rangking Prioritas Kriteria ... Tabel 5.7. Urutan Rangking Prioritas Kriteria ... Tabel 5.8. Tabulasi Perbandingan Daftar Harga Per Tipe Rumah ... Tabel 5.9. Tabulasi Penghasilan Masyarakat Perumnas ... Tabel 5.10. Urutan Rangking Perumnas Berdasarkan Penghasilan Masyarakat ... Tabel 5.11. Jarak Titik Tengah Kawasan Perumnas ke Fasilitas ... Tabel 5.12. Urutan Rangking Perumnas Berdasarkan Jarak ke Fasilitas... Tabel 5.13. Kondisi Jalan Perumnas Ditinjau dari 5 Jalan Utama ... Tabel 5.14. Urutan Rangking Perumnas Berdasarkan Kondisi Jalan ... Tabel 5.15. Tabel Jumlah Armada Angkutan Umum per Trayek ...

yang Melewati Masing-Masing Perumnas

Tabel 5.16. Tabel Jarak ke Pusat Inti Kota Medan ... Tabel 5.17. Rangking Perumnas Berdasarkan Keseluruhan Kriteria ...


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1.Bagan Alir Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ... Gambar 2.1. Struktur Hierarki ... Gambar 2.2. Struktur Analytic Hierarchy Process (AHP) ... Gambar 3.1. Peta Wilayah Pengembangan Pembangunan ...

dan Wilayah Administrasi Kecamatan


(11)

ABSTRAK

Perumahan nasional merupakan suatu pemukiman yang perencanaannya dibangun oleh negara dimana dengan adanya pemukiman tersebut dapat berguna membantu masyarakat mendapatkan fasilitas rumah tempat tinggal yang layak dengan harga yang dapat dijangkau serta memiliki sistem pembayaran yang dapat diangsur.

Secara umum, pengadaan perumahan bagi kelompok berpendapatan rendah selalu tidak mencukupi. Kebutuhan akan perumahan selalu lebih tinggi dan dapat disediakan oleh pemerintah Kota Medan sebagaimana kota besar di Indonesia juga mengalami kesulitan dalam pengadaan rumah murah. Tercapainya optimalisasi Perumnas sebagai salah tujuan daripada penataan ruang merupakan unsur penting dalam mendorong pertumbuhan kota yang sehat dan dinamis. Usaha untuk mengoptimalkan Perumnas bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, karena ia sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, yang ada kalanya faktor tersebut tidak dapat dibuat atau diubah, khususnya yang menyangkut fisik lahan. Dengan alasan-alasan tersebut penulis ingin meneliti untuk mengetahui bobot prioritas/rangking Perumnas yang optimal fungsi dan keberadaaannya di wilayah kota Medan dan sekitarnya berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode analisis yang dipakai untuk mengukur atau mengetahui bobot prioritas/rangking Perumnas yang optimal fungsi dan keberadaaannya di wilayah kota Medan dan sekitarnya berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan melalui perbandingan berpasangan yang diperoleh dari pengukuran aktual maupun pengukuran relatif dari derajat kesukaan, kepentingan atau perasaan konsumen. Hasil perbandingan berpasangan ini akan membentuk matrik dimana skala rasio diturunkan dalam bentuk eigen vektor utama.

Hasil analisis menunjukkan bahwa urutan prioritas kriteria yang paling berpengaruh terhadap optimalnya fungsi dan keberadaan suatu Perumnas di wilayah kota Medan dan sekitarnya adalah sebagai berikut: kriteria harga rumah (0,34%), kriteria penghasilan pemukim (0,24%), kriteria jarak ke fasilitas (0,18%), kriteria kondisi jalan (0,09%), kriteria jumlah angkutan umum (0,08%) dan kriteria jarak ke pusat inti kota (0,07 %). Hal ini membuktikan bahwa kriteria harga rumah yang paling menentukan optimalnya suatu Perumnas. Sedangkan urutan prioritas (rangking) alternatif Perumnas yang optimal fungsi dan keberadaannya di kota Medan ditinjau berdasarkan observasi lapangan adalah sebagai berikut: Perumnas Helvetia, Perumnas Simalingkar, Perumnas Mandala dan Perumnas Martubung. Hal ini membuktikan bahwa Perumnas Helvetia merupakan Perumnas yang paling optimal fungsi dan keberadaaannya dibandingkan dengan Perumnas yang lainnya di kota Medan.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Permasalahan

’Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan perumahan dan pemukiman adalah agar seluruh rakyat Indonesia dapat menghuni rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat dan teratur’.(Rumah untuk Seluruh Rakyat, 1991)

Perumahan dan permukiman memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hal inipun tidak terlepas pada masyarakat Indonesia khususnya. Bagi masyarakat Indonesia, rumah merupakan cerminan dari pribadi manusianya, baik itu secara perorangan maupun dalam suatu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkungan alamnya.

Setiap kota selalu memiliki daya tarik tersendiri untuk didatangi oleh masyarakat yang biasa hidup di luarnya, mimpi akan jaminan pekerjaan, pendidikan serta hiburan merupakan salah satu alasan bahwa kota selalu menarik untuk didatangi.

Salah satu hal yang selalu menjadi kendala dalam penanggulangan permasalahan perumahan dan permukiman ini adalah rendahnya kemampuan masyarakat untuk menjangkau harga rumah yang ditawarkan melalui pasar formal penyediaan perumahan. Hal ini karena kenaikan harga rumah dan lahan yang tidak seimbang dengan kemampuan beli masyarakat atau bahkan relatif turun tiap tahunnya.

Di wilayah kota Medan dan sekitarnya, masalah Perumnas hampir sama seperti di Jawa yaitu: antara lain pertama, semakin meningkatnya harga lahan


(13)

menyebabkan semakin tergesernya pembangunan perumahan sederhana ke pinggiran kota. Kedua, masalah kurangnya prasarana lingkungan perumahan dan ketiga adalah sarana transportasi umum yang kurang memadai dan merata, sehingga menimbulkan masalah biaya transportasi yang mahal bagi penghuni perumahan sederhana yang tinggal relatif jauh dari pusat kota.

Yang dimaksud dengan optimalisasi penggunaan lahan di kawasan pemukiman apabila kawasan tersebut dibangun sesuai dengan tujuan UU No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman pada Bab-II Psl. 4 yaitu : (a) dapat memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat dan (b) mewujudkan perumahan dan pemukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur serta lokasi pemukiman tersebut benar-benar dibangun pada lokasi yang sesuai dengan peruntukannya menurut RUTRK.

Ukuran optimal lainnya adalah pengelolaan lahan dalam upaya pembangunan rumah-rumah serta kawasannya dilakukan dengan cara lebih hemat. Oleh karena itu maka membangun beberapa rumah sekaligus akan lebih murah biayanya dibandingkan dengan membangun satu per satu. Kebijaksanaan pembangunan rumah secara kolektif oleh Pemerintah melalui apa yang dikenal dengan Proyek Prumnas. Dengan demikian maka calon penghuni akan dapat memperoleh rumah dengan biaya yang lebih murah atau dengan cara pembayaran yang lebih ringan.

Namun, disisi lain pembangunan Proyek Perumnas tersebut belum terwujud secara optimal, khususnya mengenai kriteria rumah sehat. Hal ini dapat dimaklumi karena mengingat terbatasnya anggaran yang dimiliki oleh Perumnas maka tujuan Pemerintah masih hanya sekedar mengadakan rumah untuk tempat bernaung saja.


(14)

Tidak jarang terjadi (bahkan sebagian besar) rumah-rumah tersebut diperbaiki atau dibangun kembali oleh pemiliknya.

Keinginan masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah sederhana sehat selalu dikalahkan ketersediaan rumah. Sederhana sehat yang disediakan Perum Perumnas belum memadai. Secara umum, pengadaan perumahan bagi kelompok berpenghasilan rendah selalu tidak mencukupi. Kebutuhan akan perumahan selalu lebih tinggi dan dapat disediakan oleh pemerintah Kota Medan sebagaimana kota besar di Indonesia juga mengalami kesulitan dalam pengadaan rumah murah.

Tercapainya optimalisasi Perumnas sebagai salah tujuan daripada penataan ruang merupakan unsur penting dalam mendorong pertumbuhan kota yang sehat dan dinamis. Hal ini dapat terwujud karena lahan perkotaan yang sangat terbatas tersebut dapat difungsikan secara optimal.

Usaha untuk mengoptimalkan Perumnas bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, karena ia sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, yang ada kalanya faktor tersebut tidak dapat dibuat atau diubah, khususnya yang menyangkut fisik lahan.

Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi tercapainya optimalisasi Perumnas, antara lain yaitu:

1. Kondisi pemukiman

Kondisi pemukiman yang dimaksud harus memenuhi persyaratan minimum bagi perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman dan serasi. Contoh: jarak titik tengah Perumnas ke fasilitas terdekat merupakan unsur utama yang


(15)

mempengaruhi nilai utility dari suatu daerah perumahan sehingga sangat berpengaruh terhadap usaha optimalisasi daerah Perumnas tersebut.

2. Faktor ekonomi

Faktor ini misalnya ditinjau dari harga rumah apakah kondisi rumah dan fasilitas umum yang tersedia telah sesuai dengan harga rumah yang ditetapkan.

3. Faktor penduduk

Dari faktor penduduknya yakni dari penghasilan pemukimnya dapat kita teliti apakah pembangunan Perumnas tersebut telah sepenuhnya ditujukan untuk kalangan menengah dan menengah ke bawah. Selain itu, dari lama bermukim dan alasan bermukim kita dapat mengetahui optimal atau tidakkah penggunaan Perumnas tersebut.

4. Faktor transportasi

Keinginan bermukim sangat dipengaruhi oleh kemudahan (aksesibilitas) transportasi pada kawasan pemukiman tersebut. Dengan adanya aksesibilitas transportasi dalam wilayah atau kota, maka masyarakat dalam wilayah atau kota tersebut akan mudah dan cepat dalam melakukan aktivitas.

Transportasi selalu dikaitkan dengan tujuan misalnya perjalanan dari rumah ke tempat bekerja, ke pasar, tempat rekreasi dan kota inti. Perjalanan terjadi karena manusia melakukan aktivitas di tempat yang berbeda dengan daerah tempat mereka tinggal.

Menurut Cooley (1894) dan Weber (1895), jalur transportasi dan titik simpul (pertemuan beberapa jalur transportasi) dalam suatu sistem transportasi mempunyai peran yang cukup besar terhadap perkembangan kota (Herbert and Thomas, 1982).


(16)

Dari pernyataan dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa transportasi berkaitan erat dengan keinginan bermukim di suatu kawasan pemukiman.

Pemerintah Kota Medan dalam 5 tahun ini telah memberikan perhatian besar untuk membangun Rumah Sangat Sederhana (RSS) untuk masyarakat kelas rendah, yang dilaksanakan bekerjasasama dengan Real Estate Indonesia (REI), Bank BTN, PT. Jamsostek dan Perum Perumnas.

Perum Perumnas optimis pada tahun 2009 mampu menjadi market leader (pemimpin pasar) dalam penjualan perumahan bagi rakyat. Dalam tahun ini, Perum Perumnas secara nasional menargetkan mampu menjual sebanyak 13.000 unit rumah. Target tersebut dilandasi keberhasilan BUMN di bidang perumahan ini yang mampu menjual 8.668 unit rumah pada 2008.

Hasil wawancara dengan Bapak Basri Nazar S.E salah satu pegawai di Perum Perumnas Regional I menyatakan bahwa 60% luas daerah Perumnas untuk pemukiman sedangkan 40% untuk fasilitas. Pada tahun 1982 Perum Perumnas Helvetia menyerahkan tanah-tanah serta fasilitas sosial yang terdapat di lokasi kawasan Perumnas Helvetia kepada Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, jadi segala fasilitas baik sarana maupun prasarana tidak menjadi tanggung jawab pihak Perum Perumnas lagi. Para konsumen yang telah membeli rumah Perumnas 100% telah menjadi hak milik konsumen atau sering disebut HPL (Hak Pengguna Lahan), jadi apabila rumah dipindahtangankan atau dikembangkan tidak perlu ada izin lagi dari pihak Perum Perumnas tetapi apabila ada permintaan dari pihak Bank yang terkait sebagai persyaratan memperjualbelikan rumah maka Perum Perumnas dapat memberikan rekomendasi kepada Bank tersebut.


(17)

Dalam tugas akhir ini, dilakukan studi kasus pada Perumnas yang ada di wilayah kota Medan dan sekitarnya yaitu: Perumnas Helvetia, Perumnas Mandala, Perumnas Simalingkar dan Perumnas MartubungI. Hasil analisis dikuantifikasikan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menggunakan program Excel berdasarkan data-data quesioner yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan. Dengan demikian kita dapat mengetahui Perumnas mana yang paling optimal keberadaan dan fungsinya.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode analisis yang dipakai untuk mengukur atau mengetahui bobot prioritas/rangking Perumnas yang optimal fungsi dan keberadaaannya di wilayah kota Medan dan sekitarnya berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan melalui perbandingan berpasangan yang diperoleh dari pengukuran aktual maupun pengukuran relatif dari derajat kesukaan, kepentingan atau perasaan konsumen. Hasil perbandingan berpasangan ini akan membentuk matrik dimana skala rasio diturunkan dalam bentuk eigen vektor utama.

Matrik tersebut berciri positif dan berbalikan, yakni aij = 1/aij. Matriks perbandingan tersebut dapat disajikan sebagai berikut :

A1 A2 A3 ... ... An

1 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1 ... ... 1 ... ... 1 ... ... 1 3 32 31 2 23 21 1 13 12 3 2 1 n n n n

n a a

a a a a a a a a a A A A A n

Dengan alasan-alasan tersebut penulis ingin meneliti untuk mengetahui bobot prioritas/rangking Perumnas yang optimal fungsi dan keberadaaannya di wilayah


(18)

Mendefinisikan Tahapan hierarki

Tujuan penanganan

Matriks perbandingan berpasangan pada setiap level hierarki

• Komponen-komponen eigen vektor utama setiap baris Perhitungan :

Wi = n a1j ×a2j×a3j×....×anj

• Eigen vektor (Bobot Prioritas)

Xi =

Wi Wi

• Eigen value maks (λmaks)

λmaks = (

a .ij Xi ) / Xi n

• Indeks konsistensi (CI)

CI =

1

−−

n n

maks

λ • Rasio konsistensi (CR)

CR =

RI CI

Tidak CR ≤ 0,1

Ya = Konsisten Bobot Prioritas (Rangking) Kriteria

Alternatif optimum terpilih


(19)

I.2. Ruang Lingkup Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka pembahasan penelitian ini dibatasi pada :

a. Penelitian hanya dilakukan pada kawasan Perumnas di wilayah kota Medan dan sekitarnya.

b. Kriteria yang disepakati untuk diteliti adalah : 1. Jarak titik tengah Perumnas ke fasilitas terdekat Fasilitas yang diteliti yakni:

A. Fasilitas Kesehatan a) Puskesmas

B. Fasilitas Perbelanjaan a) Pasar

C. Fasilitas Peribadatan

a) Mesjid b) Gereja

D. Fasilitas Pendidikan a) SD

b) SLTP

c) SLTP

E. Fasilitas Olah Raga a) Lapangan Sepak Bola

2. Jumlah armada angkutan umum yang melewati kawasan Perumnas

Merupakan salah satu bagian dari aksesibilitas atau kemudahan untuk mencapai suatu lokasi.


(20)

3. Kondisi perkerasan

Keadaan jalan utama yang ada di Perumnas yakni diambil 5 sampel jalan utama.

4. Jarak Perumnas ke pusat inti kota Medan

Faktor yang mempengaruhi konsumen atau pemukim dari sisi jarak tempat kerja yang biasanya di sekitar pusat kota dengan lokasi Perumnas dan tempat-tempat penting lainnya.

5. Harga rumah

Konsumen atau pemukim lebih memilih harga rumah yang sesuai dengan

budget yang mereka sediakan.

6. Penghasilan pemukim

Faktor penghasilan dapat dijadikan acuan tentang fungsi Perumnas apakah benar-benar diperuntukkan untuk kalangan masyarakat menengah dan ke bawah.

c. Data dari kuesioner yang berisikan pemilihan kriteria untuk menentukan optimalnya suatu Perumnas diolah dengan bantuan program Microsoft Excel, sedangkan penentuan rangking alternatif Perumnas yang optimal fungsi dan keberadaannya berdasarkan bobot prioritas/rangking kriteria dilakukan dengan metode perangkingan yang ditinjau melalui observasi lapangan. Hal ini disebabkan karena responden yang berasal dari masing-masing Perumnas tidak mengetahui bagaimana keadaan di Perumnas yang lain, jadi apabila ditanya kuesioner yang isinya tentang Perumnas lain maka hasil dari kuesioner tersebut sudah pasti tidak konsisten.


(21)

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui rangking Perumnas di wilayah kota Medan dan sekitarnya yang optimal fungsi dan keberadaannya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. b. Mengetahui bobot prioritas/rangking kriteria-kriteria yang telah ditetapkan

untuk menentukan optimalnya fungsi dan keberadaannya suatu Perumnas.

I.4. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

a. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat kebijaksanaan yang berkaitan dengan perencanaan wilayah perkotaan khususnya pemukiman di wilayah pinggiran kota Medan yakni : kawasan Perumnas di kota Medan.

b. Bagi pengembang sebagai masukan dalam meningkatkan kualitas Perumnas yang akan dikembangkan.

c. Bagi pemerintah, sebagai masukan untuk mengetahui upaya-upaya yang harus dilakukan dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas Perumnas di wilayah kota Medan dan sekitarnya.

d. Bagi konsumen, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kondisi Perumnas di wilayah kota Medan dan sekitarnya agar nantinya konsumen dapat mengambil keputusan yang baik dalam memilih rumah.


(22)

I.5. Metode Penulisan

Penelitian ini akan menggunakan metode penulisan sebagai berikut : a. BAB I PENDAHULUAN

Berisikan tentang latar belakang penelitian ini dibuat, masalah, tujuan dan manfaat.

b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Memberikan literatur yang mendukung penelitian ini, memberikan pemahaman singkat melalui penjelasan umu, uraiuan pengertian dan teori yang berkaitan dengan penelitian.

c. BAB III DESKRIPSI WILAYAH STUDI

Berisikan tentang wilayah penelitian yang masih dalam ruang lingkup pembahasan.

d. BAB IV METODE PENELITIAN

Berisikan tentang langkah-langkah kerja yang akan dilakukan dan cara memperoleh data yang relevan dengan penelitian ini.

e. BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Berisikan tentang pelaksanaan dan pengumpulan serta perhitungan dari hasil kuesioner yang diperoleh dengan menggunakan program Excel.

f. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


(23)

I.6. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Rasudyn Ginting (1999) dalam penelitiannya yang berjudul “Optimalisasi Kepuasan Pemukim Penghasilan Pemerintah dan Pengembang dari Sektor Usaha Perumahan Tertata serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Kasus : Kotamadya Medan) bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana dan sejauh mana tingkat optimalisasi yang diperoleh Pemukim, Pemerintah dan Developer di kawasan perumahan tertata; type rumah yang bagaimanakah yang memberikan tingkat optimalisasi paling tinggi dan faktor-faktor apa pula yang mempengaruhi tingkat optimalisasi tersebut.

Syawaluddin (2007), “Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda ke Kampus dengan Metode Analytic Hierarchy Process”, yang berhasil menentukan urutan prioritas/rating faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda ke kampus.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Iryanto (2008) berjudul “Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan Metode AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara”. Disertasi ini menunjukkan pengembangan metode AHP sehingga preferensi seluruh lapisan masyarakat baik itu Pemerintah, stakeholder, LSM, DPRD, calon responden, ahli dari Perguruan Tinggi dan lain-lainnya diperoleh melalui Focused Group

Discussion(FGD) dapat diikutsertakan dan hasilnya memberikan peringkat (rating)


(24)

I.7. AHP Cara Efektif dalam Pengambilan Keputusan

Metode AHP adalah prosedur pengambilan keputusan, yang dirancang untuk menangkap persepsi orang atau sekelompok orang yang berhubungan erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang dibuat untuk sampai kepada suatu skala preferensi. Metode ini memungkinkan penyusunan permasalahan yang tidak tersttruktur kedalam sebuah urutan hirarki, kemudian diberikan nilai dalam bentuk angka skala preferensi yang menunjukkan relatif pentingnya satu elemen terhadap elemen yang lain. Untuk sampai pada hasil akhir, penilaian tersebut kemudian disintesiskan guna menentukan elemen/variabel mana yang mempunyai prioritas tinggi.

Pada hakekatnya AHP merupakan suatu model pengambil keputusan yang komprehensif dengan memperhitungkan hal-hal yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dalam model pengambilan keputusan dengan AHP pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya.

Adapun kelebihan dan kekurangan AHP dibandingkan dengan metode Stated

Preference dan metode Simple Additive Weighting Method (SAW), yaitu:

 Kelebihan: Metode AHP

- Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi manusia

- AHP memberikan suatu skala pengukuran dan memberikan metode untuk menetapkan prioritas.

- Hasil yang didapat lebih rinci, karena dapat dilihat pembobotan untuk tiap alternative.


(25)

- AHP memberikan penilaian terhadap konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas. - Dapat melihat perbandingan tiap kriteria untuk masing-masing alternatif - Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi

berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.

- Digunakan pada pembobotan global.

 Kekurangan:

- Pengisisan kuesioner sulit, karena responden diminta untuk membandingkan satu per satu tiap kriteria dengan range penilaian yang sangat luas atau memerlukan ketelitian dalam mengisi kuesioner.

- Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.

- Bila kriteria atau alternatif yang dibandingkan jumlahnya banyak, sebaiknya tidak menggunakan metode ini karena akan membutuhkan waktu yang sangat lama serta tingkat kekonsistenan yang tinggi dalam proses pengolahan.

- Untuk melakukan perbaikan keputusan, harus dimulai lagi dari tahap awal

 Kelebihan:

Metode Stated Preference

- Dapat menggunakan data terbatas.

- Berisikan pilihan pelayanan dengan kondisi baik dan buruk serta tingkat kepuasan dibuat dengan perangkingan dalam skala ordinal.


(26)

- Tidak menggunakan asumsi dan prediksi yang terlalu banyak atau yang bersifat substansial.

 Kekurangan:

- Hasil perhitungan sering tidak tepat/akurat.

- Tidak mampu menangkap pengaruh aspek-aspeknya. - Mengukur probabilitas tingkat kepuasan.

- Perlu dilakukan analisa faktor dan regresi dan uji sensitivitas model. - Outputnya adalah fungsi probabilitas.

 Kelebihan:

Metode Simple Additive Weighting Method (SAW)

- Menentukan nilai bobot untuk setiap atribut, kemudian dilanjutkan dengan proses perankingan yang akan menyeleksi alternative terbaik dari sejumlah alternative.

- Penilaian akan lebih tepat karena didasarkan pada nilai kriteria dan bobot preferensi yang sudah ditentukan.

 Kekurangan:

- Digunakan pada pembobotan lokal.

- Perhitungan dilakukan dengan menggunakan bilangan crisp maupun fuzzy.

- Adanya perbedaan perhitungan normalisasi matriks sesuai dengan nilai atribut (antara nilai benefit dan cost).


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Perumahan dan Pemukiman Menurut Undang-Undang Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, pasal 1 : dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.

2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

4. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.

5. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

6. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. 7. Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan.


(28)

II.2. Pengertian Optimalisasi

Menurut Tim Penyusun kamus bahasa (1994:705) Optimalisasi merupakan proses, cara atau perbuatan mengoptimalkan. Mengoptimalkan berarti menjadikan paling baik, paling tinggi atau paling menguntungkan.

II.3. Gambaran Umum Perumahan dan Pemukiman

Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Perumahan dan pemukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, akan tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya dan menampakan jati diri.

Untuk menjamin kepastian hukum dan ketertiban umum dalam pembangunan dan kepemilikan, maka setiap pembangunan rumah harus dilakukan di atas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta sistem penyediaan tanah untuk perumahan dan pemukiman harus ditangani secara nasional, karena tanah merupakan sumber daya alam yang tidak dapat bertambah. Maka harus digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, agar penggunaan dan pemanfaatannya dapat dirasakan oleh masyarakat secara adil dan merata tanpa menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial dalam proses bermukimnya masyarakat.


(29)

Permasalahan pemukiman dan perumahan (papan) yang menjadi salah satu parameter (tolak ukur) tingkat kesejahteraan dan kemakmuran suatu masyarakat, yang memenuhi standar kesehatan (cukup sirkulasi udara, cahaya, dan terjaga sanitasinya) dan bangunan yang secara teknis memenuhi persyaratan teknis perumahan yang layak, masih sangat memprihatinkan. Masih banyak kita jumpai pemandangan pemukiman kumuh dibantaran kali dan di tanah-tanah tak bertuan dan atau tanah-tanah negara yang belum difungsikan. Selain persediaan lahan yang terbatas, hal ini disebabkan juga oleh tidak adanya pemerataan pembangunan di daerah-daerah, menyebabkan kaum urban berdatangan ke kota-kota besar berusaha mencari kerja untuk memperbaiki nasib hidupnya.

Oleh karenanya, pembangunan perumahan dan pemukiman harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian, lingkungan kehidupan, pertumbuhan wilayah dengan memperhatikan keseimbangan antara pengembangan daerah pedesaan dan daerah perkotaan, memperluas lapangan kerja serta menggerakan kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Dalam pembangunan perumahan dan pemukiman, perlu ditingkatkan kerja sama secara terpadu antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, koperasi, usaha Negara (BUMN/BUMD), usaha swasta, dan masyarakat dengan mengindahkan persyaratan minimum bagi perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman, dan serasi dengan lingkungan, serta terjangkau oleh daya beli masyarakat luas, dengan memberikan perhatian khusus kepada masyarakat yang berpenghasilan menengah dan rendah (Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1993). Pengadaan rumah sederhana serta peremajaan pemukiman kumuh di daerah perkotaan dan terutama


(30)

berpenduduk padat, haruslah dilakukan sesuai dengan peningkatan daya guna dan hasil guna lahan bagi pembangunan perumahan dan untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman.

Perumahan nasional merupakan suatu pemukiman yang perencanaannya dibangun oleh negara dimana dengan adanya pemukiman tersebut dapat berguna membantu masyarakat mendapatkan fasilitas rumah tempat tinggal yang layak dengan harga yang dapat dijangkau serta memiliki sistem pembayaran yang dapat diangsur.

Dengan keterbatasan luas tanah yang tersedia, dirasakan perlu untuk membangun perumahan dengan sistem satu lantai yang disebut Rumah Susun (Rusun), dengan tetap memperhatikan faktor sosial budaya yang hidup dalam masyarakat. Rumah Susun sebagai solusi pengadaan perumahan di daerah perkotaan, dapat berfungsi sebagai tempat hunian, kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan, maupun bangunan pemerintahan.

II.3.1. Persyaratan Suatu Perumahan dan Pemukiman

A. Persyaratan dasar perumahan Kawasan perumahan harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut :

a. Aksesibilitas

Yaitu kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan.Aksesibilitas dalam kenyataannya berwujud jalan dan transportasi.

b. Kompatibilitas

Yaitu keserasian dan keterpaduan antar kawasan yang menjadi lingkungannya.


(31)

c. Fleksibilitas

Yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana.

d. Ekologi

Yaitu keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya. B. Persyaratan dasar pemukiman

Suatu bentuk permukiman yang ideal di kota merupakan pertanyaan yang menghendaki jawaban yang bersifat komprehensif, sebab Perumahan dan Permukiman menyangkut kehidupan manusia termasuk kebutuhan manusia yang terdiri dari berbagai aspek.

Sehingga dapat dirumuskan secara sederhana tentang ketentuan yang baik untuk suatu permukiman yaitu harus memenuhi sebagai berikut:

a. Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain seperti pabrik, yang umumnya dapat memberikan dampak pada pencemaran udara atau pencemaran lingkungan lainnya.

b. Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan seperti pelayanan pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan lain-lain.

c. Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang lebat sekalipun.

d. Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang siap untuk disalurkan ke masing-masing rumah.


(32)

e. Dilengkapi dengan fasilitas air kotor / tinja yang dapat dibuat dengan sistem individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik komunal.

f. Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar lingkungan permukiman tetap nyaman.

g. Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak, lapangan atau taman, tempat beribadat, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala besarnya permukiman itu.

h. Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.

II.3.2. Pembangunan Perumahan dan Permukiman

Ada berbagai cara untuk pembangunan pemukiman, antara lain pembangunan secara individual dan tidak terorganisir, pembangunan oleh pengembang pembangunan dan pembangunan permukiman oleh Perum Perumnas.

(1). Pembangunan Perumahan Secara Individual yang Tidak Terorganisasi. Apabila seseorang memiliki sebuah lahan di kota, maka ia akan membangun rumah. Peminat pembangunan rumah ini akan mengajukan permohonan ijin mendirikan bangunan kepada Pemkot, yang harus dilengkapi dengan advis planning. Pada advis planning itu akan tergambar letak bangunan dan letak rencana jalan yang ada di depan bangunan. Dalam hal ini, yang sering terjadi adalah jalan tersebut belum dibuka oleh pemerintah, sehingga pemilik bangunan menggunakan jalan kecil yang ada di lapangan yang tidak sesuai dengan rencana kota. Lambat laun jalan yang ada tadi akan dikembangkan oleh penduduk sekitar atau oleh lurah melalui proyek bantuan pembangunan desa.


(33)

Dan kemudian akan terus bertambah bangunan-bangunan lain pada jalan yang tidak mengikuti rencana kota itu sehingga pada akhirnya rencana kota yang akan menyesuaikan dengan keadaan yang sudah terjadi. Kemungkinan jangkauan pengawasan pembangunan kota belum sampai ke seluruh penjuru kota sehingga banyak menimbulkan munculnya bangunan yang tidak memiliki izin dan tidak sesuai dengan rencana kota. Selain itu biasanya para pemilik tanah tidak mau menyisihkan sebagian dari tanahnya untuk rencana jalan. Lambat laun kawasan kota yang dibangun secara individual akan menjadi kawasan kota yang tidak teratur perencanaannya.

(2). Pembangunan oleh Pengembang

Istilah lainnya adalah real estate yang dilaksanakan dengan cara membeli sejumlah lahan dan direncanakan untuk pembangunan pemukiman dan setelah selesai dibangun lalu dijual kepada masyarakat.

 Pembangunan seperti ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu:

a. Rencana tapak disesuaikan dengan rencana kota dan standar yang ada karena rencana ini telah dibuat secara keseluruhan dan diperiksa serta diarahkan terlebih dahulu oleh aparat pemerintah dan setelah memperoleh persetujuan baru dilaksanakan.

b. Lahan untuk fasilitas umum dan sosial dapat sekaligus disediakan oleh pengembang.

c. Lingkungan pemukiman ini di samping tertata baik juga memperhatikan estetika lingkungan dan bangunan.


(34)

 Tapi pembangunan seperti ini juga memiliki faktor negatif seperti: a. Harga rumah lebih mahal karena pengembang mengejar keuntungan.

b. Kualitas rumah tidak sesuai dengan apa yang ditawarkan karena pelaksanaan pembangunan rumah dalam jumlah besar maka pengawasannya menjadi berkurang.

c. Para pengembang hanya memfokuskan prasarana pada lokasi pemukiman, padahal prasarana seperti drainase berkaitan dengan sistem pemukiman. Sekeliling kawasan pemukiman yang baru dibangun sering terkena genangan air karena pengembang tidak membangun drainase pembuang air keluar dari kawasan pemukiman, melainkan menaikkan elevasi kawasan yang dibangunnya. Hasilnya adalah kawasan pembangunan itu tidak terjadi banjir, melainkan memindahkan banjirnya ke kawasan sekelilingnya yang sebelumnya tidak terjadi banjir.

Karena hanya mengejar keuntungan maka para pengembang cenderung hanya membangun rumah menengah dan rumah mewah, dan enggan membangun rumah sederhana dan sangat sederhana

(3). Pembangunan Permukiman oleh Perum Perumnas

Perum perumnas juga bersifat pengembang tapi perusahaan ini lebih memfokuskan kegiatannya pada pemukiman dan rumah-rumah tingkat menengah ke bawah. Agar dapat bersaing maka prasarana ke lokasi Perum Perumnas sering kali dibangun oleh pemerintah.

PT. Perumahan Nasional (Persero) yang sering disingkat Perumnas, merupakan pengembang (developer) yang dibentuk oleh pemerintah dalam melaksanakan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di


(35)

perkotaan. Dalam pelaksanaannya, Perumnas menerapkan beberapa cara, antara lain dengan membangun: kapling siap bangun, rumah inti, rumah sederhana dan rumah susun.

II.3.3 Maksud dan Tujuan Pembangunan Pemukiman

 Secara umum :

• Memperbaiki keadaan pemukiman dan lingkungannya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.

• Mengembangkan dan meningkatkan sarana, prasarana dan fasilitas lingkungan.

• Meningkatkan dan memanfaatkan kembali fungsi-fungsi perkotaan dengan lebih mengutamakan tata guna tanah.

 Secara lebih khusus, menurut Undang-undang No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman dijelaskan bahwa penataan perumahan dan pemukiman bertujuan untuk :

• Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

• Mewujudkan pemukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur.

• Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan penyebaran penduduk yang rasional.

• Menunjukkan pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang lainnya.


(36)

II.3.4. Tantangan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman

Secara umum tantangan yang dihadapi dalam pengadaan dan pembangunan perumahan dan pemukiman, PJP I dan PJP II, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pemenuhan kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

2. Mengurangi kesenjangan pelayanan prasarana dan sarana tingkat golongan masyarakat.

3. Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha.

4. Penyediaan prasarana dan sarana perumahan dan pemukiman yang serasi dan berkelanjutan.

5. Pengelolaan pembangunan perumhan dan pemukiman secara efektif dan efisien.

Hal mendasar yang memacu timbulnya berbagai tantangan dalam pembangunan perumahan dan pemukiman seperti tersebut di atas adalah adanya fenomena pertumbuhan penduduk yang sangat pesat disertai dengan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan yang mengakibatkan bertambahnya kebutuhan akan perumahan dan pemukiman.

Meskipun pembangunan perumahan dan pemukimna yang layak sudah diarahkan agar terjangkau oleh masyarakat yng berpenghasilan rendah, akan tetapi sasaran ini masih belum dapat tercapai secara menyeluruh.

Lambannya upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan dan pemukiman yang sehat dan layak antara lain disebabkan oleh belum terciptanya


(37)

iklim yang memadai serta terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah untuk membiayai pembangunan perumahan dan pemukiman tersebut.

II.3.5. Kendala Pembangunan Perumahan dan Pemukiman

Pelaksanaan pembangunan perumahan dan pemukiman tentu tidak lepas dari berbagi kendala, yang antara lain berupa:

1. Terbatasnya lahan yang tersedia

Terbatasnya lahan, baik diperkotaan maupun di pedesaan , yang dibarengi dengan meningkatnya pembangunan serta perkembangan jumlah penduduk yang pesat, telah mengakibatkan adanya ketimpangan antara jumlah permintaan dengan penawaran. Ketimpangan ini memacu meningkatnya nilai lahan yang digunakan untuk mengembangkan perumahan dan pemukiman sehingga untuk mendaptkan lahan, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah semakin sulit.

2. Rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat

Kondisis sosial ekonomi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, juga merupakan kendala bagi pembangunan perumahan dan pemukiman yang sehat dan layak. Kondisi perumahan dan pemukiman yang kurang layak huni merupakan dampak langsung dari kemiskinan, disamping juga karena kekurangpahaman masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkunganyang bersih bagi kesehatan mereka.

3. Terbatasnya informasi

Faktor lain yang menajdi kendala dalam pembangunan perumahan dan pemukiman adalah keterbatasan informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan


(38)

pengadaan dan teknologi pembangunan perumahan dan pemukiman terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan berdaya beli rendah.

4. Terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah

Kendala yang berkaitan dengan kemampuan Pemerintah Daerah adalah terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan pemukiman itu, disamping keterbatasan dalam penyediaan sarana dan prasarananya.

Dalam buku Perencanaan dan Pengembangan Perumahan yang ditulis oleh Suparno Sastra M dan Endy Marlina, disana juga dipaparkan beberapa kendala yang dihadapi mengenai permasalahan perumahan dan permukiman ini, yaitu:

1. Pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

2. Mengurangi kesenjangan pelayanan prasarana dan sarana antar tingkat golongan masyarakat.

3. Meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha

4. Penyediaan prasana dan sarana perumahan dan permukiman yang serasi dan berkelanjutan.

5. Pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman secara efektif dan efisien.


(39)

II.3.6. Permasalahan Perumahan dan Permukiman

Permasalahan secara umum pada saat ini adalah:

1) Belum melembaganya sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman a. Secara umum sistem penyelenggaraan perumahan dan permukiman masih

belum mantap, baik di tingkat pusat, wilayah, maupun lokal, ditinjau dari segi SDM, organisasi, tata laksana, dan dukungan prasarana serta sarananya.

b. Belum mantapnya pelayanan dan akses terhadap hak atas tanah untuk perumahan, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan rendah.

c. Belum efisiennya pasar perumahan, karena adanya intervensi yang mengganggu penyediaan dan menyebabkan distorsi permintaan akan perumahan.

2) Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau.

a. Tingginya kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau masih belum diimbangi kemampuan penyediaan, baik oleh masyarakat, dunia usaha dan pemerintah.

b. Ketidakmampuan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah untuk mendapatkan rumah yang layak dan terjangkau serta memenuhi standar lingkungan permukiman yang responsif (sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan), karena terbatasnya akses informasi, terutama yang berkaitan dengan pertanahan dan pembiayaan perumahan.

c. Belum tersedianya dana jangka panjang bagi pembiayaan perumahan yang menyebabkan terjadinya mismatch pendanaan dalam pengadaan perumahan.


(40)

Di samping itu, sistem dan mekanisme subsidi perumahan bagi kelompok masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah masih perlu dimantapkan, baik melalui mekanisme pasar formal maupun melalui mekanisme perumahan yang bertumpu pada keswadayaan masyarakat.

3) Menurunnya kualitas lingkungan permukiman

a. Secara fungsional, sebagian besar kualitas perumahan dan permukiman masih belum memenuhi standar pelayanan yang memadai sesuai skala kawasan yang ditetapkan, baik sebagai kawasan perumahan maupun kawasan permukiman yang berkelanjutan, seperti terbatasnya ruang terbuka hijau, lapangan olah raga, tempat usaha dan perdagangan di samping prasarana dasar perumahan dan permukiman, seperti air bersih, sanitasi, dan pengelolaan limbah.

b. Secara fisik lingkungan, masih banyak ditemui kawasan perumahan dan permukiman yang telah melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan. Dampak semakin menurunnya daya dukung lingkungan di antaranya adalah dengan meningkatnya lingkungan permukiman kumuh pertahunnya, sehingga luas lingkungan permukiman kumuh seperti pada tahun 2000 telah mencapai sekitar 47.500 ha yang tersebar tidak kurang dari sekitar 10.000 lokasi.

c. Secara visual wujud lingkungan, juga terdapat kecenderungan yang kurang positif bahwa sebagian kawasan perumahan dan permukiman telah mulai bergeser menjadi lebih tidak teratur, kurang berjati diri, dan kurang memperhatikan nilai-nilai kontekstual sesuai sosial budaya setempat serta nilai-nilai arsitektural yang baik. Selain itu, kawasan yang baru dibangun juga tidak secara berlanjut dijaga penataannya sehingga secara potensial dapat


(41)

menjadi kawasan kumuh yang baru. Perumahan dan pemukiman yang spesifik, unik, tradisional, dan bersejarah juga semakin rawan keberlanjutannya, padahal merupakan aset budaya bangsa yang perlu dijaga kelestariannya.

II.3.7. Strategi Pembangunan Perumahan dan Pemukiman

Adapun rincian strategi pembangunan perumahan serta sarana pendukungnya di perkotaan dan pedesaan hendaknya mengacu pada hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam upaya penyelenggaraan pembangunan perkotaan perlu segera

diciptakan iklim pengelolaan yang mempu mendorong masyarakat dan dunia usaha untuk ikut berperan serta secara aktif.

2. Salah satu faktor penyebab kemiskinan di kota adalah tertutupnya/terhambatnya akses masyarakat miskin terhadap prasarana dan sarana perkotaan. Oleh karena itu perlu segera diwujudkan perluasan jangkauan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan ini di kawasan tertinggal (padat penduduk miskin).

3. Penggunaan teknologi tepat guna yang mampu mendorong terbangunnya prasarana dan sarana perkotaan yang layak dan memadai serta mampu menjangkau masyarakat secara luas.

4. Dalam upaya mengembangkan prasarana dan sarana perkotaan perlu dilakukan optimalisasi potinsi dan sumber daya lokal demi terciptanya efisiensi dan efektivitas pengelolaan perkotaan.


(42)

II.3.8. Kualitas Perumahan dan Pemukiman

Dari hasil statistik perumahan yang merupakan hasil pendaftaran bangunan sensus, agaknya tidak mudah untuk mendapatkan gambaran tentang kualitas perumahan dan pemukiman di Indonesia. Pemukiman yang tertata baik atau kumuh, rumah yang layak atau tidak layak tidak dapat dibaca dari hasil sensus. Ini dapat kita mengerti karena memang belum ada standar baku untuk menentukan apakah suatu rumah atau suatu unit lingkungan layak huni atau tidak.

Dalam rangka program dan proyek peningkatan kualitas lingkungan, khususnya pemukiman kumuh di perkotaan, memang perlu dilakukan telaah

(assessment) dan penilaian atas kondisi pemukiman.

Ukuran atau penilaian yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas pemukiman antara lain :

• Kepadatan penduduk • Kerapatan Bangunan • Kondisi jalan

• Sanitasi dan pasokan air bersih • Kualitas konstruksi perumahan


(43)

II.4. Perum Perumnas

Perum Perumnas didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 29/1974 tertanggal 18 Juli 1974 yang disempurnakan dengan PP No.12/1988 dan terakhir PP No.15/2004 diundangkan 10 Mei 2004 mengacu pada UU No.19/2003 dan PP No.13/1998. Perumnas adalah sebuah BUMN yang tugasnya mengemban misi pelaksanaan kebijakan dan program Pemerintah di bidang pembangunan perumahan rakyat menengah kebawah beserta sarana dan prasarananya, yang mampu mewujudkan lingkungan permukiman sesuai rencana pengembangan wilayah perkotan.

Tugas Perum Perumnas adalah menyediakan perumahan dan permukiman bagi masyarakat luas yang layak dan terjangkau, meliputi perumahan sederhana bagi Golongan Masyarakat Berpenghasilan Menengah Bawah dengan sasaran Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI/POLRI dan karyawan swasta beserta sarana prasarana lingkungan dan perumahan susun sederhana, baik untuk dijual maupun disewakan untuk buruh karyawan industri, mahasiswa, masyarakat umum dari lingkungan kumuh.

Garis pedoman dalam penjualan perumahan oleh Perum Perumnas kepada masyarakat adalah sebagai berikut :

1. 75 % dari perumahan sederhana disewakan/dijual kepada pegawai negeri atau TNI-Polri golongan II dan yang telah mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 tahun.

2. 15 % dari perumahan sederhana disewakan/dijual kepada karyawan perusahaan negara/swasta yang berpenghasilan setaraf dengan golongan I dan II yang mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 tahun.


(44)

3. 10 % dari perumahan sederhana disediakan untuk masyarakat yang tempat tinggalnya terkena penggusuran karena pengembangan proyek pemerintah.

Perum Perumnas juga bersifat pengembang tapi perusahaan ini lebih memfokuskan kegiatannya pada pemukiman dan rumah-rumah tingkat menengah ke bawah. Agar dapat bersaing maka prasarana ke lokasi Perumnas sering kali dibangun oleh Pemerintah.

Selain tugas utama tersebut, Perumnas juga melakukan kegiatan bisnis komersil dalam rangka mencari dana untuk subsidi silang dan meningkatkan pertumbuhan perusahaan dengan sasaran perumahan untuk golongan berpenghasilan menengah atas dan pengembangan fasilitas komersial dengan pola kerjasama operasi.

Selama Periode 1974-1982, Perumnas telah membangun ribuan rumah berikut sarana dan prasarana lingkungannya di daerah Depok, Klender, Bekasi, Cirebon, Semarang, Surabaya, Medan, Padang dan Makasar. Pada Periode 1982-1991, penyertaan modal negara untuk pembangunan RS/RSS dikurangi atau mulai distop, pelbagai proteksi tidak lagi diperoleh Perumnas. Iklim deregulasi dan debirokratisasi yang diluncurkan oleh Pemerintah tahun 1983 dan baru efektif setelah tahun 1988 menciptakan sistem perekonomian yang lebih berorientasi pada pasar. Fasilitas KPR-BTN mulai dibatasi. Perumnas beralih ke orientasi pasar, menuntut hasil pemasaran jangka pendek karena dalam situasi keuangan yang sulit. Pada Periode 1992-2003, Perumnas melakukan kegiatan usahanya bermodalkan dana sendiri. Ketika krisis moneter melanda, orientasi produk dan pasar sekaligus


(45)

dipadukan dan pemasaran serta penjualan sediaan (stock) terpaksa dilakukan untuk mempertahankan pangsa pasar.

II.5. Pandangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah terhadap Hunian

Untuk menangani kawasan kumuh, maka perlu didasarkan pada pandangan masyarakat berpenghasilan rendah terhadap rumah. Dalam Sistem Perumahan Sosial, maka Jo Santoso (Jo Santoso; 2002) mengungkapkan bahwa rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah:

1. Dekat dengan tempat kerja atau di tempat yang berpeluang untuk mendapatkan pekerjaan, minimal pekerjaan di sektor informal.

2. Kualitas fisik hunian dan lingkungan tidak penting sejauh mereka masih bisa menyelenggarakan kehidupan mereka.

3. Hak-hak penguasaan atas tanah dan bangunan khususnya hak milik tidak penting. Yang penting bagi mereka adalah mereka tidak diusir atau digusur, sesuai dengan cara berpikir mereka bahwa rumah adalah sebuah fasilitas.

II.6. Preferensi Bermukim

Preferensi bermukim adalah keinginan atau kecenderungan seseorang untuk bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, yang dipengaruhi oleh variable-variabel sebagai berikut :

1. Kondisi pemukim

Untuk mencapai kepuasan tertentu, suatu rumah tangga akan mengkonsumsi pelayanan perumahan dan biaya transportasi ke tempat pekerjaaan. Untuk mempertahankan tingkat kepuasan yang sama terhadap pelayanan perumahan, maka


(46)

atau unit rumah yang lebih besar dan tanah lebih luas. Selanjutnya pertambahan unit bangunan dan luas tanah tentu saja mempunyai batas tertentu, sehingga peningkatan konsumsi pelayanan perumahan dapat juga diartikan sebagai kenaikan kualitas rumah dan kondisi lingkungan yang lebih menyenangkan.

Kenyataannya dalam kehidupan di perkotaan, ada perumahan yang dianggap kelas atas, menengah dan bawah. Klasifikasi ini tergantung dari kondisi fisik perumahan dan status sosial lingkungan, sehingga walaupun jaraknya terhadap pusat kota sama, tapi harganya akan berbeda.

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa kondisi pemukiman mempengaruhi preferensi bermukim seseorang. Artinya, semakin baik kualitas perumahan, maka semakin tinggi pula kepuasan seseorang untuk bermukim di kawasan tersebut.

2. Transportasi

Salah satu fungsi perkotaan adalah memberikan fasilitas untuk pertukaran barang dan jasa, dari dan antar lokasi kegiatan ekonomi yang tersebar sehingga mengakibatkan terjadinya pergerakan barang dan orang. Oleh karena itu, ukuran dan bentuk struktur serta efisiensi dari daerah perkotaan dipengaruhi oleh sistem transportasi.

Transportasi menyangkut hampir seluruh kegiatan rumah tangga, sehingga menjadi hal yang sanagt penting dan menentukan. Dengan kata lain, preferensi bermukim sangat dipengaruhi oleh kemudahan transportasi daerah tersebut.

3. Lapangan Pekerjaan

Dalam sistem kota metropolitan, kota-kota satelit juga mulai menubuhkan lapangan kerja, sehingga fungsinya tidak hanya sebagai pemukiman. Dengan


(47)

tumbuhnya lapangan kerja tersebut maka hubungan antara kota satelit dengan daerah sekeliling menjadi berubah. Jadi pertumbuhan lapangan kerja dapat menarik pekerja dari luar kawasan metropolitan atau para migran.

Penduduk kota memerlukan semua variable di atas, tetapi ada kemungkinan para penduduk cenderung menyukai satu saja, karena para penduduk ini dapat memenuhi kebutuhan akan variable lainnya dari kota inti atau kota besar. Dalam hal ini, faktor jarak ke kota inti dan kemudahan transportasi akan sangat mempengaruhi.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa daya tarik suatu kota akan makin tinggi apabila di kota tersebut seseorang dapat menekan biaya pengeluaran berarti meningkatkan kepuasan seseorang untuk bermukim. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan bahwa faktor-faktor tersebut bervariasi sesuai dengan lokasi adalah biaya transporatsi dan pelayanan perumahan. Hal ini menjadi cirri dari sistem kota metropolitan.

Dari seluruh uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa hal-hal yang dapat meningkatkan daya tarik dari suatu kawasan adalah :

 Harga atau sewa rumah yang relatif murah, meskipun kondisi perumahan secara umum sama dengan lokasi lain.

 Biaya transportasi ke tempat pekerjaan lebih murah, karena jaraknya relatif dekat dengan perumahan.

 Adanya lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian penduduk yang ingin bermukim di lokasi perumahan.


(48)

II.7. Fungsi Pokok Rumah

Secara garis besar, rumah memiliki empat fungsi pokok sebagai tempat tinggal yang layak dan sehat bagi setiap manusia, yaitu:

 Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia.

 Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusi.

 Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit.

 Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar.

II.8. Rumah Sederhana

Yang dimaksud dengan rumah sederhana adalah rumah yang tidak bersusun dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 70 m2, yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling 54 m2 sampai dengan 200 m2, dan biaya pembangunan per m2 tidak melebihi dari harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan rumah dinas.

Tipe rumah sederhana meliputi rumah sederhana tipe besar, rumah sederhana tipe kecil, rumah sangat sederhana dan kaveling siap bangun.

Yang dimaksud dengan rumah tipe kecil adalah rumah dengan luas lantai bangunan 21 m2 sampai dengan 36 m2 dan sekurang-kurangnya memiliki kamar mandi dengan WC dan ruang serba guna.


(49)

II.9. Faktor-Faktor Penilaian Kepuasan Penghuni Rumah Sederhana A. Faktor Lokasi

1). Kondisi lokasi perumahan memenuhi kriteria :

a. Tersedia lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan perumahan baru minimum 50 unit rumah yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan sarana lingkungan.

b. Bebas dari polusi udara, polusi suara, polusi air, dan bebas banjir.

c. Mempunyai aksesibilitas yang baik dan mudah serta aman mencapai tempat kerja.

2). Faktor penting dalam pengembangan perumahan adalah jarak dan waktu tempuh ke sarana lingkungan dan tempat kerja.

B. Faktor Kualitas Bangunan

Memiliki persyaratan teknik, yaitu sebagai berikut :

1). Kelengkapan bangunan, seperti plambing, air bersih, air limbah, dan listrik

2). Struktur, komponen dan bahan bangunan

a. dapat menahan semua beban dan gaya termasuk gempa bumi yang bekerja padanya sesuai fungsinya.

b. mempunyai keawetan minimum 5 tahun untuk susunan non struktur, dan minimum 20 tahun untuk susunan struktur.


(50)

C. Faktor Prasarana dalam Lingkungan Perumahan Memenuhi kriteria, yaitu :

1). Jalan, merupakan prasarana lingkungan berupa jalan lokal sekunder I yaitu jalan setapak dan jalan kendaraan memiliki standar lebar badan jalan minimal 1,5 meter dan 3,5 meter.

2). Air limbah, prasarana untuk air limbah permukiman yaitu septik tank dan bidang resapan.

3). Air hujan, setiap lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air hujan, sehingga lingkungan perumahan bebas dari genangan air.

4). Air bersih, rumah dan lingkungan perumahan harus mendapatkan air bersih yang cukup serta harus tersedia sistem plambing meteran air. 5). Penyediaan listrik untuk perumahan, satu unit rumah minimum disediakan

jatah 450 VA dan untuk Penerangan Jalan Umum (PJU).

6). Jaringan telepon, pembangunan perumahan sederhana sebaiknya dilengkapi dengan jaringan telepon umum yang sumbernya diperoleh dari Telkom.

D. Faktor sarana dalam lingkungan perumahan.

Pada daerah perumahan harus disediakan sarana-sarana seperti sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, perbelanjaan, sarana olahraga dan taman yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan penduduk.

E. Faktor desain bangunan (Gelebet, 1986) F. Faktor harga, yang dimaksud adalah:


(51)

2). Batasan harga jual tertinggi per unit bangunan rumah beserta tanahnya untuk Rumah Sederhana Berlantai 1 (satu) adalah tidak boleh melampaui 2 (dua) kali harga jual tertinggi per m2 bangunan rumah sederhana.

II.10. Fasilitas Lingkungan Perumahan

Fasilitas ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan dan peningkatan mutu kehidupan dan penghidupan dari masyarakat lingkungan sehingga dapat hidup layak.

Pada dasarnya fasilitas lingkungan ini terdiri dari bangunan-bangunan dan atau lapangan terbuka yang dibutuhkan masyarakat.

II.10.1. Jenis Fasilitas Lingkungan Perumahan 1. Fasilitas Pendidikan

a. Sekolah Taman Kanak-kanak

Adalah fasilitas pendidikan yang paling dasar yang diperuntukkan untuk anak- anak usia 5-6 tahun.

• Terdiri dari dua kelas masing-masing dapat menampung 35-40 murid per kelas dan dilengkapi dengan ruang-ruang lainnya.

• Pencapaian maksimum adalah 500 m. b. Sekolah Dasar (SD)

Adalah fasilitas pendidikan yang dipergunakan untuk anak-anak usia 6-12 tahun.


(52)

• Terdiri dari 6 ruang kelas yang masing-masing dapat menampung 40 murid dilengkapi dengan ruang-ruang lainnya.

• Pencapaian maksimum adalah 1000 m.

c. Sekolah Menengah Pertama / Sekolah Lanjutan Pertama

Adalah fasilitas pendidikan yang diperuntukkan untuk menampung lulusan SD.

• Terdiri dari 6 ruang kelas yang masing-masing dapat menampung 30 murid dan dipakai pagi dan sore.

d. Sekolah Menengah Atas / Sekolah Lanjutan Atas.

Adalah fasilitas pendidikan yang diperuntukkan untuk menampung lulusan SMP/SLP.

• Terdiri dari 6 ruang kelas yang masing-masing dapat menampung 30 murid dan dipakai pagi dan sore.

2. Fasilitas Kesehatan a. Puskesmas Pembantu

• Pencapaian maksimum adalah 1.500 m b. Puskesmas

• Puskesmas ini membawahi 5 Puskesmas Pembantu

• Pencapaian maksimum adalah 3.000 m c. Tempat Praktek Dokter

• Tempat Praktek Dokter ini dapat bersatu dengan rumah tinggal tetapi dapat juga terpisah (tersendiri).


(53)

d. Rumah Bersalin

• Pencapaian maksimum adalah 2.000 m e. Apotik

• Pencapaian maksimum adalah 1.500 m 3. Fasilitas Perbelanjaan dan Niaga

a. Warung

Adalah fasilitas perbelanjaan terkecil yang melayani kebutuhan sehari-hari dari unit lingkungan terkecil (50 keluarga).

• Terdiri dari satu warung yang menjual kebutuhan sehari-hari seperti : sabun, teh, gula, rempah-rempah dapur dan lain-lain.

• Pencapaian maksimum adalah 300 m. b. Pertokoan

Adalah fasilitas perbelanjaan yang lebih lengkap daripada warung meskipun tetap menjual kebutuhan sehari-hari, dapat berbentuk toko PD.

• Pencapaian maksimum adalah 500 m c. Pusat Perbelanjaan Lingkungan

Fungsi utama sebagai pusat perbelanjaan dan niaga lingkungan yang menjual keperluan sehari-hari termasuk sayur-mayur, daging, buah-buahan, beras, tepung-tepungan, bahan-bahan pakain, barang-barang kelontong, alat-alat sekolah, alat-alat rumah tangga dan lain-lain.

• Terdiri dari pasar dan pertokoan lengkap dengan bengkel-bengkel reparasi kecil seperti radio, kompor, setrika, sepeda dan lain-lain.


(54)

d. Pusat Perbelanjaan dan Niaga Kecamatan.

Fungsi utama sama dengan Pusat Perbelanjaan Lingkungan hanya dilengkapi dengan fasilitas niaga yang lebih luas seperti kantor, bank-bank, industri-industri kecil seperti konpeksi pakaian dan jenis indutri rumah lainnya.

Toko-tokonya tidak saja menjual kebutuhan sehari-hari juga untuk kebutuhan-kebutuhan yang lebih komplek seperti toko besi, toko olah raga dan lain-lain.

• Terdiri dari toko-toko, pasar, bengkel-bengkel reparasi dan sertvice juga unit-unit produksi yang tidak menimbulkan polusi dan gangguan-gangguan lainnya.

4. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum

Dasar pendekatan untuk menyediakan fasilitas ini adalah untuk melayani setiap unit administrasi Pemerintahan baik yang informil (Rukun Tetangga / kelompok 50 keluarga, Rukun Warga / kelompok 500 keluarga; dengan asumsi 5 orang per keluarga) maupun yang formil (kelurahan/lingkungan, kecamatan) dan bukan didasarkan pada jumlah penduduk yang mampu mendukung fasilitas tersebut.

a. Kelompok 500 kelurga ( tingkat RW)

• Pos Hansip dan Balai Pertemuan

• Parkir Umum dan Kaskus Umum

b. Kelompok 6.00 keluarga (tingkat kelurahan)

• Kantor kelurahan


(55)

• Pos Pemadam Kebakaran

• Parkir Umum dan Kaskus Umum

c. Kelompok 24.000 keluarga (tingkat kecamatan)

• Kantor Kecamatan

• Kantor Polisi

• Kantor Pos Cabang

• Kantor Telepon Cabang

• Pos Pemadam Kebakaran

• Parkir Umum dan kaskus Umum

• Gardu Listrik 5. Fasilitas Peribadatan

Fasilitas ini untuk setiap daerah harus disesuaikan dengan agama yang dianut oleh masyarakat di tempat tersebut.

Bila penduduknya 80% bergama Islam maka dapat digunakan angka- angka tersebut di bawah ini :

a. Kelompok 500 keluarga (2.500 penduduk)

• Langgar

b. Kelompok 6.000 keluarga (30.000 penduduk)

• Mesjid

c. kelompok 24.000 keluarga (120.000 penduduk)

• Mesjid


(56)

6. Fasilitas Rekreasi dan Kebudayaan a. Kelompok 6.000 keluarga

• Gedung serba guna b. Kelompok 24.000 keluarga

• Gelanggang Remaja

7. Fasilitas Olah Raga dan Lapangan Terbuka a. Kelompok 50 keluarga

• Taman/tempat bermain b. Kelompok 500 keluarga

• Taman dan tempat bermain c. Kelompok 6.000 keluarga

• Kesatuan antara taman, tempat bermain dan lapangan olah raga. Lokasinya mengelompok dengan sekolah.

d. Kelompok 24.000 keluarga

• Kesatuan antara taman, tempat bermain dan lapangan olah raga. Loaksinya mengelompok dengan sekolah.

II.11. Fungsi Transportasi

Transportasi perlu untuk mengatasi kesenjangan jarak dan komunikasi antara tempat asal dan tempat tujuan. Untuk itu dikembangkan sistem transportasi dan komunikasi, dalam wujud sarana (kendaraan) dan prasarana (jalan). Dari sini timbul jasa angkutan untuk memenuhi kebutuhan perangkutan (transportasi) dari satu tempat ke tempat lain. Di sini terlihat, bahwa transportasi dan tata guna lahan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.


(57)

Kegiatan transportasi yang diwujudkan dalam bentuk lalu lintas kendaraan, pada dasarnya merupakan kegiatan yang menghubungkan dua lokasi dari tata guna lahan yang mungkin sama atau berbeda. Memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain, berarti memindahkannya dari satu tata guna lahan ke tata guna lahan yang lain, yang berarti pula mengubah nilai ekonomi orang atau barang tersebut.

Transportasi dengan demikian merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan cara mengubah letak geografis barang atau orang. Jadi salah satu tujuan penting dari perencanaan tata guna lahan atau perencanaan sistem transportasi, adalah menuju ke keseimbangan yang efisien antara potensi tata guna lahan dengan kemampuan transportasi.

Untuk wilayah perkotaan, transportasi memegang peranan yang cukup menentukan. Suatu kota yang baik dapat ditandai, antara lain dengan melihat kondisi transportasinya. Transportasi yang baik, aman, dan lancar selain mencerminkan keteraturan kota, juga memperlihatkan kelancaran kegiatan perekonomian kota.

II.12. Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Teknik ini dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty di Universitas Pittsburg di USA. Saaty menyatakan bahwa AHP merupakan teori umum pengukuran yang digunakan untuk menurunkan skala rasio dari beberapa perbandingan berpasangan yang bersifat diskrit maupun kontinu (Saaty, 1980). Perbandingan berpasangan tersebut dapat diperoleh melalui pengukuran aktual maupun pengukuran relatif dari derajat kesukaan (preference),


(58)

kepentingan (importance) atau perasaan (likehood). Di dalam sebuah hirarki terdapat tujuan utama, kriteria-kriteria, subkriteria-subkriteria dan alternatif-alternatif yang akan dibahas. Struktur hirarki pada penelitian ini seperti terlihat pada Gambar 2.1.

AHP adalah salah satu metode yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang mengandung banyak kriteria (Multi-Criteria Decision Making). AHP memecah berbagai peringkat struktur hirarki berdasarkan tujuan, kriteria, sub-kriteria, dan pilihan atau alternatif (decompotition). AHP juga memperkirakan perasaan dan emosi sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan. Suatu set perbandingan secara berpasangan (pairwise comparison) kemudian digunakan untuk menyusun peringkat elemen yang diperbandingkan. Penyusunan elemen elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. AHP menyediakan suatu mekanisme untuk meningkatkan konsistensi logika (logical

consistency) jika perbandingan yang dibuat tidak cukup konsisten.1

1


(59)

Tujuan: Perumnas yang Optimal untuk Dihuni

Aktor : Pemerintah Pemukim Kontraktor

Kriteria : A B C D E

Alternatif : Helvetia Mandala Simalingkar Martubung Gambar 2.1. Struktur Hierarki

Keterangan

A : Jarak titik tengah Perumnas ke fasilitas terdekat :

 Parameter yang terbaik : jarak yang terpendek.

B : Jumlah armada angkutan umum yang melewati Perumnas

 Parameter terbaik : jumlah armada angkutan umum terbanyak C : Kondisi perkerasan

 Parameter yang terbaik : persentase terbesar kondisi jalan yang baik. D : Jarak Perumnas ke pusat inti kota Medan

 Parameter yang terbaik : jarak yang terpendek. E : Harga rumah

 Parameter terbaik : harga rumah yang terendah per tipe rumah. F : Penghasilan pemukim

 Parameter terbaik : jumlah responden terbanyak yang termasuk range penghasilan masyarakat berpenghasilan menengah dan menengah ke bawah


(1)

Jumlah angkutan

umum 0,2 1 0,333 0,333 0,2 0,142 0,293 0,032 7,02 Kondisi Jalan 3 3 1 3 0,2 0,2 1,013 0,111 6,50 Jarak ke pusat

inti kota 0,333 3 0,333 1 0,142 0,142 0,434 0,047 6,52

Harga rumah 7 5 5 7 1 1 3,271 0,357 6,44

Penghasilan 7 7 5 7 1 1 3,460 0,378 6,26

9,153 1,000 6,62 CI = 0,123 CR = 0,100 Responden35

Kriteria

Jarak ke fasilita

s

Jumlah angkuta n umum

Kondi si Jalan

Jarak ke pusat inti

kota

Harga ruma

h

Pengh asilan

Eigen Vekto

r

Bobot Priori

tas

Eigen Value Jarak ke

fasilitas 1 5 3 3 0,2 0,142 1,042 0,107 6,80

Jumlah angkutan

umum 0,2 1 0,333 3 0,142 0,142 0,399 0,041 6,85 Kondisi Jalan 0,333 3 1 3 0,2 0,142 0,663 0,068 6,44 Jarak ke pusat

inti kota 0,333 0,333 0,333 1 0,142 0,111 0,289 0,030 6,52

Harga rumah 5 7 5 7 1 0,333 2,723 0,281 6,46

Penghasilan 7 7 7 9 3 1 4,583 0,472 6,56

9,699 1,000 6,61 CI = 0,121 CR = 0,098 Responden36

Kriteria

Jarak ke fasilita

s

Jumlah angkuta n umum

Kondi si Jalan

Jarak ke pusat inti

kota

Harga ruma

h

Pengh asilan

Eigen Vekto

r

Bobot Priori

tas

Eigen Value Jarak ke

fasilitas 1 0,2 0,333 0,333 0,142 0,111 0,265 0,029 6,49 Jumlah

angkutan

umum 5 1 1 3 0,142 0,2 0,867 0,094 6,41

Kondisi Jalan 3 1 1 3 0,2 0,142 0,797 0,086 6,28 Jarak ke pusat

inti kota 3 0,333 0,333 1 0,2 0,142 0,460 0,050 6,47

Harga rumah 7 7 5 5 1 1 3,271 0,353 6,45

Penghasilan 9 5 7 7 1 1 3,608 0,389 6,21

9,268 1,000 6,38 CI = 0,077 CR = 0,062


(2)

PEMERINTAH : 6 ORANG

(2org Perum Perumnas, 2org Tarukim, 1org Disperkim, 1org Dinas Tata

Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan)

Responden1

Kriteria

Jarak ke fasili

tas

Jumlah angkutan

umum

Kondi si Jalan

Jarak ke pusat inti

kota

Harg a ruma

h

Peng hasil an

Eigen Vekto

r

Bobot Priorit

as

Eige n Valu

e Jarak ke

fasilitas 1 3 3 3 0,333 0,2 1,103 0,126 6,49 Jumlah

angkutan umum

0,33

3 1 3 3 0,2 0,2 0,702 0,080 6,46

Kondisi Jalan

0,33

3 0,333 1 1 0,142

0,14

2 0,362 0,041 6,15 Jarak ke

pusat inti kota

0,33

3 0,333 1 1 0,142 0,2 0,383 0,044 6,20

Harga rumah 3 5 7 7 1 3 3,608 0,413 6,48

Penghasilan 5 5 7 5 0,333 1 2,575 0,295 6,70 8,732 1,000 6,41 CI = 0,083 CR = 0,067 Responden2

Kriteria

Jarak ke fasili

tas

Jumlah angkutan

umum

Kondi si Jalan

Jarak ke pusat inti

kota

Harg a ruma

h

Peng hasil an

Eigen Vekto

r

Bobot Priorit

as

Eige n Valu

e Jarak ke

fasilitas 1 3 5 3 0,142

0,14

2 0,984 0,108 6,97 Jumlah

angkutan umum

0,33

3 1 1 0,333 0,2

0,14

2 0,383 0,042 6,33 Kondisi

Jalan 0,2 1 1 0,333 0,142

0,14

2 0,332 0,036 6,33 Jarak ke

pusat inti kota

0,33

3 3 3 1 0,2 0,2 0,702 0,077 6,44

Harga rumah 7 5 7 5 1 1 3,271 0,358 6,53

Penghasilan 7 7 7 5 1 1 3,460 0,379 6,40

9,132 1,000 6,50 CI = 0,100 CR = 0,080


(3)

Responden3 Kriteria Jarak ke fasili tas Jumlah angkutan umum Kondi si Jalan Jarak ke pusat inti kota Harg a ruma h Peng hasil an Eigen Vekto r Bobot Priorit as Eige n Valu e Jarak ke

fasilitas 1 3 0,333 3 0,2

0,14

2 0,663 0,069 6,64 Jumlah

angkutan umum

0,33

3 1 0,333 0,333 0,142 0,11

1 0,289 0,030 6,43 Kondisi

Jalan 3 3 1 3 0,142

0,14

2 0,904 0,094 6,84 Jarak ke

pusat inti kota

0,33

3 3 0,333 1 0,2

0,14

2 0,460 0,048 6,62

Harga rumah 5 7 7 5 1

0,33

3 2,723 0,283 6,69

Penghasilan 7 9 7 7 3 1 4,583 0,476 6,45

9,621 1,000 6,61 CI = 0,122 CR = 0,099 Responden4 Kriteria Jarak ke fasili tas Jumlah angkutan umum Kondi si Jalan Jarak ke pusat inti kota Harg a ruma h Peng hasil an Eigen Vekto r Bobot Priorit as Eige n Valu e Jarak ke

fasilitas 1 5 3 3 0,2

0,14

2 1,042 0,112 6,59 Jumlah

angkutan

umum 0,2 1 0,333 0,333 0,2

0,14

2 0,293 0,031 6,93 Kondisi

Jalan

0,33

3 3 1 3 0,142

0,14

2 0,626 0,067 6,61 Jarak ke

pusat inti kota

0,33

3 3 0,333 1 0,142

0,14

2 0,434 0,047 6,57

Harga rumah 5 5 7 7 1 1 3,271 0,351 6,43

Penghasilan 7 7 7 7 1 1 3,659 0,392 6,48

9,326 1,000 6,60 CI = 0,120 CR = 0,097

Responden5 Kriteria Jarak ke fasili tas Jumlah angkutan umum Kondi si Jalan Jarak ke pusat inti kota Harg a ruma h Peng hasil an Eigen Vekto r Bobot Priorit as Eige n Valu e Jarak ke

fasilitas 1 3 5 5 3 5 3,225 0,409 6,81

Jumlah angkutan umum

0,33


(4)

Kondisi

Jalan 0,2 1 1 3 5 3 1,442 0,183 6,91

Jarak ke pusat inti

kota 0,2 0,2 0,333 1 0,2

0,33

3 0,310 0,039 6,77 Harga rumah

0,33

3 0,333 0,2 5 1 1 0,693 0,088 6,87

Penghasilan 0,2 0,333 0,333 3 1 1 0,637 0,081 6,14 7,877 1,000 6,61 CI = 0,121 CR = 0,098 Responden6

Kriteria

Jarak ke fasili

tas

Jumlah angkutan

umum

Kondi si Jalan

Jarak ke pusat inti

kota

Harg a ruma

h

Peng hasil an

Eigen Vekto

r

Bobot Priorit

as

Eige n Valu

e Jarak ke

fasilitas 1 3 3 3 0,333 5 1,886 0,239 6,50

Jumlah angkutan umum

0,33

3 1 1 3 0,333 3 1,000 0,127 6,28

Kondisi Jalan

0,33

3 1 1 3 0,333 3 1,000 0,127 6,28

Jarak ke pusat inti kota

0,33

3 0,333 0,333 1 0,142 3 0,501 0,063 6,68

Harga rumah 3 5 3 7 1 3 3,133 0,397 6,83

Penghasilan 0,2 0,333 0,333 0,333 0,333 1 0,367 0,047 7,13 7,886 1,000 6,62 CI = 0,123 CR = 0,099

DEVELOPER : 4 ORANG

(1org PT. Tigas Lahi Sabungan, 1org PT.Alnusa Raya Prima, 1org

PT.Citra Endah Mandiri, 1org PT.Arkindo)

Responden1

Kriteria

Jarak ke fasilitas

Jumlah angkuta n umum

Kondi si Jalan

Jarak ke pusat inti

kota

Harga ruma

h Pen gha sila n

Eigen Vekto

r

Bobot Priori

tas

Eigen Value Jarak ke fasilitas 1 3 3 3 0,333 7 1,994 0,234 6,53 Jumlah angkutan

umum 0,333 1 0,333 3 0,333 3 0,832 0,097 6,64

Kondisi Jalan 0,333 3 1 3 0,333 5 1,307 0,153 6,56 Jarak ke pusat

inti kota 0,333 0,333 0,333 1 0,142 5 0,545 0,064 6,80


(5)

Penghasilan 0,142 0,333 0,2 0,2 0,142 1 0,254 0,030 6,68

8,541 1,000 6,61

CI = 0,122 CR = 0,098 Responden2

Kriteria

Jarak ke fasilitas

Jumlah angkuta n umum

Kondi si Jalan

Jarak ke pusat inti

kota

Harga ruma

h Pen gha sila n

Eigen Vekto

r

Bobot Priori

tas

Eigen Value Jarak ke fasilitas 1 5 3 3 0,333 9 2,265 0,266 6,52 Jumlah angkutan

umum 0,2 1 0,333 3 0,2 3 0,702 0,083 6,74

Kondisi Jalan 0,333 3 1 3 0,333 5 1,307 0,154 6,31 Jarak ke pusat

inti kota 0,333 0,333 0,333 1 0,2 5 0,577 0,068 6,76

Harga rumah 3 5 3 5 1 7 3,411 0,401 6,52

Penghasilan 0,111 0,333 0,2 0,2 0,142 1 0,244 0,029 6,52

8,506 1,000 6,56

CI = 0,113 CR = 0,091 Responden3

Kriteria

Jarak ke fasilitas

Jumlah angkuta n umum

Kondi si Jalan

Jarak ke pusat inti

kota

Harga ruma

h Pen gha sila n

Eigen Vekto

r

Bobot Priori

tas

Eigen Value Jarak ke fasilitas 1 3 5 3 0,2 9 2,080 0,225 6,68 Jumlah angkutan

umum 0,333 1 1 0,333 0,142 5 0,655 0,071 6,17

Kondisi Jalan 0,2 1 1 0,333 0,142 5 0,601 0,065 6,26 Jarak ke pusat

inti kota 0,333 3 3 1 0,333 7 1,383 0,149 6,30

Harga rumah 5 7 7 3 1 9 4,333 0,468 6,81

Penghasilan 0,111 0,2 0,2 0,142 0,111 1 0,203 0,022 6,71

9,254 1,000 6,49

CI = 0,097 CR = 0,079 Responden4

Kriteria

Jarak ke fasilitas

Jumlah angkuta n umum

Kondi si Jalan

Jarak ke pusat inti

kota

Harga ruma

h Pen gha sila n

Eigen Vekto

r

Bobot Priori

tas

Eigen Value Jarak ke fasilitas 1 3 3 3 3 9 3,000 0,352 6,90 Jumlah angkutan

umum 0,333 1 0,333 0,333 0,2 5 0,577 0,068 6,59 Kondisi Jalan 0,333 3 1 0,333 0,2 5 0,832 0,098 6,62 Jarak ke pusat

inti kota 0,333 3 3 1 0,333 9 1,442 0,169 6,41

Harga rumah 0,333 5 5 3 1 9 2,466 0,290 6,73


(6)

8,512 1,000 6,60 CI = 0,121 CR = 0,098

Rata-rata Bobot Prioritas Pemukim

Kriteria

Perumnas

Helvetia

Mandala

Simalingkar Martubung

Rata-rata

Jarak ke fasilitas

0,09

0,09

0,08

0,08

0,08

Jumlah angkutan

umum

0,06

0,06

0,06

0,06

0,06

Kondisi Jalan

0,08

0,06

0,07

0,08

0,07

Jarak ke pusat inti

kota

0,04

0,06

0,04

0,05

0,05

Harga rumah

0,31

0,33

0,33

0,33

0,32

Penghasilan

0,43

0,41

0,42

0,41

0,42

Ranking Prioritas

Aktor

Pemukim Pemerintah

Developer

Prioritas

Bobot

0,28

0,4

0,32

Lokal

Jarak ke fasilitas

0,08

0,18

0,27

0,18

Jumlah angkutan

umum

0,06

0,08

0,08

0,08

Kondisi Jalan

0,07

0,09

0,12

0,09

Jarak ke pusat inti

kota

0,05

0,05

0,11

0,07

Harga rumah

0,32

0,32

0,40

0,34

Penghasilan

0,42

0,28

0,03

0,24