BAB III METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu penetapan kadar protein dalam sampel. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi dan Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari hingga April
2013.
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat instrumen Spektrofotometer Shimadzu model UV-1800, neraca analitik Mattler
Toledo, centrifuge Hitachi, lumpang, stamfer, gelas ukur Orberol, labu ukur Orberol, maat pipet Pyrex, gelas beker Pyrex, erlenmeyer Pyrex, tabung
Kjeldahl, hot plate, magnetic stirrer, selang air, pendingin liebig, buret, statis, klem, batang pengaduk, bola pengisap, pipet tetes, blender, kertas saring, spatula
dan corong.
3.2 Bahan-bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini bila tidak dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisis E. Merck antara lain Bovine Serum Albumin
BSA BDH Chemicals, aquadestilata, K Na Tartrat, KI, CuSO
4
, K
2
SO
4,
H
2
SO
4
98 vv
,
NaOH, metilen biru, metilen merah, dan alkohol 96.
3.3 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, artinya sampel dipilih hanya atas dasar pertimbangan peneliti yang menganggap unsur-unsur yang
Universitas Sumatera Utara
dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil Nasution, 2003. Sampel yang digunakan adalah kacang polong Hosen, kacang tanah Ayam
Brand, kacang buncis Daucy, kacang gingko Mili dan kacang merah SW yang seluruhnya merupakan kacang yang dikalengkan, masing-masing diambil
satu kaleng dan diperoleh dari Brastagi Supermarket, Medan. Spesifikasi daftar sampel dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 51-53.
3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pembuatan pereaksi
Pereaksi Biuret dibuat dengan mencampurkan 3 g CuSO
4
.5H
2
O dan 9 g Na K Tartrat ke dalam 500 ml NaOH 0,2 N kemudian ditambahkan 5 g KI dan
diencerkan dengan NaOH 0,2 N hingga 1000 ml Estiasih, dkk., 2012. H
2
SO
4
0,02 N dibuat dengan mencampurkan 0,55 ml H
2
SO
4
pekat 98 dan aquadestilata ke dalam labu hingga 1000 ml. NaOH 0,02623 N dibuat dengan mencampurkan
0,8 g NaOH dan aquadestilata dalam labu hingga 1000 ml Vogel, 1985. Indikator Mengsel dibuat dengan mencampurkan 100 mg metilen merah dan
30 mg metilen biru dalam 60 ml alkohol 96 kemudian diencerkan dengan aquadestilata yang telah didihkan hingga 100 ml Sudarmadji, dkk., 1989.
3.4.2 Pembuatan larutan induk baku
Untuk larutan induk baku 1 LIB 1, ditimbang 250 mg baku Bovine Serum Albumin, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan dicukupkan hingga
garis batas dengan aquadestilata C= 5000 mcgml. Untuk larutan induk baku 2 LIB 2 ditimbang 1000 mg baku albumin, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml
dan dicukupkan hingga garis batas dengan aquadestilata C= 20000 mcgml.
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Pembuatan kurva serapan Bovine Serum Albumin
Untuk pembuatan kurva serapan Bovine Serum Albumin, dipipet 3 ml dari LIB 1
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, ditambahkan 6 ml pereaksi Biuret, dicukupkan hingga garis batas dengan aquadestilata dan
dihomogenkan. Didiamkan selama kurang lebih 30 menit dan diukur dengan spektrofotometer pada rentang panjang gelombang 400-800 nm.
3.4.4 Penentuan waktu optimum
Untuk penentuan waktu optimum operating time, dipipet 3 ml dari LIB 1 dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Kemudian ditambahkan 6 ml pereaksi
Biuret, jalankan pengukur waktu dan dicukupkan hingga garis batas dengan aquadestilata dan dihomogenkan. Kemudian diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang maksimum 553.36 nm setelah satu menit. Penentuan waktu optimum dilakukan selama 60 menit.
3.4.5 Pembuatan kurva kalibrasi Bovine Serum Albumin
Untuk pembuatan kurva kalibrasi Bovine Serum Albumin, dipipet dari LIB 2 0,5 ml C= 1000 mcgml, 0,75 ml C= 1500 mcgml, 1 ml C=
2000 mcgml, 1,25 ml C= 2500 mcgml, 1,5 ml C= 3000 mcgml, 1,75 ml C= 3500 mcgml, 2 ml C= 4000 mcgml dan 2,25 ml C= 4500 mcgml ke
dalam labu ukur 10 ml. Kemudian ditambahkan 6 ml pereaksi Biuret dan dicukupkan hingga garis tanda dengan aquadestilata dan dihomogenkan.
Didiamkan selama kurang lebih 17-22 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 553.36 nm.
Universitas Sumatera Utara
3.4.6 Preparasi sampel
Preparasi sampel dilakukan dengan cara sampel kurang lebih 30 g dibilas terlebih dahulu dengan aquadestilata dan ditiriskan pada suhu kamar. Kemudian
ditimbang seksama kurang lebih 25 g, dihaluskan dengan menggunakan waring blender dan dicukupkan volumenya hingga 50 ml dalam labu ukur. Selanjutnya,
larutan yang diperoleh disaring dengan kertas saring kemudian disentrifugasi pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Supernatan hasil sentrifugasi didekantasi
untuk dipergunakan selanjutnya protein yang terdapat dalam supernatan adalah protein terlarut Estiasih, dkk., 2012.
3.4.7 Penetapan kadar protein
Larutan protein dipipet 3 ml lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Kemudian ditambahkan 6 ml pereaksi Biuret, dicukupkan hingga garis tanda
dengan aquadestilata dan dihomogenkan. Didiamkan selama kurang lebih 17-22 menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum
553.36 nm Estiasih, dkk., 2012. Skema prosedur preparasi dan analisis protein secara spektrofotometri sinar tampak dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 54.
Menurut Gandjar dan Rohman 2008, konsentrasi dapat dihitung dengan
mensubstitusikan absorbansi sampel pada Y dari persamaan regresi: Y = ax + b, dimana:
Y = absorbansi sampel X = konsentrasi sampel
a = slope b = intersep
Kadar protein dalam sampel dapat dihitung dengan cara:
Rumus Kadar K =
� � � � �� ��
Universitas Sumatera Utara
dimana K = kadar total analit dalam sampel mgg X = konsentrasi setelah pengenceran mcgml
V = volume sampel ml Fp = faktor pengenceran
BS = berat sampel g
3.4.8 Analisis statistik data penetapan kadar protein
Data penetapan kadar protein dianalisis secara statistik menggunakan uji t. Menurut Gandjar dan Rohman 2008, untuk menghitung Standar Deviasi SD
digunakan rumus:
SD =
�
∑�− ��
2
�−1
Dasar penolakan data adalah apabila t
hitung
≥ t
tabel
pada taraf kepercayaan 99 de
ngan nilai α = 0,01, dimana t
hitung
dihitung dengan rumus:
t
hitung
= �
�− �� ��√�
�
dimana: SD = Standar Deviasi
X = Kadar protein ��
= Kadar rata-rata protein n = Jumlah perlakuan
Menurut Harvey 2000, kadar sebenarnya dapat dihitung dengan rumus:
μ = �� ± t
tabel
x
�� √�
dimana:
μ =
kadar sebenarnya ��
= Kadar rata-rata protein
SD = Standar Deviasi
n = Jumlah perlakuan
Universitas Sumatera Utara
3.5 Verifikasi Metode
Verifikasi metode bertujuan untuk mengevaluasi bahwa kinerja sistem memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh metode tersebut Watson, 2010. Uji
verifikasi yang dilakukan meliputi uji kecermatanakurasi, keseksamaanpresisi, batas deteksi dan batas kuantitasi.
3.5.1 KecermatanAkurasi
Dalam penelitian ini, uji kecermatan dilakukan dengan metode penambahan baku Standard Addition. Sampel diperlakukan sama seperti pada
saat preparasi. Sebelum dicukupkan volumenya pada labu ukur, ditambahkan baku Bovine Serum Albumin yang telah ditimbang seksama setara kurang lebih
15 mgg berat sampel. Selanjutnya, prosedur dilakukan sama seperti perlakuan pada penetapan kadar protein sampel. Hasil uji kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali. Menurut Harmita 2004, perhitungan perolehan kembali dapat ditetapkan
dengan rumus berikut: perolehan kembali =
��−�� �∗�
x 100 dimana
CF = konsentrasi total sampel diperoleh dari pengukuran mgg CA = konsentrasi sampel sebenarnya mgg
CA = konsentrasi baku yang ditambahkan mgg
3.5.2 KeseksamaanPresisi
Menurut Harmita 2004, derajat keseksamaan dihitung dengan rumus: KV =
�� � ���� −����
x 100
Universitas Sumatera Utara
Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif RSD atau koefisien variasi KV
≤ 2 .
3.5.3 Batas deteksi dan batas kuantitasi
Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung dari persamaan regresi kurva
kalibrasi. Menurut Harmita 2004, batas deteksi limit of detection LOD dan
batas kuantitasi limit of quantitation LOQ dapat ditentukan dengan cara: LOD =
3 ���
�����
LOQ =
10 ���
�����
dimana Syx = simpangan baku slope = derajat kemiringan kurva kalibrasi
Syx dapat ditentukan dengan rumus:
Syx =
�
∑�−��
2
�−2
3.6 Penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl
Penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl dilakukan hanya pada sampel kacang polong. Sampel lebih kurang 5 g dihaluskan dengan cara digerus di
dalam lumpang, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60°C selama 1 jam dan ditimbang seksama kurang lebih 0,2 g. Dimasukkan kedalam tabung Kjeldahl
dan ditambahkan 2 g campuran CuSO
4
: K
2
SO
4
1:1. Selanjutnya ditambahkan 3 ml H
2
SO
4
pekat dan didestruksi hingga berwarna hijau bening selama ± 2 jam, dibiarkan dingin pada suhu kamar. Setelah dingin, ditambahkan 10 ml
aquadestilata. Larutan kemudian dipindahkan ke erlenmeyer dan ditambahkan NaOH 0,02623 N secukupnya hingga larutan berwarna hitam ± 5 ml dan
didestilasi. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml H
2
SO
4
0,02 N
Universitas Sumatera Utara
dan 3 tetes indikator Mengsel larutan berwarna biru. Setelah destilasi selesai volume destilat ± 100 ml, destilat kemudian dititrasi dengan NaOH 0,02623 N
hingga berwarna hijau jamrud Isaac, 1990. Skema prosedur preparasi dan analisis kadar protein secara Kjeldahl dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 55.
Kadar protein dalam sampel dapat dihitung dengan rumus: Kadar =
� ������ − � ������ � � ���� � �,�14 � �� ��
� 100 dimana:
V = Volume Titrasi ml N = Normalitas NaOH
FK = Faktor Konversi 6,25 BS = Berat Sampel g
Kadar protein yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan uji t.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kurva Serapan Bovine Serum Albumin
Terlebih dahulu dilakukan pembuatan kurva serapan untuk menentukan panjang gelombang maksimum baku protein Bovine Serum Albumin. Dari hasil
pengukuran diperoleh panjang gelombang maksimum Bovine Serum Albumin adalah 553,36 nm dengan absorbansi sebesar 0,421. Kurva absorpsi Bovine
Serum Albumin dapat dilihat pada Gambar 9 berikut ini.
Panjang gelombang nm
Gambar 9. Kurva absorpsi Bovine Serum Albumin
Menurut Gornall, dkk., 1948, pada pengukuran menggunakan pereaksi Biuret, panjang gelombang maksimum larutan standar akan diperoleh pada
rentang pengukuran 450 – 650 nm. Berdasarkan hal tersebut, hasil pengukuran yang diperoleh pada penelitian berada pada rentang teoritis.
A b
s o
r b
a n
s i
Universitas Sumatera Utara