Metode Kjeldahl Analisis Protein

amino yang mengandung sulfur akibat teroksidasi radikal bebas Palupi, dkk., 2007. Penelitian oleh Sumiati 2008 pada ikan mujair Tilapia moasambica membuktikan bahwa proses pengolahan yang berbeda akan mempengaruhi nilai gizi terutama kandungan proteinnya. Kandungan protein ikan mujair menurun dari 62,97 g100 g menjadi 59,84 g100 g pada perebusan, 59,05 g100 g pada pengukusan, 57,78 g100 g pada pemanggangan dan penurunan paling drastis terjadi pada penggorengan yaitu menjadi 33,32 g100 g.

2.5 Analisis Protein

Analisis protein dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1 secara langsung menggunakan zat kimia yang spesifik terhadap protein, contohnya seperti dengan pereaksi Biuret, Lowry, Bradford atau dengan metode pengikatan warna dimana konsentrasi ditentukan berdasarkan kompleks warna yang terbentuk; 2 secara tidak langsung dengan menghitung jumlah nitrogen yang terkandung di dalam bahan, contohnya metode Kjeldahl dan metode Dumas dimana kadar protein sebanding dengan total N yang terkandung di dalamnya Rhee, 2005.

2.5.1 Metode Kjeldahl

Sejak abad ke-19, metode Kjeldahl telah dikenal dan diterima secara universal sebagai metode untuk analisis protein dalam berbagai variasi produk makanan dan produk jadi Rhee, 2005. Penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl merupakan metode empiris tidak langsung yaitu melalui penetapan kadar N dalam bahan yang disebut protein kasar Estiasih, dkk., 2012. Prinsip metode Kjeldahl ini adalah senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen tersebut mengalami oksidasi dan dikonversi menjadi ammonia dan Universitas Sumatera Utara bereaksi dengan asam pekat membentuk garam amonium. Kemudian ditambahkan basa untuk menetralisasi suasana reaksi dan kemudian didestilasi dengan asam dan dititrasi untuk mengatahui jumlah N yang dikonversi Estiasih, dkk., 2012. Tahapan kerja pada metode Kjeldahl dibagi tiga yaitu: a. Tahap Dekstruksi Pada tahap ini, sampel dipanaskan dengan asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur karbon C, hidrogen H, oksigen O dan nitrogen N kemudian teroksidasi menjadi karbon monoksida CO, karbon dioksida CO 2 dan air. Unsur N akan bereaksi dengan asam sulfat membentuk garam amonium sulfat. Untuk mempercepat proses destruksi maka ditambahkan katalisator berupa campuran Na 2 SO 4 dan HgO atau K 2 SO 4 dan CuSO 4 . Gunning menyarankan penggunaan katalisator K 2 SO 4 dan CuSO 4 karena sifat kalium sulfat yang dapat menaikkan titik didih sehingga destruksi berlangsung lebih cepat dan sempurna. Terkadang dapat pula ditambahkan selenium untuk mempercepat proses oksidasi akan tetapi, selenium sifatnya lebih reaktif sehingga oksidasi berlangsung sangat cepat yang memungkinkan hilangnya unsur nitrogen Rohman dan Sumantri, 2007. Menurut Chang 1998, reaksi pada tahap destruksi adalah: H H H -OOC-C- NH -C- COO- NH- C- COO- NH 4 2 SO 4 R R R b. Tahap Destilasi Garam amonium sulfat yang terbentuk dipecah menjadi ammonia NH 3 dengan penambahan basa NaOH dan dipanaskan. Ammonia yang dilepas ditampung dalam larutan asam. Agar kontak antara asam dan ammonia H 2 SO 4 Katalis Universitas Sumatera Utara berlangsung sempurna maka ujung tabung destilasi harus tercelup sedalam mungkin dalam larutan asam. Pada tahap destilasi dapat juga ditambahkan logam Zn agar tidak terjadi superheating percikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar Rohman dan Sumantri, 2007. Menurut Chang 1998, reaksi pada tahap destilasi adalah: NH 4 2 SO 4 + H 2 O + 2 NaOH 2 NH 4 OH + Na 2 SO 4 NH 4 OH + H 2 SO 4 NH 4 HSO 4 + H 2 O c. Tahap Titrasi Bila larutan asam yang digunakan untuk penampung destilat adalah asam klorida dan asam sulfat maka sisa asam yang tidak bereaksi dengan amonia akan bereaksi dengan larutan pentiter yaitu NaOH. Tetapi bila digunakan larutan penampung destilat berupa asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan mentritrasi ion amonium dengan menggunakan pentiter HCl Rohman dan Sumantri, 2007. Menurut Chang 1998, reaksi pada tahap titrasi adalah sebagai berikut: H 2 SO 4 + 2NaOH Na 2 SO 4 + 2 H 2 O Menurut Rohman dan Sumantri 2007, kadar protein dalam sampel dapat dihitung dengan rumus: Kadar = � ������ − � ������ � � ���� � �,�14 � �� �� � 100 dimana : V = Volume Tirasi ml N = Normalitas NaOH FK = Faktor Konversi BS = Berat Sampel g Universitas Sumatera Utara Faktor konversi untuk berbagai macam bahan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Faktor konversi untuk berbagai macam bahan N o Bahan Faktor Konversi FK 1 Bir, sirup, biji-bijian, ragi, makanan ternak, buah-buahan, teh, anggur 6,25 2 Beras 5,95 3 Roti, gandum, makaroni, bakmi 5,70 4 Kacang tanah 5,46 5 Kedelai 5,75 6 Kenari 5,18 7 Susu 6,38 Sumber: Rohman dan Sumantri 2007 Keuntungan menggunakan metode Kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan untuk semua jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk pengerjaannya, dapat dimodifikasi sesuai kuantitas protein yang dianalisis. Adapun kerugiannya adalah yang ditentukan adalah jumlah total nitrogen yang terdapat didalamnya bukan hanya nitrogen dari protein, waktu yang diperlukan relatif lebih lama minimal 4 jam untuk menyelesaikannya, presisi yang lemah, pereaksi yang digunakan ada yang bersifat beracun, korosif dan berbahaya bagi kesehatan, dan adanya variasi faktor konversi untuk masing-masing sampel Chang, 1998.

2.5.2 Metode Spektrofotometri