Faktor konversi untuk berbagai macam bahan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Faktor konversi untuk berbagai macam bahan
N o
Bahan Faktor Konversi FK
1
Bir, sirup, biji-bijian, ragi, makanan ternak, buah-buahan, teh, anggur
6,25
2 Beras
5,95
3 Roti, gandum, makaroni, bakmi
5,70
4 Kacang tanah
5,46
5
Kedelai 5,75
6
Kenari 5,18
7 Susu
6,38
Sumber: Rohman dan Sumantri 2007
Keuntungan menggunakan metode Kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan untuk semua jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk
pengerjaannya, dapat dimodifikasi sesuai kuantitas protein yang dianalisis. Adapun kerugiannya adalah yang ditentukan adalah jumlah total nitrogen yang
terdapat didalamnya bukan hanya nitrogen dari protein, waktu yang diperlukan relatif lebih lama minimal 4 jam untuk menyelesaikannya, presisi yang lemah,
pereaksi yang digunakan ada yang bersifat beracun, korosif dan berbahaya bagi kesehatan, dan adanya variasi faktor konversi untuk masing-masing sampel
Chang, 1998.
2.5.2 Metode Spektrofotometri
Penentuan kadar protein dengan menggunakan instrumen dibagi menjadi dua yaitu: 1 metode pengukuran langsung pada panjang gelombang 205 nm dan
280 nm dan 2 metode pembentukan warna dengan pereaksi tertentu Simonian, 2005.
Universitas Sumatera Utara
1. Metode pengukuran langsung pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm Absorbansi pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm digunakan untuk
menghitung konsentrasi protein dengan terlebih dahulu distandarisasi dengan protein standar. Metode ini dapat dengan mudah diaplikasikan dan sederhana,
cocok untuk larutan protein yang telah dimurnikan atau dimurnikan parsial. Penetapannya berdasarkan absorbansi sinar ultraviolet oleh asam amino triptopan,
tirosin dan ikatan disulfida sistein yang menyerap kuat pada panjang gelombang tersebut, terutama panjang gelombang 280 nm Simonian, 2005.
Keuntungan metode ini adalah waktu yang diperlukan untuk analisis cepat, memiliki sensitifitas yang baik, tidak ada gangguan dari ion ammonium dan
garam-garam buffer, larutan sampel masih dapat digunakan untuk analisis lain selain analisis protein. Kerugian metode ini adalah asam nukleat juga memiliki
absorbansi yang kuat pada panjang gelombang 280 nm, susunan asam amino aromatis dapat bervariasi untuk setiap sampel protein, larutan protein harus
benar-benar jernih dan tidak berwarna ataupun keruh Chang, 1998. 2. Metode pembentukan warna dengan pereaksi tertentu
a. Pereaksi Biuret Semua protein terususun dari asam-asam amino yang terhubung oleh
ikatan-ikatan peptida. Ion Cu
2+
dari CuSO
4
dalam suasana basa NaOH akan membentuk kompleks dengan ikatan peptida protein -CO-NH-, kompleks ini
memberikan akan warna sehingga konsentrasi protein dapat ditentukan dengan spektrofotometer sinar tampak Estiasih, dkk., 2012.
Pemilihan protein standar dapat menyebabkan kesalahan fatal dalam analisis, standar yang digunakan harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Untuk analisis protein secara umum, standar Bovine Serum Albumin BSA merupakan pilihan yang baik untuk analisis protein karena memiliki kemurnian
yang tinggi, dan harganya tidak terlalu mahal. Selain itu, Bovine Gamma Globulin BGG juga merupakan pilihan yang baik bila akan digunakan untuk analisis
kadar protein immunoglobulin dalam tubuh, karena BGG memberikan warna dan kurva yang sangat mirip dengan Immunoglobulin G Ig G. Asam amino tunggal
dan dipeptida tidak akan memberikan reaksi dengan Biuret, akan tetapi tripeptida dan polipeptida akan membentuk kompleks chelat. Satu ion Cu
2+
akan bereaksi
dengan empat sampai enam ikatan peptida. Krohn, 2005. Reaksi protein dengan pereaksi Biuret dapat dilihat pada Gambar 6.
Reaksi Biuret ini menunjukkan hasil yang positif melalui pembentukan warna ungu, merah violet, atau biru violet. Intensitas warna yang terbentuk
sebanding dengan banyaknya ikatan peptida yang bereaksi. Pereaksi Biuret merupakan dasar dari metode pembentukan warna yang paling sederhana untuk
penetapan konsentrasi total protein secara kuantitatif Sumardjo, 2006; Krohn, 2005.
Protein + Cu
2+
Gambar 6. Reaksi protein dengan pereaksi Biuret Krohn, 2005
Komplek
s
Cu
2+
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan dari metode ini adalah prosedur yang sederhana, tidak memerlukan biaya yang mahal, waktu yang digunakan relatif singkat, deviasai
warna sangat sedikit bila dibandingkan dengan Lowry, Bradford dan metode turbidimetri sehingga absorpsi warnanya relatif stabil, sangat sedikit senyawa
yang berinteraksi dengan pereaksi Biuret, dan tidak mendeteksi nitrogen dari sumber non-protein. Kerugiannya adalah kurang sensitif dibandingkan dengan
Lowry dan Bradford, absorbansinya dapat dipengaruhi oleh asam empedu, konsentrasi garam ammonium yang sangat tinggi, adanya variasi warna untuk
beberapa protein tertentu, bila bahan mengandung lemak dan karbohidrat yang sangat tinggi dapat menyebabkan larutan menjadi buram sehingga tidak dapat
ditembus cahaya UV, dan karena metode ini bukan merupakan metode absolut sehingga absorpsi warnanya perlu terlebih dahulu distandarisasi terhadap protein
murni seperti Bovine Serum Albumin BSA Chang, 1998. b. Pereaksi Lowry
Pada tahun 1951, Oliver H. Lowry memperkenalkan penggunaan pereaksi ini yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Biuret. Metode ini diakui
cukup sensitif untuk menentukan konsentrasi total protein Krohn, 2005. Prinsipnya tidak jauh berbeda dengan Biuret, dimana ion tembaga akan
membentuk kompleks dengan ikatan peptida kemudian dengan adanya pereaksi fosfotungstik-fosfomolibdat akan mengoksidasi rantai samping asam amino
sehingga menghasilkan warna dan konsentrasi protein dapat diukur dengan spektrofotometer Chang, 1998. Reaksi protein dengan pereaksi Lowry dapat
dilihat pada Gambar 7.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Reaksi protein dengan pereaksi Lowry Krohn, 2005
Keuntungan analisis dengan pereaksi ini adalah memiliki sensitifitas yang lebih baik dibanding Biuret, lebih spesifik dibanding metode lain, dan waktu
untuk analisis lebih singkat bila dibandingkan dengan metode Kjeldahl sekitar 1-1,5 jam. Kerugian analisis dengan pereaksi Lowry adalah variasi warnanya
yang lebih banyak dibanding dengan pereaksi Biuret, warna yang terbentuk tidak secara tepat menggambarkan konsentrasi protein, reaksinya sangat dipengaruhi
oleh senyawa-senyawa pengganggu seperti glukosa, lemak, garam buffer fosfat, senyawa-senyawa yang mengandung amin, gula pereduksi, garam ammonium
dalam konsentrasi tinggi dan senyawa sulfhidril Chang, 1998. c. Pereaksi Bradford
Pada tahun 1976, Marion Bradford memperkenalkan penggunaan pereaksi Coomassive Blue untuk penetapan secara kuantitatif konsentrasi total protein.
Coomasive Blue ini akan berinteraksi dengan gugus samping asam amino yang memiliki ikatan rangkap sehinngga terjadi perubahan warna pereaksi dari merah
Ikatan peptida
Kompleks Cu
2+
Universitas Sumatera Utara
menjadi biru Chang, 1998. Reaksi protein dengan pereaksi Bradford dapat dilihat pada Gambar 8 dibawah ini.
Keuntungan analisis dengan pereaksi Bradford adalah tidak menggunakan pereaksi yang berbahaya, hanya protein yang akan diukur, memiliki presisi yang
lebih tinggi dibanding metode Kjeldahl, waktu analisis yang diperlukan singkat, biaya yang diperlukan tidak terlalu mahal, dan cukup akurat untuk digunakan
dalam analisis kandungan total protein dalam makanan. Adapun kerugiannya adalah kandungan asam amino yang berbeda akan mempengaruhi kapasitas
pembentukan warna, senyawa gula, kalsium dan fosfat dapat mengganggu ikatan warna sehingga akan mengganggu hasil analisis, dan adanya variasi absorbansi
yang signifikan tegantung jenis protein Chang, 1998.
2.5.3 Metode Titrasi Formol