Pengaruh Keberadaan PT. PMKS (Pabrik Minyak Kelapa Sawit) Talikumain Terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Rokan Hulu (Studi Kasus : Desa Talikumain Kecamatan Tambusai)

(1)

TESIS

Oleh :

HAYATUL MUCHNI

06 700 3030/PWD

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

TESIS

Oleh :

HAYATUL MUCHNI

06 700 3030/PWD

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Sains

Dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan (PWD) pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara

Oleh :

HAYATUL MUCHNI

06 700 3030/PWD

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(4)

Nama : Hayatul Muhcni Nomor Pokok : 06 700 3030

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP) Ketua

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Dr. lir. Rer. Reg. Sirojuzilam, SE) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur SPS USU,

(Prof.H.Bachtiar Hassan Miraza,SE) (Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa, M.Sc)


(5)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : ...

Anggota : 1. ...

2. ...

3. ...


(6)

(7)

Judul Penelitian : PENGARUH KEBERADAAN PT. PMKS (PABRIK MINYAK KELAPA SAWIT) TALIKUMAIN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN ROKAN HULU

Nama : HAYATUL MUCHNI

Nomor Pokok : 06 700 3030

Program Studi : PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH DAN PEDESAAN (PWD-PP)

Komisi Pembimbing : Prof. Drs. ROBINSON TARIGAN, MRP (Ketua) Dr. Ir. TAVI SUPRIANA, MS (Anggota) Dr. lic. Rer. Reg. SIROJUZILAM, SE (Anggota) Hari/Tanggal : Kamis. 22 Mei 2008

Pukul : 10.00 WIB

Tempat : Gedung PPs USU Medan.

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(8)

WILAYAH DI KABUPATEN ROKAN HULU (Studi kasus Desa Talikumain Kecamatan Tambusai), dibawah bimbingan Bapak Prof. Drs. Robinson Tarigan,MRP, Ibu Dr.Ir.Tavi Supriana,MS dan Bapak Dr.lic.rer.reg.Sirojuzilam,SE.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kehadiran PT.PMKS terhadap pengembangan wilayah di sekitar kawasan industri, kontribusi PT.PMKS terhadap Masyarakat, dan juga untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan industri tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan : pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah adanya pabrik PT.PMKS berbeda nyata. Dari uji t terbukti juga bahwa perbedaan rata-rata pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah adanya PT.PMKS adalah sebesar Rp 752.326. Pendapatan rumah tangga masyarakat Desa Talikumain sebelum berdirinya PT.PMKS, menghasilkan rata-rata Rp 2.351.250/bulan,-. sedangkan setelah berdirinya PT.PMKS Pendapatan rumah tangga masyarakat Desa Talikumain meningkat sebesar Rp 3.103.576,7/bulan,-. Berdasarkan perhitungan laju pertumbuhan pendapatan masyarakat Kabupaten rokan Hulu diketahui bahwa Laju pertumbuhan pendapatan per kapita regional masyarakat Kabupaten Rokan Hulu sebesar 3.4%, sedangkan laju pertumbuhan pendapatan per kapita masyarakat desa Talikumain sebesar 7.18%. Laju pertumbuhan Per Kapita masyarakat Desa Talikumain setelah adanya PT.PMKS jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan pendapatan per kapita regional Masyarakat Kabupaten Rokan Hulu, sehingga dapat dikatakan bahwasanya dengan keberadaan PT. PMKS di Desa Talikumain efektif dalam meningkatkan pendapatan Masyarakat Desa Pendapatan masyarakat meningkat disebabkan karena menurunnya biaya trasportasi pengangkutaan hasil perkebunan, dan juga dengan mudah untuk menjual hasil perkebunan masyarakat ke PT. PMKS. PT.PMKS telah menyediakan alat trasportasi untuk mengangkut hasil perkebunan masyarakat Desa Talikumain. Selain itu, PT.PMKS telah mendorong berkembangnya sumber pendapatan baru seperti, perdagangan, jasa, dan angkutan. Tenaga kerja di PT.PMKS Talikumain berjumlah 130 orang, dan 70% diantaranya berasal dari masyarakat Desa Talikumain.

PT.PMKS telah memberikan kontribusi yang cukup besar kepada PEMDA, 10% dari saham yang dimiliki oleh PT.PMKS diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu (PEMDA). Kontribusi PT.PMKS terhadap Masyarakat, terlihat dengan dibangunnya jalan di sekitar pabrik, memberi santunan pada masyarakat, serta berpartisipasi pada pembangunan dusun, dan membuka kesempatan kerja pada masyarakat. Berdasarkan analisis yang digunakan dalam skala model Liker (skor T), dapat diketahui bahwasanya 74% dari 40 responden di Desa Talikumain memberikan respons positif terhadap keberadaan PT.PMKS.


(9)

memberikan kemudahan bagi saya untuk dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar pascasarjana program studi PWD di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Tesis ini berjudul ”Pengaruh Keberadaan PT.PMKS Talikumain (Pabrik Minyak Kelapa Sawit)

Terhadap pengembangan Wilayah di Kabupaten Rokan Hulu (Studi kasus Desa Talikumain Kecamatan Tambusai)”

Di dalam pembuatan tesis ini tak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP. Ibu Dr.Ir.Tavi Supriana,MS dan Bapak Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE. Selaku dosen Pembimbing yang dengan ketulusan, kearifan dan kesabaran telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penyusunan tesis ini.

2. Bapak Kasyful Mahalli, SE,Msi, Bapak Drs.Rujiman MA dan Bapak Ir.Agus Purwoko,Msi, Selaku dosen pembanding yang telah memberikan banyak masukan dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

3. Bapak Prof.H.Bachtiar Hassan Miraza,SE. Selaku Ketua Program Studi PWD Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa, M.Sc, Selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.

5. Pemerintah Propinsi Riau yang telah memberikan bantuan Beasiswa kepada saya. 6. Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hulu-Riau, yang telah memberikan

Bantuan Beasiswa penyusunan tesis.

7. PT. Hutahean, yang telah memberikan Bantuan beasiswa kepada Saya

8. Bapak Zulmi Fahren, selaku kepala Desa Talikumain Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu-Riau yang telah membantu dalam penelitian saya


(10)

11. Serta tak lupa kepada teman-teman seangkatan yang banyak memberikan semangat kepada Saya untuk penyelesaian Karya Ilmiah ini.

12. Serta tak lupa juga kepada teman-teman Ikatan Mahasiswa Rokan Hulu (IPMAROHU–MEDAN), yang juga turut memberikan semangat dalam

penyelesaian tesis ini.

13. Tak lupa kepada Kedua Orangtua dan keluarga yang selalu memberikan bantuan moril dan materil dalam penyelesaian perkuliahan Saya.

14. Serta kepada handai tolan dan kerabat, yang tidak bisa saya ucapkan satu persatu, Saya haturkan ribuan trimaksih.

Akhir kata, tak ada gading yang tak retak, maka demikian pula tesis ini, tentu mempunyai kekurangan disana sini yang masih perlu diperbaiki. Untuk itu, penulis dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran sehingga tesis ini dapat disempurnakan pada penelitian berikutnya

Akhirul kalam saya ucapkan terimakasih.

Medan, April 2008


(11)

November 1982 dari pasangan Ayahanda H Zaharuddin,MN dan Ibunda HJ. Nurawan, NST. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Penulis mengikuti pendidikan Dasar pada Tahun 1989 di SD Negeri 001 Tambusai Kabupaten Rokan Hulu-Riau dan selesai pada Tahun 1994, setelah itu melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Tambusai Kabupaten Rokan Hulu – Riau dan selesai pada Tahun 1997. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Tambusai Kabupaten Rokan Hulu - Riau, dan selesai Pada Tahun 2000.

Jenjang pendidikan tinggi diperoleh pada Institut Teknologi Medan (ITM), dari Tahun 2000 sampai Tahun 2006 dengan memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST). setelah itu pada Tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Pedesaan (PWD), sampai Saat ini.


(12)

KATA PENGANTAR...ii

RIWAYAT HIDUP ...iv

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR GAMBAR ……….. viii

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ...x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Perumusan Masalah ...4

1.3. Tujuan Penelitian ...5

1.4. Manfaat Penelitian ...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pengembangan Wilayah ...7

2.1.1 Penyerapan Tenaga Kerja ...9

2.1.2 Pendapatan Masyarakat ..………...12

2.1.3 Pasar Hasil Produksi Perkebunan Rakyat ...16

2.1.4 Kontribusi industri terhadap Pemda ………...19

2.1.5 Pembangunan Sektor Industri ...23

2.2. Pendekatan Sektor Riil...25

2.2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ...25

2.2.2 Inflasi ...27

2.3. Teori Pemilihan Lokasi ...29

2.3.1 Perubahan Guna Lahan ……….. ...31


(13)

2.8. Kerangka Pemikiran...40

2.9. Hipotesis Penelitian...41

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian ………...42

3.2. Jenis dan Sumber Data ……… .43

3.3. Populasi dan sampel Penelitian ...45

3.4. Metode dan Analisis Data ...45

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional ...48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ...50

4.1.1. Deskripsi Kabupaten Rokan Hulu...50

4.1.2. Deskripsi Kecamatan Tambusai...53

4.1.3. Deskripsi Desa Talikumain ...57

4.1.4. Gambaran Umum PT.PMKS Talikumain ...60

4.2. Hasil Analisis Pengaruh keberadaan PT.PMKS Talikumain terhadap pengembangan wilayah ...63

4.2.1. Pengaruh PT.PMKS terhadap Pendapatan Masyarakat ...63

4.2.2. Pengaruh PT.PMKS terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ...67

4.2.3. Pasar Hasil Produksi Perkebunan Rakyat ...68

4.2.4. Kontribusi PT.PMKS terhadap PEMDA ...69

4.2.5. Kontribusi terhadap Masyarakat ...69

4.2.6. Pengelolaan Limbah...70


(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN ...79

5.2. SARAN ...80

DAFTAR PUSTAKA ...82


(15)

1. Skema Kerangka Pemikiran ………..….……... ...40

2. Penduduk Berdasarkan Usia Kecamatan Tambusai Tahun 2006 ...54

3. Penduduk Berdasarkan Usia Desa Talikumain Tahun 2006...58

4. Uji Statistik Sampel Berpasangan...64

5. Jumlah Pasokan Buah dari Kecamatan Tambusai ...69


(16)

2. Inflasi Bulanan terhadap Bulan yang sama Propinsi Riau 2001-2008% ...29

3. Jenis dan Sumber Data ……….…… ...44

4. Populasi dan Sampel Penelitian ………..…….. ...45

5. Luas Kabupaten Rokan Hulu ...50

6. Batas Wilayah Kabupaten Rokan Hulu...51

7. Ketinggian Ibu kota Kecamatan Dari Permukaan Laut ...52

8. Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Umur ...54

9. Tingkat Pendidikan Tahun 2005 Kecamatan Tambusai ...55

10. Jumlah kesenian Desa Di Kecamatan Tambusai Tahun 2006 ...56

11. Jumlah cabang Olahraga di Kecamatan Tambusai Tahun 2006 ...56

12. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia...58

13. Jumlah Kesenian Desa Tahun 2006 ...59

14. Jumlah Cabang Olahraga Desa ...59

15. Uji Statistik Sampel Berpasangan...63

16. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan...67

17. Jumlah Pasokan Bahan Baku Kelapa Sawit dari Kecamatan Tambusai...68


(17)

2. Karakteristik Masyarakat Desa Talikumain...92

3. Data inflasi Bulanan...93

4. Perhitungan Nilai Konstan ...94

5. Harga Konstan Tahun 2008 ...95

6. Sikap Masyarakat Desa Talikumain ...96

7. Skor dan Sikap Responden ...98

8. Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Masyarakat ...100

9. Peta Kabupaten Rokan Hulu...………..104

10. Peta Kecamatan Tambusai………...…...………105

11. Peta Desa Talikumain …………..………...……… ..106

12. Struktur Organisasi PT.PMKS ...107

12. Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di PT.PMKS... 108

13. Surat Izin Penelitian dari Kepala Desa Talikumain ... 109


(18)

(19)

1.1. Latar Belakang

Proses pembangunan industri diharapkan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan produksi untuk kebutuhan di dalam negeri dan luar negeri serta kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi industri menuju taraf hidup yang lebih baik. Kemudian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan perkapita, pemerataan pendapatan, membuka lapangan kerja baru serta meningkatkan usaha informal.

Dalam rangka pengembangan perekonomian wilayah sekaligus peningkatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, Pemerintah daerah (PEMDA) Kabupaten Rokan Hulu berupaya mengundang investor untuk mengolah potensi wilayah Kabupaten Rokan Hulu, yang dapat digunakan para investor. Salah satu investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Rokan Hulu adalah PT. PMKS (Pabrik Minyak Kelapa Sawit) yang bergerak dalam pengembangan agroindustri berupa pabrik pengolahan kelapa sawit.

Kehadiran aktivitas agroindustri ini diharapkan antara lain membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan multiplier effeck. Meningkatnya multiplier effeck terjadi dengan munculnya aktivitas-aktivitas perekonomian baru bagi masyarakat sekitarnya. Harapan terjadinya peningkatan sosial ekonomi masyarakat sebagai akibat kehadiran aktivitas perekonomian ini tidak terlepas dari dua faktor, yaitu sejauh mana kesempatan yang diberikan perusahaan tersebut bagi masyarakat untuk berpartisipasi


(20)

perekonomian baru tersebut.

Selain perubahan pendapatan, kehadiran PT PMKS diharapkan dapat meningkatkan diversifikasi sumber pendapatan masyarakat. Perubahan lahan yang sebelumnya sebagai kawasan pertanian dan hutan menjadi kawasan industri yang akan mempengaruhi jenis sumber mata pencaharian baru bagi masyarakat setempat.

Kabupaten Daerah Rokan Hulu merupakan daerah yang cukup baik untuk pengembangan industri di Daerah Riau. Meskipun Daerah Rokan Hulu belum mempunyai kawasan industri yang komprehensip namun banyak industri didirikan di Kabupaten Rokan Hulu.

Lokasi industri tersebar hampir merata di Kabupaten Rokan Hulu dan sebagian terkonsentrasi di sepanjang jalan lintas Riau-Sumatera utara. Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu yang merupakan jalur lintas arteri primer Riau-Sumatera Utara, dimana letak industri dalam penelitian ini berada di daerah pedesaan relatif jauh dari fasilitas perkotaan

(rural location based industry).

Ketertarikan peneliti mengadakan penelitian ini dikarenakan lahan yang pada awalnya tersedia untuk lahan pertanian dikonversikan menjadi lahan industri yang dukungan sarana dan prasarana untuk industri tersebut masih terbatas. Industri yang dibangun berada di dekat lingkungan pedesaan, sehingga dimungkinkan dengan adanya pembangunan industri tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat perdesaan disekitar lokasi industri.


(21)

fisik berupa dibangunnya jalan dan infrastruktur untuk memudahkan trasportasi pengangkutan bahan baku maupun pengangkutan hasil industri, penyerapan tenaga kerja lokal, serta kontribusi industri tersebut kepada masyarakat pedesaan disekitar industri. Laba industri selain di potong pajak dan retribusi kepada pemerintahan (daerah) juga dapat berpartisipasi kepada pembangunan desa setempat. Besar kecilnya kepedulian industri tersebut terhadap desa sekitarnya tentunya akan menimbulkan juga terhadap besar kecilnya persepsi penerimaan masyarakat terhadap keberadaan operasionalisasi industri tersebut di desanya.

Kabupaten Rokan Hulu mempunyai kebijaksanaan Tata Ruang Daerah menyangkut daerah perkotaan dan perdesaan yang salah satu isinya: daerah perdesaan pengembangannya diarahkan sebagai pusat produksi, penyediaan tenaga kerja, penyediaan bahan baku industri dan daerah penyangga lingkungan hidup. Dengan demikian perlu pengendalian penggunaan tanah pertanian subur dengan kepentingan non pertanian, termasuk penyelamatan, pelestarian dan peningkatan kemampuan sumber alam dan lingkungan hidup.

Prioritas pembangunan daerah serta keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri, menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi industri yang termasuk layak untuk dikembangkan antara lain :

a. Pabrik Pengolahan kelapa sawit b. Pabrik minyak goreng


(22)

diantisipasi kemungkinan pencemaran lingkungan yang dapat menimbulkan dampak sosial terhadap masyarakat sekitar kawasan industri.

Adapun strategi pengendalian dampak lingkungan terhadap pengembangan kawasan peruntukan industri pada Rencana umum tata ruang daerah (RUTRD) Kabupaten Rokan Hulu meliputi :

a. Pengawasan terhadap proses pengolahan dan pembuangan limbah industri yang dihasilkan. Setiap industri dengan hasil buangan yang dapat memberikan dampak pencemaran lingkungan harus dilengkapi dengan intalasi pengolahan air limbah. b. Seleksi lokasi industri yang disesuaikan dengan jenis dan skala produksi, serta

hasil pembuangan limbah yang dihasilkan. Ijin lokasi kegiatan industri sebaiknya dipilih pada tempat yang tidak mengganggu kepentingan umum seperti sungai dan kawasan permungkiman, dengan memperhatikan kondisi hulu dan hilir sungai. Dalam hal ini, untuk industri yang diduga dapat memberikan kontribusi terhadap pencemaran lingkungan sebaiknya diletakkan pada hilir aliran sungai.

1.2. Perumusan Masalah.

Melihat fenomena tersebut di atas, ada beberapa permasalahan yang ditimbulkan dari beroperasinya industri tersebut :

1. Bagaimanakah pengaruh kehadiran PT PMKS terhadap pengembangan wilayah di sekitar kawasan industri tersebut, diantaranya pengaruhnya terhadap :


(23)

c. Pasar hasil produksi perkebunan rakyat d. Kontribusi terhadap PEMDA

e. Kontribusi PT.PMKS terhadap masyarakat

2. Bagaimanakah persepsi masyarakat di sekitar pabrik terhadap keberadaan industri di daerah perdesaan

1.3. Tujuan Penelitian.

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah tersebut diatas dapat dinyatakan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh kehadiran PT.PMKS terhadap pengembangan wilayah di sekitar kawasan industri tersebut, antara lain :

a. Pendapatan masyarakat sekitar. b. Penyerapan tenaga kerja

c. Pasar hasil produksi perkebunan rakyat d. Kontribusi terhadap PEMDA.

e. Kontribusi industri terhadap masyarakat

2. Untuk menganalisis bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap keberadaan industri tersebut di sekitar tempat tinggalnya.

1.4. Manfaat Penelitian.


(24)

permukiman perdesaan di Kabupaten Rokan Hulu.

2. Dengan adanya hasil penelitian ini akan memperkaya perbendaharaan, pengetahuan di daerah khususnya dibidang kajian tata guna lahan dan kawasan peruntukan industri.

3. Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi sumbangan pemikiran dan rekomendasi ataupun saran bagi Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu untuk memilih alternative kegiatan perekonomian baru dalam rangka pengembangan wilayah.

4. Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi kepentingan ilmu pengetahuan dalam rangka mengintrodusir aktivitas perekonomian baru.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pengembangan Wilayah

Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses literatif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersipat dinamis. Dengan kata lain, konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang senantiasa perkembangannya telah diuji dan di terapkan, kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia.

Dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschman (1950), yang memunculkan teori

polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan

suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal (1950), dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedman (1960), yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan system pembangunan yang kemudian dikenal


(26)

dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass pada era 70-an yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa-kota (rural-urban linkages) dalam pengembangan wilayah.

Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah tersebut, kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran cemerlang putra-putra bangsa. Diantaranya adalah Sutami (1970), dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumber daya alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah. Poernomosidhi (1965), memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki prasarana jalan melalui orde kota. Selanjutnya adalah Ruslan Diwiryo (1980), yang memperkenalkan konsep pola dan struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No 24/1992 tentang penataan ruang. Pada priode 1980 ini pula, lahir strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan system kota-kota nasional yang efisien dalam konteks Pengembangan wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal bakal lahirnya konsep Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) sebagai upaya sitematis dan menyeluruh untuk mewujudkan fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP. Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misalnya antara KTI dan KBI, antara kawasan dan wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan pedesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millennium, bahkan mengarahkan konsep pengembangan


(27)

wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan pemahaman teoritis dan pengalaman empiris, maka secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumberdaya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI.

Pembangunan seyogyanya tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat

komprehensif dan holistic dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai

sumberdaya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas), yang didukung olah sistem hukum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya. (Sumber, http://yainal.wordpress.com).

2.1.1 Penyerapan Tenaga Kerja

Menurut" Menperin Fahmi Idris pada Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VI DPR-RI, di Jakarta, melemahnya penyerapan tenaga kerja sektor industri hanya mencapai sekitar 403 ribu orang per tahun selama tiga tahun terakhir sejak 2005-2007, hal ini di sebabkan karena melemahnya pertumbuhan industri nasional. "Secara


(28)

kumulatif penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan dari tahun 2005 - 2007 baru mencapai 1.211.390 orang atau sekitar 403 ribu orang per tahun, Industri yang selama tiga tahun terus menyerap tenaga kerja adalah industri kendaraan bermotor dan alat angkutan, industri radio, televisi, perkebunan dan peralatan komunikasi serta perlengkapannya, industri barang dari logam, industi penerbitan, percetakan, dan reproduksi media rekaman. Pada tahun 2005 total penyerapan tenaga kerja industri pengolahan mencapai sekitar 10,9 juta orang dan naik menjadi sekitar 12,6 juta pada tahun 2006, kemudian meningkat tipis menjadi 12,8 juta orang pada 2007. Untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja tahun ini, Menperin menargetkan pertumbuhan industri sebesar 7,4 persen yang kembali bersandar pada pertumbuhan tertinggi di kelompok industri alat angkut, mesin, dan peralatan (9,6 persen). Selain itu, kelompok industri makanan, minuman, dan tembakau (8,0 persen), kelompok industri kertas dan barang cetakan (8,0 persen), serta kelompok industri semen dan bahan galian non logam (7,0 persen). Fahmi mengakui, pencapaian kinerja industri nasional sangat terkait dengan sektor lainnya dan sensitifitas kebijakan departemen lain terhadap perkembangan industri, seperti kebijakan energi dari Departemen ESDM, dan kebijakan fiskal dari Departemen Keuangan. Penyerapan tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit, sangat tergantung pada kelangsungan perkembangan kelapa sawit, kurang profesionalnya pengelolaan kelapa sawit, berpotensi menurunkan daya saing kelapa sawit, sehingga menganggu pengembangan kelapa sawit selanjutnya. Antisipasi Pemda dalam menghadapi kelangsungan pengembangan kelapa sawit di wilayahnya, antara lain :


(29)

1. Pengelolaan komoditi kelapa sawit potensial menyerap tenaga kerja besar baik melalui perluasan perkebunan kelapa sawit maupun melalui pengolahan hasil produksi (agroindustri terkait). Pengelolaan yang tidak optimal selain berpengaruh terhadap hasil produksi, juga menciptakan pengangguran dan setengah pengangguran baik bagi petani maupun keluarganya. Terbatasnya kesempatan kerja lain di sekitar lokasi, berpengaruh terhadap kesejahteraan petani sawit pada umumnya. Bagaimana prospek agroindustri untuk kelapa sawit, sehingga dapat memberi nilai tambah dan mengurangi tingkat pengangguran bagi petani .

2. Jumlah dan kualitas produk sangat dipengaruhi oleh profesionalisme SDM yang terkait, baik oleh aparat maupun petani. Ketertinggalan SDM lokal juga akan berpengaruh terhadap kelangsungan pengembangan kelapa sawit. Melihat ketatnya persaingan di pasar global untuk kelapa sawit, maka dibutuhkan pemberdayaan bagi petani, sehingga dapat mengelola perkebunan secara profesional. Upaya menyatukan luaran sekolah kejuruan dengan penyerapan tenaga kerja belum nampak, karena ketidak pastian peluang kerja yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

3. Kesejahteraan petani kelapa sawit dipengaruhi oleh luas lahan, hasil produksi dan harga kelapa sawit. Pengelolaan kebun yang tidak optimal, dan penentuan harga sepihak yang tidak menguntungkan petani, merupakan faktor penting dalam mempengaruhi kesejahteraan petani. Akibatnya petani tetap hidup miskin, terjerat hutang atau terjebak dalam permainan pemodal. Hal ini akan berpengaruh


(30)

terhadap kelangsungan pengembangan kelapa sawit ke depan (replanting). Bagaimana kebijakan Pemda dalam mengatasi kemiskinan tersebut, agar petani tidak beralih fungsi sebagai buruh dari pemilik modal, juga bagi keluarga petani yang tidak memiliki lahan. (Sumber, http://www.disnaker.nad.go.id)

2.1.2 Pendapatan Masyarakat

Kesenjangan pendapatan masyarakat ke depan bakal makin meningkat, “Ada kecenderungan makin melebarnya gap antara kaya-miskin. Sehingga yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Pemerintah seharusnya menerapkan kebijakan fiskal-moneter yang bisa mempertemukan antara sektor finansial dan sektor riil. Semakin kayanya masyarakat berpendapatan ekonomi tinggi disebabkan oleh kemampuan mereka untuk mengakses sektor finansial yang saat ini berkembang pesat. Sementara masyarakat berpendapatan ekonomi menengah ke bawah kesulitan untuk mengakses sektor serupa. Di sisi lain, sektor riil yang diharapkan bisa menolong masyarakat ekonomi menengah-bawah masih terkendala ekonomi biaya

tinggi. (Sumber,http://beritasore.com/2007/12/19/pendapatan-masyarakat).

...Perkembangan sektor pertanian di daerah Riau sampai saat ini cukup menggembirakan, namun tingkat pendapatan masyarakat dari usaha pertanian belum meningkat seperti yang diharapkan. Karena itu Pemerintah Daerah Riau mencanangkan sasaran pembangunan Daerah Riau harus mengacu kepada Lima Pilar Utama, yaitu: 1) pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan; 2) pembinaan dan


(31)

4) pembangunan/kegiatan seni budaya; dan 5) pembangunan dalam rangka meningkatkan iman dan taqwa. Pembangunan ekonomi kerakyatan difokuskan kepada pemberdayaan petani terutama di pedesaan, pengrajin, dan pengusaha industri kecil. Setiap pembangunan yang dilaksanakan harus mengacu kepada lima pilar utama pembangunan daerah Riau. Karena pembangunan daerah sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, maka kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah daerah harus mengacu kepada potensi daerah yang berpeluang untuk dikembangkan, khususnya sektor pertanian. Potensi tersebut antara lain: 1) tanaman hortikultura; 2) tanaman perkebunan; 3) usaha perikanan; 4) usaha peternakan; 5) usaha pertambangan; 6) sektor industri; dan 7) potensi keparawisataan. Pengembangan sektor pertanian dalam arti luas harus diarahkan kepada sistem agribisnis dan agroindustri, karena pendekatan ini akan dapat meningkatkan nilai tambah sektor pertanian, yang pada hakekatnya dapat meningkatkan pendapatan bagi pelaku-pelaku agribisnis dana groindustri didaerah. Untuk pembangunan ekonomi pedesaan pemerintah daerah telah mengembangkan sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan. Arah kebijaksanaan sektor perkebunan ini adalah melaksanakan perluasan areal perkebunan dengan menggunakan sistem perkebunan inti rakyat (PIR), program kredit koperasi primer untuk anggota (KKPA) serta memberikan kesempatan kepada perkebunan swasta. Sub sektor ini dapat menyerap tenaga kerja, menunjang program permukiman dan mobilitas penduduk serta meningkatkan produksi dalam negeri maupun ekspor nonmigas. Perkebunan yang banyak


(32)

dikembangkan di daerah Riau adalah perkebunan kelapa sawit, karet, dan kelapa. Untuk sektor perkebunan Pemerintah Daerah Riau menetapkan kelapa sawit sebagai komoditas unggulan daerah. Pembangunan perkebunan kelapa sawit pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi yang berorientasi pedesaan. Sasaran pembangunan sektor perkebunan tersebut adalah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan. Dengan demikian jumlah masyarakat miskin terutama di pedesaan dapat dikurangi (Saragih, 2001). Tujuan pokok proyek perkebunan yang dilaksanakan itu adalah; pertama, meningkatkan produktivitas kebun-kebun rakyat dengan cara penyuluhan teknologi baru pertanian kepada mereka; dan kedua, menjadikan sistem perkebunan tersebut sebagai program pemerataan baik dari segi penduduk maupun sebagai pemerataan pembangunan. Analisis MultiplierEffect Kawasan perkebunan telah menyebabkan munculnya sumber-sumber pendapatan baru yang bervariasi. Sebelum dibukanya kawasan perkebunan di pedesaan, sampel mengungkapkan sumber pendapatan masyarakat relatif homogen, yakni menggantungkan hidupnya pada sektor primer, memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia seperti apa adanya tanpa penggunaan teknologi yang berarti. Data lapangan mengungkapkan pada umumnya masyarakat hidup dari sektor pertanian sebagai petani tanaman pangan (terutama palawija) dan perkebunan (karet). Pada masyarakat di sekitar aliran sungai mata pencaharian sehari-hari pada umumnya sebagai nelayan dan pencari kayu di hutan. Selain teknologi yang digunakan sangat sederhana dan monoton sifatnya tanpa pembaharuan (dari apa yang mampu dilakukan). Orientasi usahanya juga terbatas kepada pemenuhan kebutuhan keluarga untuk satu atau dua hari mendatang tanpa


(33)

perencanaan pengembangan usaha yang jelas (subsisten). Kegiatan pembangunan perkebunan telah menimbulkan mobilitas penduduk yang tinggi. Akibatnya di daerah-daerah sekitar pembangunan perkebunan muncul pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya daya beli masyarakat pedesaan, terutama terhadap kebutuhan rutin rumah tangga dan kebutuhan sarana produksi perkebunan kelapa sawit. Apabila dikaji dari struktur biaya pengusahaan perkebunan kelapa sawit yang teknis operasionalnya dirancang lebih banyak menggunakan teknik manual, biaya yang berkaitan dengan tenaga kerja langsung serta tenaga teknis di lapangan memiliki porsi yang cukup besar. Berdasarkan hal tersebut, perputaran uang yang terjadi di lokasi dalam jangka panjang diperkirakan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi di wilayah ini dengan tumbuhnya perdagangan dan jasa. Hal ini memberikan arti bahwa kegiatan perkebunan kelapa sawit di pedesaan menciptakan multiplier effect, terutama dalam lapangan pekerjaan dan peluang berusaha. Suatu peluang usaha akan menjadi sumber pendapatan yang memberikan tambahan penghasilan kepada masyarakat jika mampu menangkap peluang usaha yang potensial dikembangkan menjadi suatu kegiatan usaha yang nyata. Dengan demikian kemampuan masyarakat memanfaatkan peluang yang ada akan dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat dalam menangkap peluang itu sendiri. Hal kedua adalah kemampuan mengorganisir sumberdaya yang dimiliki sedemikian rupa sehingga peluang yang potensial menjadi usaha yang secara aktual dapatdioperasikan. Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional Inggris pada


(34)

tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara

yang bersangkutan diukur menurut harga pasar. (Sumber, http://www. bung-hatta.info/tulisan_212.ubh)

2.1.3 Pasar Hasil Produksi Perkebunan Masyarakat

Dewasa ini perkembangan dunia industri semakin maju. Hal itu terbukti dari banyaknya industri-industri baru yang memproduksi berbagai macam produk. Dengan demikian kebutuhan akan faktor-faktor produksi menjadi bertambah banyak. Di lain pihak kegiatan perusahaan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kegiatan produksi. Perusahaan mengadakan kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan sistem pengendalian bahan baku sebagai bagian yang sangat vital dalam perusahaan. Pada sistem pengendalian bahan baku ini harus diselaraskan dengan semua unsur perusahaan tanpa terkecuali. Pentingnya pengendalian bahan baku dikarenakan dalam pelaksanaan kegiatan produksi barang memerlukan bahan baku. Oleh karena itu di dalam dunia usaha masalah bahan baku merupakan masalah yang


(35)

sangat penting. Agar jangan sampai terjadi keterlambatan ketersediaan bahan baku, maka harus diadakan perencanaan persediaan bahan baku secara baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Yamit (1998) yang menyatakan bahwa “Persediaan bahan baku sebagai kekayaan perusahaan memiliki peranan penting di dalam operasi bisnis dalam pabrik”. Bahan baku merupakan faktor utama di dalam perusahaan untuk menunjang kelancaran proses produksi, baik dalam perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Masalah penentuan besarnya persediaan merupakan masalah yang penting bagi perusahaan, karena persediaan mempunyai efek yang langsung terhadap keuntungan perusahaan. Kesalahan dalam menentukan besarnya investasi (modal yang tertanam) dalam persediaan akan menekan keuntungan perusahaan. Adanya persediaan bahan baku yang terlalu besar dibandingkan kebutuhan perusahaan akan menambah beban bunga, biaya pemeliharaan dan penyimpanan dalam gudang, serta kemungkinan terjadinya penyusutan dan kualitas yang tidak bisa dipertahankan, sehingga semuanya ini akan mengurangi keuntungan perusahaan. Demikian pula sebaliknya, persediaan bahan baku yang terlalu kecil dalam perusahaan akan mengakibatkan kemacetan dalam produksi, sehingga perusahaan akan mengalami kerugian juga. Cara penyelenggaraan persediaan bahan baku berbeda-beda untuk setiap perusahaan, baik dalam jumlah unit persediaan bahan baku yang ada dalam perusahaan, waktu penggunaannya, maupun jumlah biaya untuk membeli bahan baku tersebut. Paling sedikit ada tiga alasan perlunya persediaan bahan baku bagi perusahaan, yaitu (Yamit, 1998):


(36)

1. Adanya unsur ketidak pastian permintaan . 2. Adanya ketidak pastian pasokan dari supplier. 3. Adanya unsur ketidak pastian tenggang waktu.

Untuk menghadapi ketiga unsur ketidak pastian tersebut, pihak perusahaan harus mampu mengantisipasinya. Antisipasi tersebut berkaitan erat dengan tujuan diadakannya persediaan bahan baku, yaitu (Yamit, 1998: 216):

1. Untuk memberikan layanan yang terbaik pada pelanggan. 2. Untuk memperlancar proses produksi.

3. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan. 4. Untuk menghadapi fluktuasi harga.

Pencapaian tujuan tersebut menimbulkan konsekuensi bagi perusahaan, yaitu

harus menanggung biaya maupun risiko yang berkaitan dengan persediaan (Yamit, 1998). Terjadinya kekurangan persediaan material atau tidak adanya material

pada saat dibutuhkan dapat menyebabkan jalannya aktivitas produksi terhenti, sebaliknya terlampau banyaknya persediaan material akan mengakibatkan tertahannya modal secara tidak produktif, sehingga hal ini merupakan salah satu faktor kerugian bagi perusahaan. Persediaan bahan baku sebagai kekayaan perusahaan memiliki peranan penting di dalam operasi bisnis dalam pabrik” (Yamit, 1998). Bahan baku merupakan faktor utama di dalam perusahaan untuk menunjang kelancaran proses produksi, baik perusahaan dalam perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Masalah penentuan besarnya persediaan merupakan masalah yang penting bagi perusahaan, karena persediaan mempunyai efek yang langsung terhadap


(37)

keuntungan perusahaan. Kesalahan dalam menentukan besarnya investasi (modal yang tertanam) dalam persediaan akan menekan keuntungan perusahaan.

Adanya persediaan bahan baku yang terlalu besar dibandingkan kebutuhan perusahaan akan menambah beban bunga, biaya pemeliharaan dan penyimpanan dalam gudang, serta kemungkinan terjadinya penyusutan dan kualitas yang tidak bisa dipertahankan, sehingga semuanya ini akan mengurangi keuntungan perusahaan. Demikian pula sebaliknya, persediaan bahan baku yang terlalu kecil dalam perusahaan akan mengakibatkan kemacetan dalam produksi, sehingga perusahaan akan mengalami kerugian juga. Cara penyelenggaraan persediaan bahan baku berbeda-beda untuk setiap perusahaan, baik dalam jumlah unit persediaan bahan baku yang ada dalam perusahaan, waktu penggunaannya, maupun jumlah biaya untuk membeli bahan baku tersebut. (Yamit1998),(Sumber,http://www.skripsihukum.com

/06/15/ htm)

2.1.4 Kontribusi industri terhadap PEMDA

Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib rakyat kepada negara. Dari pajak ini yang mana akan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Sejak tahun 1999 pembagian pajak menurut wewenang pemungutan pajak dipisahkan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat terdiri dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Untuk pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah itu sendiri.


(38)

Dasar dilakukan pemungutan oleh pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah mengatakan bahwa bahwa Pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggung jawab. Pemerintah Pusat tidak lagi mempatronasi, apalagi mendominasi mereka. Peran Pemerintah Pusat dalam konteks Desentralisasi ini adalah melakukan supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah – langkah yang perlu dimbil dengan cara menggali segala kemungkinan sumber keuangannya sendiri sesuai dengan batas-batas peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk merealisasikan pelaksanaan Otonomi Daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peranan pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu Pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Dengan ini akan semakin memperbesar keleluasaan daerah untuk mengarahkan penggunaan keuangan daerah sesuai dengan rencana, skala prioritas dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta melaksanakan pembangunan daerah, maka daerah membutuhkan sumber-sumber penerimaan yang cukup memadai. Sumber-sumber penerimaan


(39)

daerah ini dapat berasal dari bantuan dan sumbangan pemerintah pusat maupun penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Namun, perlu digaris bawahi bahwa tidak semua daerah memiliki kekayaan alam. Hal ini tentu akan membuat daerah yang kaya akan potensi daerah yang dimiliki akan semakin maju yang mana tentunya bertolak belakang bagi daerah yang memiliki potensi yang kurang. Kiranya dengan ini asas ini pemerintah perlu memberikan jalan keluar agar seluruh daerah yang ada di Indonesia berkembang secara merata. Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari :

a. Pajak Daerah; b. Retribusi Daerah

c. Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain PAD yang sah.

Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah dimana peranan PAD diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Dengan demikian akan memperbesar tersedianya


(40)

keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri.(http://www.jurnalskripsi.com/10/28/htm)

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD Pemerintah Kota Rokan Hulu. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemda Rokan Hulu tercermin dalam APBD, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik. Pendapatan yang berasal dari komponen retribusi daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata per tahunnya sebesar 15,61% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 5,08% per tahun. Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total penerimaan PAD dan sekaligus memperbesar kontribusinya terhadap APBD Pemda Rokan Hulu perlu dilakukan beberapa langkah di antaranya perlu dilakukan peningkatan intensifikasi pemungutan jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah, kemudian dilakukan ekstensifikasi dengan jalan memberlakukan jenis pajak dan retribusi baru sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada.


(41)

2.1.5 Pembangunan Sektor Industri.

Salah satu sektor yang dikembangkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi adalah sektor industri. Pembangnan sektor industri berkaitan erat dengan pembangunan sektor pertanian. Pada awal pembangunan nasional, pembangunan sektor industri bertitik sentral pada upaya mendukung pembangunan sektor pertanian, sehingga dapat dicapai suatu peningkatan produksi dan produktivitas sektor pertanian.

Proses pembangunan sektor industri diarahkan untuk mampu melakukan fungsi ganda, yaitu mendukung produktivitas pertanian dan peningkatan utilitas hasil pertanian. Kontribusi ini sekaligus menjadikan aktivitas pertanian memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi.

Pembangunan sektor industri ditujukan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata, dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan hasil budidaya serta memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup, serta memperluas dan meratakan kesempatan kerja Menurut Matias Siagian (1994), yang mengutif pendapat Menurut Hoogvelt, Ciri-ciri industri Yaitu :

1. Penggunaan faktor-faktor produksi non manusia dalam proses produksi

2. Spesialisasi dan pembagian kerja yang ekstensif dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peran koperasi industri.

3. kombenasi ketiga faktor produksi (tenaga kerja, bahan mentah, dan peralatan teknik.


(42)

Dengan pengembangan ciri spesifik sektor industri di satu pihak, dan kondisi masyarakat pedesaan di lain pihak, maka penentuan pola pembangunan sektor industri yang tepat dipedesaan tidaklah mudah.

Menurut Tulus Tambunan (2001), Beberapa pertimbangan, sekaligus kesulitan yang dihadapi dalam rangka pembangunan industri perdesaan adalah :

1. Pertimbangan mengenai jumlah, jenis, dan kondisi bahan-bahan baku.

2. Pemilihan jenis, lokasi, serta skala unit usaha, Masalah yang dihadapi, tidak adanya keselarasan antara efisiensi dan kesempatan untuk melakukannya.

3. Pemilihan teknologi dan pola proses produksi.

Masalah substansial dalam pembangunan sektor industri di perdesaan berkaitan dengan penentuan industri yang benar-benar mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik dalam bentuk penyerapan tenaga kerja pedesaan maupun dalam bentuk munculnya berbagai aktivitas perekonomian baru yang dapat dilakukan masyarakat pedesaan.

Dalam kesempatan kerja, seringkali industri skala besar memberikan kontribusi yang kecil dalam penyerapan tenaga kerja perdesaan, karena aktivitas perekonomian industri menuntut tenaga kerja dengan kuwalitas yang minim di perdesaan. Masyarakat desa hingga saat ini secara umum memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang tergolong rendah dan selalu kalah berkompetisi dengan masyarakat perkotaan.


(43)

1. Industri dasar atau hulu, industri hulu mempunyai sipat: Padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasinya selalu dipilih dekat dengan bahan baku yang mempunyai sumber energi sendiri, dan pada umumnya lokasi ini belum tersentuh pembangunan.Kelompok industri yang hanya menghasilkan barang setengah jadi saja sedangkan prosesing akhir dilanjutkan di tempat lain.

2. Industri hilir, industri ini merupakan perpanjangan proses industri hulu. Pada umumnya industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya slalu diusahakan dekat pasar, menggunakan teknologi madya dan teruji, padat karya.

3. Industri kecil, industri ini banyak dikembangkan dipedesaan dan perkotaan, memiliki peralatan sederhana. Walaupun hakikatproduksinya sama dengan industri hilir, tetapi sistim pengolahannya lebih sederhana. Sistim tata letak pabrik maupun pengolahan limbah belum mendapat perhatian. Sipat industri ini padat karya.

2.2. Pendekatan Sektor Rill

2.2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Pertumbuhan perekonomian suatu daerah secara umum dapat dilihat melalui

indikator perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan PDRB per kapita


(44)

Hingga kini alat untuk mengukur tingkat kemakmuran masyarakat suatu daerah secara tepat sulit ditemukan. Namun secara tidak langsung, salah satu ukuran yang dianggap dapat mendekati pencapaian kemakmuran tersebut yakni dengan menggunakan angka pendapatan regional.

Manfaat pendapatan regional antara lain adalah untuk mengetahui tingkat produk yang dihasilkan oleh seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi, dan stuktur perekonomian pada suatu periode di suatu daerah tertentu. Dari hasil penghitungan PDRB Kabupaten Rokan Hulu yang telah dilakukan oleh BPS Kabupaten Rokan Hulu dapat disajikan angka-angka pendapatan regional secara series dari tahun ke tahun. Untuk tahun 2006 dalam bab ini disajikan series data 4 tahunan dari tahun 2003-2006, dapat dilihat pada tabel 1.


(45)

Tabel 1. Perkembangan Pendapatan Regional dan Angka Perkapita Atas dasar Harga Konstan, 2003-2006 (Juta Rupiah) Kabupaten Rokan Hulu.

Lapangan

Usaha

2003 2004 2005 2006

1 2 3 4 5

PDRB Atas dasar Harga Pasar

( Rupiah)

1 587 091,89 1 709 535,42 1 835 688,00 1 970 432,73

Penyusutan

Barang-barang Modal 44 121,15 47 525,08 51 032,13 54 778,03 PDRN Atas dasar

harga pasar 1 542 970,73 1 662 010,33 1 748 655,87 1 915 654,70 Pajak taklangsung 68 562,37 73 851,93 79 301,72 85 122,69

PDRN atas dasar

harga faktor 1 474 408,36 1 588 158,40 1 705 354,15 1 830 532,01 Penduduk

pertengahan tahun 328 060 340 732 353 792 368 307 Perkapita PDRB 4 837 809,82 5 017 243,52 5 188 608,00 5 349 973,61

Perkapita Pendapatan

Regional 4 494 325,32 4 661 019,23 4 820 216,83 4 970 125,48

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Rokan Hulu 2008

2.2.2 Inflasi

Menurut A.P. Lehner inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan (Anton H. Gunawan, 1991). Sementara itu Ackley mendefinisikan inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi (Iswardono, 1990). Menurut Boediono (1995), inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain. Inflasi diakibatkan oleh :


(46)

1. Demand-PullInflation. Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregate demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Apabila kesempatan kerja penuh (full-employment) telah tercapai, penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan harga saja (sering disebut dengan inflasi murni).

2. Cost-Push Inflation. Cost push inflation ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Jadi inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan produksi akan menaikkan harga dan turunnya produksi

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menunjukkan membaiknya suatu perekonomian adalah dengan besaran inflasi. Oleh sebab itu, inflasi sering diidentikan dengan naiknya harga-harga dipasaran yang dapat membuat resah masyarakat karena sangat erat. Tingkat inflasi Propinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 2.


(47)

Tabel 2. Inflasi Bulanan terhadap Bulan yang sama Tahun Sebelumnya

(YEAR ON YEAR) Propinsi Riau 2001-2008 (%)

BULAN

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Jan 10,52 16,44 10,67 5,28 9,60 15,99 8,60 6,52 Feb 9,52 17,95 8,89 5,09 9,03 15,56 9,16 7,06 Mar 10,43 17,05 9,22 5,10 10,60 14,80 9,42

Apr 10,78 17,17 8,56 7,10 9,64 14,13 9,52 Mei 12,55 15,70 8,31 8,38 7,46 15,27 14,84

Jun 15,42 12,54 8,76 9,25 7,06 15,67 6,83 Jul 15,18 11,67 7,73 9,75 7,59 14,55 6,87 Agst 14,61 12,82 7,06 9,64 8,60 14,06 6,47 Sep 16,65 12,29 7,29 9,44 8,76 13,75 7,58 Okt 15,64 12,02 7,77 8,90 17,66 4,23 8,86 Nov 15,33 11,65 7,40 9,01 19,43 3,19 8,22 Des 14,65 11,66 6,65 8,94 17,10 6,32 7,53

Sumber : Badan Pusat Stastistik Propinsi Riau 2008

2.3.

Teori Pemilihan Lokasi Industri

Berdasarkan pengembangan dari pendapat Tarigan (2005), ada sejumlah faktor yang ikut menentukan keberadaan lokasi industri, yaitu:

1. Faktor geografis; termasuk lokasi bahan baku, suplai air.

2. Faktor sosial-budaya; termasuk suplai tenaga kerja, daerah pemasaran, aktivitas ekonomi, dan keadaan politik.


(48)

3. Faktor teknologi; termasuk rekayasa/pengolahan produk, teknologi sumber daya energi,dan kemudahan fasilitas transportasi.

Menurut Tarigan (2005), dasar-dasar pemikiran yang dikemukakan oleh Weber lokasi yang optimal bagi kegiatan industri adalah tempat dimana biaya yang minimal (least cost location) tersebut digunakan dalam kondisi sebagai berikut : a. Adanya keseragaman keadaan topografi, keadan iklim dan demografi yang

berkaitan dengan keterampilan dan permintaan akan produksi.

b. Adanya ketersediaan bahan mentah yang tersedia dimana-mana, kecuali bahan tambang yang hanya terbatas pada lokasi tertentu.

c. Adanya upah buruh yang seragam di tiap-tiap wilayah tetapi ada juga perbedaan upah karena persaingan antar penduduk.

d. Biaya transportasi yang berasal dari bobot bahan baku yang diangkut atau dipindahkan serta jarak sumber bahan baku dengan lokasi pabrik.

e. Adanya kompetisi antar industri.

f. Serta adanya manusia yang berfikir rasional.

Namun pada perkembangan selanjutnya teori yang dikemukakan Weber ini mendapat kritikan karena melebih-lebihkan arti penting transportasi saja, kemudian Weber memodifikasikan teorinya dengan penambahan memperhatikan faktor ketersediaan tenaga kerja yang murah (least labour cost) untuk industri yang yang mempunyai kebutuhan buruh yang banyak melokasikan pabriknya di daerah yang mempunyai supply tenaga kerja dengan upah yang relatif murah. lokasi industri manufaktur akan lebih menguntungkan apabila dekat dengan sumber bahan baku


(49)

apabila dibutuhkan dalam jumlah yang cukup besar. Adapun syarat yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembangnya kegiatan industri antara lain :

1. Ketersediaan bahan baku.

2. Ketersediaan sumber tenaga kerja yang memiliki keterampilan. 3. Adanya modal usaha yang cukup operasionalisasi.

4. Adanya jaringan pemasaran dan moda transportasi yang cukup.

5. Mempunyai manajemen organisasi perusahaan yang efisien dan efektif.

Menurut Tarigan (2005), yang mengutip pendapat Von Thunen membahas tentang teori bid-rent analysis (sewa tanah), dimana penyebaran keruangan kegiatan industri berlokasi diantara perumahan dan retail. Semakin dekat dengan pusat kota (pusat perdagangan) maka harga (sewa) tanah semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain, sewa yang ditawarkan orang untuk membayar tanah per meter perseginya, menurun mengikuti jaraknya dari pusat kota (komersial/perdagangan). Hal ini disebabkan oleh sewa tanah atau harga tanah yang murah dengan konpensasi aksebilitas yang tinggi walaupun jauh dari perkotaan agar perusahaan dapat menerima dengan mudah pasokan bahan baku dan memasarkan produknya.

2.3.1 Perubahan Guna Lahan.

Menurut Sandy (1960), suatu daerah yang mempunyai jumlah penduduk persatuan wilayah lebih banyak akan mempunyai intensitas kegiatan ekonomi lebih besar dibandingkan dengan daerah lain yang penduduknya lebih sedikit. Hal ini dikarenakan adanya konsentrasi kegiatan cenderung terpusat pada lahan yang dapat


(50)

memberikan kesempatan hidup lebih besar untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, maka perubahan guna lahan dapat saja terjadi pada pinggiran wilayah yang mempunyai kualitas yang lebih dibanding dengan yang lain.

Perubahan penggunaan lahan pertanian ke nonpertanian disebabkan oleh aktivitas manusia serta adanya faktor lain berupa bencana alam, (Madjid,1997)

Perubahan guna lahan dapat saja terjadi apabila ada pemenuhan antara kebutuhan ekonomi, sosial budaya terhadap ruang yang ada serta pertambahan jumlah penduduk.

2.3.2 Kehidupan Masyarakat Perdesaan

Menurut Koentjaraningrat (1984), Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat perdesaan mengolah tanah pertanian. Sesuai dengan keterampilan teknis dan luas lahan yang dimiliki, para petani menggarap tiga macam tanah pertanian, yakni :

1. Kebun disekitar rumahnya

2. Tanah pertanian kering yang digarap dengan menetap, tetapi tanpa irigasi, dan 3. Tanah pertanian basah yang diirigasi.

Sebagai mata pencaharian, tanah memiliki arti sangat penting bagi masyarakat pedesaan. Bahkan kedudukan seorang atau keluarga banyak dipengaruhi faktor kepemilikan lahan pertanian. Dengan kata lain, struktur masyarakat perdesaan terbentuk dengan faktor kepemilikan lahan sebagai suatu kreteria penting.


(51)

Secara umum pola penguasaan lahan pertanian pada masyarakat perdesaan berada diantara dua kutup yang berlawanan, yakni kepemilikan komunal atau hak ulayat dan kepemilikan perorangan. Pola penguasaan lahan perorangan memberikan peluang yang lebih besar terhadap perubahan kepemilikan lahan, sementara pola pengusahaan lahan komunal memberikan peluang yang kecil terhadap perubahan kepemilikan lahan tersebut.

2.4. Teori Basis Ekspor

Menurut ” Teori Basis Ekspor”: Pertumbuhan ekonomi kota atau daerah bergantung seluruhnya pada pertumbuhan sektor ekspor (” basis”) dari ekonomi lokal. Sebab sektor non ekspor (jasa) hanya untuk melayani secara langsung atau secara tidak langsung terhadap sektor ekspor. Diumpamakan sebuah perusahaan yang sudah pada fasa kematangan katakan IKM divisi ekspor menambahkan 500 karyawan kepada fasilitas mereka. Beberapa tenaga kerja datang dari luar kota ( pertumbuhan), dan yang lain dari daerah lokal. Karyawan yang datang dari daerah lokal akan berbuat untuk meninggalkan pekerjaan mereka yang sudah ada sebelumnya didaerah lokal itu. Mereka harus digantikan sesuai pekerjaannya itu . Tenaga kerja pengganti didatangkan dari luar kota juga (pertumbuhan), dan yang lain dari dareah lokal, dan seterusnya. Secara serentak semua 500 lowongan pekerjaan itu adalah suatu penambahan bersih pada daerah lokal terhadap total ketenaga-kerjaan. Ini sebabnya maka Ekonomi Kabupaten/Kota menjadi bagian dari ekonomi ” basis ekspor”. Kemudian IKM itu membangun suatu supermarket baru pada lokasi dimana


(52)

memerlukan 100 karyawan untuk beroperasi. Kariawan tersebut didatangkan dari daerah lokal, beberapa dari luar kota. Setiap yang datang dari luar kota mencegah penduduk lokal lainnya menjadi pekerja baru pada IKM itu, sebab pekerja baru pada supermarket itu tidak menambah total pekerja didalam tubuh IKM, sebab ini tidak meningkatkan barang ekspor Kabupaten/Kota ke daerah lain. supermarket tidak menyebabkan penduduk Kabupaten/Kota untuk makan lebih banyak makanan dibanding jika tidak ada supermarket, begitu pula beberapa supermarket, yang dibangun disekitarnya.

2.5. Persepsi Penerimaan Masyarakat.

Menurut Satria (2003), yang mengutip pendapat La Pierre ada 3 tahapan respon yang muncul dalam mengetahui sikap masyarakat yaitu :

1. Respon kognitif (respon perseptual dan pernyataan mengenai apa yang diyakini) merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu si pemilik sikap.

2. Respon afektif (respon syaraf simpatetik dan munculnya pernyataan afeksi) yang merupakan aspek kecendrungan berprilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.

3. Respon prilaku/ konatif (respon berupa tindakan dan pernyataan mengenai prilaku) sebagai perasaan yang menyangkut aspek emosional.

Di dalam melihat sikap individu terhadap stimuli sosial harus memperhatikan ke- 3 komponen sikap diatas secara terkait. Serta adanya interaksi sosial karena


(53)

adanya hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya (Azwar, 1995).

Menurut Bryan dan White (1989), pendekatan terhadap perilaku disebut juga sosial-psikologis yang memeriksa berbagai faktor yang mempengaruhi sikap. Karena sikap-sikap tersebut berinteraksi dengan nilai-nilai, emosi-emosi, peran, struktur sosial dan lingkungan yang pernah dirasakannya. Sebagai hasilnya sikap-sikap tidaklah sepermanen dan sepasti seperti yang terkadang dianggap orang. Sikap dapat dan memang berubah oleh bukti serta keyakinan baru, lingkungan-lingkungan baru, peristiwa atau informasi terbaru yang dapat mempengaruhi dan diubah oleh prilaku tergantung dari motivasi yang ada pada diri seseorang.

2.6. Penelitian Sebelumnya

Penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan penelitian ini yaitu :

1. Matias Siagian (1994), dalam penelitiannya berjudul “ Pengaruh perusahaan besar terhadap kehidupan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat serta respon terhadapnya, menyatakan bahwa kehadiran perusahaan besar, mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

2. Budi Satria (2003), Konteks sosio-spatial industri kekotaan yang berlokasi di pedesaan, menyatakan bahwa keberadaan industri di perdesaan belum dapat mengangkat sepenuhnya kesejahteraan masyarakat sesuai yang diharapkan


(54)

bersama dan masih kurangnya kepedulian manajemen pabrik terhadap lingkungan sekitar.

3. Tavi Supriana (1995), Keterkaitan sektor pertanian, agroindustri dan sektor ekonomi lain dalam pengembangan wilayah pedesaan, menyatakan bahwa perkembangan agroindustri kelapa sawit mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi daerah. Artinya kedepan sektor ini secara langsung mampu mendukung perkembangan berbagai sektor ekonomi.

2.7. Landasan Teori

Teori dan konsep yang ada kaitannya dengan judul penelitian dapat dipergunakan sebagai landasan teori dalam mencari solusi permasalahan didalam penelitian ini.

Penelitian dimulai ketika adanya keingintahuan peneliti terhadap keberadaan industri dilingkungan perdesaan (rural location based industry) dimana lahan pertanian yang ada dikonversikan menjadi lahan industri. Sehingga diperkirakan keberadaan industri berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat perdesaan disekitar lokasi industri tersebut.

Industri yang diteliti dalam penelitian ini merupakan industri dasar atau hulu yang menghasilkan barang setengah jadi.

Industri secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Industri dasar atau hulu


(55)

Industri hulu memiliki sifat sebagai berikut: padat modal,berskala besar,menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasinya slalu dipilih dekat dengan bahan baku yang mempunyai sumber energi sendiri, dan pada umumnya lokasi ini belum tersentuh pembangunan.

b. Industri Hilir

Industri ini merupakan perpanjangan proses industri hulu. Pada umumnya industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi bahan jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat dengan pasar, teknologi madya dan teruji, padat karya

c. Industri Kecil

Industri kecil banyak berkembang dipedesaan dan perkotaan, memiliki peralatan sederhana. Walaupun hakikat produksinya sama dengan industri hilir, tapi system pengolahannya lebih sederhana.

Pengelompokkan industri menurut jumlah pekerja yang terserap dalam perusahaan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dapat dikelompokkan ke dalam 4 bagian, yaitu :

a. Perusahaan industri besar, jumlah pekerja di atas 100 orang.

b. Perusahaan industri sedang, jumlah pekerja diantara 20 – 99 orang. c. Perusahaan industri kecil, jumlah pekerja diantara 5 – 19 orang

d. Industri Kerajinan Rumah Tangga, jika memperkerjakan tenaga kerja kurang dari 3 orang (termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar langsung).

Menurut Wasistiono, 2006 wilayah pedesaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


(56)

a. Desa umumnya terletak di atau sangat dekat dengan pusat wilayah usaha tani (sudut pandang ekonomi) ;

b. Dalam wilayah itu perekonomian merupakan kegiatan ekonomi dominan c. Faktor-faktor penguasaan tanah menentukan corak kehidupan masyarakat

d. Kontrol sosial lebih bersipat informal dan interaksi antar warga lebih bersipat personal dalam bentuk tatap muka

Pada awal pembangunan industri di daerah perdesaan terdapat perubahan pengunaan lahan karena lahan yang dipergunakan masih potensial untuk dijadikan lahan pertanian, namun begitu untuk kepentingan pembangunan dan peningkatan pendapatan daerah, pembangunan industri tersebut dapat terlaksana. Timbulnya penggunan penggunaan lahan dapat terjadi karena faktor ekonomi yang lebih menonjol dibandingkan faktor keseimbangan lahan.

Hal tersebut di atas mengakibatkan perubahan guna lahan karena adanya aktivitas manusia yang mendiami untuk memaksimalkan keuntungan dan nilai tambah ekonomi dalam rangka pemanfaatannya. Istilah lain dari penggunaan lahan dimaksud adalah konversi atau solusi guna lahan.

Keberadaan industri disuatu daerah dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat di sekitar lokasi industri tersebut. Hal ini dapat terjadi karena interaksi para pekerja industri tersebut terhadap masyarakat sekitar, timbulnya persaingan dalam merebut peluang tenaga kerja, membuka usaha informal yang bersifat komersial (warung makan, rumah sewa, pedagang sisa produksi), menimbulkan polusi suara dan udara dan sebagainya.


(57)

Keberadaan ruang yang pemanfaatannya untuk kepentingan sosial serta sifat masyarakat yang menurut tradisi juga dapat mempengaruhi sikap penerimaan masyarakat terhadap keberadaan industri. Keadaan ini dapat menimbulkan sikap penerimaan masyarakat yang berbeda-beda tergantung dari kondisi baik buruknya keadaan yang dirasakan/ diterimanya.

Keberadaan industri di suatu daerah merupakan stimuli sosial terhadap masing-masing individu yang menetap di sekitar lokasi industri terbangun. Menurut Azwar (1995), yang mengutif pendapat La Piere, respon pertama yang diterima bersifat kognitif berupa kenyataan telah berdirinya industri tersebut melalui indra penglihatan dan pendengaran. Hal ini akan mewujudkan suatu respon kedua bersifat

afektif berupa adanya persepsi/pendapat terhadap industri yang akan menciptakan

pernyataan lisan tentang suatu keyakinan dalam pikirannya. Persepsi yang tercipta itu bisa bernilai baik atau buruk tergantung dari kepedulian manajemen industri tersebut terhadap wilayah perdesaan disekitarnya. Dari persepsi yang sudah terbentuk akan mendorong individu-individu untuk bertindak melakukan sesuatu (respon prilaku) sebagai jawaban adanya stimuli sosial yang diterima oleh masing-masing individu dalam lingkungan sosialnya pada masyarakat perdesaan.


(58)

2.8. Kerangka Pemikiran.

Untuk mencapai dan memudahkan tujuan yang telah direncanakan pada penelitian dibuat suatu kerangka penelitian, sbb :

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Teori Basis Ekspor

PENGEMBANGAN WILAYAH

PT.PMKS

Penyerapan Tenaga kerja

Pasar hasil produksi perkebunan

rakyat

Kontribusi terhadap PEMDA

Kontribusi terhadap masyarakat Persepsi

masyarakat

Pendapatan Masyarakat

Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa perkembangan suatu industri dipengaruhi oleh sikap penerimaan masyarakat yang ada di sekitar wilayah industri tersebut. Terbangunnya industri pada suatu wilayah, dapat mempengaruhi beberapa Faktor, antara lain :

1. Pendapatan masyarakat 2. Penyerapan tenaga kerja


(59)

3. Pasar hasil produksi perkebunan rakyat 4. Kontribusi terhadap PEMDA

5. Kontribusi terhadap masyarakat.

Apabila terjadi perubahan pada Faktor-faktor diatas maka akan mempengaruhi proses pengembangan wilayah pada daerah pembangunan industri tersebut.

2.9. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Kehadiran Perusahaan PT PMKS berpengaruh terhadap Sosial ekonomi masyarakat, dalam bentuk :

a. Pendapatan masyarakat sekitar. b. Penyerapan tenaga kerja

c. Pasar hasil produksi perkebunan rakyat d. Kontribusi terhadap PEMDA.

e. Kontribusi industri terhadap masyarakat

2. Kehadiran PT.PMKS berpengaruh terhadap Pengembangan wilayah. 3. Persepsi masyarakat terhadap kehadiran PT.PMKS positif


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive di Desa Talikumain Kecamatan Tambusai. Kecamatan Tambusai merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Rokan Hulu, dengan luas wilayah Kecamatan Tambusai ± 1.127,5 Km2 atau 112.750 Ha, mempunyai 10 desa dengan pusat pemerintahan berada di Desa Dalu-Dalu. Pada tahun 2007 kecamatan Tambusai mempunyai penduduk sebanyak 41.842 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 37 jiwa/Km2.

Daerah ini dipilih sebagai lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan dalam penelitian. Pertimbangan tersebut adalah :

a. Lokasi industri di daerah perdesaan yang merupakan jalur lintas antar Provinsi Riau dan Sumatera Utara yang potensial lahan perkebunan (rural location based industry).

b. Letak industri tersebut berada di perdesaan yang lebih dahulu ada dimana mata pencaharian masyarakat masih dominan dari hasil perkebunan sawit.

c. PT. PMKS merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam pengembangan agroindustri berupa pengolahan kelapa sawit yang bahan bakunya berasal dari masyarakat sekitar pabrik tersebut.


(61)

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi yang dilakukan dengan pengumpulan data primer serta data sekunder, dimana :

a. Data Primer, diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara dan kuisioner

Menurut Irawadi dalam Singarimbun (1995), wawancara merupakan suatu proses interaksi yang ditentukan oleh faktor-faktor peneliti, responden dan situasi wawancara untuk mendapatkan data yang diperlukan peneliti bertanya langsung kepada responden terhadap data/ informasi yang akan diperoleh. Dengan memberi kebebasan responden mengemukakan apa yang diketahuinya tanpa dipengaruhi oleh peneliti.

Maksud dari pengumpulan data ini untuk memperoleh gambaran mengenai pertumbuhan/perkembangan penelitian atau wilayah pengamatan, mengetahui aktivitas sosial dan sistem nilai masyarakat.

b. Data Sekunder, yang berhubungan dengan perkembangan kawasan peruntukan industri di Kecamatan Tambusai dapat diperoleh dari :

1. Badan Pusat Statistik Kabupaten Rokan Hulu 2. Kantor Bapeda Kabupaten Rokan Hulu 3. PT. PMKS

4. Kantor Camat Kecamatan Tambusai 5. Kantor Desa Talikumain


(62)

Deskripsi wilayah dalam penelitian juga diperlukan sebagai bagian dari eksplorasi, agar dapat diketahui gambaran (perkembangan) wilayah yang diamati, untuk dapat digunakan sebagai landasan penentuan jenis kegiatan serta arahan perencanaan peruntukan ruang bagi perkembangan fisik wilayah dimasa yang akan datang.

Tabel 3.Jenis dan Sumber Data

Variabel Parameter Fokus Indikator Analisa Data Sumber & Industri Sikap masyarakat Karakteris- tik Perusa- haan Tanggapan/ sikap

a. Alasan pemilihan lokasi

b. Tahun mulai usaha c. Fungsi lahan sebelumnya d. Asal bahan baku

e. Pemasaran produk f. Jumlah pekerja g. Tempat tinggal pekerja h. Asal pekerja

i. Penyediaan fasilitas / kesejahteraan

a. Penilaian terhadap keberadaan industri. b. Kenyamanan lingkungan.

- Dekat bahan baku -Dekat pemasaran -Dekat supply tenaga kerja, dll

-Lahan pertanian -Lahan kosong -Dalam &luar negeri -Dalam & luar negeri -Disekitar pabrik -Jauh dari pabrik -Penduduk setempat -Jaminan asuransi -Pelayanan kesehatan -Insentif/THR

-Peduli Industri thd masyarakat -Baik -Buruk

-Ruang terbuka hijau -Tingkat polusi -Data Primer dan Skunder, Wawancara, observasi Data Primer dan Skunder, Wawancara, observasi


(63)

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Dari Lokasi Penelitian di Kecamatan Tambusai dipilih 1 (satu Desa), yang terdiri dari 3 (Tiga Dusun). Populasi dalam Penelitian ini adalah seluruh masyarakat di Desa Talikumain dengan jumlah sampel 40 Kepala Keluarga (KK).

Metode pengambilan sampel merupakan suatu cara/teknik yang digunakan peneliti untuk memperoleh jumlah sampel yang diinginkan sesuai dengan prosedur penelitian yang telah dibuat. Di dalam penelitian ini, penentuan sampel digunakan secara proporsional random sampling. Maka jumlah Sampel masyarakat adalah 39,2 rumah tangga (KK) ( ± 10% dari 392 rumah tangga populasi). Jumlah sampel dibulatkan menjadi 40 sampel, Populasi sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Populasi dan Sampel Penelitian

DUSUN

DESA/

Kelurahan Jumlah Populasi Jumlah Responden

Dusun satu Dusun Dua Dusun Tiga

Talikumain Talikumain Talikumain

120 84 188

12 9 19

JUMLAH 392 40

Sumber : Hasil olahan Primer, 2008

3.4 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini terdapat lima variabel yang diukur yaitu pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, sumber bahan baku, kontribusi terhadap


(64)

PEMDA, kepedulian terhadap masyarakat dan sikap masyarakat. Adapun metode analisis data yang digunakan adalah:

1. Untuk mengetahui dampak pembangunan industri terhadap peningkatan pendapatan dan pengembangan wilayah di desa Talikumain dilakukan dengan uji beda ( Uji-t) yang dibantu dengan Program Komputer SPSS For Windows ver. 12.00.

Hipotesis.

H0 = Kedua Rata-rata Populasi adalah identik (rata-rata populasi sebelum dan

sesudah adalah sama/tidak berbeda secara nyata)

H1 = Kedua rata-rata Populasi adalah tidak identik (rata-rata populasi sebelum dan

sesudah adalah tidak sama/berbeda secara nyata)

Pengambilan keputusan :

Berdasarkan perbandingan t hitung dengan t tabel (dasar pengambilan keputusan sama dengan dengan uji t)

Jika Statistik hitung (angka t output) > Statistik Tabel (tabel t), Maka H0 ditolak

Jika Statistik hitung (angka t output) < Statistik Tabel (tabel t), Maka H0 diterima

Sedangkan statistik tabel dapat dihitung pada tabel dengan tingkat signifikansi (α) adalah 5%.

Dan untuk menghitung laju pertumbuhan pendapatan masyarakat berdasarkan pendapatan per kapita (pendapatan regional) digunakan rumus :


(65)

( )

( )

( )

( )

r n po pt r n po pt r po pt n r P

Pt= + → = + n → + → =log1+

log 1 log log 1 1 0 Rumus

2. Untuk menganalisis besarnya penyerapan tenaga kerja, sumber bahan baku, kontribusi terhadap PEMDA dan kontribusi terhadap masyarakat. Di gunakan metode analisis statistik deskriptif dan observasi. Data diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi data-data kualitatif secara mendalam dengan menggunakan daftar pertanyaan dan wawancara.

3. Untuk menganalisis bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan PT.PMKS digunakan skala likert, yaitu dengan pemberian skor pada setiap pilihan jawaban yang diberikan. Adapun skor yang ditetapkan adalah apabila pernyataan yang diberikan adalah pernyataan positif maka skor untuk tiap pilihan jawaban adalah sangat setuju = 5, setuju = 4, Netral = 3, tidak setuju = 2 dan sangat tidak setuju = 1.

Standar yang biasanya digunakan dalam skala model Likert adalah skor T yaitu :

2 10 50 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + = S x X t Dimana :

t = Skor standar X = Skor responden


(66)

S = devisi standard skor kelompok Kriteria uji : apabila t ≥ 50 = sikap positif Jika t < 50 = sikap negatif

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional

1. Pendapatan masyarakat

Pendapatan Masyarakat adalah jumlah pendapatan masyarakat perbulan ( rupiah), baik dari PT.PMKS maupun pendapatan lainnya.

2. Tenaga Kerja

Tenaga Kerja adalah tenaga kerja tetap ( permanent) yang bekerja pada PT. PMKS

3. Sumber bahan baku

Sumber bahan baku adalah Minyak kelapa sawit berasal dari buah tumbuhan tersebut, yang satu tandannya bisa mempunyai berat sekitar 40-50 kg. Seratus kilogram dari bibit minyak ini bisa menghasilkan sekitar 20 kg minyak. Satu hektar kelapa sawit dapat menghasilkan 5.000 kg minyak mentah, atau hampir 6.000 liter minyak mentah (JourneytoForever). Produksi minyak kelapa sawit ditargetkan 20 - 25 ton/tandan buah segar/Ha/tahun atau 4 - 5 ton/ha minyak kelapa sawit.

4. Responden adalah kepala keluarga atau penghuni dewasa dalam suatu rumah tangga.


(67)

5. Kontribusi Terhadap PEMDA dan Masyarakat

Kontribusi adalah penerimaan komponen pajak daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan komponen tersebut. (dalam rupiah)

6. Persepsi masyarakat antara lain :

1. Respon kognitif (respon perseptual dan pernyataan mengenai apa yang diyakini) merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu si pemilik sikap.

2. Respon afektif (respon syaraf simpatetik dan munculnya pernyataan afeksi) yang merupakan aspek kecendrungan berprilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.

Respon prilaku/ konatif (respon berupa tindakan dan pernyataan mengenai prilaku) sebagai perasaan yang menyangkut aspek emosional.

7. PT. PMKS adalah Perusahaan yang bergerak dalam pengembangan agroindustri berupa pabrik pengolahan kelapa sawit, di desa Talikumain Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu.


(68)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Deskripsi Kabupaten Rokan Hulu

Kabupaten Rokan Hulu terletak diantara 1000-1010 52’ Bujur Timur dan 00 - 10 30’ Lintang Utara. Kabupaten Rokan Hulu yang terdiri dari 14 kecamatan mempunyai luas wilayah 7.449,85 km2, dapat di lihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas Wilayah Kabupaten Rokan Hulu

Luas Wilayah No Kecamatan Ibukota

Km2 (%)

Jarak ke Ibukota. Kab

(Km)

1 ROKAN IV KOTO ROKAN 1.151,52 15.46 65,0

2 TANDUN TANDUN 53,0

3 KABUN KABUN 78,0

4 UJUNG BATU UJUNG BA816,80TU

1.132,12 15.20 35,3

5 RAMBAH SAMO DANAU SATI 249,90 3,35 9,0

6 RAMBAH PASIR PENGARAYAN 396,65 5,32 0,0

7 RAMBAH HILIR MUARA RUMBAI 291,15 3,91 18,0

8 BANGUN PURBA TANGUN 219,59 2,95 11,0

9 TAMBUSAI DALU-DALU 1.127,50 15,13 33,0

10 TAMBUSAI UTARA RANTAU KASAI 631,75 8,48 63,0

11 KEPENUHAN KOTA TENGAH 816,80 10,96 45,0

12 KUNTO DARUSALAM KOTA LAMA 70,0

13 BONAI DARUSALAM SONTANG

14 PAGARAN TAPAH PAGARAN TAPAH

1.432,87 19,23

TOTAL 7.449,85 100 480,3

Sumber : Bapeda Kab. Rokan Hulu(2002)

Pada daerah Kabupaten Rokan Hulu terdapat tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Tandun, Kecamatan Kabun dan Kecamatan Ujung Batu belum dapat ditentukan luas sebenarnya, tetapi bila disesuaikan dengan total luas dari Kabupaten Rokan Hulu, maka luas dari 3 (tiga) kecamatan tersebut adalah 1.132,12 Km2 (15,20%). Dua kecamatan yang baru, yaitu Kecamatan Bonai Darusalam dan Kecamatan Pagaran Tapah Darusalam merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Kunto Darusalam.


(69)

Luas dari 2 (dua) kecamatan tersebut belum dapat diketahui pasti, tetapi bila merujuk dari kecamatan asalnya (kecamatan Kunto Darusalam) maka ketiga kecamatan tersebut mempunyai luas 1.432,87 Km2 atau 19,23%.

Kabupaten Rokan Hulu terdapat 2 (dua) buah sungai besar dan beberapa sungai kecil. Sungai-sungai besar tersebut yaitu Sungai Rokan Kanan (Batang Lubuh) dan Sungai Rokan Kiri (Batang Rokan) yang mempunyai lebar rata-rata 92 m. Dua buah sungai ini pada waktu dahulu mempunyai peranan yang sangat penting karena berfungsi sebagai urat nadi perekonomian masyarakat yaitu dipergunakan sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil produksi masyarakat dan sebagai tempat mata pencarian masyarakat bagi yang berpotensi sebagai nelayan.

Bila dilihat dari batas wilayahnya maka kabupaten Rokan Hulu mempunyai letak yang sangat strategis. Karena berbatasan langsung dengan 2 (dua) provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Barat. Bila dirinci batas wilayah kabupaten Rokan Hulu dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Batas Wilayah Kabupaten Rokan Hulu

BATAS PROVINSI/KABUPATEN

UTARA Kabupaten Rokan Hilir dan Provinsi Sumatera Utara TIMUR

Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kecamatan Tapung (Kab. Kampar), Kecamatan Bangkinang (Kab. Kampar)

SELATAN

Kecamatan XIII Koto Kampar dan Kecamatan Bangkinang Barat (Kab. Kampar)

BARAT Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara


(70)

Kabupaten Rokan Hulu pada umumnya, beriklim tropis dengan temperatur maksimum rata-rata 310 – 320C. Daerah yang paling banyak curah hujan di Kabupaten Rokan Hulu adalah di sekitar Pasir Pengaraian, dan paling sedikit adalah di sekitar Ujung Batu.

Ketinggian kabupaten Rokan Hulu dari permukaan laut berkisar 70-86 meter. Bila dilihat dari tabel di bawah ini, maka Pasir Pengaraian, Muara Rumbai, dan Tangun merupakan daerah yang palling tinggi letaknya dari permukaan laut. Ketinggian ibukota Kecamatan dari permukaan laut dapat dirincikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Ketinggian Ibukota Kecamatan dari Permukaan Laut

No IBU KOTA KECAMATAN KETINGGIAN (M)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 ROKAN TANDUN KABUN UJUNG BATU DANAU SATAI PASIR PENNGARAIAN MUARA RUMBAI TANGUN DALU-DALU RANTAU KASAI KOTA TENGAH KOTA LAMA SONTANG PANGARAN TAPAH 80 - - 70 85 86 86 86 86 86 72 80 - -

Sumber : Bapeda Kab. Rokan Hulu (2002)

Ibu Kota Kecamatan Tangun dan Ibu Kota Kecamatan Kabun belum diketahui ketinggiannya. Dua ibukota kecamatan yang baru, yaitu Bonai dan Pangaran Tapah belum diketahui secara pasti ketinggiannya dari permukaan laut, tetapi bila dirujuk dari kecamatan asalnya (Kecamatan Kunto Darusalam) maka ketinggian daerah tersebut dari permukaan laut berkisar 80 m.

Jarak ibu kota Kabupaten Rokan Hulu ke ibukota Provinsi Riau adalah 176 Km, sedangkan jarak dengan pelabuhan laut terdekat, yaitu kota Dumai adalah sekitar 135 km. Pada masa ini sedang dilakukan peningkatan jalan untuk ruas jalan


(71)

kota lama – Sontang. Ruas jalan tersebut akan melalui kota duri, sehingga akan mempersingkat jarak tempuh ke Kota Dumai. Bila jalan tersebut terealisasi maka transportasi darat yang akan menuju ke Kota Dumai akan beralih ke ruas jalan ini dan tidak melalui kabupaten kampar lagi.

4.1.2. Deskripsi Kecamatan Tambusai

Kecamatan Tambusai merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Rokan Hulu dengan luas wilayah menurut data di kantor Camat adalah ± 1.127,50 Km2 atau

112.750 Ha, mempunyai 10 desa dengan pusat pemerintahan berada di desa dalu-dalu. Pada tahun 2006 Penduduk kecamatan Tambusai berjumlah 41.842 jiwa

dengan kepadatan penduduk rata-rata 37 jiwa/Km2.

Dilihat dari bentang wilayah, Kecamatan Tambusai berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Tambusai Utara 2. Sebelah Timur Berbatasan dengan Kecamatan Kepenuh

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Rambah Hilir dan kecamatan Bangan Purba

4. Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Sosah Kabupaten Tapanuli Selatan Propinsi Sumatera Utara.


(72)

Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur Jumlah Penduduk

No Tingkat Umur

(Jiwa) Keterangan

1 2 3 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

0 – 4 Th 5 - 9 Th 10 - 14 Th 15 – 19 Th 20 - 24 Th 25 - 29 Th 30 - 34 Th 35 - 39 Th 40 - 44 Th 45 - 49 Th 50 - 54 Th 55 - 60 Th 60 Th Keatas

3.147 3.457 3.173 2.912 3.091 2.821 2.440 2.176 2.208 1.954 1.832 1.474 1.043

LK : 15.522 Pr : 16.206 KK : 6.504

JUMLAH 31.728

Sumber : Monografi Kecamatan, 2006

Berdasakan Tabel 8, komposisi penduduk Kecamatan Tambusai terdapat kelompok umur 0-14 tahun berjumlah 9.777 jiwa, kelompok umur diatas 55 tahun berjumlah 2.517 jiwa dan kelompok umur penduduk usia produktif 15- 54 tahun berjumlah 19.434 jiwa. Jika di gambarkan, maka komposisi penduduk Kecamatan Tambusai dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2, menjelaskan bahwa potensi Tenaga Kerja yang cukup besar dimasa yang akan datang.

Diagram 4.1 Penduduk berdasarkan usia kec. Tambusai Tahun 2006

0 1 2 3 4

2 5 - 9 Th 15 – 19 Th 25 - 29 Th 35 - 39 Th 45 - 49 Th 55 - 60 Th

U

s

ia

(

Tahun)

Jumlah Penduduk ( Jiw a)

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Gambar 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Kecamatan Tambusai 2006 Sumber : Hasil Analisis Data Monografi Kecamatan,2006


(73)

Tingkat pendidikan penduduk usia sekolah Kecamatan Tambusai pada tahun 2005 yang terbesar adalah tingkat SD sebesar 6.691 siswa diikuti SLTP sejumlah 1.105 siswa SLTA sebesar 442 siswa dan Perguruan Tinggi sebanyak 369 Wahasiswa.

Tabel 9. Tingkat Pendidikan Kecamatan Tambusai Tahun 2005

NO PENDIDIKAN JLH SEKOLAH SISWA

1 2 3 4 5

TK SD + MIN SLTP + MTSN

SMU Pt

9 30

7 3 -

315 6.691 1.105 442 369

JUMLAH 49 8.922

Ket: MIN = Madrasah Ibtidaiyah Negeri MTSN = Madrasah Tsanawiyah Negeri Pt = Perguruan Tinggi

Sumber : Monografi Kecamatan, 2005

Tabel 9, menjelaskan komposisi penduduk muda cukup besar. Hal ini menunjukkan lapangan kerja yang dapat dicapai terbatas hanya pada sektor yang tidak memerlukan tingkat keahlian yang tinggi. Dari data tingkat pendidikan jumlah pencari kerja di kecamatan tambusai pada tahun 2005 sebanyak 304 orang. (sumber : monografi Kec. Tambusai 2005) Ada banyak kegiatan sosial di masyarakat, namun yang terdata di dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 10.


(1)

(2)

(3)

LAMPIRAN PHOTO PENELITIAN

Jalan kantor kepala Desa Talikumain Kantor Kepala Desa Talikumain

Gerbang PT.PMKS Gerbang PT. PMKS

Tempat Pengumpulan Buah Masyarakat Tempat Pengumpulan Buah Masyarakat


(4)

Pintu Masuk PT.PMKS Kantor PT.PMKS

Pabrik PT.PMKS Pabrik PT.PMKS


(5)

(6)