Analisis Komparasi Usahatani Antar Komoditas Kelapa Sawit, Kakao, Dan Karet (Studi Kasus : Desa Gunung Selamet, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu)

(1)

ANALISIS KOMPARASI USAHATANI ANTAR KOMODITAS KELAPA SAWIT, KAKAO, DAN KARET

(Studi Kasus : DesaGunungSelamet, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu)

SKRIPSI

DIAN FAUZIAH RITONGA 020304019

SEP/AGRIBISNIS

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

RINGKASAN

DIAN FAUZIAH RITONGA (020304019), ANALISIS KOMPARASI

USAHATANI ANTAR KOMODITAS KELAPA SAWIT, KAKAO, DAN KARET , (studi kasus di Desa Gunung selamet, Kecamatan Bilah, Kabupaten Labuhan Batu). Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Luhut Sihombing,MP sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Daerah penelitian ditentukan secara Purposive dan metode penarikan sampel ditentukan dengan Simple Random Sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah Analisis Deskriptif, Analisis dengan alat uji Anova, Regresi Linier Berganda dan Analisis kelayakan ROI.

Adapun hasil-hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ada perbedaan sisitem produksi usahatani budidaya komoditi kelapa sawit, kakao, dan karet. Ada perbedaan penggunaan input antar komoditi kelapa sawit, kakao, dan karet. Ada perbedaan curahan tenaga kerja antar komoditi kelapa sawit, kakao, dan karet. Ada perbedaan total biaya produksi antar komoditi kelapa sawit, kakao, dan karet. Ada perbedaan produksi antar komoditi kelapa sawit, kakao, dan karet. Ada perbedaan pendapatan usahatani antar komoditi kelapa sawit, kakao, dan karet.

Hasil analisis regresi linier berganda, diperoleh :

Pengujian secara serempak ada pengaruh yang nyata antara luas lahan, modal, dan tenaga kerja terhadap pendapatan usahatani kelapa sawit, kakao, dan karet sedangkan secara parsial luas lahan dan modal berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani sedangkan tenaga kerjatidak berpengaruh. Sedangkan untuk kakao dan karet pengujian secara serempak maupun secara parsial luas lahan, modal, dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatai.

Terdapat perbedaan tingkat pengembalian modal antara komoditi kelapa sawit, kakao dan karet.


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sigambal, 10 September 1984 dar Ayah Ahmad Ritonga dan Ibu Juliana Nasution. Penulis merupakan anak kedua dari 6 bersaudara.

Pendidikan yang pernag ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1990 masuk sekolah dasar di SD Negeri 112149 Sigambal tamat tahun 1996.

2. Tahun 1996 masuk Sekolah Lanjut Tingkat Pertama SLTP Negeri 4 Rantau Prapat tamat tahun 1999.

3. Tahun 1999 masuk Sekolah Lanjut Tingkat Atas Negeri 4 Rantau Prapat tamat tahun 2002.

4. Tahun 2002, diterima di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMDK.

5 Bulan juli 2006 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Naga Seribu II, Kecamatan Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan. 6. Bulan juli sampai dengan september melaksanakan penelitian skripsi di Desa

Gunung Selamet, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu.

Selama mengikuti perkuliahaan penulis merupakan Anggota Organisass Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP).


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, serta dan salawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW, karena berkat rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan skiripsi ini. Adapun judul penelitian ini adalah Analisisi Komparasi Usahatani Antar Komoditas Kelapa Sawit, Kakao, dan Karet , dengan studi kasus Desa Gunung Selamet, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Thomson Sebayang MT, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini dan Bapak Ir. Luhut Sihombing MP, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Ir. Luhut Sihombing MP, selaku Ketua Departemen SEP FP USU. 2. Ibu Dr. Ir. Salmiah MS, selaku Seketaris Departemen SEP FP USU. 3. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Departemen SEP FP USU.

4. Seluruh instansi yang terkait dengan penelitian ini yang telah membantu penulis mengambil data.

5. Seluruh petani sampel yang telah membantu penulis dalam melengkapi data-data yang dibutuhkan selama penelitian.

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada kedua orang dan saudara-saudara penulis. Atas dukungan moril, materil, doa-doa


(5)

dan kasih sayangnya selama ini serta semua keluarga besar yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca dan yang membutuhkannya.

Medan, September 2008 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

hal

RINGKASAN... i

RIWAYAT HIDUP... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTARLAMPIRAN... x

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 9

1.2. Identifikasi Masalah... 9

1.3. Tujuan Penelitian... 10

1.4. Kegunaan Penelitian... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 12

2.1. Tinjaun Pustaka... 12

2.2. Landasan Teori... 25

2.3. Kerangka Pemikiran... 31

2.4. Hipotesis Penelitian... 35

III. METODOLOGI PENELITIAN... 36

3.1. Metode Penentuan... 36

3.2. Metode Penentuan Sampel... 36

3.3. Pengumpulan Data... 37

3.4. Metode Analisis Data... 38

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional... 42

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL... 43


(7)

4.2. Karekteristik Petani Sampel... 46

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 49

5.1. Sistem Produksi Budidaya Usahatani Kelapa Sawit, Kakao, dan Karet... 49

5.2. Perbedaan Penggunaan Input Produksi Usahatan Kelapa Sawit, Kakao, dan Karet ... 56

5.3. Perbedaan Curahan Tenaga Kerja Usahatan Kelapa Sawit, Kakao, dan Karet ... 59

5.4. Perbedaan Total Biaya Produksi Usahatan Kelapa Sawit, Kakao, dan Karet... 60

5.5. Perbedaan Produksi Usahatan Kelapa Sawit, Kakao, dan Karet ... 64

5.6. Perbedaan Pendapatan Usahatan Kelapa Sawit, Kakao, dan Karet... 65

5.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit, Kakao, dan Karet... 67

5.8. Analisis Kelayakan Usahatani Kelapa Sawit, Kakao, dan Karet... 73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 76

6.1. Kesimpulan... 76

6.2. Saran... 78


(8)

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Luas dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan

Rakyat Tahun 2005... 5 Tabel 2. Luas dan Produksi Tanaman Kakao Perkebunan

Rakyat Tahun 2005... 6 Tabel 3. Luas dan Produksi Tanaman Karet Perkebunan

Rakyat Tahun 2005... 7 Tabel 4. Jumlah Populasi dan Sampel Petani Kelapa Sawit, Kakao,

dan Karet ... 37 Tabel 5. Panggunaan Tanah Desa Gunung Selamet 2007... 43 Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa

Gunung Selamet 2007... 44 Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa

Gunung Selamet 2007... 45 Tabel 8. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa

Gunung Selamet 2007... 45 Tabel 9. Sarana dan Prasarana di di Desa Gunung Selamet 2007... 46 Tabel 10. Karakteristik Petani Sampel pada Usahatani kelapa sawit,

Kakao, dan Karet di Desa Gunung Selamet ... 47 Tabel 11. Perbedaan sisitem produksi Usahatani kelapa sawit, Kakao,

dan Karet di Daerah Penelitian... 55 Tabel 12. Rata-rata Penggunaan Pupuk Per Ha/Tahun pada Usahatani

kelapa sawit, Kakao, dan Karet... 57 Tabel 13. Rata-rata Penggunaan Obat-obatan Per Ha/Tahun pada

Usahatani kelapa sawit, Kakao, dan Karet ... 58 Tabel 14. Analisis Uji Beda Rata-rata Penggunaan Input Produksi


(9)

Tabel 15. Rata-rata Distribusi Curahan Tenaga Kerja Usahatani

Kelapa sawit, Kakao, dan Karet Per Ha/Tahun... 59

Tabel 16. Analisis Uji Beda Rata-rata Curahan Tenaga Kerja Usahatani Kelapa sawit, Kakao, dan Karet Per Ha/Tahun... 60

Tabel 17. Total Biaya Produksi Rata-rata Usahatani Kelapa sawit, Kakao, dan Karet Per Ha/Tahun... 61

Tabel 18. Hasil Analisis uji beda Rata-rata Total Biaya Produksi Usahatani Kelapa sawit, Kakao, dan Karet Per Ha/Tahun... 63

Tabel 19. Hasil Analisis uji beda Rata-rata Produksi Usahatani Kelapa sawit, Kakao, dan Karet Ha/Tahun... 65

Tabel 20. Rata-rata Pendapatan Usahatani Kelapa sawit, Kakao, dan Karet Per Ha/Tahun... 66

Tabel 21. Hasil Analisis uji beda Rata-rata Pendapatan Usahatani Kelapa sawit, Kakao, dan Karet Ha/Tahun... 67

Tabel 22. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Kelapa sawit... 68

Tabel 23. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Kakao... 69

Tabel 24. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Karet... 71

Tabel 25. Rata-rata Nilai ROI Usahatani Kelapa sawit Per Ha/Tahun... 73

Tabel 26. Rata-rata Nilai ROI Usahatani Kakao Per Ha/Tahun... 74


(10)

DAFTAR GAMBAR


(11)

RINGKASAN

DIAN FAUZIAH RITONGA (020304019), ANALISIS KOMPARASI

USAHATANI ANTAR KOMODITAS KELAPA SAWIT, KAKAO, DAN KARET , (studi kasus di Desa Gunung selamet, Kecamatan Bilah, Kabupaten Labuhan Batu). Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Luhut Sihombing,MP sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Daerah penelitian ditentukan secara Purposive dan metode penarikan sampel ditentukan dengan Simple Random Sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah Analisis Deskriptif, Analisis dengan alat uji Anova, Regresi Linier Berganda dan Analisis kelayakan ROI.

Adapun hasil-hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ada perbedaan sisitem produksi usahatani budidaya komoditi kelapa sawit, kakao, dan karet. Ada perbedaan penggunaan input antar komoditi kelapa sawit, kakao, dan karet. Ada perbedaan curahan tenaga kerja antar komoditi kelapa sawit, kakao, dan karet. Ada perbedaan total biaya produksi antar komoditi kelapa sawit, kakao, dan karet. Ada perbedaan produksi antar komoditi kelapa sawit, kakao, dan karet. Ada perbedaan pendapatan usahatani antar komoditi kelapa sawit, kakao, dan karet.

Hasil analisis regresi linier berganda, diperoleh :

Pengujian secara serempak ada pengaruh yang nyata antara luas lahan, modal, dan tenaga kerja terhadap pendapatan usahatani kelapa sawit, kakao, dan karet sedangkan secara parsial luas lahan dan modal berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani sedangkan tenaga kerjatidak berpengaruh. Sedangkan untuk kakao dan karet pengujian secara serempak maupun secara parsial luas lahan, modal, dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatai.

Terdapat perbedaan tingkat pengembalian modal antara komoditi kelapa sawit, kakao dan karet.


(12)

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian dan hampir 50% dari total angkatan kerja masih menggantungkan nasibnya bekerja di sektor pertanian. Keadaan seperti ini menuntut kebijakan sektor pertanian yang disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di lapangan dalam mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut kesejahteraan bangsa (Dillon, 2004).

Sub sektor perkebunan merupakan sub sektor pertanian yang secara tradisional merupakan salah satu penghasil devisa negara. Sebagian besar tanaman perkebunan tersebut merupakan usaha perkebunan rakyat sedangkan sisanya diusahakan oleh perkebunan besar milik pemerintah maupun milik swasta (Soetrisno, 1999).

Usaha pertanian di Indonesia dicirikan oleh yaitu: usaha pertanian skala besar lazimnya dikelola oleh perkebunan negara atau swasta dan skala kecil yang lazimnya disebut dengan usaha pertanian rakyat. Pada umumnya usahatani skala besar ini diusahakan dalam skala yang luas. Komoditi yang biasa diusahakan dalam skala yang berumur panjang atau yang sering disebut dengan tanaman tahunan. Sedangkan pertanian rakyat biasanya diusahakan dalam usaha skala yang sempit dan umumnya komoditi yang diusahakan adalah tanaman pangan (Soekartawi, 1987).


(13)

Perkebunan dapat diartikan berdasarkan fungsi pengelolaan. Jenis tanaman dan produk yang dihasilkan. Berdasarkan fungsi, perkebunan diartikan sebagai usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan, devisa negara dan pemeliharaan Sumber Daya Alam. Berdasarkan pengelolaannya dapat dibagi menjadi perkebunan rakyat, perkebunan besar milik negara atau swasta, perkebunan perusahaan inti rakyat dan perkebunan unit pelaksanaan proyek (Syamsulbahri, 1996).

Pada awalnya, perkebunan kelapa sawit di Indonesia hanya dilaksanakan oleh perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Masyarakat disekitar hanya terlibat sebagai buruh dalam proses produksi dan pengolahan. Sejak tahun 1977-1978 pemerintah Indonesia bertekad mengubah situasi tersebut dengan mengembangkan pola perkebunan rakyat (Rachman,dkk, 1999).

Perkebunan kelapa sawit saat ini telah berkembang tidak hanya diusahakan oleh perusahaan negara tetapi juga perkebunan rakyat dan swasta. Pada tahun 2003, luas areal perkebunan rakyat mencapai 1.827 ribu Ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645 ribu Ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu Ha (52,8%) (Anonimous, 2002).

Perkembangan perkebunan rakyat secara cepat ini merupakan salah satu tujuan pemerintah, karena disamping untuk menghasilkan devisa negara juga untuk memperluas kesempatan kerja dan sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Salah satu komoditas utama perkebunan di Indonesia adalah kelapa sawit disamping karet, teh, kakao, dan lain-lain, mempunyai masa depan yang cukup


(14)

cerah bagi pengusahaannya di Sumatera Utara bahkan di daerah-daerah lainnya di Indonesia (Balai Penelitaian Perkebunan, 1988).

Kelapa sawit di Indonesia dewasa ini merupakan komoditas primadona; luasnya terus berkembang dan tidak hanya merupakan monopoli perkebunan besar negara atau perkebunan besar swasta. Saat ini perkebunan rakyat sudah berkembang dengan pesat. Perkebunan kelapa sawit yang semula hanya di Sumatera Utara dan di daerah Istimewa Aceh saat ini sudah berkembang dibeberapa propinsi, antara lain : Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Irian Jaya, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Jawa Barat (Risza, 1994).

Selain kelapa sawit, kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi perkebunan (Qitanong, 2006).

Kakao mulai dibudidayakan secara luas di Indonesia sejak tahun 1970. selain ditanam secara swadaya oleh masyarakat, kakao juga ditanam oleh perkebunan besar baik oleh negara maupun swasta (Spillane, 1995).

Kakao merupakan salah satu komoditi ekspor non migas yang memiliki prospek cukup cerah sebab permintaan di dalam negeri juga semakin besar dengan semakin berkembangnya sektor agroindustri. Di pihak lain ada kecenderungan timbulnya faktor-faktor pembatas di negara-negara pengekspor kakao, sehingga banyak petani yang berpindah menjadi petani kakao yang diduga akan memberikan harapan yang lebih cerah (Susanto, 1994).


(15)

Selain kelapa sawit, kakao ada salah satu komoditas yang sejak dahulu hingga saat ini memegang peranan penting yaitu komoditas karet. Banyak penduduk yang hidup mengandalkan komoditi penghasil getah ini. Karet tidak hanya diusahakan perkebunan-perkebunan besar milik negara yang memiliki areal mencapai ratusan ribu hektar tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat.

Sejak berabad-abad yang lalu, karet telah dikenal dan digunakan secara tradisional oleh penduduk asli daerah asalnya, yakni Brazil, Amerika Selatan. Pemanfaatan karet yang sangat berarti ditemukan oleh Dunlop pada tahun 1988 (Setyamidjaja, 1993).

Tanaman karet sendiri mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya, karet ditanam di kebun raya Bogor sebagai tanaman baru untuk dikoleksi, selanjutnya karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar dibeberapa daerah di Indonesia. Di Indonesia perkebunan besar karet baru dimulai di Sumatera pada tahun 1902 dan di Jawa pada tahun 1906. Sejak saat itulah perkebunan karet mengalami perluasan yang cepat (Tim penulis, 2000). Pemungutan hasil tanaman karet disebut penyadapan karet. Penyadapan karet (menderes, menoreh, tapping) adalah mata rantai pertama dalam proses produksi dengan menyayat atau mengiris kulit batang dengan cara tertentu, dengan maksud untuk memperoleh lateks dan getah (Setyamidjaja, 1993).

Di Sumatera Utara banyak daerah-daerah penghasil tanaman perkebunan, terutama adalah perkebunan rakyat seperti kelapa sawit, kakao dan karet salah satunya adalah Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu.


(16)

Dari tabel berikut ini, dapat kita lihat luas dan produksi tanaman kelapa sawit, kakao dan karet perkebunan rakyat di Kabupaten Labuhan Batu untuk setiap kecamatan.

Tabel 1. Luas dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Tahun 2005

NO KECAMATAN BelumLuas Tanaman / Areal (Ha) Produksi(Ton) Produktivitas(Kg/Ha) Menghasilkan Menghasilkan MenghasilkanTidak

1 Kualuh Hulu 855 11,978 - 125,903 10,511

2 Kualuh Hilir 320 1,923 - 32,544 16,923

3 Na. 1X-X 605 7,424 - 81,415 10,966

4 G. B. Marbau 243 7,728 - 108,727 14,069

5 Sei Kanan 188 3,081 - 41,131 13,349

6 Rantau Utara 108 1,754 - 22,977 13,099

7 Rantau Selatan 63 925 - 11,464 12,393

8 Kampung Rakyat 175 9,719 - 122,775 12,632

9 Aek Natas 960 12,540 - 179,614 14,323

10 Panai Tengah 365 1,687 - 24,496 14,520

11 Panai Hilir 370 1,652 - 19,908 12,050

12 Panai Hulu 161 1,532 - 21,293 13,898

13 Kualuh Leidong 515 1,087 - 14,936 13,740

14 Kualuh Selatan 365 6,374 - 88,357 13,862

15 Aek Kuo 865 7,935 - 126,985 16,003

16 Bilah Hulu 980 3,412 - 49,139 14,401

17 Bilah Hilir 70 5,173 - 74,777 14,455

18 Bilah Barat 265 6,178 - 94,785 15,342

19 Kota Pinang 428 9,052 - 121,396 13,410

20 Torgamba 825 10,325 - 165,255 16,005

21 Silangkitang 147 2,900 - 39,338 13,564

22 Pangkatan 480 6,495 - 80,616 12,412

Jumlah 9.353 120,847 - 1.647,831 13,632

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Labuhan Batu

Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa Kecamatan Kualuh Hilir merupakan daerah yang memiliki produktivitas tanaman kelapa sawit terbesar di Kabupaten Labuhan Batu yaitu 16,923 Kg/Ha. Dimana 1,923 Ha merupakan luas tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan. Sedangkan produktivitas tanaman Kelapa Sawit di Kecamatan Bilah Hulu yaitu sebesar 14,401 Kg/Ha. Walaupun Kecamatan Bilah Hulu bukan merupakan kecamatan yang memiliki luas panen dan produksi tertinggi seperti Kecamatan Kualuh Hilir, tetapi kecamatan ini memiliki produktivitas yang juga berada diatas rata-rata


(17)

produktivitas kabupaten yaitu sebesar 13,632 Kg/Ha., dimana Kecamatan Bilah Hulu mempunyai potensi yang sangat baik untuk mengembangkan ketiga komoditas perkebunan antara lain: kelapa sawit, kakao, dan karet.

Tabel 2. Luas dan Produksi Tanaman Kakao Perkebunan Rakyat Tahun 2005

NO KECAMATAN BelumLuas Tanaman / Areal (Ha) Produksi(Ton) Produktivitas(Kg/Ha) Menghasilkan Menghasilkan MenghasilkanTidak

1 Kualuh Hulu 6 54 - 29,18 540,37

2 Kualuh Hilir 4 - - -

-3 Na. 1X-X 5 - - -

-4 G. B. Marbau 3 90 - 47,71 530,11

5 Sei Kanan 4 4 - 2,12 530,00

6 Rantau Utara 2 - - -

-7 Rantau Selatan 1 - - -

-8 Kampung Rakyat 5 95 - 50,25 528,95

9 Aek Natas 4 56 - 35,73 638,04

10 Panai Tengah 2 10 - 5,65 565,00

11 Panai Hilir 10 170 - 81,62 480,12

12 Panai Hulu 15 27 - 16,34 605,19

13 Kualuh Leidong - - - -

-14 Kualuh Selatan 2 17 - 8,55 502,94

15 Aek Kuo 4 36 - 24,02 667,22

16 Bilah Hulu 6 126 - 72,58 576,03

17 Bilah Hilir 2 22 - 11,46 520,91

18 Bilah Barat 6 65 - 43,39 667,54

19 Kota Pinang - - - -

-20 Torgamba 5 15 - 8,50

-21 Silangkitang 3 1 - 0,55 550,00

22 Pangkatan - 12 - 6,52 543,33

Jumlah 89 800 - 444,17 555,21

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Labuhan Batu

Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa Kecamatan Bilah Barat merupakan daerah yang memiliki produktivitas tanaman kakao terbesar di Kabupaten Labuhan Batu yaitu 667,54 Kg/Ha. Dimana 65 Ha merupakan luas tanaman kakao yang sudah menghasilkan. Sedangkan produktivitas tanaman kakao di Kecamatan Bilah Hulu yaitu 576,03 Kg/Ha dengan luas tanaman yang sudah menghasilkan yaitu sebesar 126 Ha. Walaupun Kecamatan Bilah Hulu bukan merupakan kecamatan yang memiliki luas panen dan produksi tertinggi seperti Kecamatan Bilah Barat, tetapi kecamatan ini memiliki produktivitas yang juga berada diatas


(18)

Tabel 3. Luas dan Produksi Tanaman Karet Perkebunan Rakyat Tahun 2005

NO KECAMATAN BelumLuas Tanaman / Areal (Ha) Produksi(Ton) Produktivitas(Kg/Ha) MenghasilkanM Menghasilkan MenghasilkanTidak

1 Kualuh Hulu 129 6,756 - 7,595 1.124,19

2 Kualuh Hilir 3 82 - 80 975,61

3 Na. 1X-X 158 2,537 - 2,581 1.027,34

4 G. B. Marbau 127 5,716 - 5,375 940,34

5 Sei Kanan 268 8,875 1,363 10,108 1.138,93

6 Rantau Utara 22 3,125 - 2,814 900,48

7 Rantau Selatan 25 1,187 - 1,186 999,16

8 Kampung Rakyat 36 2,590 - 2,855 1.102,32

9 Aek Natas 133 557 - 580 1.041,29

10 Panai Tengah 2 298 - 233 781,88

11 Panai Hilir - - - -

-12 Panai Hulu - 23 - 131 5.695,65

13 Kualuh Leidong 6 69 - 61 884,06

14 Kualuh Selatan 141 5,134 - 5,098 992,99

15 Aek Kuo 114 736 - 740 1.005,43

16 Bilah Hulu 78 7,180 70 7,324 1.020,06

17 Bilah Hilir 80 870 - 770 885,06

18 Bilah Barat 119 4,447 - 3,927 883,07

19 Kota Pinang 36 2,028 550 1,875 924,56

20 Torgamba 93 7,318 - 5,916 808,42

21 Silangkitang 70 3,415 - 2,839 831,33

22 Pangkatan 6 996 - 960 963,86

Jumlah 1.646 63,939 1,983 63,048 986,06

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Labuhan Batu

Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa Kecamatan Panai Hulu merupakan daerah yang memiliki produktivitas tanaman karet terbesar di Kabupaten Labuhan Batu yaitu 5.695,65 Kg/Ha. Dimana 23 Ha merupakan luas tanaman karet yang sudah menghasilkan. Sedangkan produktivitas tanaman karet di Kecamatan Bilah Hulu yaitu 1.020,06 Kg/Ha. Walaupun Kecamatan Bilah Hulu bukan merupakan kecamatan yang memiliki luas tanaman dan produksi tertinggi, tetapi kecamatan ini produktivitas tergolong tinggi.

Sistem usahatani mengandung pengertian pola pelaksanaan usahatani masyarakat yang berkaitan dengan tujuannya. Secara umum, tujuan utama pertanian atau usahatani yang diterapkan sebagian besar petani kita adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Daniel, 2002).


(19)

Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian akan terjadi kalau petani mau membuat suatu upaya kalau nilai produk marginal untuk suatu input sama dengan harga input tersebut (Soekartawi, 1990).

Biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan baik dalam bentuk benda maupun jasa, selama proses produksi berlangsung. Biaya produksi yang digunakan terdiri dari sewa tanah, bunga modal, biaya sarana produksi yaitu bibit, pupuk, obat-obatan serta jumlah tenaga kerja (Soetrisno, 1998).

Dalam usahatani, sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak. Anak-anak berumur 12 tahun misalnya sudah merupakan tenaga kerja yang produktif bagi usahatani. Petani dalam usahataninya tidak hanya menyumbangkan tenaga (labor) saja. Dia pemimpin (manager) usahatani yang mengatur organisasi secara keseluruhan (Mubyarto, 1989).

Pendapatan usahatani ditentukan oleh faktor produksi fisik, harga produksi fisik dan biaya produksi. Produksi total dari suatu usahatani dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain luas lahan, status tanah garapan, tingkat teknologi yang dipakai, kesuburan tanah, iklim dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan dan masih banyak faktor lain yang mempengaruhi seperti tersedianya saprodi dan kemampuan petani untuk membeli (Mubyarto, 1977).

Penentuan skala usaha sangat penting dalam menetapkan usaha yang efisien. Dalam suatu proses produksi, skala usaha (return to scale) menggambarkan respon dari output terhadap perubahan dari seluruh input secara


(20)

profesional. Dengan mengetahui kondisi skala usaha, petani dapat mempertimbangkan perlu tidaknya suatu usaha dikembangkan lebih lanjut (Soekartawi, 1987).

1.2 Identifikasi Masalah

Adapun yang menjadi masalah penelitian yang diidentifikasikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana sistem produksi usahatani budidaya komoditi kelapa sawit, kakao dan karet ?

2) Bagaimana perbedaan volume penggunaan input antar komoditi kelapa sawit, kakao dan karet ?

3) Bagaimana perbedaan curahan tenaga kerja antar komoditi kelapa sawit, kakao dan karet ?

4) Bagaimana perbedaan total biaya produksi antar komoditi kelapa sawit, kakao dan karet ?

5) Bagaimana perbedaan produksi antar komoditi kelapa sawit, kakao dan karet ?

6) Bagaimana perbedaan pendapatan usahatani antar kelapa sawit, kakao dan karet ?

7) Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani setiap komoditi ?

8) Bagaimana perbedaan tingkat pengembalian modal antar kelapa sawit, kakao dan karet ?


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui sistem produksi usahatani budidaya komoditi kelapa

sawit, kakao dan karet di daerah penelitian.

2) Untuk mengetahui perbedaan antara volume penggunaan input antar komoditi kelapa sawit, kakao dan karet di daerah penelitian.

3) Untuk mengetahui perbedaan antara curahan tenaga kerja antar komoditi kelapa sawit, kakao dan karet di daerah penelitian.

4) Untuk mengetahui perbedaan antara total biaya produksi antar komoditi kelapa sawit, kakao dan karet di daerah penelitian.

5) Untuk mengetahui perbedaan antara produksi antar komoditi kelapa sawit, kakao dan karet di daerah penelitian.

6) Untuk mengetahui perbedaan pendapatan usahatani antar kelapa sawit, kakao dan karet di daerah penelitian.

7) Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani setiap komoditi di daerah penelitian.

8) Untuk mengetahui perbedaan antara tingkat pengembalian modal antar kelapa sawit, kakao dan karet di daerah penelitian.


(22)

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Sebagai gambaran dan bahan informasi bagi petani untuk mengetahui seberapa besar perbandingan antara usahatani kelapa sawit, kakao dan karet.

2) Sebagai bahan informasi atau masukan bagi pengelola kelapa sawit, kakao dan karet dalam mengembangkan usahataninya.

3) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis) termasuk golongan tumbuhan palma. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun menjadi tinggi (Kamaruddin, 2004).

Disamping itu, kelapa sawit juga merupakan suatu tanaman penghasil minyak nabati yang sangat penting, yang dahulu sebagai tanaman liar yang kemudian dibudidayakan sehingga menjadi komoditi yang diunggulkan

(Risza, 1994).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) termasuk famili Arecacease. dengan sistematika (taksonomi) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Klass : Liliopsida

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis (Kamaruddin, 2004)


(24)

Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2.000 2.500 mm/Tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit.

Kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah antara lain: tanah padsolik coklat, padsolik kuning, padsolik coklat kekuningan, padsolik merah kuning, hidromorfik kelabu, alluvial, regosol, gley humik, organosol (tanah gambut).

Keasaman tanah (pH) sangat menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4 6,5 sedangkan pH optimum berkisar 5 5,5. Permukaan air tanah dan pH sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara yang dapat diserap oleh akar.

Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang, dan daun sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangan terdiri dari bunga dan daun (Risza, 1994).

A. Bagian Vegetatif 1. Akar

Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman selain itu sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyongkong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya runcing, dan berwarna putih atau kekuningan.


(25)

2. Batang

Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil tidak bercabang dan tidak mempunyai kambium. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang terus berkembang membentuk daun dan ketinggian batang. Diameter batang dapat mencapai 90 cm. Tinggi batang untuk tanaman komersial tidak lebih dari 12 meter. Jika tanaman telah mencapai ketinggian lebih dari 12 meter sudah sulit dipanen, maka pada umumnya tanaman di atas umur 25 tahun sudah diremajakan.

3. Daun

Daun kelapa sawit membentuk suatu pelepah bersirip genap dan bertulang sejajar. Panjang pelepah dapat mencapai 9 meter; jumlah anak daun tiap pelepah dapat mencapai 380 helai. Panjang anak daun dapat mencapai 120 cm. Pelepah daun sejak mulai terbentuk sampai mencapai 60 pelepah (Risza, 1994).

B. Bagian Generatif 1. Bunga

Bunga jantan maupun betina tumbuh di ketiak daun, keduanya tumbuh dalam pohon yang sama, berumah satu, tetapi tidak lazim terdapat bunga majemuk jantan dan betina sekaligus dalam satu pohon. Bunga hermaprodit sering terdapat pada tanaman kelapa sawit, terutama pada masa awal pembungaan (Balai Penelitaian Perkebunan, 1988).

2. Buah

Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun jika dihitung mulai dari pertanaman biji kecambah di


(26)

pembibitan. Namun, jika dihitung mulai penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen pada umur 2,5 tahun.

Berdasarkan tebal tipisnya tempurung (cangkang) dan kandungan minyak dalam buah maka kelapa sawit dapat dibedakan dalam 3 tipe, yakni:

- Tipe Dura : tempurung sangat tebal, kandungn minyak dalam buah rendah.

- Tipe Pisifera : tempurung sangat tipis bahkan hanya berbentuk bayangan cincin.

- Tipe Tenera : merupakan persilangan Dura sebagai pohon ibu, dengan pisifera sebagai pohon bapak. Tenera bertempurung tipis kandungan minyak tinggi

(Risza, 1994).

Keberhasilan suatu usaha perkebunan kelapa sawit antara lain ditentukan oleh faktor bahan tanaman atau bibit yang memiliki sifat-sifat unggul. Bibit yang unggul akan menjamin suatu pertumbuhan yang baik dan tingkat produksi yang tinggi apabila perlakuan dilaksanakan secara optimal.

Pembibitan kelapa sawit merupakan titik awal yang paling menentukan masa depan pertumbuhan kelapa sawit di lapangan. Bibit yang unggul merupakan modal dasar untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Standar bibit yang baik dapat dilihat dari diameter batang (tegap), tinggi bibit (jagur), jumlah daun (cukup) dan tidak terlihat terserang hama dan penyakit (sehat). Seleksi bibit harus dilakukan dengan ketat secara bertahap yaitu 2 bulan sekali dimulai dari penerimaan kecambah sampai seleksi yang terakhir pada saat pemindahan ke lapangan (Risza, 1994).


(27)

Peremajaan atau tanaman ulang untuk budidaya kelapa sawit juga tidak memerlukan pengolahan tanah yang intensif seperti budidaya lainnya, khususnya untuk areal bekas tanaman kelapa sawit atau kelapa yang pernah terserang penyakit gonoderma berat sebaiknya diolah dengan alat berat (traktor). Tanah diluku sedalam + 40 cm sehingga sisa-sisa akar keluar dan terjemur matahari. Pembangunan penutup tanah kacangan tujuannya adalah untuk mengurangi erosi permukaan tanah, menambah bahan organik dan cadangan unsur hara, memperbaiki aerasi, menjaga kelembaban tanah, menekan perkembangan gulma sekaligus menghemat biaya penyiangan dan biaya pemupukan serta menekan gangguan kumbangOryces(Risza,1994).

Pada umumnya kelapa sawit ditanam dengan jarak 9 x 9 m segitiga sama sisi. Dengan jarak tanam ini maka dalam satu hektar terdapat 143 pohon tanaman. Penanaman sebaiknya diusahakan pada permulaan musim hujan.

Bibit yang dianggap standar dan normal dapat ditanam di lapangan antara umur 10 12 bulan. Jika dalam keadaan terpaksa tidak boleh lebih dari umur 20 bulan,penggunaan bibit yang terlalu muda, dibawah umur 8 bulan, sering mendapat gangguan hama akibatnya banyak yang menyisip dan tanaman tidak homogen. Akibatnya selanjutnya adalah pertumbuhan tanaman terganggu dan produktivitas di masa depan akan terancam (Balai penelitian perkebunan, 1988).

Tujuan dilakukan pemeliharaan yang tetap dan teratur sejak penanaman sawit sampai TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) umur 3 tahun adalah untuk mencapai tingkat pertumbuhan tanaman yang sehat, jagur, tegap dan homogen. Pupuk yang dipakai dapat berupa pupuk majemuk (compound) atau campuran dari beberapa macam pupuk tunggal (ZA, TSP, KCL, Kieserit), dengan


(28)

perbandingan kadar hara yang setara dengan pupuk majemuk (Balai penelitian perkebunan, 1988).

Kakao

Kakao merupakan satu-satunya di antara 22 jenis marga Theobrom, suku Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988) sistematika tanaman ini sebagai berikut :

Divisi : Spermathophyta Anak divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Anak kelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceae Marga : Theobroma

Jenis : Theobroma cacao L.

(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Faktor iklim merupakan salah satu syarat utama pembudidayaan tanaman kakao. Tanaman kakao tumbuh di daerah yang berada pada 100 LU - 100 LS, namun dilihat dari penyebaran pertanaman kakao terdapat pada daerah dengan penyebaran curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun. Oleh karena itu, Indonesia yang terletak diantara 50LU dan 100 LS merupakan daerah pengembangan yang cocok untuk melaksanakan perkebunan kakao (Poedjiwidodo, 1996).

Tanaman kakao dapat tumbuh pada tanah yang memiliki kisaran pH 4,0 8,5. Namun pH yang ideal adalah 6,0 7,5 dimana unsur-unsur hara dalam tanah


(29)

cukup tersedia bagi tanaman. Pada pH yang tinggi misalnya lebih dari 8,0 kemungkinan tanaman akan kekurangan unsur hara, dan akan keracunan Al, Mn dan Fe pada pH yang rendah, misalnya kurang dari 4,0 (Susanto, 1994).

Tanaman kakao terdiri dari beberapa bagian antara lain yaitu : 1. Akar

Akar kakao adalah akar tunggang (Radix primaria). Pertumbuhan akar kakao bisa sampai 8 m kearah samping dan 15 m kearah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak menumbuhkan akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak jumlahnya.

2. Batang

Batang kakao dapat tumbuh sampai ketinggian 8-10 m dari pangkal batangnya pada permukaan tanah. Tanaman kakao punya kecenderungan tumbuh lebih pendek bila ditanam tanpa pohon pelindung (Siregar,dkk, 2004).

3. Daun

Daun kakao bersifat dimorfisme. Pada tunas ototrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 m. Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

4. Bunga

Bunga kakao tumbuh pada batang atau cabang yang secara physiologis telah dewasa. Pada umumnya bila kondisi lingkungan baik bunga akan muncul pada tanaman yang berumur  2 tahun (PT. Perkebunan Nusantara IV, 1996).


(30)

5. Buah

Buah kakao berupa buah buni yang daging dan bijinya sangat lunak. Kulit buah mempunyai 10 alur dan tebalnya 1-2 cm. Pada waktu muda, biji menempel pada bagian dalam kulit buah, tetapi bila buah telah matang anak-anak biji akan terlepas dari kulit buah (Susanto, 1994).

Sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi kakao, namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi kakao secara besar-besaran hanya 3 jenis yaitu:

a. Jenis Criollo

Kakao jenis ini terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan. Jenis ini menghasilkan biji kakao yang bermutu sangat baik dan dikenal dengan kakao mulia. Buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah.

b. Jenis Forastero

Kakao jenis ini diusahakan oleh berbagai negara produsen kakao dan menghasilkan biji kakao yang mutunya sedang atau dikenal juga sebagai ordinary cocoa. Buahnya berwarna hiaju, kulitnya tebal. Biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah.

c. Jenis trinitariao

Kakao ini merupakan campuran atau hibrida dari jenis criollo.Dengan jenis forasteto alami, sehingga kakao jenis ini sangat heteregon. Kakao Trinitario menghasilkan biji kakao yang termasuk fine flavour cocoa dan


(31)

ada yang termasuk bulk cocoa. Berdasarkan bentuk buahnya Trinitario dapat dibedakan menjadi 4 golongan:

1. Angoleta 2. Cundeamor 3. Amelonado 4. Calabacillo (Sunanto, 1992).

Tanaman kakao dikenal sebagai inang berbagai jenis hama dan penyakit. Adanya hama penyakit dapat menjadi kendala penting dalam budidaya kakao. Untuk mengatasi kendala tersebut, penggunaan bahan unggul yang toleran (salah satu komponen dalam pengendalian hama penyakit secara terpadu) akan memiliki peran yang penting alasannya, selain cepat mengurangi kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit, penggunaan bahan unggul yang toleran dapat mengurangi penggunaan pestisida sehingga akan mengurangi biaya pemeliharaan tanaman secara keseluruhan (Anonimus, 2004).

Panen dan pascapanen kakao merupakan kegiatan yang penting, karena berpengaruh terhadap mutu biji kakao yang dihasilkan. Produktivitas yang tinggi tanpa diikuti cara panen dan pascapanen yang benar tidak akan menjamin pendapatan yang tinggi. Pada saat panen buah kakao harus diperhatikan tingkat kemasakan dan cara panennya. Sedangkan pada masa pasca panen kakao kegiatan yang dilaksanakan adalah pemeraman buah, fermentasi, pencucian, penuntasan, pengeringan/penjemuran, sortasi, dan penyimpanan (Poedjiwidodo, 1996).


(32)

Karet

Ada dua jenis karet yang pertama yaitu karet sintesis yang merupakan karet olahan pabrik yang sebagian besar dibuat dengan mengandalkan minyak bumi dan yang kedua adalah karet alam yang berasal dari tanaman Hevea brasiliensis.

Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muel.Agr) termasuk famili Euphorbiaceae.Dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta Klass : Dicotyledoneae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasilensis (Tim penulis, 2004).

Tanaman karet adalah tanaman tropis, secara geografis tersebar antara 10 LU sampai 10 LS. Zona paling cocok dan paling produktif adalah 6 LU sampai 6 LS. Penyebaran pertanaman karet sangat dipengaruhi oleh penyebaran hujan dan tinggi tempat dari permukaan laut. Itu sebabnya, tidak semua propinsi di Indonesia memiliki perkebunan rakyat (Sianturi, 2001).

Curah hujan rata-rata yang sesuai bagi pertumbuhan karet adalah sekitar 2000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 100-150 hari hujan. Suhu harian yang diinginkan tanaman karet rata-rata 25-300 C. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1-600 m dpl (Tim Penulis, 1998).


(33)

Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti tanah berpasir hingga tanah laterik merah dan padsolik kuning, tanah abu gunung, tanah berliat serta tanah yang mengandung peat (Syamsulbahri, 1996).

Tanaman karet dapat diperbanyak dengan cara generatif maupun vegetatif, dimana tanaman karet terdiri dari beberapa bagian antara lain :

1. Batang

Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks.

2. Daun

Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun antara 3-10 cm pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet.

3. Bunga

Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai payung tambahan yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng. Pada ujungnya terdapat lima taju yang sempit.

4. Buah

Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang berbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Bila buah sudah masak, maka akan pecah dengan sendirinya. Pemecahan ini berhubungan dengan pengembangbiakan tanaman karet secara alami (Tim Penulis, 2007).


(34)

Adapun kelebihan dari karet alam adalah :

1. Memiliki daya elastisitas atau daya lenting sempurna.

2. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah. 3. Mempunyai daya aus yang tinggi.

4. Tidak mudah panas.

5. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan.

Disamping itu karet alam memiliki kelemahan, walaupun memiliki beberapa kelemahan dipandang dari sudut ilmiah dan bisnisnya, akan tetapi karet alam memiliki pangsa pasar yang baik. Beberapa industri tertentu tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam ini (Sianturi, 2001).

Karet banyak digunakan dalam industri-industri barang antara lain aneka ban kendaraan( sepeda motor, traktor hingga pesawat terbang), sepatu karet, peralatan rumah tangga dan lain-lain.

Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, pengumpulan lateks hasil penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Pengumpulan lateks dilaksanakan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya adalah:

- Faktor kebun ( jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain-lain). - Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan.

- Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu). - Kualitas air dalam pengolahan.

- Komposisi lateks. (Tim Penulis, 2004).


(35)

Bibit karet yang dianjurkan dalam budidaya karet adalah bibit yang berasal dari klon-klon unggul untuk batang atas dalam okulasi bibit karet. Ferweda (1969) membuktikan bahwa penggunaan klon dapat menaikkan produksi yang mencolok dibandingkan dengan asal biji (Setyamidjaja,1993).

Adapun beberapa klon tanaman karet yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga penelitian di Indonesia adalah sebagai berikut:

- Dari lembaga penelitian di Sumatera: AVROS 33,AVROS 36,AVROS 49, AVROS 80, Serial klon TM seperti TM 2, TM 6, TM 8 dan TM 9.

- Dari lembaga penelitian di Jawa : BD 5, WAR 4, TJIR 1, GT 1, LCB 497, LCB 510(PR 107), LCB 1320, dan WR 101.( Tim Penulis, 2004).

Ada beberapa macam karet yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet yang dikenal luas adalah:

- Bahan olahan karet(lateks kebun,sheetangin, slab tipis dan lump segar). - Karet olahan konvensional (sheetdancrepe).

- Lateks pekat.

- Karet bongkah ataublock rubber.

- Karet spesifikasi teknis ataucrumb rubber - Type rubber

- Karet rekin (Tim Penulis, 2004).


(36)

2.2 Landasan Teori

Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 2001).

Usahatani merupakan suatu kegiatan produksi dimana peranan input (faktor produksi atau korbanan produksi) dalam menghasilkan output (hasil atau produksi) menjadi perhatian yang utama. Peranan input bukan saja dilihat dari macam atau ketersediaan dalam waktu yang tepat, tetapi dapat juga dari segi efisiensi penggunaan faktor tersebut (Sianipar, 1998).

Dalam usahatani, produksi diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang dan penuh resiko. Panjangnya waktu yang dibutuhkan tidak sama, tergantung pada jenis komoditas yang diusahakan. Tidak hanya waktu, kecukupan faktor produksipun ikut sebagai penentu pencapaian produksi (Daniel, 2002).

Produksi itu terjadi karena adanya perpaduan antara faktor-faktor alam, tenaga, dan modal dibawah asuhan atau usaha pengelolaan (petani). Fungsi unsur alam dalam usahatani atau usaha pertanian dipandang dari sudut sosial ekonomis sangat tergantung daripada sifat atau tujuan dari usaha pertanian (Tohir, 1991).

Analisis usahatani merupakan suatu analisis pendapatan usahatani sehingga salah satu cara untuk mengetahui keuntungan atau kerugian dari suatu proses produksi, analisis usahatani hendaknya diketahui atau dimengerti oleh para


(37)

petani sehingga mereka mengetahui keadaan usahataninya, yaitu apakah mereka memperoleh keuntungan atau sebaliknya. Hal ini berkaitan dengan bagaimana mereka mengelola usahatani.

Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi meliputi (1) luas lahan yang dimiliki, (2) jumlah benih yang digunakan, (3) jumlah tenaga kerja yang digunakan, (4) banyaknya pupuk yang digunakan, (5) banyaknya pestisida yang digunakan, (6) keadaan pengairan, (7) tingkat pengetahuan dan keterampilan petani atau tingkat teknologi, (8) tingkat kesuburan tanah, (9) iklim atau musim, (10) modal yang tersedia (Soekartawi, 2002).

Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha, dan skala usaha ini akhirnya akan mempengaruhi efisiensi atau tidaknya suatu usaha pertanian. Seringkali dijumpai, makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan semakin tidak efisienlah lahan tersebut. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakam yang mengarah pada segi efisien akan berkurang. Sebaiknya pada luasan lahan yang sempit, upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercukupi dan tersedia. Modal juga tidak terlalu besar, sehingga usaha pertanian seperti ini sering lebih efisien (Soekartawi, 2002).

Setelah tanah, modal adalah nomor dua pentingnya dalam produksi pertanian dalam arti sumbangan pada nilai produksi. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru yaitu dalam hal ini, hasil pertanian.


(38)

Modal petani yang berupa barang diluar tanah adalah ternak beserta kandangnya, cangkul, bajak, dan alat-alat pertanian lain, bibit dan hasil panen yang belum dijual (Mubyarto, 1989).

Sebagai faktor produksi, tentu modal mutlak diperlukan dalam usaha pertanian. Tanpa modal, sudah pasti usaha tidak dapat dilakukan, paling tidak modal dibutuhkan untuk pengadaan bibit dan upah tenaga kerja. Kecukupan modal mempengaruhi ketepatan waktu dan ketetapan takaran dalam pembinaan masukan (Daniel, 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif suatu daerah antara lain adalah kedudukan geografi, topografi, faktor pedologi atau dalam hubungannya dengan faktor-faktor ekonomi atau pun sosial budaya. Dengan memperhatikan keungulan komparatif tersebut maka setiap petani tidak akan kecewa dalam usahataninya, karena kemungkinan untuk mengalami kegagalan secara agroekonomis kecil sekali, kecuali mengalami bencana alam yang kejadiannya secara tiba-tiba sehingga petani tidak mampu untuk menghindarinya dengan cepat (Rodjak, 2002).

Analisis komparasi atau perbedaan merupakan prosedur statistik untuk menguji perbedaan diantara dua data (variabel) atau lebih. Analisis perbedaan atau uji perbedaan ini sangat tergantung pada jenis data (nominal, ordinal, interval, dan rasio) dan kelompok sampel yang diuji. Jenis teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif harus sesuai dengan jenis data atau variabel berdasarkan skala pengukuran (Hasan, 2003).


(39)

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani swasembada, khususnya faktor tenaga kerja petani dan para anggota keluarganya. Dalam usahatani swasembada atau uasahatani keluarga, faktor tenaga kerja keluarga petani merupakan unsur penentu (Tohir, 1991).

Tenaga kerja manusia terdiri atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Perhitungan tenaga kerja ketiga jenis tersebut berbeda-beda. Perhitungan tenaga kerja dalam kegiatan proses produksi adalah menggunakan satuan HKP. Pengukuran tenaga kerja dapat diukur dengan rumus sebagai berikut:

1. Untuk tenaga kerja pria : jam kerja 1 x 1 HKP 2. Untuk tenaga kerja wanita : jam kerja x 0,8 HKP 3. Untuk tenaga kerja anak-anak : jam kerja x 0,5 x 1 HKP (Hernanto, 1993).

Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Seperti dijelaskan sebelumnya skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga kerja yang dibutuhkan dan menentukan macam tenaga kerja yang bagaimana yang diperlukan. Biasanya usaha pertanian skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan tidak perlu tenaga kerja ahli (skilled). Sebaliknya pada usaha pertanian skala besar, lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan cara sewa dan sering dijumpai diperlukannya tenaga kerja yang ahli, misalnya tenaga kerja yang mampu mengerjakan traktor, dan sebagainya (Soekartawi, 2002).


(40)

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut:

TRi = Yi . Pyi Dimana:

TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga y

Bila jenis tanaman yang ditanam adalah lebih dari satu maka rumus diatas berubah menjadi:

TR =

n

i 1 Yi . Pxi

Yaitu n = jumlah jenis tanaman yang diusahakan

Oleh karena itu dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu dipisahkan:

(1). Analisi parsial usahatani (2) Analisis keseluruhan usahatani (Soekartawi, 2001).

Biaya usahatani biasanya dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1. Biaya tetap (fixed cost)

2. Biaya tidak tetap (variable cost)

Biaya tetap ini umumnya didefenisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Contoh biaya tetap antara lain: sewa tanah, pajak, alat pertanian dan iuran irigasi. Disisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefenisikan


(41)

Contohnya adalah biaya untuk sarana produksi. Cara menghitung biaya tetap adalah:

FC =

n

i 1 Xi Pxi

Dimana :

FC = Biaya tetap

Xi = Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap Pxi = Harga input

n = Macam input

Rumus diatas dapat digunakan untuk menghitung biaya variabel, karena total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC).

TC = FC + VC

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya jadi :

Pd = TR - TC Dimana:

Pd = Pendapatan usahatani TR = Total penerimaan TC = Total biaya (Soekartawi, 2001).

Total pendapatan tenaga adalah jumlah penerimaan dikurangi ongkos terkecuali tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Sehingga dari defenisi diatas dapat diartikan bahwa total pendapatan tenaga/HK adalah total


(42)

pendapatan tenaga dibagi jumlah HK yang dikorbankan.hal ini perlu melihat Labour Income dan intensif atau tidaknya pencurahan tenaga kerja

(Butar - butar, 1991).

2.3. Kerangka Pemikiran

Usahatani adalah suatu usaha yang mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang terdiri dari lahan, modal untuk pembiayaan sarana produksi serta tenaga kerja yang seluruhnya ditujukan untuk proses produksi sehingga akan dihasilkan output usahatani. Keberhasilan suatu usahatani akan sangat tergantung pada kemampuan petani dalam mengelola usahataninya

Pengelolaan usahatani kelapa sawit, kakao dan karet merupakan kemampuan petani bertindak sebagai pengelola atau sebagai manajer dari usahataninya. Dalam hal ini petani harus pandai mengorganisasikan penggunaan faktor-faktor produksi yang dikuasai sebaik mungkin untuk memperoleh produksi secara maksimal.

Studi komparatif merupakan suatu kajian mengenai perbedaan antara satu usahatani dengan usahatani lainnya. Dalam hal ini membandingkan input dan output faktor produksi, produksi, penerimaan dan pendapatan petani dari kegiatan usahatani tanaman perkebunan. Melalui analisis usahatani komoditas perkebunan di Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu dapat dilihat seberapa jauh adanya perbedaan usahatani yang dilaksanakan didaerah penelitian tersebut.

Kelapa sawit, kakao dan karet merupakan komoditi Kabupaten Labuhan Batu populer yang banyak diusahakan dalam perkebunan rakyat, perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Ketiga komoditi ini mempunyai prospek yang cerah bila dikembangkan dengan baik dan menguntungkan untuk diusahakan


(43)

seperti kelapa sawit karena selain banyak manfaatnya, juga sebagai penyumbang terbesar untuk devisa negara.

Faktor produksi merupakan faktor utama bagi petani dalam melaksanakan usahataninya. Untuk memperoleh hasil yang diharapkan maka petani harus mampu memanajemen faktor-faktor produksi tersebut secara efisien. Faktor produksi adalah lahan, modal, tenaga kerja dan sarana produksi.

Di dalam suatu usahatani, kepemilikan lahan yang merupakan salah satu faktor produksi umumnya sangat mendukung untuk pengembangan usahatani tersebut. Hal ini dikarenakan, semakin luas lahan yang dimiliki oleh petani maka akan semakin besar potensi petani tersebut untuk mengembangkan usahataninya.

Modal, sebagai salah satu faktor produksi di dalam suatu usahatani juga memiliki peranan yang sangat penting. Hal ini dikarenakan modal sangat berperan besar dalam pembiayaan usahatani terutama untuk pengadaan sarana produksi. Modal di dalam usahatani biasanya digunakan untuk pembelian berbagai sarana produksi seperti bibit, pupuk, pestisida, serta mengubah tenaga kerja di dalam suatu kegiatan usahatani.

Tenaga kerja yang digunakan di dalam proses produksi berasal dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga. Tenaga kerja tersebut digunakan untuk melakukan proses pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan.

Sarana produksi dalam produksi sangatlah penting. Sarana produksi meliputi pupuk, pestisida, bibit, alat-alat pertanian dan lain sebagainya mempengaruhi produktivitas komoditi perkebunan seperti kelapa sawit, kakao dan karet. Tinggi rendahnya produktivitas tergantung pada hasil produksi per luas


(44)

lahan yang diusahakan. Produksi (panen) yang diperoleh petani diharapkan tinggi. Karena hal ini sangat berkaitan dengan penerimaan.

Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara produksi dikalikan dengan harga jual. Dan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya produksi inilah yang disebut dengan pendapatan usahatani. Dengan melihat pendapatan yang diperoleh petani di dalam suatu usahatani, akan dapat diketahui layak tidaknya usahatani tersebut untuk dilaksanakan.

Usahatani dalam operasinya bertujuan untuk menghasilkan pendapatan yang diinginkan. Oleh karena itu dalam pengelolaan usahatani haruslah efisien, baik dalam penggunaan input maupun dalam penggunaan modal. Dilain pihak manakala petani dihadapkan pada keterbatasan faktor input, misalnya modal dalam melakukan faktor produksi, maka mereka juga tetap mencoba bagaimana meningkatkan keuntungan tersebut dengan kendala modal yang terbatas yaitu dengan penghematan input sehingga biaya dapat ditekan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat digambarkan skema kerangka pemikiran sebagai berikut:


(45)

Skema Kerangka Pemikiran

Usaha Tani K. Sawit

Produksi

Kakao Karet

Penerimaan

Pendapatan

Layak Tak Layak

Harga Jual

B. Produksi

F. Produksi - Modal - TK - Lahan - Saprodi


(46)

2.4 Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teori diatas maka dapat disusun beberapa hipotesis sebagai berikut :

1) Ada perbedaan sistem produksi usahatani budidaya komoditi kelapa sawit, kakao dan karet di daerah penelitian.

2) Ada perbedaan volume penggunaan input antar komoditi kelapa sawit, kakao dan karet di daerah penelitian.

3) Ada perbedaan curahan tenaga kerja antar komoditi kelapa sawit, kakao dan karet di daerah penelitian.

4) Ada perbedaan total biaya produksi antar komoditi kelapa sawit, kakao dan karet di daerah penelitian.

5) Ada perbedaan produksi antar komoditi kelapa sawit, kakao dan karet di daerah penelitian.

6) Ada perbedaan pendapatan usahatani antar komoditi kelapa sawit, kakao dan karet di daerah penelitaian.

7) Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani setiap komoditi adalah: luas lahan, modal dan tenaga kerja di daerah penelitian. 8) Ada perbedaan tingkat pengembalian modal antar komoditi kelapa sawit, kakao


(47)

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive yaitu secara sengaja memilih Desa Gunung Selamet, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, sebagai daerah penelitian dengan pertimbangan bahwa desa tersebut merupakan salah satu sentra produksi tanaman kelapa sawit, kakao dan karet di Kecamatan Bilah Hulu. Selain itu desa tersebut mudah dijangkau karena tidak terlalu jauh dari Kota Rantau Prapat sebagai daerah penelitian.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode (Simple Random Sampling) dikarenakan sampel penelitian bersifat homogen atau rata-rata memiliki karakter yang sama. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah petani yang memiliki usahatani kelapa sawit, kakao dan karet. Jumlah populasi petani kelapa sawit, kakao dan karet di Desa Gunung Selamet adalah sebanyak 213 kk. Penentuan besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Sevilla et. al, 1994 dan Ginting S, 1994) yaitu:

n =

) ( 1NN e Dimana:

n = Besarnya sampel N = Besarnya populasi e = Margin error (5%)


(48)

n = ) 05 , 0 ( 213

1 213

n =

65 , 10

1213 = 11213 = 18,28,65 n = 19

maka jumlah sampel petani yang diambil adalah sebanyak 19 kk, dan untuk lebih jelas dapat dilihat distribusi populasi usahatani kelapa sawit, kakao dan karet pada Tabel dibawah ini:

Tabel 4. Jumlah Populasi dan Sampel Petani Kelapa Sawit, Kakao dan Karet di Desa Gunung Selamet

NO Komoditi Populasi (kk) Total Sampel

1 2 3 Kelapa Sawit Kakao Karet 100 56 57 9 5 5

Jumlah 213 19

Sumber : Pra Survei 2006

3.3 Pengumpulan data

Data yang diperoleh pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan hasil wawancara atau kuisioner langsung dengan sampel berupa identitas petani sebagai produsen dan konsumen.Data sekunder diperoleh dari lembaga-lembaga atau instansi yang terkait dengan penelitian ini seperti di Dinas Perkebunan Kabupaten Labuhan Batu, Kantor Kecamatan Bilah Hulu, Kantor Kepala Desa Gunung Selamet dan Penyuluh Pertanian Di Kecamatan Bilah Hulu.


(49)

3.4 Metode Analisis Data

Semua data yang diperoleh terlebih dahulu ditabulasi secara sederhana dan selanjutnya dianalisis sesuai dengan metode analisis yang sesuai.

Untuk menguji hipotesis 1 digunakan metode analisis deskriftif, dengan melihat bagaimana sistem produksi usahatani budidaya kelapa sawit, kakao dan karet di daerah penelitian.

Untuk menguji hipotesis 2, 3, 4, 5 dan 6 dianalisis dengan menggunakan alat uji analysis of variance (Anova) yaitu :

Ho = 1 = 2 = 3 = 4 = 5 = 6

HI = 1 2 3 4 5 6

JK total =

 

n X X

2 2

JK antar kelompok =

 

   

N X n X ... 2 n X n

X 2 2

2 2 2 1

2

1

JK dalam kelompok = JK total JK antar kelompok dk antar kelompok = k - 1

RJK antar kelompok = JK antar kelompok / dk antar kelompok dk dalam kelompok = ( n 1)

RJK dalam kelompok = JK antar kelompok / dk dalam kelompok

F = RJK antar kelompok / RJK dalam kelompok

Keterangan :

k = Banyak kelompok n = Kelompok ke n x = Populasi


(50)

Dengan kriteria (uji F) :

Jika F-hitung > F-tabel, H1 diterima, Ho ditolak ( ada perbedaan) Jika F-hitung < F- tabel, H1 ditolak, Ho diterima ( tidak ada perbedaan) (Sibuea, 2001).

Untuk menguji hipotesi 7 dianalisis dengan menggunakan model penduga regresi linier berganda dengan metode pembangun model adalah metode kuadrat terkecil (OLS = Ordinary Least Square) dan metode kemungkinan maximum (MLE = Maxsimum Likely Hood Estimation) dengan rumus :

Y = 0 + 1x1 + 1x2 + 1x3 Dimana :

Y = Pendapatan

0 = Konstanta yang mencerminkan pengaruh alami terhadap Y disebut koefisien intersepsi

1 = Konstanta yang mencerminkan pengaruh X terhadap Y disebut koefisien regresi

x1 = Luas lahan x2 = Modal x3 = Tenaga kerja (Sulistyo, 2001).

Untuk menguji pengaruh variabel tersebut secara serempak maka digunakan uji F yakni :

r2/ k Fhit = (1-r)/(n-k-1)


(51)

Keterangan :

r2 = Koefisien determinasi n = Jumlah sampel

k = Derajat bebas pembilang n-k-1 = Derajat bebas penyebut (Sudjana, 1992).

Dengan kriteria uji :

Jiki Fhit > Ftabel maka tolak Ho atau terima H1 Jika Fhit < Ftabel maka terima Ho atau tolak H1

Untuk menguji hipotesis 8 digunakan metode analisis Return on Investmen (ROI) dengan rumus yaitu :

ROI = Pendapatan bersih x 100 % Modal

Dimana :

ROI = Tingkat pengembalian modal

Pendapatan bersih = Total penerimaan dikurangi total biaya usaha Total modal = Jumlah modal yang dimiliki usaha

Makin kecil nilai ROI maka makin tidak efisien penggunaan modal usaha tersebut


(52)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman penafsiran penelitian ini, maka dibuat beberapa definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

Definisi

1) Usahatani kelapa sawit, kakao, karet adalah usahatani perkebunan rakyat diusahakan oleh petani dan memanfaatkan faktor produksi seoptimal mungkin yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan selama penanaman.

2) Petani sampel adalah petani yang menanam kelapa sawit, kakao dan karet sebagai tanaman utama dilahan usahataninya.

3) Luas lahan adalah luas lahan yang dijadiakan areal pertanaman kelapa sawit, kakao dan karet yang diukur dalam satuan Ha.

4) Curahan tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani kelapa sawit, kakao dan karet yang disetarakan dengan satu hari kerja setara pria (1 HKP) dan menggunakan jumlah jam kerja selama 8 jam dengan standart :

- Tenaga pria dewasa > 15 tahun = 1 HKP - Tenaga wanita dewasa > 15 tahun = 0,8 HKP - Tenaga anak-anak 10-15tahun = 0,5 HKP

5) Produksi adalah Proses memperoleh hasil (output) yang diperoleh dari penggunaan input.

6) Faktor produksi adalah berbagai input atau masukan yang digunakan dalam proses produksi untuk memperoleh output yang dinginkan.


(53)

7) Biaya produksi adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh petani selama proses produksi, yang terdiri dari: Biaya sarana produksi (bibit,pupuk dan pestisida).

8) Penerimaan usahatani adalah hasil produksi yang dikali dengan harga jual yang diukur dengan rupiah.

9) Produktivitas adalah kemampuan tanaman untuk menghasilkan produksi perluas lahan.

10) Pendapatan adalah total penerimaan setelah dikurangi total biaya produksi. 11) Analisis usahatani merupakan suatu analisis pendapatan usahatani sebagai

salah satu cara untuk mengetahui keuntungan atau kerugian dari suatu proses produk.

Batasan Operasional

1) Daerah penelitian adalah Desa Gunung Selamet Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan batu.

2) Waktu penelitian adalah pada tahun 2007.

3) Sampel penelitian adalah petani mengusahakan tanaman perkebunan rakyat seperti kelapa sawit, kakao dan karet.


(54)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gunung Selamet, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara.

a. Luas Dan Topografi

Desa Gunung Selamet berada di kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu dengan luas wilayah 1167,5 Ha. Desa Gunung Selamet terletak pada ketinggian 45 m/dpl, dengan suhu rata-rata 220C. Secara administratif Desa Gunung Selamet memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Desa Tebing Tinggi - Sebelah Timur : Desa Kebun Perlabean

- Sebelah Selatan : Perkebunan PTPN III Eknabara - Sebelah Barat : Pematang Celeng

Jarak Desa Gunung Selamet dengan ibukota kecamatan ± 8 km dan jarak ke ibukota kabupaten 22 km. Luas penggunaan tanah dan tata guna lahan Desa Gunung Selamet diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 5. Penggunaan Tanah Desa Gunung Selamet 2007

No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Tanah Kering

- Perkebunan Rakyat 1119 95,85

- Pemukiman 45 3,85

2 Bangunan Umum 1 0,08

3 Jalan Desa 1 0,08

4 Tanah Kosong 1,5 0,12

Total 1167,5 100


(55)

Tabel 5. menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang utama adalah untuk perkebunan rakyat sekitar 1119 Ha (95,85%), pemukiman 45 Ha (3,85%), tanah kosong (belum dikelola) sekitar 1,5 Ha (0,12%).

Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Gunung Selamet sebanyak 2006 jiwa terdiri dari 908 jiwa laki-laki dan 1008 jiwa perempuan dengan jumlah rumah tangga sebanyak 458 KK. Suku yang terdapat di desa ini mayoritasnya adalah Suku Jawa. Distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur dan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Gunung Selamet 2007

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 0 6 286 14,26

2 7 13 307 15,30

3 14 20 210 10,47

4 21 27 209 10,42

5 28 - 34 199 9,92

6 35 41 204 10,17

7 42 48 192 9,57

8 49 55 190 9,47

9 55 209 10,42

Total 2006 100

Sumber: Monografi Desa Gunung Selamet 2006

Tabel 6. menunjukkan bahwa kelompok umur yang termasuk usia produktif adalah umur 13 - 55 tahun memiliki persentase yang terbesar yaitu 75,32% sedangkan untuk usia non produktif yaitu sebesar 24,68%.


(56)

Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Gunung Selamet 2007

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Belum Sekolah 295 30,70

2 Tidak Tamat SD 40 4,16

3 Tamat SD 200 20,81

4 Tamat SLTP 101 10,51

5 Tamat SLTA 203 21,12

6 Tamat Akademi (DI, D2, D3) 72 7,49

7 Sarjana 50 5,20

Total 961 100

Sumber: Monografi Desa Gunung Selamet 2006

Tabel 7. menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang paling banyak adalah penduduk yang memiliki tingkat pendidikannya yang sudah cukup tinggi yaitu tamat SLTA yaitu sebesar 203 jiwa (21,12%), sedangkan tingkat pendidikan yang masih rendah yaitu tamat SD sebesar 40 jiwa (4,16%).

Tabel 8. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Gunung Selamet 2007

No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Petani 1280 75,52

2 Pegawai Negeri Sipil 17 1,00

3 Wiraswasta 54 3,19

4 Pedagang 51 3,01

5 Pengrajin 1 0,06

6 Buruh Tani 292 17,23

Total 1695 100

Sumber: Monografi Desa Gunung Selamet 2006

Tabel 8. menunjukkan bahwa penduduk Desa Gunung Selamet mata pencaharian utama adalah sektor pertanian yaitu sebagai petani dengan persentase 75,52%, ada juga yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (1,00%), wiraswasta (3,19%), pedagang (3,01%), ataupun bergerak dibidang pengrajin (0,06%) dan selebihnya adalah sebagai buruh tani (17,23%).


(57)

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Gunung Selamet dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 9. Sarana dan Prasarana di Desa Gunung Selamet 2007

No Uraian Jumlah

1

Pendidikan

- TK 2

- SDN/Inpres 2

- SLTP

-- SLTA

-2 Kesehatan- Poliklinik 1

- Posyandu 2

3 Kantor Kepala Desa 1

4 Kantor Camat 1

5 Pos Kamling 6

Sumber: Monografi Desa Gunung Selamet 2006

Tabel 9. menunjukkan bahwa sarana dan prasarana di Desa Gunung Selamet belum lengkap khususnya dibidang pendidikan, karena belum terdapat SLTP dan SLTA, sehingga untuk melanjutkan pendidikan kejenjang berikutnya mereka harus ke ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten. Sarana kesehatan yang sudah ada yaitu poliklinik dan posyandu.

4.2. Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini dicirikan oleh luas lahan yang dikelola petani, umur petani, pendidikan formal, pengalaman bertani dan jumlah tanggungan keluarga petani. Karakteristik petani sampel di Desa Gunung Selamet dapat di uraikan sebagai berikut:


(58)

Tabel 10. Karakteristik Petani Sampel Pada Usahatani Kelapa Sawit, Kakao, dan Karet di Desa Gunung Selamet

No Uraian RataanKelapa SawitRentang Rataan KakaoRentang RataanKaretRentang .1

2 3 4 5

Luas Lahan (Ha) Umur Pendidikan (Thn) Jumlah Jumlah Tanggungan (Jiwa) Pengalaman Bertani (Thn) 2,61 45,22 9,33 2,44 13,44 1,5-5 32-60 6-12 1-5 7-28 0,07 41,4 8,4 5,6 7,6 0,04-0,12 38-68 6-12 3-10 4-10 2,2 47,2 7,8 2,6 13,8 1-5 39-60 6-9 1-3 4-28

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1 ,2 , dan 3) Tahun 2007

Tabel 10. menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan yang diusahakan petani sampel di Desa Gunung Selamet untuk petani kelapa sawit sebesar 2,61 Ha, untuk petani kakao sebesar 0,07 Ha dan untuk petani karet sebesar 2,2 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel memiliki lahan yang cukup tersedia untuk mengembangkan usahatani kelapa sawit, kakao dan karet.

Rata-rata umur petani sampel di Desa Gunung Selamet sebesar 45,22 tahun, untuk tanaman kelapa sawit, untuk tanaman kakao 41,4 tahun dan untuk tanaman karet 47,2 tahun. Hal ini berarti bahwa secara umum usia petani sampel di daerah penelitian tergolong dalam usia produktif.

Rata-rata tingkat pendidikan petani sampel di Desa Gunung Selamet untuk petani kelapa sawit 9,33 tahun, untuk petani kakao 8,4 tahun, dan untuk petani karet 7,8 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani tergolong sedang.

Rata-rata jumlah tanggungan petani sampel di Desa Gunung Selamet untuk petani kelapa sawit sebesar 2,44 jiwa, untuk petani kakao sebesar 5,6 jiwa, dan untuk petani karet sebesar 2,6 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah


(59)

Rata-rata pengalaman bertani petani sampel di Desa Gunung Selamet untuk petani kelapa sawit 13,44 tahun, untuk petani kakao 7,6 tahun, dan untuk petani karet 13,8 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman petani kelapa sawit, kakao dan karet dari masing-masing petani sampel tergolong sudah lama dan cukup berpengalaman.


(60)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Produksi Budidaya Usahatani Kelapa Sawit, Kakao, dan Karet di Daerah Penelitian

Sistem usahatani kelapa sawit, kakao, dan karet adalah alur kegiatan usahatani yang dimulai dari tahap awal yaitu pembibitan hingga tahap akhir yaitu pemanenan. Mulai tahap awal hingga akhir usahatani kelapa sawit, kakao, dan karet sebenarnya tidak jauh berbeda seperti persiapan lahan, pembibitan, penanaman, penyulaman, pemeliharaan serta panen. Adapun kegiatan usahatani yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Sistem Usahatani Kelapa Sawit, Kakao, dan Karet Persiapan Lahan

Kegiatan persiapan lahan merupakan tahapan kegiatan awal dalam usahatani perkebunan kelapa sawit, kakao, dan karet sehingga tahapan ini perlakuan/tindakan yang dilakukan pada umumnya sama. Kegiatan ini sangat penting sehingga harus dilakukan dengan baik dan benar untuk menunjang keberhasilan kegiatan pengelolaan perkebunan.

Pembukaan areal di Desa Gunung Selamet umumnya areal tanaman untuk kelapa sawit, kakao, dan karet yang berasal dari areal hutan. Pembukaan areal hutan untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit umumnya dilakukan secara manual dengan menggunakan gergaji rantai, parang, cangkul, dan babat.

Proses pembukaan lahan diawali dengan mengimas yaitu membabat semak-semak dan pohon-pohon kecil serta menebang pohon-pohon besar. Kemudian dikumpulkan setelah kering lalu dibakar. Setelah dibakar dilakukan


(61)

cincang peron atau mengumpulkan sisa-sisa kayu yang belum terbakar untuk di bakar kembali sehingga lahan bersih.

Pemancangan dilakukan setelah lahan yang akan ditanami dianggap sudah bersih dari kayu-kayu besar, kemudian membuat lubang tanam untuk tanaman kelapa sawit ukurannya adalah 40 x 40 x 40 cm pada pancang-pancang yang di buat sebelumnya, untuk kakao lubang tanamnya berukuran 60 x 60 cm, sedangkan untuk karet ukuran lubang tanam umumnya yang digunakan 70 x 70 cm untuk bagian atas dan 50 x 50 cm untuk bagian dasar dengan kedalaman 60 cm.

Pembibitan

Keberhasilan rencana penanaman di lapangan dan produksi tergantung pada keberhasilan pertumbuhan utama bibit yang akan ditanam. Pembibitan utama membutuhkan biaya besar sehingga dalam persiapannya diperlukan perencanaan yang matang. Disamping itu faktor bahan tanaman atau bibit yang memiliki sifat-sifat unggul akan menjamin suatu pertumbuhan yang baik dan tingkat produksi yang tinggi apabila perlakuan secara optimal.

Pada umumnya petani di Desa Gunung Selamet membeli bibit siap tanam yang berumur 10-12 bulan yang bibitnya berasal dari pembibitan kelapa sawit yang dibuat oleh Perkebunan Marihat, dan ada juga petani membeli bibit dari petani yang mempunyai pembibitan. Harga bibit untuk per batangnya adalah berkisar Rp 2000-3000/batang. Untuk petani kakao juga membeli bibit siap tanam berumur 6-8 bulan berasal dari Dinas Perkebunan Labuhan Batu dengan harga per bibit Rp 3500-4000, sedangkan untuk petani karet juga memebeli bibit berasal dari penangkar bibit yang diambil dari Desa Perdamean yang berumur 4 bulan atau berpayung 2 dengan harga per bibir 2500- 3000/batang.


(62)

Penanaman

Penanaman dilakukan pada lubang tanam yang telah dipersiapkan dan sebaiknya lubang tanam dibuat bersamaan dengan waktu tanam akan lebih terjamin kualitasnya.. Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman kelapa sawit 9 x 9 m dengan kerapan 143 batang/hektar. Sebelum bibit ditanam ke lubang tanam terlebih dahulu dasar polybag disayat terlebih dahulu, setelah itu bibit dimasukkan ke lubang tanam kemudian ditimbun dengan tanah lapisan atas (top soil) setelah itu diberikan pupuk dasar RP (Rock Phospate) sebanyak 250 gr/ batang. Untuk kakao terlebih dahulu mencampur tanah lapisan atas dengan 5 kg pupuk kandang, diaduk rata baru dilakukan penanaman dengan jarak tanam 3 x 3 m dengan kerapan 33 batang/hektar sedangkan untuk karet jarak tanam yang digunakan 6 x 4 m dengan kerapan550 batang/hektar dengan pupuk dasar yang digunakan adalah dolomit 250 gr/batang.

Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)

Pemeliharaan kelapa sawit, kakao, dan karet di daerah penelitian dilakukan sejak tanaman ditanam di lapangan dan akan berproduksi optimal jika dipelihara dengan baik. Setelah itu dilakukan pemupukan untuk kelapa sawit dengan aplikasi 3-4 kali setahun dengan jenis pupuk yang digunakan adalah NPK dengan dosis 800-1500 gram/batang, dan Dolomit dengan dosis 250 gram/batang, untuk kakao pemupukan dilakukan dengan aplikasi 3 kali setahun dengan jenis pupuk yang digunakan adalah Pupuk Kandang 7 kg/batang, dan NPK dengan dosis 700 gram/batang, sedangkan untuk karet pemupukan dilakukan 3-4 kali setahun dengan jenis pupuk yang digunakan adalah Urea dengan dosis 500 gram/batang, RP dengan dosis 200 gram/batang dan SP-36 dengan dosis 300 gram/batang.


(1)

bagaimana tingkat penerimaan, laba, atau pendapatan yang diperoleh serta kemmpuan mengembalikan modal yang diinvestasikan. Untuk mengetahui kelayakan usahatani kelapa sawit, kakao, dan karet dianalisis dengan analisis return on investment (ROI). Nilai ROI dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

ROI = Pendapatan bersih x 100 % Modal

Untuk mengetahui layak tidaknya usaha, maka nilai ROI dibandingkan dengan tingkat suku bunga bank yang berlaku saat ini yaitu 5,25 %. Suatu usaha dinyatakan layak apabila ROI tingkat suku bunga (i). Untuk mengetahui nilai ROI pada usahatani kelapa sawit, kakao, dan karet dapat dilihat pada Tabel 25 berikut ini :

Tabel 25. Rata-Rata Nilai ROI Usahatani Kelapa Sawit Per Ha/Tahun No

Sampel Pendapatan(Rp) Modal(Rp) ROI (%)

1 87.674.784 74.325.216 117,96

2 75.271.003 65.228.997 115,4

3 65.540.440 60.759.560 107,87

4 66.430.196 55.569.804 119,54

5 66.982.584 66.217.416 101,16

6 78.919.800 75.080.200 105,11

7 78.278.851 61.221.149 127,86

8 92.725.570 74.774.430 124,01

9 63.553.440 65.446.560 97,08

Total 675.376.668 598.623.332 1.016

Rataan 75.041.852 66.513.704 113

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 21 Tahun 2007

Berdasarkan Tabel 25. dapat diketahui bahwa rata-rata nilai ROI yang diperoleh pada usahatani kelapa sawit adalah 113%. Angka ini menunjukkan


(2)

suku bunga bank (5,25%).

Tabel 26. Rata-Rata Nilai ROI Usahatani Kakao Per Ha/Tahun No

Sampel Pendapatan(Rp) Modal(Rp) ROI (%)

1 14.450.625 111.174.375 12,1

2 9.832.917 103.067.083 9,54

3 42.955.000 161.245.000 26,64

4 39.003.617 128.596.383 30,33

5 40.903.125 218.096.875 18,75

Total 147.145.284 722.179.716 97

Rataan 29.429.057 144.435.943 19

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 24 Tahun 2007

Berdasarkan Tabel 26. dapat diketahui bahwa rata-rata nilai ROI yang diperoleh pada usahatani kakao adalah 19%. Angka ini menunjukkan usaha ini layak untuk dijalankan karena nilai ROI (19%) lebih besar dari tingkat suku bunga bank (5,25%).

Tabel 27. Rata-Rata Nilai ROI Usahatani Karet Per Ha/Tahun No

Sampel Pendapatan(Rp) Modal(Rp) ROI (%)

1 40.958.317 80.881.683 50,64

2 26.924.750 77.625.250 34,69

3 38.913.417 64.713.583 60,13

4 25.309.000 82.723.000 30,6

5 32.749.755 71.271.445 45,95

Total 164.855.239 377.214.961 222

Rataan 32.971.048 75.442.992 44

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 27 2007

Berdasarkan Tabel 27. dapat diketahui bahwa rata-rata nilai ROI yang diperoleh pada usahatani kakao adalah 44%. Angka ini menunjukkan usaha ini layak untuk diusahakan karena nilai ROI (44%) lebih besar dari tingkat suku bunga bank (5,25%). Dari hasil analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usahatani kelapa sawit, kakao, dan karet layak diusahakan. Dengan demikian


(3)

modal antar usahatani kelapa sawit, kakao, dan karet di daerah penelitian dapat diterima.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan


(4)

kakao,dan karet

2. Rata-rata penggunaan input produksi usahatani kelapa sawit adalah Rp 1.484836/ha, dan rata-rata penggunaan input produksi usahatani kakao adalah Rp 13.127.333/Ha, sedangkan rata-rata penggunaan input produksi usahatani karet adalah Rp 3.418.833/Ha. Analisis uji beda rata-rata diperoleh thitung1439,115 ttabel 2,120. Secara uji statistik ada perbedaan curahan tenaga kerja antara usahatani kelapa sawit, kakao, dan karet karena t thitung> ttabel. 3. Rata-rata curahan tenaga kerja usahatani kelapa sawit adalah 104,86/ha, dan

rata-rata curahan tenaga kerja usahatani kakao adalah 584,169, sedangkan rata-rata curahan tenaga kerja usahatani karet adalah 285,72. Analisis uji beda rata-rata curahan tenaga kerja diperoleh thitung 2,887 ttabel 2,12 secara uji statistik ada perbedaan curahan tenaga kerja antar usahatani kelapa sawit, kakao, dan karet karena thitung> ttabel.

4. Rata-rata total biaya produksi usahatani kelapa sawit adalah Rp 5.440.509/Ha, dan rata-rata total biaya produksi usahatani kakao adalah Rp 36.935.943/Ha sedangkan rata-rata total biaya produksi usahatani karet adalah Rp 15.442.992/Ha. Analisis uji beda rata-rata diperoleh thitung 163,231 ttabell 2,120. Secara uji statistik ada perbedaan total biaya produksi usahatani kelapa sawit, kakao, dan karet karena thitung> ttabel.

5. Rata-rata produksi usahatani kelapa sawit adalah 67.000 kg/Ha, dan rata-rata produksi usahatani kakao adalah 5.090/Ha sedangkan rata-rata produksi usahatani karet adalah 5.962 kg/Ha. Analisis uji beda rata-rata diperoleh thitung


(5)

339,641 ttabel 2,120. Secara uji statistik ada perbedaan produksi usahatani kelapa sawit, kakao, dan karet karena thitung> ttabel.

6. Rata-rata total pendapatan usahatani kelapa sawit adalah Rp 75.041.852/Ha, dan rata-rata pendapatan usahatani kakao adalah Rp 29.429/Ha sedangkan rata-rata pendapatan usahatani karet adalah Rp 32.971.048/Ha. Analisis uji beda rata-rata diperoleh thitung 35,337 ttabel 2,120. Secara uji statistik ada perbedaan pendapatan usahatani kelapa sawit, kakao, dan karet karena thitung> ttabel.

7. - pengujian yang dilakukan secara serempak berdasarkan data secara keseluruhan maka luas lahan, modal, dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani kelapa sawit dan pengujian yang dilakukan secara parsial luas lahan dan modal berpengaruh nyata terhadap pendapatan sedangkan tenaga kerja tidak berpengaruh.

- pengujian yang dilakukan secara serempak maupun parsial diperoleh bahwa luas lahan, modal, dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani kakao.

- pengujian yang dilakukan secara serempak maupun secara parsial bahwa luas lahan, modal dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani karet.

8. Terdapat perbedaan tingkat pengembalian modal antara kelapa sawit, kakao dan karet dimana diperoleh ROI untuk usahatani kelapa sawit adalah sebesar (113%). Dan untuk usahatani kakao diperoleh ROI adalah sebesar (19%) sedangkan untuk usahatani karet diperoleh ROI adalah sebesar (44%).


(6)

Kepada Petani :

Untuk meningkatkan pendapatan petani hendaknya petani lebih giat dalam melakukan perawatan dan pemeliharaan tanaman Kelapa Sawit, Kakao dan Karet yang mereka miliki. Petani juga diharapkan agar lebih memperhatikan penanganan panen dan pasca panen sehingga kehilangan hasil dapat ditekan yang nantinya akan menambah hasil produksi dan pendapatan yang dengan sendirinya akan menambah modal petani.

Kepada Pemerintah :

Diharapkan kepada pemerintah atau lembaga/yayasan terkait agar lebih peduli kepada petani, dengan menjalin dan meningkatkan kemitraan serta mendengarkan aspirasi-aspirasi petani.